Beranda / Horor / Gairah Khodam Leluhur / Akibat Pesta Lendir

Share

Gairah Khodam Leluhur
Gairah Khodam Leluhur
Penulis: Eluna

Akibat Pesta Lendir

Cairan kental yang tercecer di granit lembab menguras habis tenaga Firyan Erlando. Lelaki berusia dua puluh lima tahun itu menyandarkan punggungnya yang lemas di dinding. Matanya yang merah bertaut pada Neon yang tergantung tidak tenang di atas plafon.

"Firyan! Woi ... buka, Bro!" Suara laki-laki yang diiringi gedoran pintu menggelitik telinga Firyan.

"Kagak dikunci!" Satu detik setelah menyahut, pintu terbuka, memperlihatkan seorang lelaki yang berusia sebaya.

"Lu ngapain ngerem di sini? Ayo, Bro, lu udah ditungguin."

"Lu aja, dah, sana! Gue lagi kagak selera!" omel Firyan.

"Payah, lu! Baru pemanasan udah KO."

"Berisik lu, Gas! Udah sana! Dia buat lu orang aja!" Firyan menyandarkan kepala sambil mengibaskan tangan.

"Yakin, lu, Yan? Kalau gue panggil anaknya jangan nyesel, ya!" Firyan tersenyum miring.

"Brenda!" Setelah Bagas berteriak, seorang gadis bergaun mini datang menyihir mata sayu Firyan dalam sekejap. Bulan sabit terbit di wajah tirus gadis blasteran Indo-Prancis tersebut. Firyan menelan ludah, bola matanya tak lepas dari lekuk tubuh berbalut dress burgundi yang mengekspos bagian lengan, dada, dan kaki jenjang Brenda. Bagas yang melihat ekspresi Firyan segera mencebik.

"Brand, kuy! Tuh, kunyuk kagak selera katanya!" Ekspresi Bagas penuh ejekan.

"Ayolah!" Brenda merespon dan menautkan tangan pada lengan Bagas.

"Tunggu!" Firyan berdiri pelan, dia kembali berkata, "Gue lebih tahan lama dibanding Bagas!" Kesombongan Firyan sontak membuat mereka beralih pandang.

"Sue, lu, Yan! " Firyan tertawa melihat kekesalan bernaung di wajah segar Bagas.

"Kuy, gue buktiin kalo bacotan lu itu cuma sampah." Bagas menantang.

"Woi, siapa takut?" jawab Firyan dengan kelopak mata yang membuka dan menutup.

"Ayuk, ah, jangan pada ribut! Dah gatel, nih!" kata Brenda sambil menyundul Firyan dengan dada montoknya. Firyan yang mulai tegang pun mengangguk sedangkan Bagas tidak lagi berisik. Saat mereka mulai meninggalkan toilet, Firyan merasa terhuyung dan melihat getaran pada benda-benda di ruangan itu.

"Guys, itu lampu kenapa, ya?" Firyan menunjuk lampu yang bergoyang di atas mereka. Cahayanya padam, lalu berpijar kembali dan terus seperti itu.

"Enggak tahu! Kayaknya kita yang kebanyakan minum, deh." Brenda menjawab asal.

"Kali digenjot setan." Firyan mulai meracau.

"Lu aja kali halu! Baru disundul dikit, udah goyang otak lu!" Lagi-lagi, Bagas menimpali dengan sengit. Setelah itu, Mereka tidak lagi bersuara.

Keluar dari gedung, dentuman musik mengalir ke lubang pendengaran. Firyan menelan ludah saat menatap lurus ke depan. Pesta musik yang memainkan para pasangan mesum di sana membuat bola matanya mengembang sejenak.

"Bro, gue duluan!" Firyan mengangguk dan melihat sosok Bagas menghilang di kerumunan manusia yang asyik bersenggama dengan musik yang erotis.

"Yan!" Ada desiran hangat ketika suara manja Brenda menyentuh telinganya.

"Di sana aja, yuk!" Firyan membawa gadis itu ke belakang vila untuk menciptakan suasana romantisnya sendiri. Dalam manisnya keremangan, Firyan akhirnya mencapai lautan surga yang diharamkan.

Ketika Firyan sedang asyik mengambil perannya di bawah pohon kelapa, dia mulai merasakan suasana yang ganjil. Hatinya yang mulai dilanda gelisah membuat gadis di bawahnya merasa tidak nyaman. Mata Firyan menelisik ke seluruh tempat. Pria beralis Shinchan itu tiba-tiba menyudahi adukan pisangnya yang sudah sangat panas.

"Yan, kenapa, sih? Enggak asik banget, deh!" Firyan bergeming tanpa melihat Brenda yang sudah duduk bertekuk wajah.

"Firyan!" Brenda berteriak manja.

Alih-alih Firyan sadar dari lamunannya, dia justru terburu-buru memakai celana dan berjalan dengan tatapan yang tidak lepas dari pohon asam besar yang tidak berhenti bergerak.

"Huh, gede bentuk doang. Baru dipanasin semenit udah lembek!" Umpatan Brenda mengiringi langkah Firyan yang tergesa-gesa menuju ke samping vila, di area taman.

"Ini orang pada mabuk ganja apa mabuk lendir, sih?" Mata merah Firyan mengedar sambil berjalan menghampiri Bagas yang sedang asyik beratraksi di atas tubuh gadis berkulit putih.

"Bro, buruan cabut! Kagak beres, nih, tempat!" Firyan yang setengah sadar menepuk punggung Bagas ala kadarnya.

"Apaan, seh? Rese' banget, orang lagi asyik juga." Tangan Bagas mengibas ke udara.

"Gue seriusan!" Firyan meyakinkan.

"Bodo, ah! Lu aja, sana!"

Tak ingin membuang waktu dengan berdebat dengan orang yang sedang mabuk, Firyan akhirnya membawa langkah kakinya yang berat menuju tempat di mana sepeda motornya terparkir.

Selama sepuluh menit terseok-seok, akhirnya dia sampai di halaman depan vila. Sebelah tangannya merogoh saku jeans dengan susah payah. Kunci ninja keluar dari saku belakang setelah beberapa kali tangannya meleset.

"Apa'an, nih?" Firyan Erlando merentangkan jemarinya yang baru saja menyentuh setang sepeda motor.

"Gawat! Ini, mah, bukan gue yang mabok." Wajah Firyan terlihat panik. Semua material yang berpindah dari tempatnya membuat dia menyadari bahwa yang menempel di telapak tangannya adalah tanda petaka dan dia melihat itu ada di sejauh penglihatannya.

Udara makin panas. Firyan memutuskan untuk cepat-cepat memacu sepeda motornya. Tidak ada yang berkelebat di kepalanya selain pergi dari sana sejauh mungkin. Akan tetapi, nasib baik belum berpihak penuh kepadanya. Kabut tebal di udara menghalangi pandangan. Firyan tidak bisa menambah kecepatan tunggangannya. Dalam hitungan detik, dia terguling bersama sepeda motornya. Suasana tiba-tiba menjadi sangat riuh dan gelap.

"Argh!" Firyan terseret ke dalam runtuhan lampu pijar.

"Tolong!" Suaranya yang lirih nyaris hilang ditelan dentuman misterius.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status