Beranda / Horor / Gairah Khodam Leluhur / Teror Hantu Berbaju Putih

Share

Teror Hantu Berbaju Putih

Saat membuka mata, Firyan seperti merasakan tubuhnya begitu berat dan sangat sakit. Dia mengerang ketika berusaha berdiri. Mengamati sekitar, keadaan sangat kacau. Pepohonan tumbang dan tanah seperti habis diterjang longsor. Hal yang lebih mengejutkan adalah beberapa orang yang tergeletak tak bernyawa di sana. Bahkan, beberapa di antaranya ditemukan dengan anggota tubuh yang terputus dan tertimbun tanah. Dia memijat kening, tidak tahu harus melakukan apa. Pergi pun tak bisa karena sepeda motornya sudah rusak.

Firyan membeku untuk beberapa saat, lalu mulai berteriak meminta bantuan. Akan tetapi, suaranya terbang bersama desau angin. Tidak ada yang mendengarkannya. Tak ada yang meresponnya. Firyan terseok-seok menghampiri Bagas. Akan tetapi, yang dia temukan justru membuat bola matanya hampir lepas. Sahabatnya sudah mati dalam keadaan bertelungkup di atas tubuh polos seorang gadis. Begitu juga dengan yang lainnya. Semuanya mati dengan pose mereka saat berbuat maksiat.

"Tolong! Siapa pun tolong gue!" Firyan berteriak dengan suara parau. Tubuhnya bergetar karena rasa takut.

Pemuda itu hendak berbalik untuk kembali menemukan jalan keluar. Akan tetapi, niatnya terhenti karena tangisan seorang perempuan. Dia berpikir, itu adalah orang lain yang selamat dan terjebak sepertinya sehingga tanpa ragu mencarinya. Sampai ke belakang vila, Firyan melihat seorang perempuan sedang duduk di bawah pohon asam. Dia menghampirinya, walaupun udara dingin meraba tengkuk.

"Mbak, siapa?" tanyanya. Akan tetapi, perempuan berbaju putih tersebut tidak mengatakan apa pun selain terus menangis dengan suara yang aneh.

"Mbak!" panggilnya sekali lagi dan reaksi orang itu tetap sama.

Kali ini, Firyan memberanikan diri untuk menyentuh pundak wanita itu. Seketika dia merasakan dingin membungkus seluruh tubuh. Darah tiba-tiba saja membasahi pundak sang wanita hingga baju putihnya berubah merah. Bahkan, darah itu sampai menodai tangan Firyan. Firyan yang tercengang segera menarik tangannya dengan takut. Akan tetapi, saat dia melakukannya, perempuan itu berbalik dan menampakkan wajahnya.

"Hah, siapa, lu orang?" Firyan terjengkang melihat wanita di depannya penuh dengan luka dan darah. Wajahnya sangat rusak.

Pada saat wanita misterius itu mengulurkan tangan, Firyan lari terbirit-birit. Napasnya terputus-putus karena sangat lelah. Firyan terus berlari sampai akhirnya terjungkal dan tidak sadarkan diri di atas tumpukan mayat.

Beberapa saat merasakan sakit yang tak terhingga, Firyan bangun dengan susah payah. Mengandalkan insting, dia melawan kegelapan malam. Kakinya terseret gontai menuju seberkas cahaya yang jauh dari jangkauan. Akan tetapi, makin didekati, makin jauh pula cahaya itu.

"Argh!" Firyan menjerit frustrasi.

"Apa ini? Kenapa gue mesti apes kayak gini?" keluhnya sambil mengacak rambut.

Firyan berjalan tanpa tujuan. Sesekali terbatuk akibat debu yang mengontaminasi udara. Dia tertunduk dalam tekukan kaki. Tepat, pada saat dia kembali mengangkat kepala, sekelebat bayangan putih memenuhi bola matanya. Firyan bangkit untuk memeriksa, tetapi tidak menemukan apa-apa. Hening melarutkan pikiran, satu hal baru dia sadari.

"Ck, ah! Kenapa gue balik lagi ke sini, Bjir?" Firyan kembali mengacak rambut. Tidak menyangka akan kembali ke belakang vila.

Saat akan membalik badan untuk menemukan jalan utama, suara burung puter pelung menggema sangat kencang. Seolah menambah kerumitan malam yang mencekam. Firyan berusaha bersikap tidak peduli. Dengan penuh kepura-puraan, tungkainya berusaha melangkah meski udara makin dingin.

"Tolong!" Seruan seorang wanita membuat jantung Firyan berdetak kencang.

Firasat Firyan yang tidak enak menandakan sesuatu akan terjadi. Apesnya, setelah merasakan itu, pemuda berkumis tipis tersebut malah memutar punggung. Akibatnya, dia hampir kehilangan napas karena terkejut. Pasalnya, wanita berbaju putih tersebut menampakkan detail asli wajahnya. Seluruh kulit penuh luka perlahan mengelupas dengan sangat mengerikan. Ia mendekati Firyan hingga jarak di antata mereka tinggal beberapa inci saja, kemudian menyentuh wajah pucat Firyan sambil membuka mulut yang berbau busuk.

"Ha!" teriak Firyan secara spontan. Pandangannya seketika menjadi gelap.

Beberapa saat berlalu, sirine mobil terdengar. Sebanyak lima puluh polisi dan petugas ambulance turun ke tkp. Sejumlah mayat yang diperkirakan lebih dari seratus orang berhasil dievakuasi dan dua puluh korban selamat--termasuk Firyan telah dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan.

Di alam bawah sadar, bayang-bayang wanita menyeramkan berkolase di memori Firyan. Pemuda itu mendesis memohon pengampunan sedangkan orang di ruangan itu bingung dengan apa yang terjadi. Apa yang membuat Firyan mengigau begitu berlebihan?

"Bang, bangun, Bang! Kamu kenapa?" Seorang perempuan berhijab hitam menggoyang-goyang lengan Firyan dengan panik. Ia hendak memanggil dokter, tetapi Firyan tiba-tiba membuka mata.

"Bang Firyan! Alhamdulillah, kamu udah sadar, Bang." Perempuan itu memandang Firyan dengan gembira.

"Lea ... Lea! Gue di mana?" tanya Firyan dengan dada kembang kempis.

"Tenang, Bang! Sekarang kamu udah di rumah sakit! Kamu aman!" ucap Lea sambil mengelus dada Firyan.

"Lea, Bagas ...." Firyan nampak sangat gusar sedangkan Lea mengangguk sambil menangis. Ada setumpuk luka lain yang menggenang di pelupuk mata bulatnya. Namun, perempuan itu menyembunyikannya.

"Lea ... jangan pulang! Temenin gue di sini," pinta Firyan yang membuat Lea makin penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Sebagai satu-satunya keluarga yang Firyan miliki, Lea setuju. Dia menemani Firyan sepanjang waktu sampai pemuda itu bisa tidur dengan nyenyak. Tak lama, polisi datang. Mata Lea yang hampir terpejam menjadi segar kembali.

"Selamat sore Mbak Lea! Apa Mas Firyan sudah membaik?" Pria berseragam cokelat itu bertanya ramah.

"Udah sadar, Pak, tapi sepertinya mentalnya belum pulih. Pak, sebenernya apa yang dilakuin suami saya di lokasi bencana?"

"Kami belum memastikan. Yang jelas, para korban di sana sedang melakukan pesta terlarang dan tidak mengetahui sinyal gunung yang akan erupsi," terang sang abdi negara.

"Pesta terlarang?" Dahi Lea mengernyit.

"Ya, Kami menemukan banyak ganja dan narkotika dan sebagian besar dari mereka ditemukan dalam keadaan telanjang!" jelas sang polisi.

Pernyataan itu membungkam mulut Lea seketika. Itu sangat menyakiti hatinya sebagai seorang istri. Namun, dia menampik prasangka buruknya. Jika polisi mengatakan kalimat "sebagian besar" itu artinya masih ada kemungkinan bahwa suaminya tidak melakukan hal tercela tersebut.

Lea menghapus air matanya. Pak polisi hendak mengatakan sesuatu. Akan tetapi, tiba-tiba, Firyan bangun dan menjerit histeris. Jarum infus yang tertanam dilepas begitu saja. Firyan menjadi agresif dan tidak terkendali. Lea lekas memanggil dokter sedangkan polisi membantu untuk mengendalikan.

"Lea! Lea!" teriak Firyan. Bersama dengan itu Lea datang membawa dokter. Firyan pun pingsan setelah disuntik dengan cairan penenang.

Di luar ruangan rawat inap, dokter memberikan hasil tes lab Firyan kepada polisi dan Lea. Lea memandang datar sekumpulan huruf di atas kertas dengan raut datar. Dari surat itu mereka mengetahui bahwa sesungguhnya Firyan ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status