Olivia terkejut dan memegang pipinya yang memerah akibat tamparan itu. Ia merasa marah dan terpukul oleh perlakuan kasar dari ayahnya. Tanpa berkata apa-apa, Olivia hanya memberikan tatapan tajam kepada Ayahnya. "Kau tidak berhak memperlakukan aku seperti ini, Ayah. Aku bukan anak kecil yang bisa kau pukul seenaknya," kata Olivia dengan suara tinggi disertai mata berkaca-kaca. Rahang Almero mengeras, tangannya terkepal mendengar Olivia membentaknya. Dia tidak menyangka jika Olivia akan berani membalasnya dengan keras seperti itu."Apakah kau berani melawan Ayahmu sendiri, Olivia?" tanya Almero dengan suara penuh ancaman. Olivia mengangkat dagunya dengan penuh keberanian. "Aku tidak takut padamu lagi, Ayah. Aku sudah muak dengan perlakuan kasarmu. Terlalu banyak luka dan rasa sakit yang kau berikan padaku."Almero merasa sorot mata Olivia begitu tajam, seolah-olah menghunus pedang yang tajam. Sejenak, ia terdiam dalam kebingungan. Namun, nafasnya masih berat penuh amarah."Aku ayahm
“Halo, Ibu. Apakah Rubby ada di sana?” tanya Elvano. Saat tiba di kediaman, Elvano tidak menemukan istrinya. Elvano pikir, setelah berbicara dengan Rubby malam itu, Rubby akan memaafkannya. Tapi saat dirinya tiba di kediaman, dia tidak menemukan Rubby dan Amora. Belum lagi, Rubby terkena masalah dengan Olivia di restoran. “Rubby tidak pulang ke mari. Apakah kalian berdua masih belum juga baikkan? Bagaimana bisa kalian bertengkar sampai selama ini?” jawab Emily dari seberang telepon. Elvano memijat batang hidungnya frustasi. “Maafkan Aku Ibu mertua. Jika aku merepotkan Ibu mertua. Aku akan mencoba menelpon sahabatnya saja. Mungkin, Rubby membutuhkan teman untuk berkeluh kesah.”“Baik. Ibu berharap, semoga masalah kalian segera teratasi.”Elvano memutuskan sambungan teleponnya, dia segera mencari nomor kontak Vina untuk menanyakan keberadaan Rubby. Namun, lagi-lagi Elvano hanya mendapatkan kekecewaan. Setelahnya, Elvano mencoba menghubungi nomor Rubby. Lagi-lagi, Elvano hanya menem
“Shit, mobil siapa yang membawa Olivia?” gerutu Elvano sambil terus menyetir menuju ke tempat Sergio yang sudah menunggu dirinya. Dalam perjalanan, pikiran Elvano menjadi gusar memikirkan keberadaan Olivia yang suka berpindah-pindah tempat. Saat Elvano menerima panggilan telepon jika Olivia sudah dibawa oleh dua preman, Elvano memutuskan menghubungi Andre dan Sergio untuk menceritakan masalah yang sedang dihadapinya. Hingga mobil yang dikendarai oleh Elvano pun tiba di kediaman Sergio. Elvano dan Andre sengaja memutuskan bertemu di kediaman Sergio karena Sergio tidak bisa meninggalkan si Kecil, Vincent. “Hubungan kamu dan Rubby apakah sudah baikkan?” tanya Sergio membuka pembicaraan sambil menggendong Vincent. Andre yang duduk sambil memutar-mutar gelas minuman pun menatap selidik ke arah Elvano. “Aku rasa, ada yang menyuruh Olivia. Tidak mungkin Olivia berani mengambil data perusahaanmu,” ucap Andre. Elvano yang duduk menyandar tampak berpikir sebelum menjawab. “Dugaanku kali in
"Rubby, kalau begitu aku pamit, ya! Aku harap, kamu memikirkan hubunganmu dengan Elvano. Jangan karena kerikil seperti Olivia membuatmu tersandung." Vina menggenggam tangan sahabatnya, Rubby sebelum dirinya berlalu dari Apartemen Rubby. Rubby dengan mata yang sembab meraih tangan Vina, dia memeluk sahabatnya itu. "Terima kasih, Vin. Berkat dirimu, aku bisa sedikit lebih legah dan bebanku terasa terangkat," ucap Rubby. Vina mengelus punggung Rubby. Tentu dia merasakan apa yang Rubby rasakan. Bagaimana tidak, dirinya dulu juga berjuang mempertahankan cintanya kepada Sergio. Hal itu yang membuat Vina merasa prihatin kepada Rubby. "Sstt ... Kau jangan lemah, Rubby. Jika Elvano menginginkan anak dari rahim wanita lain, mungkin Elvano sudah melakukannya sejak dulu. Namun lihat, Elvano masih bertahan dan menyayangimu," ucap Vina mencoba meyakinkan Rubby. Rubby melepaskan pelukannya, dia mengusap air mata yang masih mengalir tanpa jeda. "Ya, aku akan kembali ke kediaman dan mencoba berd
"Astaga, sudah jam berapa ini?" Rubby terlonjak dari tidur ketika dirinya terbangun. Dengan buru-buru, Rubby meraih jam weker di atas meja kecil di samping tempat tidur. "Jam dua pagi?" gumam Rubby, dia menyandarkan punggungnya pada kepala tempat tidur sambil mengusap kepalanya frustasi. "Sudah larut begini tapi Elvano bahkan tidak menemuiku atau mencari keberadaanku," lirih Rubby bergumam. Rubby membuang pandangannya ke arah Amora yang masih terlelap, sontak alis Rubby mengerut. "Kenapa Amora sampai jam segini belum bangun?" Rubby meletakkan tangannya di dahi Amora. Deg! Rubby terkejut ketika suhu tubuh Amora naik. Dahi anaknya begitu terasa sangat panas. "Ya Tuhan, Nak, kamu demam, sayang!" panik Ruby, Ruby segera menggendong tubuh Amora. "Papa...," panggil Amora dengan suara lemah saat Rubby membawa tubuh Amora keluar dari kamar. "Nanti ketemu papa ya, sayang. Mama bawa kamu ke rumah sakit," jawab Rubby sambil melangkah panik. Di luar kamar, ruangan tampak begitu gelap, la
"Jadi ... Pas waktu Paman berciuman itu karena Olivia sudah merencanakan semuanya? Apakah Paman sudah menemukan Olivia di mana?" tanya Rubby dengan wajah bersalah karena sudah menuduh Elvano yang bukan-bukan."Sudah diamankan oleh pihak berwajib, kamu boleh bertanya langsung dengannya. Jujur, ya, Rubby. Aku sama sekali tidak mempunyai pemikiran untuk menduakanmu ataupun ingin menyakiti hatimu." Mendengar penuturan Elvano, Rubby menundukkan kepalanya, dia tahu jika dirinya salah. Mungkin karena dia tidak bisa memberikan keturunan kepada Elvano hingga Rubby begitu sensitif dan gampang marah ketika Elvano dekat dengan wanita lain. "Maafkan aku, Paman. Karena aku benar-benar takut kehilanganmu. Jadi, aku cemburu," ungkap Rubby mencoba mengakui kesalahannya. Elvano meraih dagu Rubby. Memaksa wanita itu untuk menatap wajahnya. Dengan mata berbias pelangi, Rubby memberanikan diri menatap intens ke dalam mata Elvano. "Monster kecil, saat aku mencari kamera pengawas, ternyata kamera pengaw
"Duh, Ayah. Bagaimana ini? Kenapa Olivia harus ditahan? Apakah separah itu kesalahan yang dilakukan oleh Olivia?" Soraya tampak cemas, dia gelisah saat menerima telepon jika Olivia ditangkap karena kasus pencurian aset saham yang sudah direncanakan oleh Olivia bersama Paman Smith. Kini, Soraya dan Almero tengah melaju menuju ke arah kantor polisi. "Aku itu sudah curiga dari awal. Kenapa anakmu itu tidak pernah pulang dan tidak lagi meminta uang. Dia tentu bekerja sama dengan orang lain. Aku baru sadar saat Elvano datang dan mencari Olivia karena Olivia sudah mencuri data perusahaan Patrice!"Soraya memandang Almero dengan mata penuh kekhawatiran. "Tapi, Al, Olivia tidak mungkin melakukan itu. Ada sesuatu yang tidak beres di sini. Kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."Almero mengangguk serius. "Kita akan mencari kebenarannya, Soraya. Tapi bukti Elvano cukup kuat. Elvano memiliki data yang membuktikan keterlibatan Olivia dalam rencana pencurian aset saham."Mobil melin
"Gio, bagaimana hasilnya? Apakah semuanya berjalan dengan lancar?" tanya Vina saat dia baru selesai memberikan sarapan kepada Vincent, putranya. Gio yang hendak bersiap-siap pergi ke perusahaan pun menghentikan langkah kakinya dan menunggu Vina menghampirinya. "Cup!" satu kecupan singkat Gio berikan kepada Vina. Pria itu merangkul pinggang Vina lalu menarik pinggang istrinya itu. "Baby boys kemana?" tanya Gio. "Dibawa oleh pengasuh. Hari ini aku ingin menjenguk Amora. Kasihan, ya. Gara-gara masalah keluarga, Amora jadi sakit karena merindukan Elvano. Apakah kamu juga akan seperti itu, Gio?" tanya Vina. Karena Vina begitu tahu bagaimana bejatnya Sergio dulu. "Kau ingin menyindirku, Sayang? Apakah semua perjuanganku belum bisa mbuatmu percaya jika aku telah berubah, hah?" Vina terkekeh mendengar ucapan Sergio, Vina menarik dasi Sergio hingga wajah mereka menempel. Vina mengecup bibir Sergio dengan lembut, melakukannya berulang-ulang.Sergio menarik rapat tubuh Vina, dia melepaskan