Halo pembaca setia novel Madam š
Per episode ke-80 ini, "Gairah Cinta Om Mafia" telah menyelesaikan musim pertamanya.Terima kasih atas dukungan pembaca semua.Nggak nyangka banget, selama nulis 30 hari ini, bisa menghasilkan 80 episode, ini berkat doa dan dukungan pembaca semua.SEKILAS INFO UNTUK SEASON KE-2Di musim ini, cerita akan lebih fokus pada perjalanan Arren menempa diri dan juga intrik politik dalam wilayah keluarganya.Oho! Yes! Arren adalah cucu penguasa wilayah, jadi identitasnya bukan kaleng-kaleng!Ketika mulai melepaskan diri dari Leon, Arren mulai menyadari bahwa, menjadi wanita berdikari itu sangat penting! Meski dengan bantuan Clark, our second male-lead yang tersayang. Tolong jangan membencinya ya. Clark emang gitu orangnya. XixixiNah,Semoga terhibur.Di musim ini, pengujian cinta Leon dan Arren akan menghadapi tantangan serius.***Kindly note:- Kirimkan gem untuk novel ini agar naik peringkat ya, dan bisa dibaca bersama-sama,- Ulasan bintang 5 akan membantu Author mendapatkan suntikan semangat untuk memulai season baru.- Komentar baikmu akan menambah amunisi ide dan cinta, agar author semangat nulisnya.- Like mu itu, sebagai wujud dukungan agar karya ini tetap dilanjutkan.Jadi, bisakah author minta tolong agar para pembaca memberikan sumbangsih di atas?Terima kasih sekali lagi, karena mencintai karya ini.Lov love,@ novelisdelilahMata keriput sang nenek, entah mengapa membawa perasaan asing dalam diri Arren. Gadis berhati lembut itu, tentu saja tidak tega jika ingin menuntut penjelasan sang nenek, karena, wanita itu terlihat rapuh dan lemah. Namun, gejolak dalam diri Arren mengatakan sebaliknya. Ia harus mengetahui segala siasat dari wanita tua itu, yang telah mengacak-acak tatanan hidupnya. Rahang Arren mulai mengeras, tatkala sang nenek tersenyum seakan tanpa dosa. Bagaimana bisa wanita tua itu berhati dingin dan tidak menampakkan penyesalan dalam dirinya sama sekali? Arren sangat muak melihatnya. āArren, duduklah. Kau ingin segelas coklat hangat?ā tanya sang nenek, sambil membimbing cucunya itu menuju ke sofa pertemuan. Jalinan tangannya tetap hangat, seperti tidak pernah ada masalah apapun di antara mereka, sebelumnya. Namun, Arren benar-benar jengah dengan sikap sang nenek yang seolah melupakan segala tindakan buruk kepada keluarganya, dulu kala. Arren benar-benar tidak ingin berada lebih lama lagi d
Adam Hart tampak menggigiti kuku jarinya hingga mengucurkan darah, tatkala sambungan telepon yang sedang ditunggunya tidak juga mendapatkan respon dari si pemilik nomor suara. "Sial!" Ia membanting gagang telepon yang ada di meja itu dengan penuh amarah. "Bagaimana? Kemana pembunuh itu? Mengapa dia tidak mengangkat teleponmu?" cecar Abigail dengan bersungut-sungut. Wanitu itu tampak kesal, karena Adam tidak juga memberikan hasil yang ia harapkan. Abigail telah kehilangan kesabaran, karena, Arren tidak kunjung ditemukan."Berhentilah mengomel, Abbey! Aku juga tidak tahu dia ada di mana!" sahut Adam ketus, yang kali ini tampak memandang gusar pesawat telepon itu dengan amarah yang terpendam. Pria itu juga sedang dilanda kepanikan, sama seperti sang adik ipar. Bagaimana mungkin ia tahu segala hal? Jika pembunuh yang dikirimnya pun tidak kunjung memberikan laporan. "Pergilah ke markasnya! Dasar bodoh!""Aku tidak tahu markas barunya!""Astaga!!!" Abigail melemparkan tasnya ke arah A
"Coba ceritakan dari awal!" tuntut Arren, semakin mencium bau yang mencurigakan dari sang bibi."Begini, Nona..."Pelayan tua itu pun memulai kisahnya, mengungkap asal mula kecurigaan yang merayap dalam benaknya. Kecurigaan itu bukanlah tanpa dasar, mengingat, kehadiran dokter baru yang mendadak, menjadi kunci utama perubahan sang Nyonya besar. Semuanya dimulai dengan perubahan yang cukup drastis dalam kesehatan sang Nyonya. Mereka yang setia melayani keluarga Rossie selama bertahun-tahun, mulai cemas, karena sang Nyonya semakin hari semakin lemas. Nyonya besar yang dulunya energik dan lincah, kini semakin lama, semakin terbaring lemah.Usia memang memiliki andil dalam perubahan ini, namun, sesuatu yang lebih misterius tampak terjadi. Nyonya besar yang biasanya senang berjalan-jalan di taman pada pagi hari, kini hanya meringkuk di ranjangnya tanpa ingin melakukan apa-apa lagi. Perubahan ini sangat aneh dan membingungkan, karena, Nyonya besar biasanya sangat telaten dalam menjaga
Keputusan Arren yang dramatis itu, tentu setelah melewati pertimbangan yang matang olehnya. Arren akan melanjutkan tanggungjawab sebagai salah satu pewaris Rossie, dengan mempertahankan martabat dan keamanan wilayah ini. "Doakan aku, Ibu... aku akan pergi, jika semua sudah kembali pada tempatnya..." lirihnya sambil membiarkan wajahnya dihantam derasnya air hujan yang meluncur turun dari langit kelam. Keteguhan tekadnya seakan datang secara tiba-tiba, dengan bantuan tak kasat mata dari mendiang ibunda. Arren, gadis yang baru akan menginjak usia ke-20 tahun itu, akan mencoba mendewasakan dirinya. Meski, tanpa bimbingan nyata dari orang yang lebih tua darinya. Untuk sementara, Arren harus mencari Paman yang dahulu menjadi ajudan neneknya. Ia akan meminta bantuan padanya. Berbagai rencana dan harapan, melesat, melintas secara tiba-tiba dalam pikirannya. Arren tak dapat membendung segala tekad dan upayanya ke depan, untuk memulai langkah pertamanya. Derasnya hujan semakin menjadi-jad
Tubuh Clark dengan lembut menyentuh permukaan kulit Arren yang tadinya membiru. Beruntung, berkat pemanas ruangan, suhu di sekitar mulai menghangat, hal itu cukup menenangkan. "Arren..." panggil Clark pelan, dengan menggosok-gosokkan tangan dan kaki Arren secara perlahan. Sentuhan kulit ke kulit yang ia lakukan, tak ubahnya misi bunuh diri, yang membuat perasaan Clark tertekan. Betapa tidak, pria itu tak dapat menangkal gairah yang tiba-tiba menggelegak. Seakan, mencari peluang, untuk mendaratkan kejantanannya ke sarang, yang begitu menggoda iman. Deru napas Clark semakin memburu, tatkala tonjolan tubuh Arren tiba-tiba menyentuh dadanya, ketika berbalik arah secara tiba-tiba. Namun, dalam keadaan genting seperti ini, Clark tahu, ia tidak boleh terpancing oleh hawa nafsu.Ia harus tetap fokus pada tugasnya untuk merawat Arren, sehingga mencegah tubuh gadis itu kembali membiru. Sementara itu, rasa cemas mulai menghantuinya, karena belum ada tanda-tanda bahwa Arren akan segera bang
Di ruang kontrol keamanan Mansion Leon, suasana terasa tegang. Leon, sang pemilik rumah mewah itu, tampak duduk di depan layar komputer besar, dengan wajahnya pucat-lesu yang tidak terelakkan. Istrinya, Arren, telah menghilang tanpa jejak. Kegelisahan Leon semakin mendalam seiring berjalannya waktu. Ia tidak dapat membayangkan, bagaimana Arren hidup di luar sana tanpa penjagaannya."Daerah mana lagi yang kau periksa?" tanya Leon dengan suara gemetar pada kepala keamanan, yang telah bekerja tanpa henti dalam upaya melacak keberadaan sang istri.Kepala keamanan, seorang pria dengan pengalaman yang luas dalam pekerjaannya, tampak serius saat mengecek data di layar komputer."Kami sudah memeriksa setiap kemungkinan tempat yang menjadi rute pelarian mereka, Tuan. Sayangnya, sampai saat Ini, kami belum mendapatkan jejak yang pasti."Leon mengacak rambutnya dengan kasar. Napasnya tampak memburu, dengan wajah yang kian memerah karena memendam amarah.Ia mencoba untuk tetap tenang, namun, keh
Kapal yang diinginkan oleh Leon, sedang dalam perjalanan.Sambil menunggu, Leon berniat untuk berpamitan pada Ford, sebagai orang kepercayaan. Pria itu pun menemui Ford di pusat kota, sambil menghabiskan waktu bercengkrama, sebelum akhirnya esok harus berlayar jauh darinya. "Bos!" panggil Ford, dari arah pintu masuk. Leon sudah berada di bar itu lebih dulu, mulai menghabiskan gelas pertamanya dengan tergesa. Hentakan alkohol membuat nyeri di kepalanya, namun, akhirnya, Leon mulai merasakan kenikmatan yang diciptakannya. Pria itu menoleh cepat, saat Ford memanggilnya. Ia kemudian memberikan senyuman samar, pertanda senang dengan kehadiran sahabat lama yang ia nantikan. Bar itu terasa begitu berbeda dari kelab malam mereka. Sebuah tempat yang tidak cukup dikenal, sehingga memberikan privasi yang kental. Ford berjalan mendekati Leon , kemudian duduk di sampingnya. Ia memperhatikan temannya itu dengan cukup cermat. Pandangannya menyapu ke seluruh tubuh sang mafia, yang terkenal kej
Keesokan paginya, sinar matahari perlahan menerobos jendela kamar Arren yang terbuka lebar. Cahayanya yang hangat mulai menyapa wajahnya yang tampak tenang dalam tidur lelap. Arren telah menghabiskan malamnya dengan ketenangan setelah perawatan yang diberikan oleh dokter kemarin malam. Di sebelah tempat tidurnya, tampak Clark yang sedang duduk tertidur, dengan sikap siaga, seolah-olah semalam, ia telah berjaga hanya untuk Arren saja. Clark tiba-tiba membuka mata, ketika sinar matahari mulai menerpa wajahnya.Matanya kemudian langsung mencari sosok Arren, yang ternyata hanya berada tiga langkah di depannya.Dengan penuh perhatian, ia memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja."Syukurlah," gumamnya lega. Tidak butuh waktu lama, Arren pun mulai terbangun dari tidurnya. Ia menggeliat pelan sebelum membuka mata. Ketika pandangannya kembali fokus, Arren melihat wajah yang sangat akrab baginya."Clark..." gumamnya pelan sambil tersenyum lemah.Pria itu tersenyum hangat sebagai sambutan.
Ujung belati itu bengkok. Tidak ada yang menyangka bahwa belati tajam bisa berubah bentuk menjadi seperti itu. āTiātidak!ā pekik si pelayan. Ia sangat kebingungan. Bagaimana perut Arren yang seharusnya ternoda darah malah membengkokkan belati tanpa setitik pun usaha? Dalam momen yang menentukan, belati itu telah mengalami deformasi plastis, seperti tarian metal yang mengubah bentuknya tanpa bisa kembali ke keadaan semula. āAāapa yang terjadi?ā Pelayan itu bertanya-tanya dengan tangan yang gemetar. Arren hanya menyunggingkan senyum penuh kemenangan. Lawannya telah kalak telak tanpa perhitungan. āAku sudah mengantisipasi hal ini, Lesel,ā ujar Arren dengan wajah jumawa. Ya. Lesel. Ternyata, dialah kaki tangan Esme yang begitu ingin menghabisi nyawanya. āBaābagaimana kau tahu?ā Arren segera menyobek kain tule yang menutupi area perutnya. Ada sebuah aksesori mengkilat di sana. Sebuah sabuk baja. āAāapa?ā Pada awalnya, suara gemuruh dan getaran memang dirasakan oleh Lesel. Ia tak
Pelayan berambut pirang mengerucutkan bibirnya, sementara si rambut hitam tetap menatap lurus ke arahnya. āBaiklah!ā jawabnya agak kesal, namun memang rencana mereka tidak boleh berantakan. āAku akan awasi sekitar. Kau harus segera bersiap-siap.ā āOke.ā Dua pelayan mencurigakan itu kemudian meneruskan misi rahasia mereka. Tidak banyak yang harus mereka lakukan kecuali mencari target dan melancarkan aksi balas dendam. āSepertinya, dia ada di balkon barat. Tunggu aba-abaku, kita akan segera melakukan serangan!ā āOke!ā *** Suasana jamuan masih meriah dengan alunan musik lembut yang merdu di telinga. Beberapa tamu menikmatinya sambil bersantap, ada juga yang masih mengobrol lama. Arren dan Leon tampak berbahagia sambil menyalami tamu-tamu yang ada di sana. āSepertinya, aku merasa sesak,ā lirih Arren pada Leon. Kehamilan ini membuatnya gampang lelah dan juga merasa panas sepanjang waktu. āKau mau pergi dari tempat ini?ā tanya Leon sambil merangkulkan lengannya ke pinggang sang
Mata Ava berbinar bahagia. Ia mengangguk cepat dan memeluk Arren sebagai balasannya. āTerima kasih, Bibi!ā Ava tidak mengira bahwa ulang tahunnya akan dapat dirayakan dengan jamuan spesial, meski jamuan itu tidak dilangsungkan secara khusus untuknya. āSama-sama, Ava!ā Arren melakukan hal yang sama. Ia bahagia dapat menyemangati kawan kecilnya yang sepertinya sedang sendu dan tidak memiliki semangat karena ketidakhadiran ayah dan ibunya. āKami harus pergi, Ava. Ini untukmu,ā ucap Leon sambil menyerahkan kotak berbungkus kado dengan pita ungu di atasnya. āAāapa ini, Pak?ā tanya Ava heran sekaligus senang. Ia tidak mengira akan mendapatkan kado dari Pak Leon di hari yang bukan ulang tahunnya. āAnggap saja kado cicilan,ā gurau Leon sambil tertawa kecil padanya. āAhaha! Terima kasih banyak!ā seru Ava sambil membuka bungkus kado itu. Isinya boneka beruang dengan warna bulu kecokelatan. āLucu sekali!ā pekik AVa bahagia. Arren dan Leon senang melihatnya. Tak lama kemudian, mereka bena
Setelah beberapa waktu di rumah sakit, Arren akhirnya diperbolehkan pulang. Tidak ada tanda-tanda bahaya ataupun kontraindikasi dari pengobatan yang diterimanya. āTerima kasih, Dokter. Saya merasa lebih sehat,ā ucap Arren setelah dokter mengunjunginya untuk kali terakhir. āSama-sama, Nyonya. Saya senang Anda sudah berhasil membaik tanpa kesulitan.āDokter Freddy dan Dokter Josh melepas Arren pergi dengan hati lega. Akhirnya, kekhawatiran mereka sirna. Arren benar-benar terbebas dari bahaya racun yang mengintai nyawanya. ***Dalam perjalanan pulang, Leon terus saja menatap Arren dengan perasaan tak menentu. Ia sungguh senang dengan kesembuhan istrinya namun ada suatu hal yang membuatnya merasa khawatir. āKau yakin dengan rencanamu itu? Aku tidak tega padamu, Sayang!ā sergah Leon yang tidak ingin mengundang bahaya lagi bagi istrinya. āTidak ada cara lain. Kita pasti bisa, Sayang!ā tegas Arren dengan tekad kuat. Leon menghela napas dalam-dalam. Ia tak bisa mencegah kekeraskepalaan s
āTuan! Anda salah dengar!ā sergah perawat yang menahan lengan Leon agar tak melayangkan tinju ke arah sang dokter. āApa?!ā Leon menoleh ke arah si perawat. Ia sangat lelah dan tidak bisa lagi menolerir kesalahan dari pihak dokter yang membuat anak-anaknya akan terlahir cacat. āSalah dengar, Tuan!āāYa, benar!āāAnak Anda baik-baik saja, Tuan.āSuara perawat dan dokter bersahut-sahutan. Leon menurunkan tinjunya dan memandang ke arah dokter Freddy yang tampaknya sedang menghela napas lega. āKatakan, Dokter! Apa yang terjadi pada istri dan anak-anakku?!ā hardik Leon masih dalam keadaan penuh amarah. Sebelum sang dokter menjawab, suara Arren samar terdengar di balik punggung perawat yang ada di sisi ranjang. āOn .ā¦ā panggilnya lirih. āLeāon ā¦.ā ulangnya, kali ini dengan suara yang lebih keras. āArren!ā Leon menyibak perawat-perawat yang menutupi keberadaan sang istri. āArren!ā Leon menghampiri Arren dengan berlinang air mata. āKau ā¦ sudah sadar?ā tanyanya sambil mengecul lembut keni
Leon menggenggam tangan Arren dengan erat saat mereka bergegas menuju rumah sakit. Kecemasan dan kekhawatiran begitu dirasakannya. Entah mengapa, firasat Leon tidak enak. āPak! Lebih cepat!ā perintah Leon ketika melihat Arren semakin meringis kesakitan. Keringat dingin mulai mengucur dari dahi dan tubuhnya. Napas Arren tersengal-sengal. āBaik, Tuan!ā Sopir segera mempercepat laju mobil dan sebisa mungkin menyeimbangkan kendaraan yang kian kencang. Ia benar-benar khawatir bahwa sang nona muda menderita sakit yang luar biasa. āArren, bertahanlah,ā pinta Leon sambil terus menenangkan Arren dengan pelukan dan genggaman tangannya. āArgh, Leon .ā¦ā Arren menggeram seakan menahan sakit yang teramat sangat pada dirinya. Tidak hanya di perut, tapi juga di sekujur tubuhnya. āKita hampir sampai!ā Sopir itu memberi aba-aba. Leon begitu cemas. Ia mengangguk dan bersiap untuk membawa Arren ke IGD begitu mereka sampai di rumah sakit sana. ***Akhirnya, setelah berkendara selama beberapa waktu,
Lora berhasil dievakuasi dan semua orang begitu berbahagia. Namun, ada satu kejanggalan yang nampak padanya. Arren bahkan menyadarinya. āLeāleon ā¦.ā panggilnya, ketika Lora mendekat ke arahnya. Bau asing menyeruak dari tubuh Lora. Arren bahkan sangat mual dibuatnya. āHoek!ā Arren muntah. Ia tak kuasa menahan rasa mual yang begitu membuncah. āSayang!ā pekik Leon waspada. Apa yang terjadi pada istrinya? āLeāleon ā¦ bau Lora ā¦ sangat ā¦ tidak enak,ā gumamnya ketika berada di pelukan suaminya. Leon langsung menangkap Arren yang hampir terjatuh tadi. Kini, istri tersayangnya itu sudah ada dalam buaian. āAroma apa?ā Leon mencoba menajamkan indera penciuman. Benar. Ia mencium sesuatu asing yang menyengat, seperti aroma timbal. āLora, mendekat ke arahku!ā Leon mencoba menghirup aroma itu lebih dalam. Hati Lora tentu saja menjadi tak karuan. Tetapi, gadis itu sudah menautkan diri pada William. Sekarang, Tuan Leon bukanlah pria yang merajai hatinya. āTunggu sebentar.ā Leon, dengan kekh
Pekikan Larens membuat jantung Nyonya Dolores hampir copot. āOh, Tuhan!ā Wanita paruh baya itu kemudian berlari mengikuti arah kaki Laurens yang sedang bergerak menuju ke area ladang. āLeon! Kita ikuti mereka!ā Seru Arren sambil ikut jejak Nyonya Dolores ke lokasi putrinya yang konon menderita kecelakaan. Leon pun menyusul Arren setelah memastikan rumah Nyonya Dolores tertutup aman. Sesampainya di ladang, alangkah terkejutnya mereka, Lora ada di sebuah lubang yang menganga lebar. Lubang itu, dengan tanah kasar di sekelilingnya, seperti lubang bekas galian. āAduh!ā rintih Lora kesakitan. Beberapa luka tampak di area lutut dan juga lengannya. āIbu! Tolong aku!ā pekiknya sambil berderai air mata. āYa, Tuhan! Lora! Apa yang terjadi padamu?!ā teriak Nyonya Dolores gemetar. āLaurens! Lakukan sesuatu pada adikmu!ā perintahnya pada sang putra yang tampaknya juga kebingungan. āAku hanya berlari, lalu ā¦ tiba-tiba aku terperosok ke dalam sini! Huhu!ā Lora terus menangis sambil merintih kesa
āLora!ā panggil Arren sambil melambaikan tangan. Lora hanya menganggukkan kepala, tidak membalas lambaian tangan sang nona muda. Laurens merasa tak enak hati. Ia menyikut rusuk Lora dengan sedikit kasar. āSopanlah, Lora!ā hardiknya kepada sang adik. Lora hanya mendengkus dan berbalik arah. Ia kemudian berlari pergi untuk pulang ke rumah, tanpa pamit, tanpa mengatakan sepatah kata. Arren, yang berada cukup jauh dari mereka, tampak bingung. Namun, ia tidak terlalu memikirkannya. Ada banyak warga desa yang sedang menanti untuk berbicara dengannya. āJadi, bagaimana Anda akan memajukan desa kami, Nona Pemimpin?ā tanya seorang pria paruh baya yang sepertinya sedang kesulitan dalam mencari pekerjaan. Arren hanya tersenyum dan menjawab singkat. Ia tidak ingin mengobral janji manis. Arren pasti akan melakukan usaha terbaiknya. āAnda harus sabar menunggu namun giat berusaha. Ketika program desa akhirnya dijalankan, saya berharap, para warga benar-benar memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.