Ayo kirimkan gem untuk cerita ini. Tinggalkan ulasan bintang 5 ya biar semangat nulisnya. Terima kasih, telah membaca☺
Adam Hart tampak menggigiti kuku jarinya hingga mengucurkan darah, tatkala sambungan telepon yang sedang ditunggunya tidak juga mendapatkan respon dari si pemilik nomor suara. "Sial!" Ia membanting gagang telepon yang ada di meja itu dengan penuh amarah. "Bagaimana? Kemana pembunuh itu? Mengapa dia tidak mengangkat teleponmu?" cecar Abigail dengan bersungut-sungut. Wanitu itu tampak kesal, karena Adam tidak juga memberikan hasil yang ia harapkan. Abigail telah kehilangan kesabaran, karena, Arren tidak kunjung ditemukan."Berhentilah mengomel, Abbey! Aku juga tidak tahu dia ada di mana!" sahut Adam ketus, yang kali ini tampak memandang gusar pesawat telepon itu dengan amarah yang terpendam. Pria itu juga sedang dilanda kepanikan, sama seperti sang adik ipar. Bagaimana mungkin ia tahu segala hal? Jika pembunuh yang dikirimnya pun tidak kunjung memberikan laporan. "Pergilah ke markasnya! Dasar bodoh!""Aku tidak tahu markas barunya!""Astaga!!!" Abigail melemparkan tasnya ke arah A
"Coba ceritakan dari awal!" tuntut Arren, semakin mencium bau yang mencurigakan dari sang bibi."Begini, Nona..."Pelayan tua itu pun memulai kisahnya, mengungkap asal mula kecurigaan yang merayap dalam benaknya. Kecurigaan itu bukanlah tanpa dasar, mengingat, kehadiran dokter baru yang mendadak, menjadi kunci utama perubahan sang Nyonya besar. Semuanya dimulai dengan perubahan yang cukup drastis dalam kesehatan sang Nyonya. Mereka yang setia melayani keluarga Rossie selama bertahun-tahun, mulai cemas, karena sang Nyonya semakin hari semakin lemas. Nyonya besar yang dulunya energik dan lincah, kini semakin lama, semakin terbaring lemah.Usia memang memiliki andil dalam perubahan ini, namun, sesuatu yang lebih misterius tampak terjadi. Nyonya besar yang biasanya senang berjalan-jalan di taman pada pagi hari, kini hanya meringkuk di ranjangnya tanpa ingin melakukan apa-apa lagi. Perubahan ini sangat aneh dan membingungkan, karena, Nyonya besar biasanya sangat telaten dalam menjaga
Keputusan Arren yang dramatis itu, tentu setelah melewati pertimbangan yang matang olehnya. Arren akan melanjutkan tanggungjawab sebagai salah satu pewaris Rossie, dengan mempertahankan martabat dan keamanan wilayah ini. "Doakan aku, Ibu... aku akan pergi, jika semua sudah kembali pada tempatnya..." lirihnya sambil membiarkan wajahnya dihantam derasnya air hujan yang meluncur turun dari langit kelam. Keteguhan tekadnya seakan datang secara tiba-tiba, dengan bantuan tak kasat mata dari mendiang ibunda. Arren, gadis yang baru akan menginjak usia ke-20 tahun itu, akan mencoba mendewasakan dirinya. Meski, tanpa bimbingan nyata dari orang yang lebih tua darinya. Untuk sementara, Arren harus mencari Paman yang dahulu menjadi ajudan neneknya. Ia akan meminta bantuan padanya. Berbagai rencana dan harapan, melesat, melintas secara tiba-tiba dalam pikirannya. Arren tak dapat membendung segala tekad dan upayanya ke depan, untuk memulai langkah pertamanya. Derasnya hujan semakin menjadi-jad
Tubuh Clark dengan lembut menyentuh permukaan kulit Arren yang tadinya membiru. Beruntung, berkat pemanas ruangan, suhu di sekitar mulai menghangat, hal itu cukup menenangkan. "Arren..." panggil Clark pelan, dengan menggosok-gosokkan tangan dan kaki Arren secara perlahan. Sentuhan kulit ke kulit yang ia lakukan, tak ubahnya misi bunuh diri, yang membuat perasaan Clark tertekan. Betapa tidak, pria itu tak dapat menangkal gairah yang tiba-tiba menggelegak. Seakan, mencari peluang, untuk mendaratkan kejantanannya ke sarang, yang begitu menggoda iman. Deru napas Clark semakin memburu, tatkala tonjolan tubuh Arren tiba-tiba menyentuh dadanya, ketika berbalik arah secara tiba-tiba. Namun, dalam keadaan genting seperti ini, Clark tahu, ia tidak boleh terpancing oleh hawa nafsu.Ia harus tetap fokus pada tugasnya untuk merawat Arren, sehingga mencegah tubuh gadis itu kembali membiru. Sementara itu, rasa cemas mulai menghantuinya, karena belum ada tanda-tanda bahwa Arren akan segera bang
Di ruang kontrol keamanan Mansion Leon, suasana terasa tegang. Leon, sang pemilik rumah mewah itu, tampak duduk di depan layar komputer besar, dengan wajahnya pucat-lesu yang tidak terelakkan. Istrinya, Arren, telah menghilang tanpa jejak. Kegelisahan Leon semakin mendalam seiring berjalannya waktu. Ia tidak dapat membayangkan, bagaimana Arren hidup di luar sana tanpa penjagaannya."Daerah mana lagi yang kau periksa?" tanya Leon dengan suara gemetar pada kepala keamanan, yang telah bekerja tanpa henti dalam upaya melacak keberadaan sang istri.Kepala keamanan, seorang pria dengan pengalaman yang luas dalam pekerjaannya, tampak serius saat mengecek data di layar komputer."Kami sudah memeriksa setiap kemungkinan tempat yang menjadi rute pelarian mereka, Tuan. Sayangnya, sampai saat Ini, kami belum mendapatkan jejak yang pasti."Leon mengacak rambutnya dengan kasar. Napasnya tampak memburu, dengan wajah yang kian memerah karena memendam amarah.Ia mencoba untuk tetap tenang, namun, keh
Kapal yang diinginkan oleh Leon, sedang dalam perjalanan.Sambil menunggu, Leon berniat untuk berpamitan pada Ford, sebagai orang kepercayaan. Pria itu pun menemui Ford di pusat kota, sambil menghabiskan waktu bercengkrama, sebelum akhirnya esok harus berlayar jauh darinya. "Bos!" panggil Ford, dari arah pintu masuk. Leon sudah berada di bar itu lebih dulu, mulai menghabiskan gelas pertamanya dengan tergesa. Hentakan alkohol membuat nyeri di kepalanya, namun, akhirnya, Leon mulai merasakan kenikmatan yang diciptakannya. Pria itu menoleh cepat, saat Ford memanggilnya. Ia kemudian memberikan senyuman samar, pertanda senang dengan kehadiran sahabat lama yang ia nantikan. Bar itu terasa begitu berbeda dari kelab malam mereka. Sebuah tempat yang tidak cukup dikenal, sehingga memberikan privasi yang kental. Ford berjalan mendekati Leon , kemudian duduk di sampingnya. Ia memperhatikan temannya itu dengan cukup cermat. Pandangannya menyapu ke seluruh tubuh sang mafia, yang terkenal kej
Keesokan paginya, sinar matahari perlahan menerobos jendela kamar Arren yang terbuka lebar. Cahayanya yang hangat mulai menyapa wajahnya yang tampak tenang dalam tidur lelap. Arren telah menghabiskan malamnya dengan ketenangan setelah perawatan yang diberikan oleh dokter kemarin malam. Di sebelah tempat tidurnya, tampak Clark yang sedang duduk tertidur, dengan sikap siaga, seolah-olah semalam, ia telah berjaga hanya untuk Arren saja. Clark tiba-tiba membuka mata, ketika sinar matahari mulai menerpa wajahnya.Matanya kemudian langsung mencari sosok Arren, yang ternyata hanya berada tiga langkah di depannya.Dengan penuh perhatian, ia memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja."Syukurlah," gumamnya lega. Tidak butuh waktu lama, Arren pun mulai terbangun dari tidurnya. Ia menggeliat pelan sebelum membuka mata. Ketika pandangannya kembali fokus, Arren melihat wajah yang sangat akrab baginya."Clark..." gumamnya pelan sambil tersenyum lemah.Pria itu tersenyum hangat sebagai sambutan.
Keesokan paginya, ketegangan masih menyelimuti Mansion Rossie. Clark dan tim pencari tetap berjuang untuk melacak keberadaan sang Nyonya besar Rossie. Segala petunjuk yang bisa membawa mereka pada keberadaan Nyonya besar, akan segera mereka dapatkan.Clark tidak akan menyerah begitu saja, karena, bisa saja, nyawa Nyonya besar sedang berada dalam bahaya."Coba kita kembali ke Kamar Nyonya Besar," ucap Clark, mencoba mencari petunjuk lebih dalam.Mereka setuju, dan mulai bergerak menuju ke lantai dua, ke arah Kamar sang Nyonya. Kamar Nyonya Besar adalah sebuah ruangan yang terlihat anggun dan penuh dengan barang-barang mewah yang antik. Perabotan kayu berlapis emas dengan hiasan dinding yang indah menghiasi ruangannya. Arren dahulu menghabiskan banyak waktu bersama neneknya di sana, ketika masih belia. Arren senang mendengarkan cerita-cerita masa lalu dan nasihat bijak yang selalu diberikan oleh beliau, ketika masih jaya. Namun, di dalam kamar itu, tidak terdapat petunjuk yang menga