Ayo kirimkan Gem untuk mendukung karya ini naik peringkat! Follow juga agar terus update cerita terbaru dari Madam, xoxo.
"Clark?" bisiknya lembut.Pria itu menganggukkan kepalanya."Ya, aku di sini, Arrenku sayang,"Arren tidak percaya dengan penglihatannya. Clark? Pria itu ada di sini bersamanya sekarang? Bagaimana bisa? Arren tak pernah menyangka bahwa kekasih yang telah ditinggalkan di desanya, saat ini sedang berada di hadapannya. "A--apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dengan gugup. Arren masih tidak menyangka akan bertemu dengan Clark setelah sekian lama. "Arren... Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu!"Clark menjawab dengan gusar. Ia telah menghabiskan waktu untuk mencari Arren kemana-mana, namun tak kunjung menemukan gadis itu."A--aku,""Ssh...,"Jemari Clark beradu lembut dengan bibir Arren. Gadis itu bahkan dapat merasakan getaran asing yang menjalari tubuhnya."Clark... Maaf,"Arren hanya dapat mengucapkan kata itu pada pria yang telah menjadi kekasihnya selama beberapa waktu ini.Kisah cinta mereka telah berakhir, dengan keputusan sepihak dari sebuah insiden kejam.Keterik
Setelah melakukan penelusuran secara rinci, anak buah Leon menemukan sebuah rumah sakit yang menerima pasien dengan luka tusuk, beberapa jam yang lalu. Leon segera pergi ke rumah sakit tersebut, namun, perawat dan tim keamanan menghalanginya untuk masuk dan memeriksa pasien yang disebutkan. "Apakah anda keluarganya?" tanya sang perawat dengan tegas. "Ya!" jawab Leon dengan lengkingan tajam. Ia segera menerobos masuk ke pintu utama untuk segera menuju ke ruang perawatan intensif. "Tangkap dia!" seru perawat itu pada tim keamanan yang sedang berjaga. Mereka segera membekuk Leon yang datang seorang diri tanpa pengawalan. "Tuan! Jangan mempersulit kami! Tunjukkan buktinya jika anda keluarga pasien Arren. Seorang wali sudah menungguinya. Anda tidak dapat menggantikan wali itu jika bukan keluarganya!" bentak sang perawat yang terlihat kesal atas kelakuan Leon. Wajah pria itu menggelap. "Seseorang, katamu?" ulangnya dengan amarah. "Siapa bajingan yang telah bersama kekasihku? Berani-
Ranjang normal Arren terasa sempit dengan keberadaan Leon. Berbeda dengan Clark yang hanya duduk di samping Arren, Leon ikut berada di ranjangnya. Arren tidak bisa memaksanya pindah karena ia tak mau membangunkannya. Pria itu terlihat lelah.Menurut pengacara yang bersama dengan Leon, beberapa waktu lalu. Pria itu tidak tidur selama dua malam karena sedang mencari keberadaan Arren. Dalam diam, Arren merasa tersentuh, namun, ia tidak mengurungkan niatnya untuk menggunakan rencana Clark.“Emhh…,” Leon mengerang. Sepertinya ia sedang memimpikan sesuatu. Keringat dingin mulai bercucuran di dahinya yang lebar. Arren seketika mengelapnya dan mengelus lembut wajah Leon, agar tidak terbawa pada mimpi buruknya.“Ssshh….,” bisik Arren lembut.Leon yang sedang mengernyit dalam tidurnya, perlahan memasang wajah damai setelah mendengar suara Arren.“Mom…,” gumam Leon yang sedang berbicara dalam tidurnya.Arren tersentak. Apakah Leon saat ini sedang mencari ibunya? Seperti apa orang tua Leon? Arre
Dalam kegelapan yang mencekam, mata para tahanan yang terluka parah mulai terbuka perlahan. Pertama, wanita yang menjadi pimpinan pedagang X, Linn. Ia mulai dapat menggerakkan jari-jarinya. Meskipun masih merasakan sakit di sekujur tubuh, Linn segera menyadarkan diri dan mengingat kejadian tragis yang baru saja dialaminya. "Arrgh...," Linn menggeram sambil memeriksa sekelilingnya. Tidak ada yang dilihatnya kecuali ruangan gelap dengan instalasi medis seadanya yang mampu menyelamatkan mereka dari kecelakaan maut, beberapa waktu yang lalu. Namun, sesaat kemudian, dia baru menyadari sesuatu dari simbol-simbol yang melekat di dinding."I--ini," gumamnya dengan suara gemetar.Ketika kesadarannya kembali, dia mulai menyadari sesuatu."Bukankah ini Ironcamp?" Linn mencoba menebak lokasinya saat ini, setelah mengingat-ingat simbol swastika dan tanduk setan yang merupakan lambang kerajaan gelap sang bos besar, Napoli Toredo."Sudah siuman, rupanya," ucap Napoli tajam, dengan senyum samar y
“Baiklah! Aku akan menyuruhnya untuk terus memakai topeng, puas?!” Leon tersenyum saat mendengar solusi dari Arren. Ia benar-benar menyukai cara pikir istrinya itu. “Baiklah, aku menyetujuinya,” ucap Leon dengan senyuman mautnya. Wajah Arren merah merona, antara jengkel, terjepit dan terpesona oleh senyuman Leon yang membuat pria itu semakin tampan. "Kita akan mempekerjakannya ketika kau keluar dari rumah sakit ini," lanjutnya, kemudian menaikkan Arren ke pangkuannya. "Le--leon, apa yang kau lakukan?" tanya Arren. "Aku bukan anak kecil, turunkan aku," protesnya kemudian. "Kau memang masih kecil, bukan? Usiamu saja belum 20 tahun," gumam Leon sambil menyembunyikan wajahnya di balik leher Arren. "Aku merindukanmu, Arren," ucapnya, sedetik kemudian. "Leon...," panggil Arren lirih, dengan desakan hasrat yang tiba-tiba datang. "Sebentar lagi aku berusia 20 tahun, kau harus tau itu. Aku bukanlah anak kecil lagi, Om," gerutu Arren sambil mengolok-olok Leon dengan sebutan yang ia ben
Matahari belum menyingsing, meski waktu sebentar lagi menunjukkan pukul 5 pagi. Langit masih dikuasai oleh gelapnya malam, dan udara subuh kali ini terasa dingin. Awan mendung bergelayut, menandakan hari akan segera hujan. Dengan langkah yang hening, seorang pria tampak masuk ke dalam sebuah lorong sempit di pusat kota. Keberadaan sebuah bangunan kecil bertingkat, dengan penerangan temaram, menjadi tujuan akhirnya. Krit... Pintu bangunan itu terbuka dengan lambat, mengungkapkan ruangan gelap yang hanya diterangi oleh layar-layar holografik yang berkedip-kedip. Tidak ada seorang pun yang menyambutnya, namun, suara langkah kakinya membangunkan seseorang yang sedang tertidur di sofa. "C?" tebaknya, ketika baru saja membuka matanya yang berkilauan, seperti permata yang terikat dalam kegelapan. "Ya, ini aku," sahutnya datar. "Nampaknya kau tiba lebih awal dari yang diharapkan," bisik pria itu dengan suara yang pelan namun menusuk tulang belakang. “Tunggulah, aku akan memanggil bos.”
Setelah beberapa hari di rumah sakit, Arren diperbolehkan pulang. Leon tidak terlalu mempedulikan kasus di kelabnya, karena ia menyerahkan hal itu pada Ford. CEO Luna Club itu pasti bisa mengurusnya dengan baik, meski tanpa campur-tangannya. “Segarnya,” ucap Arren ketika menghirup udara di luar rumah sakit. Ia segera merentangkan kedua tangannya ke udara, dan meregangkan otot tubuhnya yang kaku. “Arren, ayo masuk,” ajak Leon sambil menggandeng Arren yang ada di depannya. Pria itu baru saja menelpon Ford untuk mendelegasikan tugas lain, dan saat ini sudah muncul sambil menyatukan telapak tangan mereka dengan lembut. Di depan rumah sakit, dua mobil mewah telah bersiap-siap untuk mengantar mereka ke mansion milik Leon di Pulau Lesa. Cahaya matahari senja memantulkan kilauan pada bodi mobil yang mengkilap, menciptakan efek kemewahan yang semakin terpancar. “Silakan, Nyonya, Tuan,” ucap sang sopir sambil membukakan pintu mobil SUV hitam yang tampak mengkilap elegan itu. Mobil yang din
“Aaarrgghh!! Bajingan!!” Vennina menggila, ketika ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa Arren telah resmi diperistri oleh Leon. “Jalang cilik itu? Arrggh!! Kenapaaa!!” Pertanyaan tak terjawab hanya ada dalam benaknya. Ia tentu tidak berani menanyakannya kepada Leon yang baru saja tiba. Vennina frustasi, ia tidak pernah mengira bahwa agresivitas Arren, si tikus kecil itu, bisa sampai seperti ini. Butuh waktu tahunan bagi Venn untuk menjadi selir resmi dan memiliki hak untuk mengelola Paviliun Barat. Saat ini? Arren yang baru dua bulan tinggal di mansion ini, bisa dengan mudah membalik keadaan dengan status resmi sebagai nyonya besar. “Nyo–nyonya, saya memiliki informasi,” ucap pelayan pribadi Venn dengan gemetar. Ekor matanya melirik pecahan barang pecah-belah yang berserakan di lantai. Ia tak ingin nasibnya sama seperti piring dan gelas itu. Ucapannya harus disampaikan secara hati-hati. “Katakan!” sahut Vennina masih dengan napas tersengal. Ia merasakan dadanya bergemur