Ayo kirimkan gem untuk cerita ini. Tinggalkan ulasan bintang 5 ya biar semangat nulisnya. Terima kasih, telah membaca☺
Inspektur Kirk kini duduk di kursi tengah ruang rapat. Sorot matanya yang tajam mengarah pada tumpukan berkas penting yang telah disiapkan di atas meja. Semua orang di ruangan itu merasa tegang, menyadari bahwa hari ini akan menjadi hari yang menentukan bagi mereka. Para pejabat yang hadir tampak gelisah dan mulai berkeringat dingin, mengetahui bahwa inspeksi ini adalah saat di mana rahasia-rahasia mereka mungkin terungkap. "Kami akan segera memulai inspeksi," ucap Inspektur Kirk dengan suara tegas.Kini, saat-saat yang mendebarkan telah tiba. Inspektur Kirk berdiri, diiringi beberapa staff-nya yang setia. Semua mata di ruangan itu tertuju pada mereka. Inspektur Johannes Kirk, adalah seorang pejabat yang sangat ketat dalam menjalankan tugasnya. Ia dikenal sebagai pribadi yang adil dan tidak akan terpengaruh oleh tekanan atau pun suap. Tidak ada yang bisa mempengaruhi hasil inspeksi yang dilakukan olehnya. "Saya akan memastikan bahwa semua prosedur dilakukan secara ketat dan tidak
Sementara itu, di Mansion Rossie, suasana perayaan ulang tahun sang Nona muda masih kental terasa, meski sudah lewat beberapa hari. Hiasan-hiasan dekoratif masih kokoh berdiri, kegembiraan para pelayan juga tetap terasa, dan kue-kue yang sebelumnya ditujukan untuk para tamu undangan, kini telah habis disantap oleh pelayan. Juru masak akan menyiapkan hidangan baru sesuai tema pesta yang akan ditentukan oleh sang penyelenggara. “Maafkan Nenek, Arren, acara kita jadi tertunda,” kata Nyonya besar, merasa bersalah. “Tidak apa-apa, Nek. Kesehatan Nenek yang utama,” ucap Arren lembut. Acara perayaan ulang tahun Arren seharusnya berlangsung sepanjang hari setelah pesta kejutan di Pavilun Barat sukses dilaksanakan. Namun, mendadak Nyonya besar pingsan, akhirnya pelaksanaan banquet ulang tahun yang seharusnya berlangsung pada malam harinya, terpaksa ditunda. “Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?” tanya sang Nyonya. “Ini adalah hari ketiga, Nek. Tenanglah, semua baik-baik saja,” sahu
Kebohongan sang Nyonya besar bermula dari laporan yang disampaikan oleh Clark tentang perkembangan tugasnya. Selama ini, Clark telah menjadi mata-mata setia keluarga Rossie, dan tugas utamanya adalah melaporkan setiap tindakan yang diambil Arren serta menjaganya tanpa sepengetahuan gadis itu. Meskipun pada masa lalu, Nyonya besar pernah mengusir Arren dan keluarganya dari wilayah Rossie, tetapi kerinduannya pada sang cucu tak bisa dikompromikan. Perlahan-lahan, rasa benci terhadap perilaku sang menantu, terkikis dan hanya meninggalkan kerinduan yang mendalam pada keluarga itu. Karena ulah sang ayah, Arren, yang tidak memiliki kesalahan, harus turut menanggung beban. Insiden pengusiran Adam Hart di masa lalu begitu membekas di benak semua orang, terutama Nyonya besar Rossie. Nyonya besar pernah menawarkan pillihan untuk mengasuh Arren, ketika Amber–sang putri–lebih memilih pergi bersama suaminya. Namun, Amber menolak, dan berniat untuk membesarkan Arren secara mandiri. Nahas, Amber
"Ja–jadi, selama ini Nenek membohongiku? Tega sekali, Nenek!" geram Arren, yang tak bisa menahan perasaannya yang sangat terluka. "Apakah itu berarti, Bibi tidak melakukan apapun padamu, Nek?" "Tidak seperti itu, Cucuku. Abigail, dia memang melakukan sesuatu padaku," ucap Nyonya besar dengan mata berkaca-kaca. "Tetapi, Jess menggagalkannya." "Itu benar, Nona," sahut Kepala pelayan dengan raut wajah cemas. Hal yang selama ini ia khawatirkan akhirnya terjadi. Ia tidak menyangka bahwa, Nona muda pada akhirnya akan mengetahui skenario ini. "Kalian, sungguh tidak bisa dimaafkan!" "No–nona, dengarkan penjelasan kami." Kepala pelayan itu akhirnya menceritakan bahwa, Abigail memang berniat jahat. Wanita itu berencana membuat kesehatan sang Nyonya besar berada di ujung tanduk, dengan siasat yang dijalankannya bersama seorang dokter gadungan. Namun, Kepala pelayan berhasil mencegahnya, atas laporan dari sang Nyonya besar. Ia merasa ada yang aneh dengan dosis obat yang diberikan, juga ident
Matahari saat ini sudah naik tinggi, sengatan panasnya terasa mencekik di udara. Para pelayan masih sibuk dengan persiapan banquet, meski tidak seheboh tadi pagi. Saat ini, mereka hanya perlu mengecek mana yang harus diperbaiki dan mana yang dibiarkan begitu saja, karena sudah sesuai posisi. Para pelayan masih bertanya-tanya tentang perubahan suasana yang terjadi di Mansion ini, meski tidak ada yang berani untuk bersuara. Bangunan megah berarsitektur klasik itu memancarkan aura yang istimewa, meski masih ada kejanggalan yang terasa. Kehangatan dan kegembiraan yang tadi tercipta, kini luruh dengan keheningan yang mencekam jiwa. Yang mereka tahu hanya, dua orang wanita yang berbeda usia itu kini tidak sedang akur seperti biasanya. Nyonya pemilik Mansion ini bersamaan dengan cucunya, tidak tampak menampakkan batang hidung mereka. Biasanya, sang nona akan mengatur sendiri display dan juga dekorasi yang dikehendaknya, namun kali ini, sepertinya ia tidak mempedulikan apa-apa. “Semoga s
"Di mana aku?" Suasana hening membuat telinga Arren berdenging. Lamat-lamat ia membuka mata, namun kepalanya masih terasa berat. Tidak ada yang rasakan kecuali sensasi sakit di sekujur tubuhnya. "Aroma ini…" Arren memejamkan mata, seolah memindai kenangan yang pernah ia rajut dalam memorinya. Aroma ini. Aroma balsamik yang khas, seperti di hutan Rossie yang selalu ia idamkan. Piknik di hutan yang rimbun dengan pepohonan Cedar selalu membuat hati Arren senang. Aromanya yang manis dan menenangkan, menggugah suasana hatinya menjadi berbunga-bunga. Lama Arren mengingat kejadian terakhir kali, ketika ia akhirnya berakhir di lokasi antah-berantah ini. Kemarin siang, Arren memutuskan untuk melarikan diri dari Mansion Rossie. Suasana Mansion yang hiruk-pikuk memuluskan jalan Arren untuk melancarkan aksi. Tidak ada yang mencurigai pergerakan si Nona muda yang ternyata pergi untuk meninggalkan kediaman neneknya. Arren terlalu sakit hati dan tidak mau menerima kenyataan bahwa selama ini,
"Bagaimana penampilanku?" tanya Leon pada Lora, ketika mereka tengah bersiap untuk menghadiri Banquet yang akan diselenggarakan oleh keluarga Rossie di Mansion mereka. "Anda tampak keren, Tuan!" Lora melontarkan kata pujian yang tidak dilebih-lebihkan. Leon tampak mempesona dengan kemeja formal dan celana bahan berwarna hitam, tanpa mengenakan setelan mahal seperti yang biasa ia pakai di acara-acara jamuan. Leon berusaha membaur dengan rakyat jelata yang hadir di pesta milik sang istri, tanpa ingin menimbulkan kecurigaan. Wajah parlentenya tentu akan membuat penjaga tamu undangan bertanya-tanya dan mengusirnya jika ketahuan menyusup di antara kaum jelata yang seharusnya menikmati jamuan makan dari majikan mereka. "Kalau aku, bagaimana?" Lora balik bertanya, dengan rona malu yang tampak jelas di wajahnya. "Kau cantik, Lora. Seperti keponakan kecilku," sahut Leon yang mengundang gelak tawa saudaranya Lora, Laurens. Pria bertubuh jangkung itu bahkan menyemburkan minumannya. "Huh!"
"Sudah ketemu?""Belum!"Derap langkah para penjaga dan pelayan yang beriringan, membuat gaduh Mansion Rossie yang ada di belakang Aula. Berbekal seragam pelayan samaran, Leon mulai tampak menyatu dengan kerumunan pegawai sang Nyonya besar. Leon berhasil mencuri seragam dari ruang ganti pelayan, yang tak jauh dari lokasi pesta. Ia kini turut ke sana-kemari, sambil berpura-pura mencari sang Nona muda yang belum kunjung ditemui. "Gawat!" pekik seorang pelayan wanita berusia muda yang masih belum bisa menemukan sang Nona. Ia tampaknya merasa tertekan dengan tugas yang diembannya. Sudah beberapa jam mencari, namun Nona muda tak kunjung menampakkan diri. "Coba cari lagi di kebun samping Mansion!" Seru pelayan lainnya, yang diikuti anggukan sang wanita tadi. Mereka kembali berpencar, dengan senter dan juga teriakan yang mencari-cari sosok wanita muda, sang pemimpin baru Rossie. Sayangnya, semua terasa sia-sia. Nona muda telah menghilang, entah ke mana. "Perhatian, Semuanya!"Suara men