Ayo kirimkan gem untuk cerita ini. Tinggalkan ulasan bintang 5 ya biar semangat nulisnya. Terima kasih, telah membaca☺
Kebohongan sang Nyonya besar bermula dari laporan yang disampaikan oleh Clark tentang perkembangan tugasnya. Selama ini, Clark telah menjadi mata-mata setia keluarga Rossie, dan tugas utamanya adalah melaporkan setiap tindakan yang diambil Arren serta menjaganya tanpa sepengetahuan gadis itu. Meskipun pada masa lalu, Nyonya besar pernah mengusir Arren dan keluarganya dari wilayah Rossie, tetapi kerinduannya pada sang cucu tak bisa dikompromikan. Perlahan-lahan, rasa benci terhadap perilaku sang menantu, terkikis dan hanya meninggalkan kerinduan yang mendalam pada keluarga itu. Karena ulah sang ayah, Arren, yang tidak memiliki kesalahan, harus turut menanggung beban. Insiden pengusiran Adam Hart di masa lalu begitu membekas di benak semua orang, terutama Nyonya besar Rossie. Nyonya besar pernah menawarkan pillihan untuk mengasuh Arren, ketika Amber–sang putri–lebih memilih pergi bersama suaminya. Namun, Amber menolak, dan berniat untuk membesarkan Arren secara mandiri. Nahas, Amber
"Ja–jadi, selama ini Nenek membohongiku? Tega sekali, Nenek!" geram Arren, yang tak bisa menahan perasaannya yang sangat terluka. "Apakah itu berarti, Bibi tidak melakukan apapun padamu, Nek?" "Tidak seperti itu, Cucuku. Abigail, dia memang melakukan sesuatu padaku," ucap Nyonya besar dengan mata berkaca-kaca. "Tetapi, Jess menggagalkannya." "Itu benar, Nona," sahut Kepala pelayan dengan raut wajah cemas. Hal yang selama ini ia khawatirkan akhirnya terjadi. Ia tidak menyangka bahwa, Nona muda pada akhirnya akan mengetahui skenario ini. "Kalian, sungguh tidak bisa dimaafkan!" "No–nona, dengarkan penjelasan kami." Kepala pelayan itu akhirnya menceritakan bahwa, Abigail memang berniat jahat. Wanita itu berencana membuat kesehatan sang Nyonya besar berada di ujung tanduk, dengan siasat yang dijalankannya bersama seorang dokter gadungan. Namun, Kepala pelayan berhasil mencegahnya, atas laporan dari sang Nyonya besar. Ia merasa ada yang aneh dengan dosis obat yang diberikan, juga ident
Matahari saat ini sudah naik tinggi, sengatan panasnya terasa mencekik di udara. Para pelayan masih sibuk dengan persiapan banquet, meski tidak seheboh tadi pagi. Saat ini, mereka hanya perlu mengecek mana yang harus diperbaiki dan mana yang dibiarkan begitu saja, karena sudah sesuai posisi. Para pelayan masih bertanya-tanya tentang perubahan suasana yang terjadi di Mansion ini, meski tidak ada yang berani untuk bersuara. Bangunan megah berarsitektur klasik itu memancarkan aura yang istimewa, meski masih ada kejanggalan yang terasa. Kehangatan dan kegembiraan yang tadi tercipta, kini luruh dengan keheningan yang mencekam jiwa. Yang mereka tahu hanya, dua orang wanita yang berbeda usia itu kini tidak sedang akur seperti biasanya. Nyonya pemilik Mansion ini bersamaan dengan cucunya, tidak tampak menampakkan batang hidung mereka. Biasanya, sang nona akan mengatur sendiri display dan juga dekorasi yang dikehendaknya, namun kali ini, sepertinya ia tidak mempedulikan apa-apa. “Semoga s
"Di mana aku?" Suasana hening membuat telinga Arren berdenging. Lamat-lamat ia membuka mata, namun kepalanya masih terasa berat. Tidak ada yang rasakan kecuali sensasi sakit di sekujur tubuhnya. "Aroma ini…" Arren memejamkan mata, seolah memindai kenangan yang pernah ia rajut dalam memorinya. Aroma ini. Aroma balsamik yang khas, seperti di hutan Rossie yang selalu ia idamkan. Piknik di hutan yang rimbun dengan pepohonan Cedar selalu membuat hati Arren senang. Aromanya yang manis dan menenangkan, menggugah suasana hatinya menjadi berbunga-bunga. Lama Arren mengingat kejadian terakhir kali, ketika ia akhirnya berakhir di lokasi antah-berantah ini. Kemarin siang, Arren memutuskan untuk melarikan diri dari Mansion Rossie. Suasana Mansion yang hiruk-pikuk memuluskan jalan Arren untuk melancarkan aksi. Tidak ada yang mencurigai pergerakan si Nona muda yang ternyata pergi untuk meninggalkan kediaman neneknya. Arren terlalu sakit hati dan tidak mau menerima kenyataan bahwa selama ini,
"Bagaimana penampilanku?" tanya Leon pada Lora, ketika mereka tengah bersiap untuk menghadiri Banquet yang akan diselenggarakan oleh keluarga Rossie di Mansion mereka. "Anda tampak keren, Tuan!" Lora melontarkan kata pujian yang tidak dilebih-lebihkan. Leon tampak mempesona dengan kemeja formal dan celana bahan berwarna hitam, tanpa mengenakan setelan mahal seperti yang biasa ia pakai di acara-acara jamuan. Leon berusaha membaur dengan rakyat jelata yang hadir di pesta milik sang istri, tanpa ingin menimbulkan kecurigaan. Wajah parlentenya tentu akan membuat penjaga tamu undangan bertanya-tanya dan mengusirnya jika ketahuan menyusup di antara kaum jelata yang seharusnya menikmati jamuan makan dari majikan mereka. "Kalau aku, bagaimana?" Lora balik bertanya, dengan rona malu yang tampak jelas di wajahnya. "Kau cantik, Lora. Seperti keponakan kecilku," sahut Leon yang mengundang gelak tawa saudaranya Lora, Laurens. Pria bertubuh jangkung itu bahkan menyemburkan minumannya. "Huh!"
"Sudah ketemu?""Belum!"Derap langkah para penjaga dan pelayan yang beriringan, membuat gaduh Mansion Rossie yang ada di belakang Aula. Berbekal seragam pelayan samaran, Leon mulai tampak menyatu dengan kerumunan pegawai sang Nyonya besar. Leon berhasil mencuri seragam dari ruang ganti pelayan, yang tak jauh dari lokasi pesta. Ia kini turut ke sana-kemari, sambil berpura-pura mencari sang Nona muda yang belum kunjung ditemui. "Gawat!" pekik seorang pelayan wanita berusia muda yang masih belum bisa menemukan sang Nona. Ia tampaknya merasa tertekan dengan tugas yang diembannya. Sudah beberapa jam mencari, namun Nona muda tak kunjung menampakkan diri. "Coba cari lagi di kebun samping Mansion!" Seru pelayan lainnya, yang diikuti anggukan sang wanita tadi. Mereka kembali berpencar, dengan senter dan juga teriakan yang mencari-cari sosok wanita muda, sang pemimpin baru Rossie. Sayangnya, semua terasa sia-sia. Nona muda telah menghilang, entah ke mana. "Perhatian, Semuanya!"Suara men
Sementara itu, di lokasi Banquet Rakyat, suasana pesta menjadi aneh dan tidak biasa. Para tamu undangan terlihat masih kasak-kusuk untuk mencari tahu penyebab tidak adanya tuan rumah yang menyambut mereka di acara penting itu, meski derai tawa dan pekikan kemeriahan masih santer terdengar.“Lora, di mana Tuan Leon?” tanya Nyonya Dolores–sang ibu, seraya mendekati putrinya itu. “Entahlah, Bu. Aku juga tadi ditinggal sendiri,” kata Lora sambil mengunyah kudapan yang beraneka rasa. Mulutnya penuh dengan makanan, sampai-sampai, menjawab pertanyaan dari ibunya juga dengan susah-payah. "Lap dulu mulutmu!" Hardik ibunya yang membuat Lora terkekeh pelan. "Astaga, Lora! Kau seperti babi!" ejek Laurens sambil memutar bola matanya. Lora hanya melotot dan meneruskan aktivitas makannya tanpa mempedulikan perkataan kakak atau pun Ibunya. “Sudahlah, Bu. Mungkin Tuan Leon banyak urusan. Kita nikmati saja pesta ini,” ucap Laurens sambil mengambil dua gelas anggur yang terhidang di meja. Pria itu
“Apa yang Anda lakukan di sini, Tuan-tuan?” Nyonya besar Rossie berbicara dingin, dengan ekspresi tegas untuk mengusir para tamu tak diundang. Pemilik Mansion ini segera menuju ke arah gerbang, setelah sang pengawal melaporkan situasi yang tidak diduga-duga di kediamannya. “Kami akan menggeledah Mansion ini,” ucap Inspektur Kirk secara pribadi, di hadapan sang Nyonya. “Saya Inspektur Kirk, dan saya membawa search warrant dari pengadilan,” tegasnya sambil mengulurkan dokumen resmi sebagai dasar legal tentang penggeledahan yang akan dilakukan. “Astaga! Apa yang terjadi?” Nyonya Rossie terkejut, dan tidak mengira akan mendapatkan perlakuan seperti ini. Rona wajahnya berubah. Nyonya yang semula dingin dan tegas, kali ini seakan tersinggung dengan perlakuan yang ia dapatkan. Bisa-bisanya para petugas dari ibu kota itu menggeledah kediaman seperti seorang kriminal. “Maaf, Nyonya. Kami hanya ingin mencari Abigail Rossie. Dia masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Anda, bukan?”“Anda