PULANGLAH LE!"Rasanya tak adil sekali kan, Bah? Apakah Mulki harus melibatkan Ifah dalam masalah ini? Karena Mulki sangat sadar bahwa Ifah ini adalah anak perempuan di mana dia mungkin juga dituntut untuk memiliki keturunan oleh orang tuanya. Sedangkan Mulki...""Mulki!" pekik Abah Furqon sedikit menaikkan nada bicaranya."Kenapa kau sudah mendahului takdir begitu? Tak baik, Nak! Kata siapa kamu tak bisa memiliki keturunan? Hah? Kau tetap bisa memiliki keturunan," tegurnya."Tapi Bah, dokter sudah mengatakan semua kemungkinan terburuknya. Anggaplah kita mengambil paling buruk sebelum paling baik, Bah. Bukankah Abah sendiri tau bahwa Mulki kemungkinan besar sedikit kesulitan mendapatkan keturunan karena pengaruh dari penyakit meningitis itu sudah menjalar. Nah logikanya tak semua wanita bisa memahami dan menerima Mulki, Bah. Mulki memerlukan pasangan dan sosok yang dewasa serta bisa mengerti, bukan hanya Mulki yang mengerti dia. Rasanya umur Gendis dan pemikiran, serta pengalaman hidu
AKU MELIHAT CINTA DI MATAMU!"Allah, alangkah nikmatnya suasana ini. Ramadhan di Tarim dengan membakar wewangian dan berdzikir kepada-Mu. Allah ya Robb, pantaskah aku menikah dengannya? Jika boleh meminta jodohkan aku dengan Mulki ya Robb, aku sungguh mencintainya," gumam Gendhis. Di negara kita indonesia, masyarakat kita kalau sudah mencium bau kemenyan langsung mengambil kesimpulan kalau ada pemanggilan roh, dan ada juga sebagian beranggapan hanya sebagai pengharum ruangan. Dan ada juga yang masih merasa terganggu dengan bau kemenyan atau buhur. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam beliau sangat menyukai wangi-wangian, baik minyak wangi, bunga-bungaan atau pembakaran dupa. Perbuatan ini telah turun temurun diwariskan kepada sahabat dan tabi’in dengan membuat ruangan menjadi harum dengan membakar kemenyan, dupa dan kayu gaharu yang bisa membuat ketenangan di dalam ruangan rumah merupakan hal yang baik. Sampai sekarang di sekitar Masjid Nabawi dan ju
BERPAMITAN PULANG KE INDONESIAMendengar semua ucapan dari Gendhis itu pun membuat Mulki tersenyum. Dia baru merasa tak salah lagi mencintai wanita itu, dia benar-benar merasa beruntung dicintai oleh wanita yang setengah gila itu. Bagaimana tidak gila, dia bisa mencintai kakaknya dan sekarang giliran dia mencintai dirinya. Dua orang yang sama dalam satu rumah, hal gila bukan? Itu tak dapat dilakukan di lakukan oleh sosok seorang bernama wanita bernama Gendis. Terlepas dari itu Mulki sangat bahagia bisa menemukan pasangan yang rasanya lebih asik. Dia yakin hidupnya akan lebih berwarna, kisah cinta mereka tak akan melulu tentang ibadah, tak melulu tentang salat dan tak melulu tentang agama. Namun juga asik diajak berdiskusi apapun termasuk tentang cinta."Kenapa kau diam? Kau kaget ya?" tanya Gendhis."Lumayan, agak kaget saja bisa bertemu wanita unik sepertimu," jawab Mulki."Kau pikir hanya kau saja yang bisa menggombali aku? Kau pikir
TITIP GENDHIS, MI! TITIP GENDHIS BAH!Maryam! Maryam! Nak! Kemarilah, Nak," perintah Umi Nisa. Tak lama kemudian Maryam keluar dari kamar."Ya Umi," sahut Maryam datang menghampiri Umi Nisa yang memanggilnya sambil membawa qur'annya."Maryam, Sholehan. Bolehkah Umi meminta tolong padamu?" tanya Umi Maryam."Ya, Umi. Apa yang bisa Maryam lakukan untukmu, Umi?" tanya Maryam."Bisakah kau menemani Mama Gendhis di sini dengan Paman Indonesia? Umi akan memanggil Abah di kamar atas," jawab Umi Maryam."Baiklah, Umi. Tentu saja Maryam bisa melakukan untuk Umi," sahutnya dengan senang.Umi Nisa berpamitan pada mereka berdua untuk memanggil Abah Usman. Kini hanya menyisakan Maryam, Mulki, dan Gendhis salam ruangan. Mereka duduk di lesehan, sering kali terlihat dekorasi interior ala Arab menggunakan permadani dan bantal di lantai alias lesehan. Ternyata kebiasaan ini tidak hanya terpaut tradisi Arab saja, tetapi juga merupakan anjuran bagi muslim untuk duduk, tidur, bahkan makan di lantai. Hal
SANDWICH GENERATION"Nah ambillah, Nak!" kata Abah Usman sesaat setelah kembali sambil membawa kertas di tangannya yang dia masukkan ke dalam sebuah amplop kain berwarna merah cantik."Tolong berikan ini kepada Abahmu ya, Nak. Katakan ini dariku," perintah Abah Usman. Mulki pun menganggukkan kepalanya. Dia berbasa-basi sebentar dan berpamitan untuk pulang, setelah itu Umi Nisa langsung mengajak Gendis untuk membuat makanan berbuka puasa mereka. Hal itu dilakukan Umi Nisa agar Gendis tak selalu terpikirkan oleh Mulki saja, karena dia tahu gadis itu benar-benar sedih sekarang."Nak, mari kita memasak makanan untuk buka," ajak Umi Nisa. Gendhis hanya menggaanggukkan kepalanya dengan patuh kemudian berjalan mengikuti Umi Maryam."Gendis kau tahu tidak perjalanan rumah tangga itu adalah ibadah yang paling berat dan dilakukan oleh manusia seumur hidupnya. Jika bisa, hendaknya dia menikah sekali seumur hidup," jelas Umi Nisa."Iya, Umi. Gendis tahu, tapi banyak anak muda sekarang di negara
BERJUANG UNTUK MENDAPATKAN RESTU"Siapakah lelaki itu?""Gendhis tak tahu harus memulainya dari mana, Bu. Gendhis bingung antara takut atau bersyukur, musibah atau berkah," ujar Gendhis pada Ibunya."Loh kenapa? Kau takut kenapa memangnya? Ndu, jawab Mama. Kau memang di jodohkan dengan siapa oleh Abah Usman? Kalau kau memang tak suka, membuatmu tak nyaman, dan takut maka kau bisa menolaknya juga. Kalau memang kau tidak berani, biar mama saja yang menolak untukmu," kata Mama Gendhis, Ririn. Jujur saja, Mama Gendhis dia takut Abah Usman menjodohkan dengan lelaki sembarangan."Tidak, Ma. Bukan masalah itu," sergah Gendhis."Lalu apa? Abah Usman melakukan apa padamu? Apa yang menjadi masalahmu?" tanya Ririn."Mulki, Ma," jawab Gendhis."Hah? Apa maksudmu?" sahut Ririn."Ya, memang Mulki. Memang dia ternyata orang itu. Mulki adalah orang yang tidak pernah Gendhis pikirkan sebelumnya," jelas Gendhis."Siapa? Apa maksudmu, Nduk? Mulki lelaki mana?" tanya Ririn yang bingung sendiri."Mulki, M
Pulang Ke Indonesia![Mulki, jika kau mencari wanita seperti ibumu atau kakak perempuanmu mungkin aku jauh dari itu. Kalau Ibumu mencari wanita yang lemah lembut, penyayang, pengasih, bahkan tidak mempunyai masa lalu kelam, sungguh sulit dan posisiku terancam][Tolong hadapi aku dengan baik dan beritahu apapun, jangan biarkan aku berjuang sendiri untuk meluluhkan dan mendapatkan restu yang bahkan aku pun tidak pernah belajar soal itu][Aku tahu Gendis untuk memperjuangkan rezeki orang tua itu adalah tugasku sendiri bukan tugas calon istri sepertimu. Aku tahu kalau aku ingin bersamamu aku harus meyakinkan orang tuaku. Gendhis, aku belum bisa ke rumahmu, sebelum aku meyakinkan orang tuaku dulu. Karena aku ingin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan dan tak akan melemparkan tanggung jawab ini kepadamu, Gendis][Gendis aku akan perjuangkanmu dan menempatkanmu di nomor pertama saat kau menjadi istriku. Apapun itu dalam hidupku dan kau akan menjad
SIAPA DIA?"Assalamualaikum," sapa Mulki."Pakde! Pakde!" teriak anak kecil di pangkuan Sifa, anak berusia satu tahun itu dengan bahasanya yang masih cadel menyapa Mulki."Assalamualaikum Humairah! Benar-benar Humairah, pipinya bersemu kemerahan. Cantik sekali," puji Mulki."Masuklah, Le," perintah Sifa."Iyo, Mbak. Sedang apa kau anak cantik? Kau sudah minum susu ya? Ah, pintarnya keponakan Pakde," kata Mulki sambil menaruh barang bawaannya di bagasi. Mulki ipun mencium tangan kakaknya. Sifa mengelus kepala adiknya dengan penuh rasa kasih sayang. Meskipun sudah besar, tetap saja Sifa memperlakukannya seperti anak kecil."Sudah menunggu lama, Mbak?" tanya Mulki. "Tidak kok, baru setengah jam kami sampai. Saat kau mengatakan hampir landing, Mas Rio mengontrol mu lewat jam kedatangan pesawat. Kami tadi berhenti di rumah makan yang memang dekat bandara," jelas Sifa."Syukurlah kalau begitu. Kau tak terl