PERKARA POLIGAMI
"Lalu apa yang akan kau lakukan? Bah, maaf ya jika ucapan saya akan menyinggung. Sifa maaf aku tidak berniat membohongimu saja. Tapi jujur saja sikapmu ini membuatku kecewa," kata Rio. "Apa maksudmu, Mas?" tanya Sifa "Pertama kau tak jujur. Kedua, kau mendahulukan emosimu, ketiga kau menuduh suamimu sendiri. Sifa dengarkan aku, memang aku pernah berdiskusi denganmu tentang poligami, aku bahkan pernah memiliki untuk poligami tapi setelah tahu alasan Gendhis menghubungi ku kembali, lalu Ibuku meninggal, maka aku tak berniat untuk melakukan ini. Karena aku ingin membahagiakan almarhum ibuku yang begitu mencintaimu, Sifa. Aku tak ingin melukai hatinya dan mungkin salah satu cara yang bisa aku lakukan dengan mempertahankan rumah tangga ini," jelas Rio. "Jadi kau jangan salah paham!" tegas Rio dengan memberikan sedikit penekanan. "Lalu aku harus berbuat apa, Mas? Apa ekspektasi mu ketika aku tahu suamiku telah memiliki anak dari wanita lain? Hah?" tanya Sifa. "Nduk tenanglah! Istighfar!" tegur Abah Furqon. Sifa menghela nafasnya panjang kemudian mengelus dadanya. Dia beristigfar agar setan tak mudah menguasai hati dan pikirannya. Abah Furqon mulai menjadi penengah. "Rio, Sifa, dengarkan Abah. Di sini Abah mencoba bersikap netral, Abah tak ingin kalian berdebat dan saling menyalahkan di sini. Tak usah saling mencari pembelaan dan merasa paling benar. karena posisi Sifa pun tidak mudah bagi seorang istri untuk menghadapi cobaan berat semacam ini. Perlu ketahanan mental dan kesabaran ekstra. Bagaimana tidak, dalam keadaan “emosional yang memuncak”, dia dituntut untuk bersikap bijak terhadap perilaku suami yang telah menyakitinya dengan perselingkuhan dan kebohongan, dan amarah-amarahnya di saat dia baru melahirkan," terang Abah Furqon. Sifa menganggukkan kepalanya setuju, karena dia tahu saat dirinya sendiri mengajak Rio berdialog membahas perkara ini, biasanya suami nya itu lebih memilih bungkam dan diam. Dia tidak memberikan penjelasan apa-apa. Bukannya tanpa lasan Rio pun merasa serba salah, kalau dia menceritakan kebenarannya, dia takut menyakiti istrinya. Jika berbohong pun, dia sadar kalau hal itu dosa. Akhirnya, dia jadi mudah marah. "Abah pun cukup salut dengan Sifa yang lebih memilih untuk memberikan maaf kepada suami dari pada bercerai. Itu merupakan langkah yang sangat terpuji. Jika suami melakukan kesalahan lagi, berilah maaf lagi. Maafmu seperti sabar mu, tiada batasnya. Memang tidak mudah memaafkan seseorang yang telah salah dan menyakiti kita. Namun, lihatlah apa yang Allah siapkan untuk seorang pemaaf, yaitu surga yang luasnya seluas langit dan bumi," jelas Abah Furqon. "Nduk, selama masih bisa memperbaiki hubungan dengan suami, berusahalah untuk terus memperbaikinya. Jangan mudah menyerah lalu menyudahinya. Jangan tergesa-gesa mengambil keputusan untuk bercerai. Teruslah melakukan perbaikan sampai nanti Allah yang menakdirkannya berbeda. Berilah kesempatan kepada suami untuk mengambil keputusan. Doakan pula agar suami senantiasa mendapat bimbingan Allah sehingga dia dapat mengambil langkah yang diridhoi- Nya," sambungnya. "Loh hari ini Sifa akan melakukannya, Bah. Sifa akan memberikan kesempatan kepada Mas Rio untuk memilih, aku tak akan melarangnya poligami, Bah. Tetapi jelas wanita yang bersama Mas Rio itu bukanlah diriku," tegas Sifa. "Yang mau poligami itu siapa to, Fa! Sifa," kata Rio mulai frustasi sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Sifa terdiam, begitupun Abah Furqon. Mulki hanya menikmati pemandangan ini. Dia menghela nafasnya panjang, memang benar wanita itu sangat mudah di dapatkan. Cukup dengan menaklukkan hati dan perasaannya maka dia akan luluh sudah. "Aku akan pergi dulu sebentar," ujar Rio berpamitan. "Kau akan ke mana?" refleks Mulki bertanya. "Ayok ikutlah denganku, jika kau tak percaya. Aku tak akan bisa mengatakan hal ini padamu sekarang," sahut Rio. Mulki pun menganggukkan kepalanya setuju. Dia pun mengikuti kakak iparnya itu. Mulki mengelus lengan kakak Iparnya perlahan. "Mbak, tunggu di sini ya. Biar Mulki saja yang mengikuti Mas Rio," kata Mulki. "Abah, Abah tunggu di sini dulu ya dengan Mbak Sifa, aku akan membersamai lelaki ini dulu," pamit Mulki. Abah Furqon pun hanya menganggukkan kepalanya. Setelah kepergian Rio dan Mulki dihadapan, Abah menghela nafas panjang. Dia menatap putrinya yang masih terlihat emosi. "Nduk, Abah bertanya mengapa kau bertindak senekat ini?" tanya Abah Furqon. "Si- Sifa harus seperti ini, Bah. Sifa harus menjaga rumah tangga Sifa," jawab Sifa tergagap. Sebenarnya dia malu juga dan menyadari kesalahannya. Dia tahu bahwa pergi meninggalkan rumah dengan berbohong pada Uminya, pada Suaminya, membuatnya merasa berdosa. Namun dia melakukan ini semua demi keberlangsungan rumah tangganya. Bukankah ini termasuk di perbolehkan. "Apakah kau tak malu dengan tingkahmu seperti ini, Nduk? Kenapa kau tak bisa bersabar? Menjaga harga dirimu dan menjatuhkan marwah mu juga. Bukankah sekarang image anggun mu, wanita sholeh dan sebagainya menjadi ternodai juga?" cerca Abah Furqon. "Bukannya Abah melarang kau kecewa, menangis, dan berbuat seperti ini. Abah yakin kau berbohong kan pada Umimu? Kau tak izin pada suamimu dengan jujur? Betul kan? Nduk, Abah tidak melarang kau menangis, menangislah. Abah tak melarang kau berteriak, berteriak lah! Tetapi hendaknya kau juga tahu tempat, jika kau memang tak ingin sakit hati mengapa kau menyusul kesini sendiri?" sambung Abah Furqon. "Bukankah Abah sering berkata padamu kiranya lebih baik kau tidak tahu apapun, daripada kau tahu lalu kau sakit hati sendiri, kau tak bisa menerimanya, dan kau menyalahkan takdir gusti Allah. Itu akan membuatmu merugi sendiri," lanjutnya. Memang Abah Furqon menegur putrinya kalau salah. Dia memang termasuk saklek dalam hal agama. Dia memang tak segan-segan menegur putrinya jika bersalah tapi saat mereka berdua saja. "Bah, Mas Rio itu suamiku, orang lain bagi apa sedangkan aku adalah anak Abah. Mengapa Abah mengatakan itu semua padaku," gumam Sifa. "Lah siapa yang bilang Rio itu bukan suamimu? Tapi kan Abah sudah berkata padamu, tunggu dan bersabarlah. Biarkan kita memberikan kesempatan pada Mulki untuk menyelesaikan semua ini. Abah hanya mengatakan mana yang benar dan mana yang salah. Jangan sampai satu tindakanmu mampu membawamu ke neraka jahanam karena berbohong kepada suamimu sendiri bagaimanapun juga Rio itu masih suamimu bukan orang lain kecuali kau memang berniat untuk meninggalkannya sejak dulu. Mengapa kau tak percaya pada adikmu? Kau tahu adikmu sudah berusaha semaksimal mungkin, Nduk," sanggah Abah Furqon. "Dia berusaha untuk membuat kakaknya tak terluka. Dia berusaha agar kakaknya tak sakit hati, apakah kau tak percaya hal itu?" tanya Abah Furqon yang menyayangkan sikap Sifa yang terlalu tergesa-gesa. "Kalau seperti ini yang merugi siapa, Nduk?" sambungnya. APA YANG INGIN DI TEGASKAN ABAH FURQON? BERSAMBUNG Season 1 Selir Kesayangan SuamikuBERDISKUSI MEMBUAT PERJANJIAN BERSAMA!"Dia berusaha untuk membuat kakaknya tak terluka. Dia berusaha agar kakaknya tak sakit hati, apakah kau tak percaya hal itu?" tanya Abah Furqon yang menyayangkan sikap Sifa yang terlalu tergesa-gesa."Kalau seperti ini yang merugi siapa, Nduk?" sambungnya.Sifa langsung terdiam, dia sangat tahu bahwa dirinya yang salah. Abahnya ini saklek sekali berkaitan dengan agama, pergi ke luar rumah tanpa izin suami adalah pelanggaran berat bagi keluarga Sifa apalagi sekarang jelas sekali bahwa dirinya berbohong. Sifa sadar sekali dan tahu bagaimana hukum setelah menikah, seorang istri harus taat kepada suaminya. Tanggung jawab orang tua pun pindah ke tangan suaminya. Sehingga salah satu kewajiban seorang istri adalah meminta izin kepada suaminya terkait banyak hal, salah satunya adalah keluar rumah.Mengapa seorang istri harus meminta izin kepada suaminya ketika keluar rumah? Jawabannya tentu karena adab. Adab meminta izin kepada suami ini sangat penting.
MENGUNGKIT KHULU'"Nduk! Kau tak usah memulai. Kalau kau terus begini, maka Abah rasa kau lebih baik pulang dulu. Untuk apa jika kau di sini tapi tak bisa mengontrol emosimu? Kita di sini itu untuk mencari solusi bukan untuk memperkeruh keadaan. Kalau memang kau tak ingin bersama suamimu lagi maka kau boleh marah sekalian, tapi jika kau masih ingin bersama suamimu Rio mempertahankan rumah tangga kalian, maka jaga tingkahmu. Kontrol semuanya, jangan sampai emosi seperti itu, kau jangan kekanak-kanakan dan mendahulukan amarahmu seperti ini! Ingat semua yang di lakukan karena emosi, itu hanya membuatmu menyesal nanti," tegur Abah furqon.Mulki hanya bisa diam, karena dia kali ini tak bisa membela sang kakak. Apa yang dikatakan Abahnya menang benar, namun di sisi lain Mulki pun memahami sang kakak melakukan ini karena dia juga sakit hati, dia marah, dan dia kecewa, karena dikhianati sang suami. Ya namanya perempuan, pasti tetap mendahulukan perasaan dari pada logikanya, menuruti semua emo
APAKAH SURGA HARUS SESAKIT ITU, BAH?"Tapi Sifa bukankah kau terlalu...""Kenapa? Kau keberatan dengan permintaanku, Mas? Kau tak lupakan tentang perjanjian khulu' itu atau perlu aku bacakan perjanjian itu di depanmu?" tantang Sifa.Rio hanya terdiam sekarang, percuma saja dia berkata apapun rasanya tak akan memperbaiki keadaan. Dia sadar sang istri begitu karena posisi Sifa saat ini sudah marah dan murka padanya, amarah, benci, sudah menguasai hati nya. Rasanya semua penjelasan yang logis pun terasa tak masuk akal di Sifa sehingga dia memutuskan untuk diam terlebih dahulu."Baiklah terserahmu jika begitu," kata Rio.Rio pun asik menulis di kertas itu. Dia memandang Sifa lagi, lalu bergantian dengan Abah dan Mulki, dia menghela nafasnya panjang. Mau tak mau dia ingin jujur saat ini dari pada harus sembunyi- sembunyi."Sifa, kau adalah istriku kan. Daripada aku bersembunyi-sembunyi di belakangmu atau kau tahu dari orang lain, mending aku mengatakan ini padamu langsung. Aku akan jujur s
KONSEP KELUARGA!Sifa menangis mendengar jawaban Abahnya yang memang terasa menyakitkan baginya. Sebagai istri, Sifa yang tersakiti, Sifa juga yang harus legowo."APAKAH SURGA HARUS SESAKIT INI, BAH? MAS?" tanya Sifa tegas dan penuh penekanan."Nah itu Mulki yang lebih tahu. Bagaimana Le?" tanya Abah Furqon pada Mulki. Mulki menganggukkan kepalanya."Hal ini sebetulnya sudah diatur. Mahkamah Konstitusi atau MK mengatakan bahwa anak di luar nikah mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana putusan MK pada uji materi Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 43 ayat 1. Hal tersebut tentu perlu diketahui lebih lanjut. Mengingat pentingnya informasi tentang tanggung jawab ayah terhadap anak di luar nikah, maka dari itu Merdeka.com rangkum penjelasan tentang tanggung jawab ayah terhadap anak di luar nikah yang perlu untuk diketahui," jawab Mulki."Mbak sudahlah, jangan terlalu drama begitu. Pikirkanlah lagi, rasanya itu juga lebih adil, Mbak. Kita di sini tak bisa menyalahk
AKU HANYA INGIN NAMAMU TERCANTUM DI AKTA BUKAN HARTA!Sekarang mereka semua mengikuti semua strategi yang di perintahkan oleh RIo. Mereka semua bersembunyi di salah satu ruangan seperti gudangnya namun bukan berbatasan dengan tembok tapi terbuat dari triplek sehingga mereka bisa mendengar dengan jelas dan leluasa semua pembicaraan dari dalam sana. Kebetulan ruangan itu berada di belakang meja tempat Rio dan Gendhis nanti harusnya duduk. Mereka sudah izin kepada pemilik cafe untungnya pemilik cafe, dan pemilik cafe itu pun mengizinkan. "Gendhis sudah perjalanan hampir sampai sini," kata Rio."Mari sekarang saatnya," ajak Mulki yang di balas anggukan oleh semua orang.Untuk saja mereka gesit karena baru saja mereka masuk ke dalam ruangan tak beberapa lama kemudian Gendis pun datang. Terdengar dari suaranya yang langsung mengeluh kepada Mulki. Jujur saja sekarang Sifa seperti masih teringat masa lalu nya, masa di mana dia dan almarhum mertuanya datang mendatangi Gendhis. Dan hari semua
CINCIN BERLIAN TERSEMAT DI JARI MANIS GENDHIS"Hey! Dasar wanita tak tahu malu! Tak tahu diri!" bentak Sifa dari yang di susul oleh Abah Furqon dan Mulki.Mereka menyayangkan sikap Sifa yang ternyata tak bisa menahan emosinya. Bukannya apa-apa, mereka sebenarnya berharap bisa mendengar lebih info yang akan di sampaikan oleh Rio. Tapi baru saja beberapa menit Sifa sudah tak bisa menahan emosi yang membuncah di hatinya.Bentakan Sifa membuat Gendhis kaget dan segera menoleh. Dia melihat sudah ada lelaki setengah baya yang kemungkinan itu adalah Bapak Sifa alias Apa Furqon dan Sifa sendiri. Gendis cukup terkejut karena dia tak tahu bahwa mereka semua sudah ada di sini. Dia merasa seperti di keroyok dan di jebak oleh Rio. Dia segera mencengkram pinggiran meja dengan sangat kuat, mencoba menghela nafas panjang. Menghirup semua oksigen yang ada di sana untuk mengumpulkan urat malu, kekuatan, dan keberanian yang di campur menjadi satu."Oh kalian bertiga bersembunyi di balik sana? Kenapa ber
APALAGI YANG KAU INGINKAN?"Ambilah! Aku tak membutuhkannya," kata Gendis melenggang pergi. Dia berhenti di hadapan Mulki."Puas kau dengan ini semua, Mulki. Tapi ingat pion catur mulai baru mulai dimainkan, aku adalah ratu yang tak pernah di ratu kan dan aku akan menjadikan ratu diriku sendiri! Jadi berhenti menggangguku!" tegas Gendhis pada semua orang di sanaSifa langsung luruh ke lantai, dia menangis tergugu sesaat setelah Gendhis pergi meninggalkan mereka. Abah Furqon dengan sigap langsung memapahnya, Rio mengusap wajahnya dengan gusar. Dia tak menyangka situasi ini akan menjadi serumit ini. Alih- alih tetap di sana, Mulki justru keluar untuk mengejar Gendis. Hal yang tidak di sadari oleh mereka semua."Gendis!" perintah Mulki."Apalagi? Apa yang kau inginkan dariku? Harga diriku? Atau apa? Kau merendahkan ku kesekian kalinya?" tanya Gendhis sambil terus berjalan tanpa peduli dengan semua ucapan Mulki. Mulki langsung mensejajarkan."Gendhis, aku tahu kau kecewa denganku. Aku tah
HARAM HUKUMNYA BERTAHAN DEMI ANAK!"Puas kau dengan ini semua, Mulki. Tapi ingat pion catur mulai baru mulai dimainkan, aku adalah ratu yang tak pernah di ratu kan dan aku akan meratukan diriku sendiri! Jadi berhenti menggangguku!" tegas Gendhis pada semua orang di sanaSifa langsung luruh ke lantai, dia menangis tergugu sesaat setelah Gendhis pergi meninggalkan mereka. Abah Furqon dengan sigap langsung memapahnya, Rio mengusap wajahnya dengan gusar. Dia tak menyangka situasi ini akan menjadi serumit ini. Rio terduduk di kursi cafe."Bangunlah, Nduk!" perintah Abah Furqon mencoba mendirikan Sifa. Sifa pun mengikuti perintah Abahnya, dia berdiri dengan di papah sang Abah. Berjalan perlahan, dia sekarang duduk di samping Rio. Abah Furqon beristigfar sambil menghela nafasnya panjang."Sudah hentikan semua drama ini! Istighfar kalian, malu dilihat orang," tegur Abah Furqon kepada Sifa dan Rio."Nduk, Sifa ayo kita pulang saja. Kita selesaikan di rumah ya," ajak Abah Furqon."Ck! Saat sep