AKU KECEWA PADAMU SIFA!
"Ceraikan aku, Mas. Kau telah melanggar perjanjian Khulu'." kata Sifa langsung berdiri diantara ketiganya. Mereka semua kaget karena gadis abaya hijau yang memakai cadar itu adalah Sifa hal yang cukup mengejutkan baginya. "Kalau kau memiliki anak dari wanita itu sungguh tak akan ada kata maaf dan ampunku. Rasanya tak puas juga kau mainkan aku sekarang!" teriak Sifa dengan murka. "Dek, kau salah paham, Dek. Bukan itu maksudku, kau belum mendengar semua penjelasanku, baru kau bisa..." "Cukup! Cukup sudah, Mas. Aku muak denganmu, aku tahu seorang pezina, tapi aku tak mengira bahwa kau tega melakukan ini semua padaku! Demi Allah aku tak ikhlas, aku tak rido'! Huhuhu," kata Sifa sambil menangis pilu sambil tangannya memukul dadanya yang terasa sesak karena sakit hati yang dia rasakan. Mulki langsung berdiri memegangi kakaknya yang hampir saja terjatuh. Sifa langsung lemas seketik setelah berteriak, dia merasa sedikit sakit di bagian perut bawahnya. Abah Furqon segera menggeret kursi, Mulki memapah kakaknya duduk di sana. "Astaghfirullahaladzim," kata Rio mengusap wajahnya gusar. "Abah aku sakit, Bah. Sakit hatiku," ujar Sifa. "Istighfar kau, Dek," perintah Rio. "Tak usah menyuruhku!" bentak Sifa. "Astagfirulloh," gumam Sifa pelan. Amarah Sifa sudah menguasai hatinya. Sifa takut terjadi apa-apa dengan rumah tangganya seperti dulu. Semua terdiam sekarang. "Kenapa kau menyusul ke sini, Nduk? Abah benar-benar tak mengira kau senekat ini," ujar Abah Furqon. "Kenapa, Bah? Kenapa? Apa kalian ingin menyembunyikan fakta ini dariku? Apa karena kalian sama-sama lelaki lalu membenarkan hal ini terjadi? Demi Allah saat ini Sifa merasa dikhianati dan dicurangi oleh kalian," jawab Sifa. "Astagfirullah, Nduk. Nyebut! Istighfar, jangan biarkan setan menguasai hatimu, Nduk. Kau salah paham, tidak semuanya seperti itu sebenarnya! Ingat dan eling semuanya jangan amarah menguasai mu, istighfar, istighfar, istighfar!" terang Abah Furqon. "Lalu apa, Bah? Sekarang Sifa sudah melihat sendiri, mendengar dengan telinga, Sifa melihat dengan kedua mata kepala Sifa dan di depan Sifa. Akan beralasan apalagi kali ini kau, Mas?" tanya Sifa setengah menyindirnya. "Kau salah paham, Mbak," kata Mulki. Mulki menghela nafasnya panjang. Masalah ini tak bisa di biarkan larut dalam masalah. Ini karena makin di biarkan makan akan makin berlarut. Masalah ini harus di selesaikan sekarang coba. Mulki terdiam dan mencoba mencari solusi sekarang. "Mas Rio sekarang bisakah kau memanggil wanita itu kemari?" tanya Mulki pada Rio. "Entahlah, Dek. Aku tak tahu, karena dia jarang sekali mau diajak berhubungan setelah kami berpisah. Aku tak bisa bebas menghubunginya lagi," jawab Rio. "Kau panggil wanita itu, Mas. Entah bagaimanapun caranya tapi yang jelas kita tak bisa membiarkan masalah ini terus berlarut. Lihatlah kondisi Mbak Sifa sekarang. Kasihan kakakku, dia sudah mencoba bersabar dan menahannya tetapi tak bisa. Kini semua sudah saling tahu, lalu di sini yang menjadi korban adalah kakakku dan wanita itu. Jadi masalah ini harus selesai hari ini juga," pesan Mulki. "Mbak," panggil Mulki. Sifa menoleh. "Dengarkan Mulki sekarang, Mbak. Kau percaya kan padaku?" tanya Mulki. Sifa menganggukkan kepalanya. "Alhamdulillah kalau begitu. Mbak, bukan Mulki membela wanita itu tidak. Tetapi kita realistis saja di sini wanita itu pun menjadi korban dari suamimu dan kau juga. Kalian sama-sama korbannya, tak adil. Kalau hanya menyalahkan satu sisi saja, kita harus mendengar klarifikasi dari wanita itu juga, agar kau percaya," sambung Mulki. "Mulki bicara begini, bukan berarti Mulki membela wanita itu. Tapi karena Mulki sudah tahu apa alasan wanita itu dan Mbak Sifa tak akan percayakan juga jika tidak mendengarnya sendiri," lanjutnya. "Tapi aku tak yakin wanita itu mau menemui kita," kata Rio. "Gendhis bukanlah wanita seperti itu," lanjutnya. "Coba telepon dulu, kalau tidak di coba mana mungkin kita tahu," kata Mulki. "Di sini kau bisa memulainya, harusnya kau juga bisa mengakhiri semuanya, Mas!" bentak Sifa. Rio pun menganggukkan kepala dengan pasrah. Dia mencoba menelepon Gendis. Untung saja telepon pertama sudah diangkat. "Halo ada apa lagi? Kenapa kau terus mengangguku? Kurang puas kau menjebakku kemarin?" cerca Gendhis. "Apa yang perlu di bicarakan? Kau tak usah menggangguku," kata Gendis dengan ketus. "Kau di mana? Apakah kita bisa bertemu? Ada hal yang ingin aku bicarakan dan ini sifatnya penting. Kita harus segera bertemu," pinta Rio. "Please Gendis, untuk sekali Ini saja," sambung Rio. "Gendhis dengarkan aku, aku hanya ingin membuat perjanjian denganmu," bujuknya. "Perjanjian apalagi?" tanya Gendhis mulai tertarik. "Kita harus bertemu, perjanjian ini tak bisa aku katakan secara langsung. Intinya begini, bukankah kau seringkali memintaku untuk bertanggung jawab secara perdata tentang anak itu? Apakah kau benar-benar yakin tak ingin mendengarnya? Aku tak ingin menjelaskannya lewat telepon, tapi aku ingin berdamai untuk hal itu," jawab Rio. "Aku hanya ingin bertemu," kata Rio. Mendengar ucapan Rio itu pun luluh hati Gendhis. Dia berpikir Rio mungkin tersentuh dan akan memikirkan Kaia. Sebagai seorang Ibu nalarnya luluh sudah. "Baiklah kalau begitu. Kita bertemu di mana?" tanya Gendhis. "Terserahmu, kita bertemu di dekatmu saja. Kau ada di mana sekarang?" tanya Rio. "kebetulan aku sedang ada di Ponorogo. Kebetulan aku akan menyelesaikan beberapa urusan administratif dulu," jelas Gendhis. "Baiklah kalau begitu, aku akan menunggumu. kau tak lama kan?" tanya Rio untuk memastikan dia memang tak ingin ada dusta diantara mereka dan seolah-olah Rio lah yang kamuflase semuanya. "Tidak mungkin, tapi aku juga tak tahu. Kita bisa bertemu sekitar sepuluh menit lagi bagaimana? Kau tak menjebakku kali ini?" selidik Gendhis. "Tidak, Baby. Apakah kau tak percaya padaku?" kilah Rio reflek Rio memanggil Gendis dengan ucapan baby yang ternyata membuat Sifa semakin sakit hati. "Baiklah di mana cafe nya kau kirim kan saja padaku. Aku akan mengabari jika urusanku selesai," sahut Gendhis. "Aku akan menunggumu di sana saya," ujar Rio mematikan telponnya. Baru saja Rio meletakkan HP nya, dia menyadari tatapan tajam dari arah samping yaitu istrinya. "Harus ya dengan panggilan Baby? Baby ata Babi? Hahaha," tanya Sifa. Sontak perkataan Sifa membuat Mulki menahan senyumnya . "Kau ingin dia tak curiga kan? Apa yang bisa ku lakukan jika bukan bersandiwara seolah tak terjadi apapun. Sekarang kau sudah mendengar sendiri kan," jawab Rio. Mulki menganggukkan kepalanya. "Lalu apa yang akan kau lakukan? Bah, maaf ya jika ucapan saya akan menyinggung. Sifa maaf aku tidak berniat membohongimu saja. Tapi jujur saja sikapmu ini membuatku kecewa," kata Rio. "Apa maksudmu, Mas?" tanya Sifa APA MAKSUD RIO? BERSAMBUNG Season 1 Selir Kesayangan SuamikuPERKARA POLIGAMI "Lalu apa yang akan kau lakukan? Bah, maaf ya jika ucapan saya akan menyinggung. Sifa maaf aku tidak berniat membohongimu saja. Tapi jujur saja sikapmu ini membuatku kecewa," kata Rio. "Apa maksudmu, Mas?" tanya Sifa "Pertama kau tak jujur. Kedua, kau mendahulukan emosimu, ketiga kau menuduh suamimu sendiri. Sifa dengarkan aku, memang aku pernah berdiskusi denganmu tentang poligami, aku bahkan pernah memiliki untuk poligami tapi setelah tahu alasan Gendhis menghubungi ku kembali, lalu Ibuku meninggal, maka aku tak berniat untuk melakukan ini. Karena aku ingin membahagiakan almarhum ibuku yang begitu mencintaimu, Sifa. Aku tak ingin melukai hatinya dan mungkin salah satu cara yang bisa aku lakukan dengan mempertahankan rumah tangga ini," jelas Rio. "Jadi kau jangan salah paham!" tegas Rio dengan memberikan sedikit penekanan. "Lalu aku harus berbuat apa, Mas? Apa ekspektasi mu ketika aku tahu suamiku telah memiliki anak dari wanita lain? Hah?" tanya Sifa. "Nduk te
BERDISKUSI MEMBUAT PERJANJIAN BERSAMA!"Dia berusaha untuk membuat kakaknya tak terluka. Dia berusaha agar kakaknya tak sakit hati, apakah kau tak percaya hal itu?" tanya Abah Furqon yang menyayangkan sikap Sifa yang terlalu tergesa-gesa."Kalau seperti ini yang merugi siapa, Nduk?" sambungnya.Sifa langsung terdiam, dia sangat tahu bahwa dirinya yang salah. Abahnya ini saklek sekali berkaitan dengan agama, pergi ke luar rumah tanpa izin suami adalah pelanggaran berat bagi keluarga Sifa apalagi sekarang jelas sekali bahwa dirinya berbohong. Sifa sadar sekali dan tahu bagaimana hukum setelah menikah, seorang istri harus taat kepada suaminya. Tanggung jawab orang tua pun pindah ke tangan suaminya. Sehingga salah satu kewajiban seorang istri adalah meminta izin kepada suaminya terkait banyak hal, salah satunya adalah keluar rumah.Mengapa seorang istri harus meminta izin kepada suaminya ketika keluar rumah? Jawabannya tentu karena adab. Adab meminta izin kepada suami ini sangat penting.
MENGUNGKIT KHULU'"Nduk! Kau tak usah memulai. Kalau kau terus begini, maka Abah rasa kau lebih baik pulang dulu. Untuk apa jika kau di sini tapi tak bisa mengontrol emosimu? Kita di sini itu untuk mencari solusi bukan untuk memperkeruh keadaan. Kalau memang kau tak ingin bersama suamimu lagi maka kau boleh marah sekalian, tapi jika kau masih ingin bersama suamimu Rio mempertahankan rumah tangga kalian, maka jaga tingkahmu. Kontrol semuanya, jangan sampai emosi seperti itu, kau jangan kekanak-kanakan dan mendahulukan amarahmu seperti ini! Ingat semua yang di lakukan karena emosi, itu hanya membuatmu menyesal nanti," tegur Abah furqon.Mulki hanya bisa diam, karena dia kali ini tak bisa membela sang kakak. Apa yang dikatakan Abahnya menang benar, namun di sisi lain Mulki pun memahami sang kakak melakukan ini karena dia juga sakit hati, dia marah, dan dia kecewa, karena dikhianati sang suami. Ya namanya perempuan, pasti tetap mendahulukan perasaan dari pada logikanya, menuruti semua emo
APAKAH SURGA HARUS SESAKIT ITU, BAH?"Tapi Sifa bukankah kau terlalu...""Kenapa? Kau keberatan dengan permintaanku, Mas? Kau tak lupakan tentang perjanjian khulu' itu atau perlu aku bacakan perjanjian itu di depanmu?" tantang Sifa.Rio hanya terdiam sekarang, percuma saja dia berkata apapun rasanya tak akan memperbaiki keadaan. Dia sadar sang istri begitu karena posisi Sifa saat ini sudah marah dan murka padanya, amarah, benci, sudah menguasai hati nya. Rasanya semua penjelasan yang logis pun terasa tak masuk akal di Sifa sehingga dia memutuskan untuk diam terlebih dahulu."Baiklah terserahmu jika begitu," kata Rio.Rio pun asik menulis di kertas itu. Dia memandang Sifa lagi, lalu bergantian dengan Abah dan Mulki, dia menghela nafasnya panjang. Mau tak mau dia ingin jujur saat ini dari pada harus sembunyi- sembunyi."Sifa, kau adalah istriku kan. Daripada aku bersembunyi-sembunyi di belakangmu atau kau tahu dari orang lain, mending aku mengatakan ini padamu langsung. Aku akan jujur s
KONSEP KELUARGA!Sifa menangis mendengar jawaban Abahnya yang memang terasa menyakitkan baginya. Sebagai istri, Sifa yang tersakiti, Sifa juga yang harus legowo."APAKAH SURGA HARUS SESAKIT INI, BAH? MAS?" tanya Sifa tegas dan penuh penekanan."Nah itu Mulki yang lebih tahu. Bagaimana Le?" tanya Abah Furqon pada Mulki. Mulki menganggukkan kepalanya."Hal ini sebetulnya sudah diatur. Mahkamah Konstitusi atau MK mengatakan bahwa anak di luar nikah mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana putusan MK pada uji materi Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 43 ayat 1. Hal tersebut tentu perlu diketahui lebih lanjut. Mengingat pentingnya informasi tentang tanggung jawab ayah terhadap anak di luar nikah, maka dari itu Merdeka.com rangkum penjelasan tentang tanggung jawab ayah terhadap anak di luar nikah yang perlu untuk diketahui," jawab Mulki."Mbak sudahlah, jangan terlalu drama begitu. Pikirkanlah lagi, rasanya itu juga lebih adil, Mbak. Kita di sini tak bisa menyalahk
AKU HANYA INGIN NAMAMU TERCANTUM DI AKTA BUKAN HARTA!Sekarang mereka semua mengikuti semua strategi yang di perintahkan oleh RIo. Mereka semua bersembunyi di salah satu ruangan seperti gudangnya namun bukan berbatasan dengan tembok tapi terbuat dari triplek sehingga mereka bisa mendengar dengan jelas dan leluasa semua pembicaraan dari dalam sana. Kebetulan ruangan itu berada di belakang meja tempat Rio dan Gendhis nanti harusnya duduk. Mereka sudah izin kepada pemilik cafe untungnya pemilik cafe, dan pemilik cafe itu pun mengizinkan. "Gendhis sudah perjalanan hampir sampai sini," kata Rio."Mari sekarang saatnya," ajak Mulki yang di balas anggukan oleh semua orang.Untuk saja mereka gesit karena baru saja mereka masuk ke dalam ruangan tak beberapa lama kemudian Gendis pun datang. Terdengar dari suaranya yang langsung mengeluh kepada Mulki. Jujur saja sekarang Sifa seperti masih teringat masa lalu nya, masa di mana dia dan almarhum mertuanya datang mendatangi Gendhis. Dan hari semua
CINCIN BERLIAN TERSEMAT DI JARI MANIS GENDHIS"Hey! Dasar wanita tak tahu malu! Tak tahu diri!" bentak Sifa dari yang di susul oleh Abah Furqon dan Mulki.Mereka menyayangkan sikap Sifa yang ternyata tak bisa menahan emosinya. Bukannya apa-apa, mereka sebenarnya berharap bisa mendengar lebih info yang akan di sampaikan oleh Rio. Tapi baru saja beberapa menit Sifa sudah tak bisa menahan emosi yang membuncah di hatinya.Bentakan Sifa membuat Gendhis kaget dan segera menoleh. Dia melihat sudah ada lelaki setengah baya yang kemungkinan itu adalah Bapak Sifa alias Apa Furqon dan Sifa sendiri. Gendis cukup terkejut karena dia tak tahu bahwa mereka semua sudah ada di sini. Dia merasa seperti di keroyok dan di jebak oleh Rio. Dia segera mencengkram pinggiran meja dengan sangat kuat, mencoba menghela nafas panjang. Menghirup semua oksigen yang ada di sana untuk mengumpulkan urat malu, kekuatan, dan keberanian yang di campur menjadi satu."Oh kalian bertiga bersembunyi di balik sana? Kenapa ber
APALAGI YANG KAU INGINKAN?"Ambilah! Aku tak membutuhkannya," kata Gendis melenggang pergi. Dia berhenti di hadapan Mulki."Puas kau dengan ini semua, Mulki. Tapi ingat pion catur mulai baru mulai dimainkan, aku adalah ratu yang tak pernah di ratu kan dan aku akan menjadikan ratu diriku sendiri! Jadi berhenti menggangguku!" tegas Gendhis pada semua orang di sanaSifa langsung luruh ke lantai, dia menangis tergugu sesaat setelah Gendhis pergi meninggalkan mereka. Abah Furqon dengan sigap langsung memapahnya, Rio mengusap wajahnya dengan gusar. Dia tak menyangka situasi ini akan menjadi serumit ini. Alih- alih tetap di sana, Mulki justru keluar untuk mengejar Gendis. Hal yang tidak di sadari oleh mereka semua."Gendis!" perintah Mulki."Apalagi? Apa yang kau inginkan dariku? Harga diriku? Atau apa? Kau merendahkan ku kesekian kalinya?" tanya Gendhis sambil terus berjalan tanpa peduli dengan semua ucapan Mulki. Mulki langsung mensejajarkan."Gendhis, aku tahu kau kecewa denganku. Aku tah