Share

Gagal Jadi Maduku, Dia Jadi Iparku
Gagal Jadi Maduku, Dia Jadi Iparku
Penulis: Secilia Abigail Hariono

Aku Kecewa Padamu, Sifa!

AKU KECEWA PADAMU SIFA!

"Ceraikan aku, Mas. Kau telah melanggar perjanjian Khulu'." kata Sifa langsung berdiri diantara ketiganya. Mereka semua kaget karena gadis abaya hijau yang memakai cadar itu adalah Sifa hal yang cukup mengejutkan baginya.

"Kalau kau memiliki anak dari wanita itu sungguh tak akan ada kata maaf dan ampunku. Rasanya tak puas juga kau mainkan aku sekarang!" teriak Sifa dengan murka.

"Dek, kau salah paham, Dek. Bukan itu maksudku, kau belum mendengar semua penjelasanku, baru kau bisa..."

"Cukup! Cukup sudah, Mas. Aku muak denganmu, aku tahu seorang pezina, tapi aku tak mengira bahwa kau tega melakukan ini semua padaku! Demi Allah aku tak ikhlas, aku tak rido'! Huhuhu," kata Sifa sambil menangis pilu sambil tangannya memukul dadanya yang terasa sesak karena sakit hati yang dia rasakan.

Mulki langsung berdiri memegangi kakaknya yang hampir saja terjatuh. Sifa langsung lemas seketik setelah berteriak, dia merasa sedikit sakit di bagian perut bawahnya. Abah Furqon segera menggeret kursi, Mulki memapah kakaknya duduk di sana.

"Astaghfirullahaladzim," kata Rio mengusap wajahnya gusar.

"Abah aku sakit, Bah. Sakit hatiku," ujar Sifa.

"Istighfar kau, Dek," perintah Rio.

"Tak usah menyuruhku!" bentak Sifa.

"Astagfirulloh," gumam Sifa pelan.

Amarah Sifa sudah menguasai hatinya. Sifa takut terjadi apa-apa dengan rumah tangganya seperti dulu. Semua terdiam sekarang.

"Kenapa kau menyusul ke sini, Nduk? Abah benar-benar tak mengira kau senekat ini," ujar Abah Furqon.

"Kenapa, Bah? Kenapa? Apa kalian ingin menyembunyikan fakta ini dariku? Apa karena kalian sama-sama lelaki lalu membenarkan hal ini terjadi? Demi Allah saat ini Sifa merasa dikhianati dan dicurangi oleh kalian," jawab Sifa.

"Astagfirullah, Nduk. Nyebut! Istighfar, jangan biarkan setan menguasai hatimu, Nduk. Kau salah paham, tidak semuanya seperti itu sebenarnya! Ingat dan eling semuanya jangan amarah menguasai mu, istighfar, istighfar, istighfar!" terang Abah Furqon.

"Lalu apa, Bah? Sekarang Sifa sudah melihat sendiri, mendengar dengan telinga, Sifa melihat dengan kedua mata kepala Sifa dan di depan Sifa. Akan beralasan apalagi kali ini kau, Mas?" tanya Sifa setengah menyindirnya.

"Kau salah paham, Mbak," kata Mulki.

Mulki menghela nafasnya panjang. Masalah ini tak bisa di biarkan larut dalam masalah. Ini karena makin di biarkan makan akan makin berlarut. Masalah ini harus di selesaikan sekarang coba. Mulki terdiam dan mencoba mencari solusi sekarang.

"Mas Rio sekarang bisakah kau memanggil wanita itu kemari?" tanya Mulki pada Rio.

"Entahlah, Dek. Aku tak tahu, karena dia jarang sekali mau diajak berhubungan setelah kami berpisah. Aku tak bisa bebas menghubunginya lagi," jawab Rio.

"Kau panggil wanita itu, Mas. Entah bagaimanapun caranya tapi yang jelas kita tak bisa membiarkan masalah ini terus berlarut. Lihatlah kondisi Mbak Sifa sekarang. Kasihan kakakku, dia sudah mencoba bersabar dan menahannya tetapi tak bisa. Kini semua sudah saling tahu, lalu di sini yang menjadi korban adalah kakakku dan wanita itu. Jadi masalah ini harus selesai hari ini juga," pesan Mulki.

"Mbak," panggil Mulki. Sifa menoleh.

"Dengarkan Mulki sekarang, Mbak. Kau percaya kan padaku?" tanya Mulki. Sifa menganggukkan kepalanya.

"Alhamdulillah kalau begitu. Mbak, bukan Mulki membela wanita itu tidak. Tetapi kita realistis saja di sini wanita itu pun menjadi korban dari suamimu dan kau juga. Kalian sama-sama korbannya, tak adil. Kalau hanya menyalahkan satu sisi saja, kita harus mendengar klarifikasi dari wanita itu juga, agar kau percaya," sambung Mulki.

"Mulki bicara begini, bukan berarti Mulki membela wanita itu. Tapi karena Mulki sudah tahu apa alasan wanita itu dan Mbak Sifa tak akan percayakan juga jika tidak mendengarnya sendiri," lanjutnya. 

"Tapi aku tak yakin wanita itu mau menemui kita," kata Rio.

"Gendhis bukanlah wanita seperti itu," lanjutnya.

"Coba telepon dulu, kalau tidak di coba mana mungkin kita tahu," kata Mulki.

"Di sini kau bisa memulainya, harusnya kau juga bisa mengakhiri semuanya, Mas!" bentak Sifa.

Rio pun menganggukkan kepala dengan pasrah. Dia mencoba menelepon Gendis. Untung saja telepon pertama sudah diangkat.

"Halo ada apa lagi? Kenapa kau terus mengangguku? Kurang puas kau menjebakku kemarin?" cerca Gendhis.

"Apa yang perlu di bicarakan? Kau tak usah menggangguku," kata Gendis dengan ketus.

"Kau di mana? Apakah kita bisa bertemu? Ada hal yang ingin aku bicarakan dan ini sifatnya penting. Kita harus segera bertemu," pinta Rio.

"Please Gendis, untuk sekali Ini saja," sambung Rio.

"Gendhis dengarkan aku, aku hanya ingin membuat perjanjian denganmu," bujuknya.

"Perjanjian apalagi?" tanya Gendhis mulai tertarik.

"Kita harus bertemu, perjanjian ini tak bisa aku katakan secara langsung. Intinya begini, bukankah kau seringkali memintaku untuk bertanggung jawab secara perdata tentang anak itu? Apakah kau benar-benar yakin tak ingin mendengarnya? Aku tak ingin menjelaskannya lewat telepon, tapi aku ingin berdamai untuk hal itu," jawab Rio.

"Aku hanya ingin bertemu," kata Rio.

Mendengar ucapan Rio itu pun luluh hati Gendhis. Dia berpikir Rio mungkin tersentuh dan akan memikirkan Kaia. Sebagai seorang Ibu nalarnya luluh sudah.

"Baiklah kalau begitu. Kita bertemu di mana?" tanya Gendhis.

"Terserahmu, kita bertemu di dekatmu saja. Kau ada di mana sekarang?" tanya Rio.

"kebetulan aku sedang ada di Ponorogo. Kebetulan aku akan menyelesaikan beberapa urusan administratif dulu," jelas Gendhis.

"Baiklah kalau begitu, aku akan menunggumu. kau tak lama kan?" tanya Rio untuk memastikan dia memang tak ingin ada dusta diantara mereka dan seolah-olah Rio lah yang kamuflase semuanya.

"Tidak mungkin, tapi aku juga tak tahu. Kita bisa bertemu sekitar sepuluh menit lagi bagaimana? Kau tak menjebakku kali ini?" selidik Gendhis.

"Tidak, Baby. Apakah kau tak percaya padaku?" kilah Rio reflek Rio memanggil Gendis dengan ucapan baby yang ternyata membuat Sifa semakin sakit hati.

"Baiklah di mana cafe nya kau kirim kan saja padaku. Aku akan mengabari jika urusanku selesai," sahut Gendhis.

"Aku akan menunggumu di sana saya," ujar Rio mematikan telponnya. Baru saja Rio meletakkan HP nya, dia menyadari tatapan tajam dari arah samping yaitu istrinya.

"Harus ya dengan panggilan Baby? Baby ata Babi? Hahaha," tanya Sifa. Sontak perkataan Sifa membuat Mulki menahan senyumnya .

"Kau ingin dia tak curiga kan? Apa yang bisa ku lakukan jika bukan bersandiwara seolah tak terjadi apapun. Sekarang kau sudah mendengar sendiri kan," jawab Rio. Mulki menganggukkan kepalanya.

"Lalu apa yang akan kau lakukan? Bah, maaf ya jika ucapan saya akan menyinggung. Sifa maaf aku tidak berniat membohongimu saja. Tapi jujur saja sikapmu ini membuatku kecewa," kata Rio.

"Apa maksudmu, Mas?" tanya Sifa

APA MAKSUD RIO?

BERSAMBUNG

Season 1 Selir Kesayangan Suamiku  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status