AKU LELAH! AKU MENYERAH, MULKI!
"Ibumu kan belum datang, tapi aku harus mengajar santri. Sekarang aku bertanya padamu dan kau tak perlu sungkan menjawabnya. Hanya ada dua pilihannya, jika memang kau membutuhkanku maka aku akan segera menelepon Abah ku, aku akan mengatakan padanya aku tidak bisa mengajar hari ini, dan aku akan menemanimu. Karena Ibumu juga belum datang dan aku tak tega meninggalkanmu sendiri. Atau..." "Pergilah," kata Gendhis. "Tidak! Jika kau tak sanggup tak apa-apa, Gendis. Kau boleh kok berkata lelah, kau boleh bersikap tak tegar, kau boleh mengeluh, kau boleh mengatakan bahwa kau membutuhkan sandaran dan aku bisa memberikannya untukmu. Jangan berpura-pura kuat, jangan bersikap sok tegar. Sampai kapan kau akan begini? Apakah kau akan selamanya membohongi perasaanmu sendiri dan berkata seolah-olah itu tidak apa-apa, padahal keputusan mu dan kondisi mu berat juga. Jika seperti ini terus mentalmu yang kena, Gendhis," jelas Mulki.KAU DATANG DI WAKTU YANG TAK TEPAT, MULKI! "Ck! Kau masih saja egois, Gendhis. Tak masalah aku akan menemanimu di sini, anak-anak memiliki banyak guru pengganti. Sedangkan kau di sini? Hanya sediri dan tidak ada yang menemani," kat Mulki. Gendhis pun hanya menganggukkan kepalanya. Dia segera pergi keluar lalu pergi ke mushola, sambil menunggu adzan Mulki menelpon Abah nya dulu. "Halo assalamualaikum, Bah," "Waalaikumsalam, ada apa Mulki?" tanya Abah Furqon. "Abah belum membalas pesan Mulki ya?" tanya Mulki. "Maaf, Le. Abah tadi masih menyusun materi. Ada apa?" sahut Abah Mulki. "Bah, nanti Mulki tak bisa mengajar. Karena ternyata temanku kondisinya lumayan parah, Bah. Dia harus menjaganya sendiri, karena yang di tunggu sedang berada di rawat di ICU," jelas Mulki. "Innalillahi wa innailaihi rojiun," gumam Abah Furqon masih terdengar di telpon meskipun lirih. "Karena sang Ibu masih pulang untuk mengambil p
KENAPA LELAKI ITU HARUS KAU? "KAU DATANG PADAKU TAK TEPAT WAKTU, MULKI," batin Gendhis. Mulki segera pergi ke mushola setelah memberikan kabar kepada Rio dan Abah nya. Dia menghabiskan waktu salat Maghrib sekalian salat isya terus bermunajat kepada Allah. Jujur saja kali ini Mulki lebih menyampaikan segala keluh kesah yang dirasakannya. Perasaan yang tak pernah dimiliki untuk wanita lain termasuk Maulida Maesaroh. Wanita yang lebih di sukai oleh Uminya. Wanita yang di gadang- gadang menjadi sosok pendamping yang cocok bagi Mulki. Sekarang entah mengapa dia merasa Gendis adalah wanita yang istimewa di mata Mulki. Bagaimana tidak, dia seorang wanita namun melakukan semua demi anak. Meskipun dia pernah melakukan kesalahan dengan kakak iparnya sendiri, namun Mulki menaruh hati padanya, dia merasa ingin melindungi Gendhis. Sakit hatinya melihat Gendhis seperti ini. Namun di satu sisi dia juga bingung, bagaimana cara mengatakan semua perasaan ini kepada Abahn
KEPERGIAN KAI "Lancang sekali dirimu," ujar Gendhis. "Pilihannya hanya dua, makan sendiri atau aku menyuapi mu? Hanya Itu pilihannya," perintah Mulki. Gendhis terdiam, ada rasa panas yang menjalar entah apa. Perasaannya kali ini dia benar-benar menemukan sosok Rio di diri Mulki, Rio yang selalu memaksanya melakukan sesuatu demi kebaikannya sendiri. Hal itu membuat Gendis tambah sakit, mengingat Kai pun ada karena Rio. Tak terasa air matanya menetes mengingat semua kenangannya dengan Rio. "Sudah jangan menangis lagi. Memang enak makan sambil menangis itu? Akan tambah menyesakkan. Ayo sini makan," ajak Mulki. Mulki membuka Styrofoam yang berisi nasi goreng itu dan menyerahkan pada Gendhis. "Kamu harus makan separuhnya ya? Kau mau?" tanya Gendis. "Aku tak akan habis," ucap Mulki. "Boleh! Taruh sana saja tapi, sisihkan di bagian lain. Mana enak makan di campur- campur," ucap Mulki. "Oh ya aku membelikanmu ju
IBU YANG KEHILANGAN ANAKNYA Mulki langsung menyimpan Hp nya. Dia memegang erat tangan Gendhis dan mencoba menyadarkan wanita itu. "Gendhis bangunlah. Kasihan Kai! Ayok kita urus sama- sama Kai. Kau dan aku, aku tak akan meninggalkanmu," bisik Mulki. "Mulki," panggil Gendhis dengan tatapan kosong. "Apakah ini mimpi? Atau kenyataan? Anakku mati dan sekarang aku ada di pelukanmu. Jika memang ini mimpi bangunkan aku, Mulki. Tolong bangunkan aku, rasanya baru setahun lalu ketika Tuhan menghadirkan Kai di dalam rahim ku selama sembilan bulan lamanya. Kau tahu Mulki? Aku saat itu hanya memiliki Kai saja, kami menghabiskan banyak waktu bersama dan hanya berdua. Semua kami lewati dengan Kai lah harapanku satu- satunya, rasa bahagia dan deraian air mata. Jantung ku dan Kai yang bersahutan seiring dengan semua tendangan Kai dalam perutku membuatku yakin bahwa dunia harus baik- baik saja demi cinta ku pada Kai. Sentuhan halus di tangan Kai membuatku sadar
KABAR UNTUK ABAH DAN KECURIGAAN RIO "Nah ibumu sudah aku telepon tadi, dia sekarang sudah ada di rumah mungkin. Ibumu sekarang sedang mempersiapkan semuanya yang di perlukan untuk memakamkan Kai, jadi aku mohon padamu dan aku minta satu hal, jangan menangis lagi ya! Jangan ada air mata lagi," pinta Mulki. "Baiklah. Tapi Mulki bolehkan aku meminta satu hal padamu saat pemakaman anakku nanti?" tanya Gendhis. Mulki menganggukkan kepalanya. "Jangan sampaikan ini semua kepada Mas Rio ya atau keluargamu, Mulki. Wa Allah i, aku tak rela. Aku mohon, aku tak ingin dia tahu. Aku tak ingin dia membuatku merasa bersalah dan menyalahkan aku, aku juga tak ingin keluargamu mengolok ku dan tertawa senang atas penderitaanku ini, ya meskipun aku tahu keluargamu tidak begitu. Kau tahu sendiri kan lebih banyak orang yang senang dari pada berduka di balik musibah yang menimpa seseorang," ucap Gendhis. "Bukankah Rio orang yang menyayangimu, Gendhis? Akankah dia juga bersikap sama?" tanya Mulki. Gendhi
SIAPA YANG TAK BETAH JIKA DI LAYANI? "Bah, jika di izinkan Mulki akan menginap di sini. Jenazah akan di makamkan besok pagi. Bolehkan, Bah?" izin Mulki. "Sebenarnya siapa dia, Le?" tanya Abah Furqon. "Teman, Bah. Bah, Mulki pamit dulu ya. Nanti akan Mulki jelaskan ketika pulang ke rumah, Bah," ujar Mulki. "Kau hutang penjelasan pada Abah dan Umi, Le," sahut Abah Furqon. 'Tut' telpon di matikan. Mulki menghela nafas panjang, dia melihat ke arah Gendhis. Entah apa yang akan di sampaikan ya kepada Abah dan Uminya nanti. Mulki mengurut keningnya yang tiba- tiba berkedut. Dia melihat beberapa orang masuk ke dalam rumah melakukan upacara kematian selanjutnya yaitu kutug-kutug dengan membakar kemenyan atau garam menggunakan tangkai batang padi, sembari membaca mantra yang dinilai mampu menghubungkan arwah leluhur dengan seseorang yang telah meninggal dunia. "Tidurlah di kamarku," perintah Gendhis menghampiri Mulki. Mulki pun menganggukkan kepalanya, dia memilih untuk membaringkan tub
APA KAU MELAKUKAN INI PADA SEMUA WANITA? "Kau mau kerupuk?" tanya Gendhis. "Boleh," jawab Mulki. Gendhis kemudian mengambil kerupuk dan menyodorkannya di hadapan Mulki setelah membukanya. Mulki tersenyum, dia paham sekarang apa yang membuat Rio tergila- gila dengan wanita ini. Gendhis memiliki love language yang unik, karena melayani dan bentuk sentuhan. Membuat lelaki selalu merasa di butuhkan olehnya, di raja kan olehnya. Love language itu adalah dari lima bahasa cinta yang dapat kita terapkan dalam sebuah hubungan. Bahasa cinta sebagai ungkapan dan cara menunjukkan rasa sayang pada pasangan dengan tepat sesuai dengan apa yang mereka ekspektasi kan tanpa perlu menerka-nerka. Apakah mereka akan suka dan nyaman dengan perlakuan kita. Manfaat dari penggunaan bahasa cinta untuk mengekspresikan rasa cinta dan kasih sayang adalah membantu memahami bagaimana cara kita dan juga pasangan dalam mengekspresikan kasih sayang. Kemudian juga memahami bagaimana ekspresi cinta kita dan pasangan
PINGSAN Sentuhan fisik merupakan cara yang paling nyata dan langsung bisa dirasakan oleh pasangan. Selama hal tersebut dilakukan atas dasar cinta dan sayang, sebuah sentuhan fisik dapat menjadi cara yang paling efektif dari love language. Bahasa cinta yang satu ini sangat menenangkan dan meyakinkan. "Apakah kau melakukan ini pada semua wanita?" tanya Gendhis penuh selidik. "Apakah aku semurah itu?" sahut Mulki dengan tengilnya. Dia mencoba menetralisir semua rasa yang bergejolak di dada nya. Mereka langsung terdiam, Mulki menghabiskan makanan yang ada di piring. Gendhis hanya menemaninya saja, sambil mengaduk makanannya. Mulki melirik dan tersenyum, dia baru menyadari Gendhis hanya mengisi sedikit piring itu. Dia memang sengaja hanya menemani Mulki makan tanpa berniat untuk makan. Setelah selesai makan, Mulki meneguk air dalam gelasnya sampai tandas. "Alhamdulillah!" Tanpa banyak bicara Gendhis langsung membereskan semua bekas makan Mulki. Setelah itu dia kembali duduk di sampi