Setelah Keina dan Adrian pergi, Alden segera melesat masuk ke kamar hotel tempat Shiren berada. Dengan cepat Alden menerjang Shiren, memojokkan tubuhnya hingga ke tembok.Alden mencengkram leher Shiren dengan kasar."Apa yang telah kau lakukan?""Alden sakit!""Apa yang telah kau lakukan sebenarnya? Kau ingin menghancurkan aku, begitu?""Apa maksudmu, aku ingin kita bersama. Sekarang tidak ada lagi yang akan memisahkan kita, Keina pasti akan mundur.""Brengsek kau, Shiren!""Bunuh saja aku, aku tidak perduli. Lebih baik aku mati daripada aku tidak bisa bersama denganmu."Mata Alden seketika melebar mendengar ucapan Shiren yang tegak menantang. Percuma saja Shiren Athalia sudah teramat terobsesi padanya. Alden melepaskan cengkramannya lalu berteriak dengan frustasi, "Arghh!"Selesai sudah semuanya, kali ini Keina pasti tidak akan memaafkannya.Shiren segera mendekat ke arah Alden lalu menepuk bahunya, "Tenanglah Sayang, masih ada aku di sini."Alden menepis tangan Shiren dengan kuat, t
Handika terperangah mendengar ucapan Adrian, ia menarik kerah jas Adrian dengan cepat, "Jangan main-main dengan saya, kamu kira saya akan mempercayainya? Alden tidak mungkin melakukan hal itu. Dia... Dia sangat mencintai Keina," balasnya tidak yakin.Dengan perlahan Adrian terlihat melepaskan tangan Handika dari bahunya."Saya ada tepat di samping Keina saat itu terjadi. Jika Anda tidak percaya, tidak apa-apa. Tapi, tidakkah Anda berpikir kenapa Keina malah meminta saya menghubungi kalian terlebih dulu dibanding dengan suaminya sendiri?"Handika dan Tiana terlihat tertegun mendengar penuturan Adrian. Seolah menghubungkan segala kemungkinan yang tengah dikatakan oleh Adrian saat ini."Jika masih tidak mempercayainya, Anda berdua bisa bertanya pada menantu Anda saat ia datang kemari. Cepat atau lambat, kabar ini pasti akan sampai di telinganya." putus Adrian dengan percaya diri.Adrian terlihat meninggalkan kedua orang tua Keina, meski ia merasa tidak tega, tapi mereka harus tahu kebenar
"Benar." balas Alden dengan lirih."Apa?""Semua itu benar, Keina masuk rumah sakit karena aku, tapi sungguh ini hanya salah paham, Pa, Ma. Aku sama sekali tidak mengerti kenapa aku dan Shiren ada di sana,"Handika dan Tiana terlihat sangat terkejut. Tiana memegangi dadanya, merasa sangat kecewa dengan penuturan Alden."Jadi, kamu mengkhianati Keina karena wanita itu lagi?" tanya Tiana dengan suara serak. Air matanya meleleh ke area pipinya, merasa tidak percaya dengan penuturan Alden."Tidak Ma, ini hanya salah paham."Geram dengan menantunya, Handika mendorong tubuh Alden, "Pergi kamu dari sini!""Pa, maafkan Alden, Pa.""Pergi kamu! Saya benar-benar menyesal telah menjodohkan anak saya dengan pria brengsek seperti kamu."Alden menggelengkan kepalanya dengan kuat, tubuhnya melemas seketika mendengar perkataan Handika, "Tidak, jangan Pa. Papa boleh membenci Alden, tapi izinkan Alden berada di sini untuk menemani Keina." ucapnya dengan nada memohon."Pergi, saya tidak mau melihat waja
Tangan Reymand yang sedang menahan Alden seketika melonggar mendengar ucapan puteranya."Apa maksud kamu? Keina masuk rumah sakit?""Ya, dia masuk rumah sakit karena Daniel telah menjebakku ke suatu hotel bersama Shiren Athalia. Dia telah merencanakan semuanya." Jelas Alden dengan geram.Reymand terlihat terperangah mendengar ucapan Alden, ia menatap ke arah Daniel yang perlahan bangkit."Sedari tadi aku bertanya apa kesalahanku, ternyata kau sedang mengarang cerita sekarang, Adik. Aku sama sekali tidak mengerti kenapa kau malah memfitnahku seperti ini."Mata Alden seketika melebar mendengar ucapan Daniel, "Mengarang cerita? Fitnah?" geramnya dengan penuh amarah.Daniel terlihat membersihkan mulut dan hidungnya, bahkan hidungnya yang mengeluarkan darah segar karena ulah Alden, "Apa ada buktinya? Bukti yang mengarahkan aku melakukannya?""Kau jelas-jelas bertemu denganku kemarin!" sergah Alden dengan cepat."Daniel terus bersamaku sejak kemarin, kami mengajak Baron jalan-jalan hari itu
Laden segera maju mendengar teriakan murka Handika, meski ayah mertuanya terlihat sangat marah, ia harus bisa menghadapinya."Aku suaminya Pa, aku harus berada di sini.""Kami juga harus berada di sini." timpal Reymand."Suami? Suami macam apa yang membuat istrinya terluka seperti ini?" sinis Tiana. Tidak ada lagi keramahtamahan di matanya yang selalu bersinar cerah. Tiana yang selalu bersikap lembut pada Audrey dan juga Reymand sekarang terlihat keras dan tidak tersentuh."Satu-satunya penyesalanku di dunia ini adalah menjodohkan Alden dan juga Keina." Lirih Handika.Alden terlihat sangat terkejut, bahkan Handika merasa menyesal menjadikan dirinya menantu mereka. Kekecewaan sangat besar hingga tidak bisa menerima Alden kembali."Aku tidak ingin bertengkar dengan kalian, jadi sebaiknya kalian bawa Alden menjauh dari Keina.""Aku mohon Handika, tolong." Lirih ayahnya lemah.Bruugh...Seluruh orang di sana terlihat terkejut saat Audrey menjatuhkan dirinya di hadapan Tiana dan juga Handi
Selama beberapa jam Alden sama sekali tidak dapat berhenti gelisah. Ia terus menunggui proses pembiusan Keina yang masih berlangsung selama beberapa jam. Tidak ada satupun dari anggota keluarga yang ada di sana mengangkat wajahnya. Semuanya tertunduk lesu menunggu hingga Adrian mempersilahkan mereka untuk melihat kondisi Keina.Alden memutar tangannya dengan gusar. Sebenarnya ia menginginkan Keina untuk segera sadar, tapi ia tidak siap dengan respon Keina jika mengetahui bayi mereka sudah tiada."Keina sudah sadar. Silahkan jika ada yang ingin melihat keadaannya, tapi tidak bisa bersamaan. Hanya beberapa orang saja yang boleh masuk," ucap Adrian setelah keluar dari ruangan Keina.Tiana dan Handika maju secara bersamaan. Sebelum benar-benar masuk ke dalam ruang rawat Keina, Handika terlihat membalikkan tubuhnya lalu menepuk pundak Alden."Kamu boleh masuk, Alden."Secercah angin segar seolah menerpa wajah Alden saat mendengar ucapan Handika. Sementara Tiana memilih membuang wajah, terl
"Apa maksud kamu Keina?" Alden menggelengkan kepalanya beberapa kali mendengar kalimat yang diucapkan oleh Keina. Kalimat yang tidak pernah ia ingin dengar kembali setelah malam terkutuk itu kembali terungkap. Raut wajah Keina yang terlihat tegas disana seolah merobek sudut hatinya."Aku tidak akan mendengar perkataanmu, aku anggap kau tidak mengatakan apapun hari ini." Ucap Alden berusaha menolak fakta yang ia terima, ia mencoba bangkit berdiri, lebih baik ia meninggalkan Keina saat ini.Sebelum benar-benar pergi dari ruangan Keina, Alden membalikkan tubuhnya, "Mungkin kau butuh waktu sendiri. Aku ada di depan jika kau membutuhkanku," ujar Alden dengan suaranya yang mulai bergetar. Kata-kata Keina sebelumnya begitu menyayat hatinya. Tidak, ia tidak mau melepaskan Keina begitu saja disaat hatinya membutuhkan wanita itu."Aku tidak bahagia menikah denganmu!"Langkah Alden yang hendak keluar dari sana terhenti saat mendengar ucapan Keina. Seluruh perasaannya lebur tak bersisa mendengar
"Kamu tidak jadi menemui Keina?" ujar Tiana saat melihat Alden yang kembali keluar dari ruangan Keina.Alden terlihat menggeleng mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Tiana, "Sepertinya Adrian sudah berhasil membujuk Keina, Ma,""Nak Adrian berhasil membujuk Keina? Baguslah, sepertinya Nak Adrian lebih baik dari suami yang hanya bisa menyakiti hati istrinya."Alden mengulas senyuman tipis mendengar cibiran yang diberikan Tiana, ia mencoba maklum sepertinya Tiana masih menyimpan amarahnya kepada Alden karena insiden kemarin."Alden akan datang besok disaat Keina akan dipulangkan ke rumah,"Tiana hanya menganggukkan kepalanya mendengar penuturan Alden. Saat Alden hendak menyalami dirinya, Tiana terlihat memalingkan wajah.Alden menghela nafasnya panjang mendapati sikap dingin Tiana. Ini adalah kesalahannya, jadi ia harus bersabar jika sikap Tiana berbanding terbalik dengan biasanya."Kalau begitu Alden permisi,"Tiana terlihat menghela nafasnya panjang saat sang menantu beranjak pergi