"Baiklah, aku akan masuk, Alden Syarakar."Alden mengulas senyumnya dengan lega saat mendengar jawaban Keina, meski harus menjalani perdebatan yang panjang dan alot, akhirnya Keina mau masuk ke dalam mobilnya. Alden membuka pintu mobilnya, namun melihat Keina yang kesusahan berjalan, Alden mencoba membantu. Tapi lagi-lagi Keina menolak bantuannya dan memilih menunggu Tiana untuk membantunya."Biar ku bantu,""Tidak, terimakasih."Alden hanya bisa menghela nafas, Keina benar-benar tidak ingin bergantung padanya lagi apapun yang terjadi.Setelah keduanya masuk ke dalam, Alden segera menjalan mobilnya. Tidak ada percakapan yang terdengar dari dalam mobil, semua sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Dari balik kemudi, Alden melirik ke arah Keina yang memilih membuang pandangannya ke arah jalan. Helaan nafas panjang kembali Alden keluarkan, ia harus bagaimana menghadapi Keina Nayara yang bersikap sangat dingin terhadapnya seperti ini?Setelah sampai di depan rumah, lagi-lagi Keina memil
"Baiklah jika itu yang kau inginkan Keina, aku akan membebaskanmu, Keina, aku akan mengurus perceraian kita. Tapi akan ku lakukan semuanya ketika keadaanmu. Hanya ketika kau benar-benar puluh."Keina tertegun saat mendengar balasan Alden setelah ia mendesaknya untuk bercerai. Ia tidak menyangka jika Alden akan mengiyakan perkataannya begitu saja. Hatinya berdenyut dengan nyeri mengetahui hal ini. Padahal ia yang meminta mereka untuk berpisah, tapi anehnya hatinya yang merasa sakit.Saat Alden mulai membalikkan tubuhnya, saat itu pula netranya mulai membayang oleh air mata yang kini menggenang. Dan saat bayangan Alden tidak lagi terlihat, seluruh pertahanan yang ia bangun runtuh seketika.Keina mulai menangis dengan hebat. Ia tersedu-sedu memukul dadanya yang terasa sangat nyeri.Bodoh! Bodoh sekali! Kenapa ia meminta bercerai jika dia akan merasa sakit seperti ini?Karena Alden... Sebenarnya tidak menginginkannya? Karena Alden tidak pernah memiliki perasaan cinta kepada Keina? Apa Ald
"Terimakasih kamu sudah datang Alden, Mama tidak tahu lagi apa yang harus Mama lakukan. Sejak kemarin Keina sama sekali menolak makan kembali. Apa terjadi sesuatu dengan kalian tempo hari?"Alden menghela nafasnya panjang saat mendengar penuturan Tiana di hadapannya saat ini. Tiana yang kemarin terlihat sangat dingin, kini menunjukkan sikap yang lebih ramah terhadap Alden. Sepertinya karena keadaan Keina, Tiana menekan egonya sendiri.Alden menatap kamar Keina yang masih tertutup lalu mendesah dengan berat. Apa Keina masih menginginkan perceraian mereka hingga bersikap merajuk seperti ini?"Kamu bisa membujuk Keina, bukan? Mama sangat cemas, dia bahkan tidak mau keluar dari kamarnya kecuali untuk buang air.""Mama bisa mengambil sedikit nasi untuk Alden bawa? Alden tidak bisa berjanji, tapi Alden akan berusaha."Tiana segera mengangguk lalu beranjak meninggalkan Alden. Beberapa menit kemudian Tiana kembali ke arahnya lalu memberikan piring yang ia bawa.Awalnya ia pikir ia akan menghi
"Kalian akan bercerai? Lagi? Jangan gegabah Alden!"Alden menghela nafasnya panjang mendengar ucapan Tiana, "Keina sudah tidak mau melihatku, apa lagi yang bisa aku harapkan? Setiap kali melihatku, dia selalu menangis. Mungkin lebih baik kita bercerai.""Tapi Alden–""Ini keputusan kami, Ma. Aku harap Mama bisa menghargai semuanya dan tidak lagi mengungkit ini. Mungkin sedari awal pernikahan ini sudah seharusnya berakhir agar Keina tidak menderita seperti ini."Meski Alden berkata seperti itu, Audrey sangat tahu bahwa perasaan Alden sama sekali tidak baik. Langkahnya yang gontai yang berjalan ke arah kamar membuat Audrey yakin bahwa Alden sama sekali tidak menginginkan perceraian. Tidak seperti itu, Alden terlihat sangat frustasi menghadapi keinginan bercerai Keina kali ini. Alden sudah sangat mencintai Keina.Tidak, tidak bisa. Ia harus melakukan sesuatu, ia tidak bisa diam saja melihat mereka kembali bercerai. Tapi, bagaimana caranya agar mereka bisa berbaikan kembali dan mengurung
Keina menelungkupkan wajahnya di atas lutut saat menyadari bahwa hari sudah menjelang siang. Meski masih ada kesedihan yang menggantung di wajahnya, Keina mencoba bangkit di sela-sela kerapuhannya. Sedikit demi sedikit Keina mulai menyuapkan makanan yang diberikan oleh ibunya saat ini. Ia tidak mau ibunya kembali memanggil Alden dan membuat perasaannya menjadi semakin rumit.Sudah dua hari ini Alden tidak datang. Entah karena perkataan Keina tempo lalu atau karena ia sendiri sudah bosan membujuk Keina. Keina tidak tahu dan Keina tidak ingin mencari tahu.Sudahlah, lagipula mereka akan bercerai. Itu sudah merupakan keputusan terakhirnya. Meski nanti ia akan merindukan sosok Alden di kehidupannya, tapi Keina tidak akan menyesal. Ia sudah melakukan hal yang tepat dengan melepaskan Alden. Mereka hanya akan saling melukai jika masih terus bersama.Namun, saat Alden bahkan tidak datang hari ini, bagian di dalam sudut hatinya merasakan kehampaan. Padahal baru dua hari ini Alden tidak datang,
Alden harus merelakannya. Meski dia sudah memberikan izin kepada Adrian untuk mendekati Keina, namun hatinya tetap tidak bisa berbohong.Melihat Keina yang menangis di pelukan Adrian saat ini membuat Alden merasa sesak di dalam dadanya semakin meningkat. Awalnya Alden hanya ingin melihat keadaan Keina ketika sudah dua hari lepas mereka tidak bertemu, namun bayangan Keina yang memasuki mobil Adrian tepat sebelum ia masuk membuat Alden mengurungkan niat. Seharusnya Alden tidak mengikuti mereka hingga harus berakhir disini menelan pahit perasaannya sendiri.Alden menghela nafasnya berat lalu menyalakan mesin mobilnya. Keina sudah memiliki pelindungnya sendiri, untuk apa ia cemas? Adrian adalah pria yang tepat untuk berada di samping Keina. Meski hatinya teramat kacau, Alden menginjak pedal gas lalu mobilnya beranjak dari sana.Bukankah titik tertinggi dalam mencintai itu adalah merelakan seseorang yang kita cintai bersama dengan orang lain?****Audrey mengetuk pintu rumah Keina di hadapa
Alden tidak dapat mengendalikan pikirannya. Perasannya begitu kacau dengan seluruh rencana perceraian yang Keina inginkan. Ada yang menghantam sudut hatinya saat teringat bayangan Adrian dan juga Keina di pemakaman tadi. Ia merasa tidak senang dengan pemandangan itu, tapi apa yang bisa ia lakukan? Ia tidak berdaya dengan seluruh keadaan ini.Maka dari itu, alih-alih kembali menjalankan mobilnya ke arah rumah utama Keluarga Syarakar, Alden malah membelokkan kendaraan itu ke arah suatu bar.Alden segera duduk di sana, ia menghela nafasnya dengan berat lalu duduk disana. Alden segera mengangkat tangan, meminta salah satu penjaja minuman disana menghampirinya."Ada yang bisa saya bantu, Pak?""Berikan minuman dengan kadar alkohol paling tinggi?""Anda yakin, Pak?" Tanya pramusaji itu dengan ragu."Berikan saja, aku butuh sesuatu yang bisa membuat pikiranku beku."Pramusaji itu mengangguk lalu kembali membawakan pesanan yang Alden inginkan. Dengan cepat, Alden menuang minuman itu ke dalam
Apa yang sudah ia dengarkan barusanTangan Keina gemetar setelah mematikan panggilannya kepada Alden saat ini. Apa itu... Apa itu suara Shiren? Apa Alden dan Shiren sedang bercinta?Padahal tadinya Keina ingin bertemu dengan Alden dan membicarakan tentang rencana perceraian mereka. Ia mencoba memikirkan kembali dan merubah pikirannya, namun apa yang ia dengarkan ini membuat nafasnya kembali terasa sesak? Alden malah menemui Shiren Athalia di saat pernikahan mereka berada di ujung tanduk."Hah... Hah..."Keina mencoba menarik nafas, mencari oksigen yang terasa sangat menipis. Ada apa dengannya? Kenapa dadanya terasa sangat sesak?Langkah Keina terhuyung, merasakan kepalanya yang terasa berputar-putar, nafasnya terasa sangat sesak mengingat suara-suara menjijikkan itu. Dua kali, dua kali Alden Syarakar melukainya sedalam ini. Mendengar bahwa Shiren dan Alden sedang bercinta sekarang membuat Keina kehilangan caranya bernafas.Praang!Langkah Keina yang terhuyung membuat pot bunga yang be