Tangan Reymand yang sedang menahan Alden seketika melonggar mendengar ucapan puteranya."Apa maksud kamu? Keina masuk rumah sakit?""Ya, dia masuk rumah sakit karena Daniel telah menjebakku ke suatu hotel bersama Shiren Athalia. Dia telah merencanakan semuanya." Jelas Alden dengan geram.Reymand terlihat terperangah mendengar ucapan Alden, ia menatap ke arah Daniel yang perlahan bangkit."Sedari tadi aku bertanya apa kesalahanku, ternyata kau sedang mengarang cerita sekarang, Adik. Aku sama sekali tidak mengerti kenapa kau malah memfitnahku seperti ini."Mata Alden seketika melebar mendengar ucapan Daniel, "Mengarang cerita? Fitnah?" geramnya dengan penuh amarah.Daniel terlihat membersihkan mulut dan hidungnya, bahkan hidungnya yang mengeluarkan darah segar karena ulah Alden, "Apa ada buktinya? Bukti yang mengarahkan aku melakukannya?""Kau jelas-jelas bertemu denganku kemarin!" sergah Alden dengan cepat."Daniel terus bersamaku sejak kemarin, kami mengajak Baron jalan-jalan hari itu
Laden segera maju mendengar teriakan murka Handika, meski ayah mertuanya terlihat sangat marah, ia harus bisa menghadapinya."Aku suaminya Pa, aku harus berada di sini.""Kami juga harus berada di sini." timpal Reymand."Suami? Suami macam apa yang membuat istrinya terluka seperti ini?" sinis Tiana. Tidak ada lagi keramahtamahan di matanya yang selalu bersinar cerah. Tiana yang selalu bersikap lembut pada Audrey dan juga Reymand sekarang terlihat keras dan tidak tersentuh."Satu-satunya penyesalanku di dunia ini adalah menjodohkan Alden dan juga Keina." Lirih Handika.Alden terlihat sangat terkejut, bahkan Handika merasa menyesal menjadikan dirinya menantu mereka. Kekecewaan sangat besar hingga tidak bisa menerima Alden kembali."Aku tidak ingin bertengkar dengan kalian, jadi sebaiknya kalian bawa Alden menjauh dari Keina.""Aku mohon Handika, tolong." Lirih ayahnya lemah.Bruugh...Seluruh orang di sana terlihat terkejut saat Audrey menjatuhkan dirinya di hadapan Tiana dan juga Handi
Selama beberapa jam Alden sama sekali tidak dapat berhenti gelisah. Ia terus menunggui proses pembiusan Keina yang masih berlangsung selama beberapa jam. Tidak ada satupun dari anggota keluarga yang ada di sana mengangkat wajahnya. Semuanya tertunduk lesu menunggu hingga Adrian mempersilahkan mereka untuk melihat kondisi Keina.Alden memutar tangannya dengan gusar. Sebenarnya ia menginginkan Keina untuk segera sadar, tapi ia tidak siap dengan respon Keina jika mengetahui bayi mereka sudah tiada."Keina sudah sadar. Silahkan jika ada yang ingin melihat keadaannya, tapi tidak bisa bersamaan. Hanya beberapa orang saja yang boleh masuk," ucap Adrian setelah keluar dari ruangan Keina.Tiana dan Handika maju secara bersamaan. Sebelum benar-benar masuk ke dalam ruang rawat Keina, Handika terlihat membalikkan tubuhnya lalu menepuk pundak Alden."Kamu boleh masuk, Alden."Secercah angin segar seolah menerpa wajah Alden saat mendengar ucapan Handika. Sementara Tiana memilih membuang wajah, terl
"Apa maksud kamu Keina?" Alden menggelengkan kepalanya beberapa kali mendengar kalimat yang diucapkan oleh Keina. Kalimat yang tidak pernah ia ingin dengar kembali setelah malam terkutuk itu kembali terungkap. Raut wajah Keina yang terlihat tegas disana seolah merobek sudut hatinya."Aku tidak akan mendengar perkataanmu, aku anggap kau tidak mengatakan apapun hari ini." Ucap Alden berusaha menolak fakta yang ia terima, ia mencoba bangkit berdiri, lebih baik ia meninggalkan Keina saat ini.Sebelum benar-benar pergi dari ruangan Keina, Alden membalikkan tubuhnya, "Mungkin kau butuh waktu sendiri. Aku ada di depan jika kau membutuhkanku," ujar Alden dengan suaranya yang mulai bergetar. Kata-kata Keina sebelumnya begitu menyayat hatinya. Tidak, ia tidak mau melepaskan Keina begitu saja disaat hatinya membutuhkan wanita itu."Aku tidak bahagia menikah denganmu!"Langkah Alden yang hendak keluar dari sana terhenti saat mendengar ucapan Keina. Seluruh perasaannya lebur tak bersisa mendengar
"Kamu tidak jadi menemui Keina?" ujar Tiana saat melihat Alden yang kembali keluar dari ruangan Keina.Alden terlihat menggeleng mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Tiana, "Sepertinya Adrian sudah berhasil membujuk Keina, Ma,""Nak Adrian berhasil membujuk Keina? Baguslah, sepertinya Nak Adrian lebih baik dari suami yang hanya bisa menyakiti hati istrinya."Alden mengulas senyuman tipis mendengar cibiran yang diberikan Tiana, ia mencoba maklum sepertinya Tiana masih menyimpan amarahnya kepada Alden karena insiden kemarin."Alden akan datang besok disaat Keina akan dipulangkan ke rumah,"Tiana hanya menganggukkan kepalanya mendengar penuturan Alden. Saat Alden hendak menyalami dirinya, Tiana terlihat memalingkan wajah.Alden menghela nafasnya panjang mendapati sikap dingin Tiana. Ini adalah kesalahannya, jadi ia harus bersabar jika sikap Tiana berbanding terbalik dengan biasanya."Kalau begitu Alden permisi,"Tiana terlihat menghela nafasnya panjang saat sang menantu beranjak pergi
"Baiklah, aku akan masuk, Alden Syarakar."Alden mengulas senyumnya dengan lega saat mendengar jawaban Keina, meski harus menjalani perdebatan yang panjang dan alot, akhirnya Keina mau masuk ke dalam mobilnya. Alden membuka pintu mobilnya, namun melihat Keina yang kesusahan berjalan, Alden mencoba membantu. Tapi lagi-lagi Keina menolak bantuannya dan memilih menunggu Tiana untuk membantunya."Biar ku bantu,""Tidak, terimakasih."Alden hanya bisa menghela nafas, Keina benar-benar tidak ingin bergantung padanya lagi apapun yang terjadi.Setelah keduanya masuk ke dalam, Alden segera menjalan mobilnya. Tidak ada percakapan yang terdengar dari dalam mobil, semua sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Dari balik kemudi, Alden melirik ke arah Keina yang memilih membuang pandangannya ke arah jalan. Helaan nafas panjang kembali Alden keluarkan, ia harus bagaimana menghadapi Keina Nayara yang bersikap sangat dingin terhadapnya seperti ini?Setelah sampai di depan rumah, lagi-lagi Keina memil
"Baiklah jika itu yang kau inginkan Keina, aku akan membebaskanmu, Keina, aku akan mengurus perceraian kita. Tapi akan ku lakukan semuanya ketika keadaanmu. Hanya ketika kau benar-benar puluh."Keina tertegun saat mendengar balasan Alden setelah ia mendesaknya untuk bercerai. Ia tidak menyangka jika Alden akan mengiyakan perkataannya begitu saja. Hatinya berdenyut dengan nyeri mengetahui hal ini. Padahal ia yang meminta mereka untuk berpisah, tapi anehnya hatinya yang merasa sakit.Saat Alden mulai membalikkan tubuhnya, saat itu pula netranya mulai membayang oleh air mata yang kini menggenang. Dan saat bayangan Alden tidak lagi terlihat, seluruh pertahanan yang ia bangun runtuh seketika.Keina mulai menangis dengan hebat. Ia tersedu-sedu memukul dadanya yang terasa sangat nyeri.Bodoh! Bodoh sekali! Kenapa ia meminta bercerai jika dia akan merasa sakit seperti ini?Karena Alden... Sebenarnya tidak menginginkannya? Karena Alden tidak pernah memiliki perasaan cinta kepada Keina? Apa Ald
"Terimakasih kamu sudah datang Alden, Mama tidak tahu lagi apa yang harus Mama lakukan. Sejak kemarin Keina sama sekali menolak makan kembali. Apa terjadi sesuatu dengan kalian tempo hari?"Alden menghela nafasnya panjang saat mendengar penuturan Tiana di hadapannya saat ini. Tiana yang kemarin terlihat sangat dingin, kini menunjukkan sikap yang lebih ramah terhadap Alden. Sepertinya karena keadaan Keina, Tiana menekan egonya sendiri.Alden menatap kamar Keina yang masih tertutup lalu mendesah dengan berat. Apa Keina masih menginginkan perceraian mereka hingga bersikap merajuk seperti ini?"Kamu bisa membujuk Keina, bukan? Mama sangat cemas, dia bahkan tidak mau keluar dari kamarnya kecuali untuk buang air.""Mama bisa mengambil sedikit nasi untuk Alden bawa? Alden tidak bisa berjanji, tapi Alden akan berusaha."Tiana segera mengangguk lalu beranjak meninggalkan Alden. Beberapa menit kemudian Tiana kembali ke arahnya lalu memberikan piring yang ia bawa.Awalnya ia pikir ia akan menghi