Selama beberapa jam Alden sama sekali tidak dapat berhenti gelisah. Ia terus menunggui proses pembiusan Keina yang masih berlangsung selama beberapa jam. Tidak ada satupun dari anggota keluarga yang ada di sana mengangkat wajahnya. Semuanya tertunduk lesu menunggu hingga Adrian mempersilahkan mereka untuk melihat kondisi Keina.Alden memutar tangannya dengan gusar. Sebenarnya ia menginginkan Keina untuk segera sadar, tapi ia tidak siap dengan respon Keina jika mengetahui bayi mereka sudah tiada."Keina sudah sadar. Silahkan jika ada yang ingin melihat keadaannya, tapi tidak bisa bersamaan. Hanya beberapa orang saja yang boleh masuk," ucap Adrian setelah keluar dari ruangan Keina.Tiana dan Handika maju secara bersamaan. Sebelum benar-benar masuk ke dalam ruang rawat Keina, Handika terlihat membalikkan tubuhnya lalu menepuk pundak Alden."Kamu boleh masuk, Alden."Secercah angin segar seolah menerpa wajah Alden saat mendengar ucapan Handika. Sementara Tiana memilih membuang wajah, terl
"Apa maksud kamu Keina?" Alden menggelengkan kepalanya beberapa kali mendengar kalimat yang diucapkan oleh Keina. Kalimat yang tidak pernah ia ingin dengar kembali setelah malam terkutuk itu kembali terungkap. Raut wajah Keina yang terlihat tegas disana seolah merobek sudut hatinya."Aku tidak akan mendengar perkataanmu, aku anggap kau tidak mengatakan apapun hari ini." Ucap Alden berusaha menolak fakta yang ia terima, ia mencoba bangkit berdiri, lebih baik ia meninggalkan Keina saat ini.Sebelum benar-benar pergi dari ruangan Keina, Alden membalikkan tubuhnya, "Mungkin kau butuh waktu sendiri. Aku ada di depan jika kau membutuhkanku," ujar Alden dengan suaranya yang mulai bergetar. Kata-kata Keina sebelumnya begitu menyayat hatinya. Tidak, ia tidak mau melepaskan Keina begitu saja disaat hatinya membutuhkan wanita itu."Aku tidak bahagia menikah denganmu!"Langkah Alden yang hendak keluar dari sana terhenti saat mendengar ucapan Keina. Seluruh perasaannya lebur tak bersisa mendengar
"Kamu tidak jadi menemui Keina?" ujar Tiana saat melihat Alden yang kembali keluar dari ruangan Keina.Alden terlihat menggeleng mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Tiana, "Sepertinya Adrian sudah berhasil membujuk Keina, Ma,""Nak Adrian berhasil membujuk Keina? Baguslah, sepertinya Nak Adrian lebih baik dari suami yang hanya bisa menyakiti hati istrinya."Alden mengulas senyuman tipis mendengar cibiran yang diberikan Tiana, ia mencoba maklum sepertinya Tiana masih menyimpan amarahnya kepada Alden karena insiden kemarin."Alden akan datang besok disaat Keina akan dipulangkan ke rumah,"Tiana hanya menganggukkan kepalanya mendengar penuturan Alden. Saat Alden hendak menyalami dirinya, Tiana terlihat memalingkan wajah.Alden menghela nafasnya panjang mendapati sikap dingin Tiana. Ini adalah kesalahannya, jadi ia harus bersabar jika sikap Tiana berbanding terbalik dengan biasanya."Kalau begitu Alden permisi,"Tiana terlihat menghela nafasnya panjang saat sang menantu beranjak pergi
"Baiklah, aku akan masuk, Alden Syarakar."Alden mengulas senyumnya dengan lega saat mendengar jawaban Keina, meski harus menjalani perdebatan yang panjang dan alot, akhirnya Keina mau masuk ke dalam mobilnya. Alden membuka pintu mobilnya, namun melihat Keina yang kesusahan berjalan, Alden mencoba membantu. Tapi lagi-lagi Keina menolak bantuannya dan memilih menunggu Tiana untuk membantunya."Biar ku bantu,""Tidak, terimakasih."Alden hanya bisa menghela nafas, Keina benar-benar tidak ingin bergantung padanya lagi apapun yang terjadi.Setelah keduanya masuk ke dalam, Alden segera menjalan mobilnya. Tidak ada percakapan yang terdengar dari dalam mobil, semua sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Dari balik kemudi, Alden melirik ke arah Keina yang memilih membuang pandangannya ke arah jalan. Helaan nafas panjang kembali Alden keluarkan, ia harus bagaimana menghadapi Keina Nayara yang bersikap sangat dingin terhadapnya seperti ini?Setelah sampai di depan rumah, lagi-lagi Keina memil
"Baiklah jika itu yang kau inginkan Keina, aku akan membebaskanmu, Keina, aku akan mengurus perceraian kita. Tapi akan ku lakukan semuanya ketika keadaanmu. Hanya ketika kau benar-benar puluh."Keina tertegun saat mendengar balasan Alden setelah ia mendesaknya untuk bercerai. Ia tidak menyangka jika Alden akan mengiyakan perkataannya begitu saja. Hatinya berdenyut dengan nyeri mengetahui hal ini. Padahal ia yang meminta mereka untuk berpisah, tapi anehnya hatinya yang merasa sakit.Saat Alden mulai membalikkan tubuhnya, saat itu pula netranya mulai membayang oleh air mata yang kini menggenang. Dan saat bayangan Alden tidak lagi terlihat, seluruh pertahanan yang ia bangun runtuh seketika.Keina mulai menangis dengan hebat. Ia tersedu-sedu memukul dadanya yang terasa sangat nyeri.Bodoh! Bodoh sekali! Kenapa ia meminta bercerai jika dia akan merasa sakit seperti ini?Karena Alden... Sebenarnya tidak menginginkannya? Karena Alden tidak pernah memiliki perasaan cinta kepada Keina? Apa Ald
"Terimakasih kamu sudah datang Alden, Mama tidak tahu lagi apa yang harus Mama lakukan. Sejak kemarin Keina sama sekali menolak makan kembali. Apa terjadi sesuatu dengan kalian tempo hari?"Alden menghela nafasnya panjang saat mendengar penuturan Tiana di hadapannya saat ini. Tiana yang kemarin terlihat sangat dingin, kini menunjukkan sikap yang lebih ramah terhadap Alden. Sepertinya karena keadaan Keina, Tiana menekan egonya sendiri.Alden menatap kamar Keina yang masih tertutup lalu mendesah dengan berat. Apa Keina masih menginginkan perceraian mereka hingga bersikap merajuk seperti ini?"Kamu bisa membujuk Keina, bukan? Mama sangat cemas, dia bahkan tidak mau keluar dari kamarnya kecuali untuk buang air.""Mama bisa mengambil sedikit nasi untuk Alden bawa? Alden tidak bisa berjanji, tapi Alden akan berusaha."Tiana segera mengangguk lalu beranjak meninggalkan Alden. Beberapa menit kemudian Tiana kembali ke arahnya lalu memberikan piring yang ia bawa.Awalnya ia pikir ia akan menghi
"Kalian akan bercerai? Lagi? Jangan gegabah Alden!"Alden menghela nafasnya panjang mendengar ucapan Tiana, "Keina sudah tidak mau melihatku, apa lagi yang bisa aku harapkan? Setiap kali melihatku, dia selalu menangis. Mungkin lebih baik kita bercerai.""Tapi Alden–""Ini keputusan kami, Ma. Aku harap Mama bisa menghargai semuanya dan tidak lagi mengungkit ini. Mungkin sedari awal pernikahan ini sudah seharusnya berakhir agar Keina tidak menderita seperti ini."Meski Alden berkata seperti itu, Audrey sangat tahu bahwa perasaan Alden sama sekali tidak baik. Langkahnya yang gontai yang berjalan ke arah kamar membuat Audrey yakin bahwa Alden sama sekali tidak menginginkan perceraian. Tidak seperti itu, Alden terlihat sangat frustasi menghadapi keinginan bercerai Keina kali ini. Alden sudah sangat mencintai Keina.Tidak, tidak bisa. Ia harus melakukan sesuatu, ia tidak bisa diam saja melihat mereka kembali bercerai. Tapi, bagaimana caranya agar mereka bisa berbaikan kembali dan mengurung
Keina menelungkupkan wajahnya di atas lutut saat menyadari bahwa hari sudah menjelang siang. Meski masih ada kesedihan yang menggantung di wajahnya, Keina mencoba bangkit di sela-sela kerapuhannya. Sedikit demi sedikit Keina mulai menyuapkan makanan yang diberikan oleh ibunya saat ini. Ia tidak mau ibunya kembali memanggil Alden dan membuat perasaannya menjadi semakin rumit.Sudah dua hari ini Alden tidak datang. Entah karena perkataan Keina tempo lalu atau karena ia sendiri sudah bosan membujuk Keina. Keina tidak tahu dan Keina tidak ingin mencari tahu.Sudahlah, lagipula mereka akan bercerai. Itu sudah merupakan keputusan terakhirnya. Meski nanti ia akan merindukan sosok Alden di kehidupannya, tapi Keina tidak akan menyesal. Ia sudah melakukan hal yang tepat dengan melepaskan Alden. Mereka hanya akan saling melukai jika masih terus bersama.Namun, saat Alden bahkan tidak datang hari ini, bagian di dalam sudut hatinya merasakan kehampaan. Padahal baru dua hari ini Alden tidak datang,