Gadis Tompel Kesayangan Tuan Muda

Gadis Tompel Kesayangan Tuan Muda

last updateLast Updated : 2024-06-06
By:  DiyahlubisOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
4 ratings. 4 reviews
56Chapters
1.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Penolakan keras atas tawaran tunangan palsu dari seorang pria kaya raya membuat alur hidupnya berantakan. Dipecat dari pekerjaan, diburu rentenir hingga berusaha mengakhiri hidup. Key adalah pria yang menempatkannya di dasar kesulitan dan begitu membenci Djuwira ketika menjadi atasannya. Bahkan saat sebuah rahasia hidup Key terkuak, Djuwira memegang pengaruh besar atas masa lalu pria tersebut. Mampukah Djuwira memendam perasaan cintanya pada sang atasan? Rahasia apa sebenarnya yang membuat mereka saling terjalin satu sama lain di masa lalu? Mungkinkah Key mau menerima gadis bertompel yang selalu membuatnya muntah itu? Baca kisah mereka di novel ini.

View More

Chapter 1

Bab 1. Tekad Merubah Diri

Di depan cermin berukuran raksasa, duduk seorang gadis yang terpaku menatap perubahan besar dalam dirinya. Dia tidak pernah mengira akan secantik itu hanya dengan mengubah warna rambut hitam alaminya menjadi toffee.

"Ah, kau cantik banget, Djuwira!” puji penata rambut yang ditemuinya hari ini.

"Ibu bisa aja!” Djuwira pun tersipu malu. Dengan perasaan berdebar-debar, gadis itu menundukkan kepala.

"Serius! Kau itu cantik banget, Djuwira. Cuman suka minder, kadang ibu itu bingung melihatmu suka pakai masker,” sahut si ibu.

"Hehe," sahut Djuwira malu.

"Harusnya kau itu menerima kekurangan dan kelebihan diri sendiri," lanjutnya lagi.

Djuwira tersenyum lebar. "Iya, Bu. Terima kasih atas pujiannya. Walau sejujurnya yang lebih cantik itu ibu," balasnya memuji balik si penata rambut.

"Haha, kau bisa aja!" Si ibu malah malu dibuatnya.

Djuwira lantas membuka tas jinjing di pangkuannya untuk mengambil sejumlah uang demi membayar jasanya hari ini, lalu memasang masker wajah berwarna putih sebelum pergi.

"Lah ... Lah ... udah cantik—kenapa malah di tutup lagi mukanya, Dju?” tanya ibu tersebut terlihat kecewa.

Djuwira nyengir malu di balik maskernya. "Enggak apa-apa, Bu. Tompel saya mengganggu mata orang,” tandas gadis itu dengan nada rendah.

Si ibu menggeleng kepalanya saat mendengar ucapannya. "Tompelmu itu gak salah, Djuwira," ujarnya membenarkan.

"Itu menurut ibu, tapi orang-orang bersikap sebaliknya." Djuwira nyaman dengan masker yang sudah dia gunakan bertahun-tahun agar mengurangi beban pikiran atas cibiran manusia yang tidak mampu menerima kekurangan orang lain.

Gadis berusia 20 tahunan itu sebenarnya cantik. Mengalir aura Belanda di darahnya meski rambut hitam alami mencerminkan percampuran etnis antara keduanya. Memiliki tubuh yang terawat tak membuat Djuwira berani angkat wajah dan bersikap biasa.

Kulit putih merahnya mulus dan lembab, rambut panjang bergelombang memberikan kesan seksi saat tergerai sampai ke pinggang. Tubuh tinggi semampai dengan bentuk wajah oval serta hidung yang mancung—harusnya cukup menjadikan Djuwira sempurna.

Namun, hanya karena masalah tanda lahir di pipi sebesar biji Ketapang itu langsung membuat Djuwira apes. Semua kesempurnaan di tubuhnya lenyap tak bersisa. Dia sering kali dihardik karena memiliki tompel di mukanya.

Dalam perjalanan pulang, rasa bahagia Djuwira luntur akibat bertemu preman sekitar yang sering mangkal di ujung jalan. Dia menerima sapaan tidak mengenakkan.

"Eh, si tompel ngecat rambut. Haha! Gak usah sok cantik, deh! Dari pada nge-warnain rambut—lebih bagus warnai tuh tompelmu biar sama dengan warna kulit!" hina pria berbaju putih lusuh itu, mengajak teman-temannya merundung Djuwira.

Dia hanya bisa bersabar dalam hati setelah mendengar cacian yang tak seharusnya dia dengar hari ini. Djuwira pun geram dan merasa bosan untuk terus diam. Ia memberanikan diri membalas ucapan tersebut untuk pertama kali dalam hidupnya.

"Duh, Kak! Kenapa sih, heboh banget ngurusin hidup orang lain? Gak ada kerjaan, ya?”

"Eh, sorry ye! Kita duduk-duduk di sini itu juga namanya kerjaan,” sambar pria itu pula dengan muka menjengkelkan.

Djuwira tersenyum miring di balik maskernya, endusan kesal terhembus di balik maskernya. "Pengangguran dibilang banyak kerjaan. Aneh! kerjanya ngurusin hidup orang, ya?” tukasnya membalas ocehan pria yang jelas-jelas lebih tua darinya, tapi tidak punya sopan santun.

Pria itu langsung beranjak dari tempat duduknya, lalu menghampiri Djuwira sampai mundur selangkah karena wajahnya terlalu condong ke depan.

"Kalau ngomong hati-hati Lu!” pekiknya menunjuk-nunjuk wajah Djuwira menggunakan jari telunjuk yang kuku-kukunya menghitam.

"Kenapa marah? Kakak bisa bilangin aku punya tompel lah, gak laku lah. Giliran aku bilangin kakak pengangguran—kenapa kakak marah?” tantang Djuwira balik karena merasa benar. Baru ini dia senekat itu demi membela diri.

Pria hampir saja mengayunkan telapak tangan kanannya ke pipi wanita yang sudah punya keberanian melawannya itu. Dia ingin sekali menampar wajah Djuwira, tapi harus ditahan.

"Ah!” jeritnya, lalu menurunkan tangan yang hampir menampar muka perempuan di depannya. "Gara-gara CCTV sialan ini, kalau enggak—udah abis Lu!" lanjutnya sambil melirik ke atas. Ada sebuah kamera pengawas milik salah satu toko yang menahan niatnya.

Djuwira menatap preman itu dengan sinis. Tidak bergeming dan takut sama sekali. Andai dia laki-laki sudah pasti berani menantang makhluk meresahkan di wilayah sini.

"Gua tandain Lu, ye! Lain kali, pasti bakal gua kasih pelajaran!" ancamnya pada Djuwira, lalu pergi mengajak teman-temannya.

Djuwira lega, meski dia masih menginginkan momen interaksi yang jauh lebih lama dari sekarang. Ingin menendang preman tersebut dengan kata-kata yang sudah lama terpendam.

"Cih, gitu aja kalah! Gak seru. Beraninya sama perempuan," bisiknya geram setelah pria itu pergi.

Entah mendapatkan keberanian dari mana dia hari ini. Djuwira seolah memantapkan hati untuk mengubah hidup yang awalnya mudah ditindas dan culun menjadi lebih berani juga kekinian.

Muak adalah kata yang tepat saat menerima cercaan mereka. Hanya karena sebuah tanda lahir di pipi kirinya, Djuwira sering kali diperlakukan tidak adil. Tak hanya di sekitar rumah, ditempat kerja lamanya juga mendapatkan perlakuan buruk. Beruntung sekarang dia menemukan pekerjaan yang lebih menerima kinerja diri ketimbang kesempurnaan fisik semata.

"Lihat aja nanti, kalau aku punya uang banyak—pasti akan aku hilangkan tompel ini!" janjinya dalam hati saat langkah kakinya telah sampai di rumah, lalu membuka pintu.

"Assalamualaikum!" ucapnya dengan nada kesal.

"Wa'alaikumsalam," jawab sang ayah yang berada dekat dengan jendela. Pria yang duduk di kursi roda itu berbalik arah setelah mendengar suara putrinya.

Djuwira berjalan mendekatinya dengan ekspresi manyun. Menggerakkan hati Rinaldi untuk bertanya, "Ada apa, Nak?”

Ketegangan muka Djuwira berubah perlahan saat mendengar pertanyaan darinya. Dia sontak tersenyum pada ayahnya, lalu menggeleng lambat.

"Enggak apa-apa, Ayah,” sahut putrinya.

Rinaldi tak percaya begitu saja dan kembali menginterogasi. "Kau kenapa, Djuwira?”

Akhirnya Djuwira membuka diri. Sebenarnya dia ingin memendamnya saja, tapi kemarahan itu tak juga mampu dia simpan. "Aku kesal dengan preman simpang gang kita,” jawab Djuwira, sambil mengembuskan napas kuat dari hidung.

"Kau diejek mereka lagi?” duga Rinaldi setelah melihat ekspresi putrinya.

"Iya, Ayah. Pengen rasanya aku cekik dia!” Djuwira meremas tangannya sendiri seperti sedang menghancurkan batang tenggorokan preman itu.

Rinaldi tertawa mendengarnya. "Harusnya kau bersyukur. Mereka mengejek itu karena mereka punya kekurangan sementara kau diberi kelebihan,” ujar sang ayah.

"Huh?” Djuwira tidak paham.

"Pahala mereka yang berkurang. Sementara pahalamu bertambah.” Rinaldi menjelaskan pertanyaan di balik tanggapan singkat putrinya.

Djuwira langsung tersenyum. "Oh, Alhamdulillah kalau begitu, Yah. Berarti sekarang aku lagi panen pahala. Haha!"

Rinaldi mengangguk benar. Dia mengelus punggung Djuwira dan menyuruhnya makan. "Abaikan aja mereka. Oya, ayah dapat sop dari tetangga sebelah, makan lah dulu," kata Rinaldi mengalihkan perhatian.

Djuwira senyum pada ayahnya dengan senyuman serta tatapan aneh. "Bu Sumi ngasih makanan lagi ke Ayah? jangan-jangan dia suka sama Ayah,” ledeknya.

"Haha ... Ada-ada aja. Mana mungkin itu terjadi. Ayah ini lumpuh. Mana ada yang suka sama ayah. Paling dia ngasih makanan karena ingin berbagi,” Rinaldi cekikikan.

"Hem, Ayah merendah. Sebenarnya kalau dia menerima apa adanya, ya gak masalah.” Djuwira membalas ucapan Rinaldi sambil berjalan menuju meja makan.

Rinaldi menghela napas. "Ayah dan adikmu ini aja udah jadi beban untukmu. Apalagi kalau Ayah nikah lagi—udah pasti bakalan buat kau menderita, Djuwira. Mau ayah kasih nafkah pakai apa dia, Nak?”

Djuwira tersenyum. "Rezeki gak ada yang tahu, Ayah! Bu Sumi itu 'kan orang kaya. Kali aja dia nanti yang biayain hidup kita,” jawabnya.

Rinaldi geleng kepala. "Pantang menyusahkan orang, Nak! Ingat itu!” tegurnya bernada marah.

"Iya, Ayah. Maafkan aku ya karena udah bicara sembarangan.” Djuwira mengangguk setuju pada nasihat sang ayah yang meminta dia untuk tidak membuat orang susah hanya karena menanggung nasib mereka.

Biarlah semua masalah rumah ditanggung oleh Djuwira seorang diri semenjak ayahnya lumpuh. Djuwira yang dulunya manja dan selalu diberi apapun, sekarang harus bekerja banting tulang demi mendapatkan biaya hidup.

Keesokan harinya.

Seorang anak berusia sepuluh tahun menghampiri Djuwira yang sedang asyik memasak sarapan. Anak itu adalah adiknya, Ben. Sambil mengucek mata, Ben bicara pada kakaknya.

"Kak ... Aku haus," katanya.

Djuwira memberikannya segelas air hangat. "Tumben kau cepat bangun, Ben," sindirnya pada sang adik, lalu memberikan segelas air putih.

"Tadi aku mimpi buruk, Kak," ujarnya lagi.

"Mimpi apa sih, Ben? Matamu sampai bengkak begitu. Kau nangis, Ben?" Djuwira memperhatikan raut wajah adiknya.

Ben mengangguk lambat. "Aku mimpi ayah meninggal, Kak," jawabnya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Chubby Misso
Hai Kak, narasinya OK bgt deh, ceritanya juga seru dari bab pertama. Semangat...
2024-03-30 20:16:38
1
user avatar
Leon Hart
Ketidaksempurnaan itu bentuk kesempurnaan yang tersembunyi. Cerita bagus, menginspirasi sekali
2024-03-30 10:56:49
1
user avatar
Arie
Bagus banget ceritanya. Narasinya juga ok punya nggak membosankan. Semangat update kak
2024-03-29 11:06:23
1
user avatar
Diyahlubis
Selamat membaca ...
2024-03-28 18:43:14
1
56 Chapters
Bab 1. Tekad Merubah Diri
Di depan cermin berukuran raksasa, duduk seorang gadis yang terpaku menatap perubahan besar dalam dirinya. Dia tidak pernah mengira akan secantik itu hanya dengan mengubah warna rambut hitam alaminya menjadi toffee."Ah, kau cantik banget, Djuwira!” puji penata rambut yang ditemuinya hari ini."Ibu bisa aja!” Djuwira pun tersipu malu. Dengan perasaan berdebar-debar, gadis itu menundukkan kepala."Serius! Kau itu cantik banget, Djuwira. Cuman suka minder, kadang ibu itu bingung melihatmu suka pakai masker,” sahut si ibu."Hehe," sahut Djuwira malu."Harusnya kau itu menerima kekurangan dan kelebihan diri sendiri," lanjutnya lagi.Djuwira tersenyum lebar. "Iya, Bu. Terima kasih atas pujiannya. Walau sejujurnya yang lebih cantik itu ibu," balasnya memuji balik si penata rambut."Haha, kau bisa aja!" Si ibu malah malu dibuatnya.Djuwira lantas membuka tas jinjing di pangkuannya untuk mengambil sejumlah uang demi membayar jasanya hari ini, lalu memasang masker wajah berwarna putih sebelum p
last updateLast Updated : 2024-03-14
Read more
Bab 2. Tabrakan di Hotel
Djuwira mendesau geram. Mimpi aneh itu datangnya dari setan. Dia yakin itu dan tak seharusnya ditakutkan."Sudah berapa kali kakak bilang—kalau mau tidur itu—kau harus cuci kaki dan tangan. Mukamu juga dibasuh," tegasnya sang adik, tidak mau terlalu serius menanggapi mimpi adiknya.Ben melirik sinis pada kakaknya yang mematahkan kesedihan akibat mimpi. "Aku bukan anak kecil lagi, Kak. Sudah pasti aku lakukan itu," sambarnya menepis sahutan Djuwira.Ben langsung pergi ke kamar mandi setelah mendengar nasihat kakaknya yang dianggap tidak bersahabat. Dia ingin kakaknya ikut bersedih, tapi malah teguran yang didapat."Anak sekarang aneh—dinasehati malah balik marah," tandas Djuwira, lalu kembali masak. Alisnya naik sebelah bersamaan dengan sudut bibir kirinya.Sejujurnya tak hanya Ben, dia juga bermimpi aneh malam ini. Seorang pria misterius kerap kali datang ke dalam mimpinya dan memintanya untuk ikut. Djuwira penasaran dengan muka pria yang tidak pernah bisa diingatnya itu. Hanya suara
last updateLast Updated : 2024-03-14
Read more
Bab 3. Kehilangan Harga Diri
Tanpa mendapatkan jawaban, Djuwira diminta menunggu hingga wanita paruh baya tersebut kembali masuk ke kamar dan meninggalkannya sendiri. Dia harus menanti dengan perasaan kesal. Secarik kertas pembayaran masih berada di tangannya.Tidak lama kemudian Riena pun keluar lagi dengan gerakan terburu-buru. "Maaf membuatmu menunggu," kata Riena, lalu menutup pintu kamar.Mereka berdiri berhadapan di depan pintu."Terima kasih sudah mengantar pesanannya. Kau temui pemilik acara di dalam dan bersikap baik lah karena dia sedang banyak masalah," lanjut wanita itu lagi dengan jempol kanan yang mengarah ke kamar di belakangnya.Riena bergegas meninggalkan Djuwira yang kebingungan. Intinya malam ini dia benar-benar dihantui oleh kebingungan yang membuatnya seperti orang bodoh. Ia tidak mungkin masuk begitu saja ke dalam kamar itu tanpa mendapatkan nama."Bu!" panggilnya sebelum wanita itu jauh.Riena berhenti melangkah, lalu menghela napas. "Ada apa lagi?" sahutnya berbalik tanya.Djuwira mengejar
last updateLast Updated : 2024-03-14
Read more
Bab 4. Perempuan Dalam Pelukan
Dia pun menunduk, menatap karpet di bawahnya sambil berpikir. "Bukan cuma rusak, tapi mati total. Berarti biayanya lebih banyak atau jangan-jangan aku harus menggantinya dengan yang baru?" tanyanya dalam hati sambil menduga-duga, kedua matanya terbelalak menghitung jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk membeli ponsel baru yang sama seperti itu.Ingin rasanya Djuwira melarikan diri saja saat ini. Pikiran tanggung jawab atas kesalahannya harus dikubur dalam-dalam. Dia menyesal sudah bersedia bertanggung jawab.Sambil tersenyum sedih, Djuwira menggeleng dengan dada sesak, lalu mundur dari posisinya saat ini. Dia benar-benar ingin kabur saja. Mengabaikan pandangan dingin dan menakutkan dari pria di depannya yang sudah membaca gerakan melarikan dirinya."Aku harus pergi," bisiknya dalam batin mengingat uang dalam dompet dan rekeningnya sangat terbatas.Namun, baru dua langkah bergerak menjauhi pria tersebut—suara bel berbunyi pun terdengar. Membuat keduanya sama-sama menoleh. Sontak saj
last updateLast Updated : 2024-03-15
Read more
Bab 5. Pupus Harapan
Terhenyak seketika Djuwira mendengar pertanyaan dari Key."Mem-bantu, Tuan?" tanya balik Djuwira, sambil mengerutkan keningnya."Ya, bantu aku menyelesaikan masalah ini," jawab Key dengan ekspresi dinginnya. Bisa-bisanya dia melihat wanita cantik di depannya dengan perasaan canggung."M-masalah apa maksudnya, Tuan?" Djuwira pun terbata-bata menjawabnya."Jadi lah tunanganku malam ini," jawabnya dengan arah pandangan sedikit melenceng ke kanan. Bukan jawaban itu yang seharusnya keluar. Key malah menimpali dengan permintaan bukan penjelasan akan masalahnya. Djuwira dipaksa memahami hal yang tidak dia pahami."Tuan," sahutnya meminta Key melepaskan tubuhnya. Permintaan jadi tunangan bukanlah permintaan yang sepele. Masa depan bisa berubah kalau dia menerimanya.Key mengabulkan permintaan lepas dari Djuwira kemudian menantikan jawaban atas pertanyaan tadi. Pikiran kusut yang melanda membuat Key memilih cara ini."Maaf, Tuan. Aku tidak bisa mengikuti kemauan Tuan. Aku tidak mau menerima t
last updateLast Updated : 2024-03-15
Read more
Bab 6. Menolak Bertemu
Bulir air mata jatuh dengan sendirinya akibat mendapatkan kabar buruk di tengah cuaca yang sama buruknya dengan nasib pagi ini. Petir menggelegar tak lagi mengejutkan Djuwira karena kabar pemecatannya mengalahkan ketakutan halilintar.Jemarinya menyeka sudut mata, berusaha menghentikan air mata yang terus jatuh. Namun, semakin ingin berhenti semakin deras pula ia jatuh. Sayangnya, tangisan dalam diam itu terasa sangat menyakitkan. Sakit sekali seperti disayat-sayat.Djuwira tidak mau ayah dan adiknya tahu kalau dia sudah tidak bekerja. Mereka bisa sedih dan ikut frustasi. Biar ia saja yang menanggung sedih serta berusaha mencari jalan keluar atas permasalahannya ini.Sekitar satu jam berlalu. Djuwira keluar kamar setelah memastikan bahwa muka serta matanya bebas dari jejak tangisan. Senyuman ditarik paksa, mengubah ekspresi sedihnya menjadi gembira. Ia membawa tas selempang berbahan denim dari kamarnya, lalu berpamitan."Ayah, aku keluar dulu," katanya.Rinaldi yang sedang sarapan lan
last updateLast Updated : 2024-03-28
Read more
Bab 7. Ruangan Panas
"Fitnah?" Ekspresi Key terlihat tidak senang. Lirikan tajamnya menusuk hingga membuat Djuwira mengerutkan kening.Sekretaris Key pun ikut kelimpungan dengan situasi yang sama sekali tidak dia pahami. Secara bergantian wanita itu melihat bos dan juga tamunya itu."Ya, Tuan memfitnahku dan sudah melayangkan pernyataan bohong pada pemilik toko roti Diamond dan itu semua tidak benar!" jelasnya lagi dengan nada meninggi.Suara Djuwira bisa terdengar hingga ke sisi ruangan para karyawan. Gea langsung mengawasi mereka, memastikan kalau mata-mata penasaran dari ruang karyawan yang mendengar obrolan panas itu tidak membuang waktu kerja mereka hanya demi mencari informasi.Saat dia hendak memberi solusi untuk bicara empat mata dalam ruangan, bosnya justru sudah beranjak pergi sambil mencengkram balik tangan Djuwira dan membawa paksa ke ruangan pribadinya.Djuwira dilepas paksa dari cengkraman Key hingga membuat gadis itu hampir tersungkur. Beruntung Ia menemukan credenza kemudian menahan diri ag
last updateLast Updated : 2024-03-30
Read more
Bab 8. Mual Muntah Karena Tompel
Percakapan serius antara Key dan seseorang yang dimaksud adalah Riena, pelayan kepercayaan keluarga. Dia yang telah memberi laporan palsu pada pemilik toko roti karena marah pada Djuwira yang dianggap tidak mau membantu Key untuk berpura-pura menjadi tunangannya malam itu.Key tampak mendidih hati ketika mengetahui bahwa seorang wanita berstatus 'pelayan' sudah berani melakukan hal di luar persetujuannya. Ia menutup panggilan tersebut dengan satu ancaman."Semoga Bibi ingat pada kejadian masa lalu tentang sekretaris pribadiku yang sudah lancang menyetujui perjanjian bisnis atas namaku. Kupastikan Bibi juga akan menerima hukuman yang sama," tekannya pada wanita yang sudah gemetar mendengar setiap balasan dari Key."Key, saya minta maaf! Saya melakukan itu karena tahu betapa pentingnya pertunanganmu dengan Nona Sayuri demi memperluas bisnis keluarga Matsumoto," sahutnya mengharap ampunan."Bibi tahu hal yang aku benci, bukan? Memaafkan sesuatu yang tidak bisa kumaafkan." Key memutus pan
last updateLast Updated : 2024-03-31
Read more
Bab 9. Cerita Masa Lalu
Key tidak sanggup tetap berada di ruangan bersama Djuwira yang telah membangkitkan trauma masa kecilnya. "Tolong awasi dan tunggu dokter datang, saya mau keluar dulu," katanya.Gea tercekat mendengar perintah bosnya yang di luar nalar. Key meninggalkan dua beban pada sekretarisnya. Pertama, muntah yang berceceran di lantai dan kedua, wanita asing yang pingsan di sofa.Key melangkah tergesa-gesa tanpa menoleh sedikit pun pada Djuwira. Dia ingin mencari udara segar untuk menghilangkan mual yang masih dirasanya hingga sekarang.Sisi atap perusahaan adalah tempat terbaik bagi Key menjernihkan pikiran yang membawanya mengingat momen tak terlupakan. Momen ketika lahirnya seorang adik perempuan bernama Sasha.Flashback."Papa, adiknya laki-laki atau perempuan?" tanya Key kecil pada Matsumoto, ayahnya."Adik kamu perempuan, Key. Dia sangat cantik seperti mamamu," jawab Matsumoto penuh perasaan bahagia.Mereka belum diperbolehkan masuk setelah proses lahiran karena si ibu dan bayinya sedang dib
last updateLast Updated : 2024-04-02
Read more
Bab 10. Lari Dari Kejaran Rentenir
"Aku sudah sedikit lebih sehat, Tuan. Terima kasih sudah membantuku sadar," jawab Djuwira.Alis kiri Key menanjak sebentar karena memikirkan ucapan dokter di luar ruangan. "Bukan aku yang melakukannya, tapi dokter Vino," sahutnya."Ya, itu maksudku, Tuan. Hanya saja dokternya sudah pergi, jadi aku sampaikan pada Tuan," balas Djuwira bernada lemah.Key mengangguk. "Dokter menyarankan kau istirahat dan makan makanan yang bergizi karena tekanan darahmu sedang menurun," paparnya meneruskan ucapan Vino.Djuwira menganga terkejut saat mengetahui kalau dirinya kurang gizi. "Maaf, Tuan, tapi saya hanya kelelahan saja, bukan kurang gizi," tepisnya membela diri.Key tersenyum tipis kemudian menaikkan kedua alisnya. "Aku tidak peduli dengan itu. Aku hanya menyampaikan pesan dokter saja. Bayangkan kalau kau pingsan di jalanan, pasti akan merepotkan lebih banyak orang lagi," sanggahnya pula.Djuwira malu sekali karena pesan dokter yang sejujurnya ada benarnya itu. Hanya saja Djuwira takut kalau Ke
last updateLast Updated : 2024-04-03
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status