Terhenyak seketika Djuwira mendengar pertanyaan dari Key.
"Mem-bantu, Tuan?" tanya balik Djuwira, sambil mengerutkan keningnya."Ya, bantu aku menyelesaikan masalah ini," jawab Key dengan ekspresi dinginnya. Bisa-bisanya dia melihat wanita cantik di depannya dengan perasaan canggung."M-masalah apa maksudnya, Tuan?" Djuwira pun terbata-bata menjawabnya."Jadi lah tunanganku malam ini," jawabnya dengan arah pandangan sedikit melenceng ke kanan. Bukan jawaban itu yang seharusnya keluar. Key malah menimpali dengan permintaan bukan penjelasan akan masalahnya. Djuwira dipaksa memahami hal yang tidak dia pahami."Tuan," sahutnya meminta Key melepaskan tubuhnya. Permintaan jadi tunangan bukanlah permintaan yang sepele. Masa depan bisa berubah kalau dia menerimanya.Key mengabulkan permintaan lepas dari Djuwira kemudian menantikan jawaban atas pertanyaan tadi. Pikiran kusut yang melanda membuat Key memilih cara ini."Maaf, Tuan. Aku tidak bisa mengikuti kemauan Tuan. Aku tidak mau menerima tawaran yang diluar nalar," tolak Djuwira setelah berpikir singkat dengan penuh pertimbangan.Key menarik napas panjang, lalu berbalik arah menuju jendela. Djuwira bisa melihat bayangan dirinya juga Key dari kaca. Terpampang jelas kalau Key kacau dengan masalah yang tidak diketahui olehnya."Kalau kau tidak mau, maka kau harus mengganti ponselku," singgungnya lagi tentang gawai yang tergeletak tak berdaya di atas meja.Djuwira melirik benda tipis tersebut kemudian menarik napas bingung. "Apa yang terjadi, Tuan? Tunanganmu tidak datang?"Key menghela napas dari hidungnya sedikit keras. "Kau tidak perlu tahu itu dan cukup menjawab pertanyaanku saja. Kau menolaknya, pertanda kau lebih memilih mengganti ponselku dari pada menerima tawaran tadi," jawabnya.Tanpa banyak bicara, Key memberikan cek sisa pembayaran itu lagi pada Djuwira, lalu memintanya keluar. "Jangan muncul di hadapanku lagi dan apa pun yang terjadi di sini—lupakan saja. Jangan sampai aku mendengar ada seseorang yang membeberkan semua yang terjadi di sini."Djuwira mengerti pada kalimat yang dia ucapkan tersebut. Ia pun tidak minat mengatakan semua yang terjadi karena dianggap bukan urusannya. Sebuah kartu nama diberikan Key pada gadis itu kemudian dibacanya."Keane Matsumoto, CEO Matsu Raga Jaya."Dalam hitungan detik, mata yang tadinya menyempit langsung terbuka lebar dan terkejut batin mengetahui bahwa pria di depannya adalah sosok berpengaruh yang beberapa hari lalu fotonya terpampang jelas di sampul majalah terkenal."T-tuan benar-benar Keane Matsumoto?" tanya Djuwira gemetar.Key meliriknya sesaat, lalu duduk di kursi. "Kenapa? Kau menyesal menolak tawaranku?" tanyanya.Djuwira menggeleng dengan senyuman segan. "B-bukan begitu, Tuan. Aku hanya merasa beruntung bisa bertemu dengan Tuan walau pertemuan ini menyebabkan petaka bagiku sendiri."Tawa Key dari embusan napas terdengar. Sulit baginya tertawa lepas sekarang karena beban yang sedang dipikulnya. "Aku tunggu kabar tentang ponselku di kantor.""Iya, Tuan. Maaf karena aku tidak bisa membantumu. Aku hanya bisa mendoakan agar masalahmu cepat terselesaikan. Amin."Djuwira mengangguk lambat. Dalam pikirannya, tak hanya Key yang diserang masalah, tapi sekarang dia punya masalah yang lebih berat dari beban hidupnya. Cek sisa pembayaran di meja diambilnya sebelum meninggalkan ruangan.Dalam perjalanan menuju pintu, tba-tiba Djuwira berpikir kalau menerima tawaran itu bisa menghilangkan tanggungjawab mengganti ponselnya, maka dia akan melakukannya."Tuan," panggilnya berbalik badan.Key menoleh sedikit pada gadis itu. "Ada apa?""Andai aku menerima tawaran itu, apa masalah ponsel ini akan selesai?" tanyanya.Key tersenyum miring. "Harusnya begitu, tapi kau sudah menolaknya dan pantang bagiku memberi tawaran kedua. Jadi, pergi lah!"Gubrak!Terlambat sudah menemukan solusi atas masalah kerusakan gawai tersebut. Kesempatan terlewati penuh rasa penyesalan. Djuwira beringsut lemas meninggalkan ruangan. Dia terlalu cepat mengambil keputusan sebelum memikirkan kaitan antara masalah satu dan lainnya.Di luar kamar, Djuwira masih berdiri menyandar pada dinding. Penyesalan terdalam menemaninya sepanjang perjalanan menuju toko roti Diamond.Setibanya di parkiran, Djuwira berjalan lemas menuju pintu masuk yang hampir tertutup rapat itu. Dia pun bergegas menghentikan rekan kerjanya yang hendak menarik besi pelindung dari atas."Berhenti, Ted!" jeritnya.Sontak pria berusia lebih muda darinya itu melihat ke belakang. Djuwira datang dengan muka bingung."Kenapa cepat banget tutup?" tanya Djuwira."Bos minta kita istirahat. Orderan seribu paket tadi membuat lelah semua orang. Kami menunggumu sejak tadi, tapi kau malah tidak pulang-pulang," jawabnya.Djuwira tertawa malu. "Maaf, tadi aku ada urusan, jadi lupa kalau mobil ini kubawa," sahutnya.Teddy menggeleng dengan decitan kecil. "Kau kadang-kadang menyebalkan!""Hehe, iya ... Maaf banget, ya!" Djuwira segera memasukkan mobil dalam garasi kemudian pulang bersama Teddy.Setibanya di rumah, Djuwira tidak lagi bertemu dengan ayah juga adiknya karena keduanya sudah tidur. Dia pun segera membersihkan tubuh sebelum memejamkan kedua matanya.Keesokan harinya, langit menuju pagi terasa mendung. Djuwira menatap keluar dari jendela. Ingin sekali rasanya dia terlelap seperti biasanya, tapi malam ini berbeda. Matanya yang dipaksa menutup, hanya terlelap sekitar dua jam dan sisa waktu hingga pagi dihabiskan Djuwira untuk melakukan banyak hal.Dugaan Djuwira akan turun hujan pun terjadi. Ketika gadis itu selesai membuat sarapan untuk ayah dan adiknya, rinai hujan terus mengguyur kota. Rinaldi melihat langit dengan penuh cemas."Djuwira," panggilnya."Ya, Ayah?" sahut putrinya sambil membawa secangkir teh."Hujan. Kau tidak lupa beli payung baru 'kan?" tanya Rinaldi mengingat payung milik mereka rusak."Ya ampun!" Djuwira memukul kening sendiri. Dia lupa membelinya dan bisa membaca langkah selanjutnya usai memasak sarapan pagi ini."Kau lupa, Dju?" Rianaldi menggeleng kepala dengan cepat."Iya, Ayah! Aku lupa. Banyak banget kerjaan semalam." Djuwira ikut memperhatikan langit yang masih begitu mendung. Rintiknya turun tidak terlalu deras, tapi awet.Tiba-tiba ponselnya berdering, Djuwira izin pada ayahnya untuk menjawab telepon. Saat dia membaca nama penelepon di layar, Djuwira pun memilih menjawab telepon itu di kamar agar lebih jelas suaranya ketimbang di ruang tamu yang begitu berisik karena suara tv juga hujan."Halo, Pak!" sapanya lebih dulu."Djuwira, kau dengar suaraku? Sinyalnya di sini lagi gak bagus," sahut pria yang berstatus bosnya itu."Ya, Pak! Saya mendengar suara bapak," jawabnya."Kalau begitu saya ingin menanyakan masalah semalam saat kau mengantar pesanan ke hotel Hibiscus." Obrolan pagi perihal pekerjaan membuat Djuwira jantungan."Ya, Pak. Kenapa ya, Pak?" Djuwira berharap tidak terjadi kesalahan."Kau tahu siapa yang memesan seribu paket roti itu?" Bosnya terus bertanya tanpa menjawab lengkap."Ya, saya mengetahuinya." Djuwira mengangguk cepat.Hujan awet bertempo sedang berubah menjadi deras disertai petir. Djuwira kaget saat gelegar suara yang terdengar menakutkan. Ingin rasanya bersembunyi di balik selimut, tapi berhubung bosnya menghubungi, Djuwira harus menundanya dan pura-pura berani mendengar suara petir yang sedang terjadi."Saya mendapatkan laporan kalau kau sudah melakukan tindakan pele-cehan terhadap pe-milik acara," jelas pria tersebut dengan suara putus-putus akibat sinyal yang hilang timbul.Djuwira merasa salah dengar dan menyahut, "Apa, Pak? Bisa diulangi lagi?" pintanya.Pengulangan dari bosnya pun bisa dia dengar jelas kali ini. Djuwira syok seperti sedang terkena serangan jantung. "Astaga, Pak! Fitnah itu semua!" bantahnya merasa tidak pernah melakukan hal tersebut."Djuwira, saya tidak tahu siapa yang benar dan salah, tapi saya hanya ingin mempertahankan reputasi usaha ini dan menjaga relasi dengan pembeli," ungkapnya dengan sabar."Ya, Pak, saya tahu itu. Cuman ... Saya berusaha jujur sama Bapak kalau semua tuduhan itu tidak benar, Pak," katanya membela diri."Saya percaya padamu, tapi saya juga tidak bisa memutus kepercayaan pembeli dari keluarga Matsumoto. Jadi, dengan berat hati saya katakan kalau masa kerjamu berakhir pagi ini. Kau tidak perlu datang lagi setelah membereskan barang-barang yang tertinggal di sini," tukasnya dengan suara penuh penekanan supaya Djuwira mengerti.Napas Djuwira mendadak seperti berhenti. Setiap tarikannya begitu berat dan tersendat. Kali ini dia merasa tidak salah dengar karena sinyalnya bagus walau sedang hujan."Tapi kenapa saya malah dipecat, Pak? Saya gak salah, Pak."Bulir air mata jatuh dengan sendirinya akibat mendapatkan kabar buruk di tengah cuaca yang sama buruknya dengan nasib pagi ini. Petir menggelegar tak lagi mengejutkan Djuwira karena kabar pemecatannya mengalahkan ketakutan halilintar.Jemarinya menyeka sudut mata, berusaha menghentikan air mata yang terus jatuh. Namun, semakin ingin berhenti semakin deras pula ia jatuh. Sayangnya, tangisan dalam diam itu terasa sangat menyakitkan. Sakit sekali seperti disayat-sayat.Djuwira tidak mau ayah dan adiknya tahu kalau dia sudah tidak bekerja. Mereka bisa sedih dan ikut frustasi. Biar ia saja yang menanggung sedih serta berusaha mencari jalan keluar atas permasalahannya ini.Sekitar satu jam berlalu. Djuwira keluar kamar setelah memastikan bahwa muka serta matanya bebas dari jejak tangisan. Senyuman ditarik paksa, mengubah ekspresi sedihnya menjadi gembira. Ia membawa tas selempang berbahan denim dari kamarnya, lalu berpamitan."Ayah, aku keluar dulu," katanya.Rinaldi yang sedang sarapan lan
"Fitnah?" Ekspresi Key terlihat tidak senang. Lirikan tajamnya menusuk hingga membuat Djuwira mengerutkan kening.Sekretaris Key pun ikut kelimpungan dengan situasi yang sama sekali tidak dia pahami. Secara bergantian wanita itu melihat bos dan juga tamunya itu."Ya, Tuan memfitnahku dan sudah melayangkan pernyataan bohong pada pemilik toko roti Diamond dan itu semua tidak benar!" jelasnya lagi dengan nada meninggi.Suara Djuwira bisa terdengar hingga ke sisi ruangan para karyawan. Gea langsung mengawasi mereka, memastikan kalau mata-mata penasaran dari ruang karyawan yang mendengar obrolan panas itu tidak membuang waktu kerja mereka hanya demi mencari informasi.Saat dia hendak memberi solusi untuk bicara empat mata dalam ruangan, bosnya justru sudah beranjak pergi sambil mencengkram balik tangan Djuwira dan membawa paksa ke ruangan pribadinya.Djuwira dilepas paksa dari cengkraman Key hingga membuat gadis itu hampir tersungkur. Beruntung Ia menemukan credenza kemudian menahan diri ag
Percakapan serius antara Key dan seseorang yang dimaksud adalah Riena, pelayan kepercayaan keluarga. Dia yang telah memberi laporan palsu pada pemilik toko roti karena marah pada Djuwira yang dianggap tidak mau membantu Key untuk berpura-pura menjadi tunangannya malam itu.Key tampak mendidih hati ketika mengetahui bahwa seorang wanita berstatus 'pelayan' sudah berani melakukan hal di luar persetujuannya. Ia menutup panggilan tersebut dengan satu ancaman."Semoga Bibi ingat pada kejadian masa lalu tentang sekretaris pribadiku yang sudah lancang menyetujui perjanjian bisnis atas namaku. Kupastikan Bibi juga akan menerima hukuman yang sama," tekannya pada wanita yang sudah gemetar mendengar setiap balasan dari Key."Key, saya minta maaf! Saya melakukan itu karena tahu betapa pentingnya pertunanganmu dengan Nona Sayuri demi memperluas bisnis keluarga Matsumoto," sahutnya mengharap ampunan."Bibi tahu hal yang aku benci, bukan? Memaafkan sesuatu yang tidak bisa kumaafkan." Key memutus pan
Key tidak sanggup tetap berada di ruangan bersama Djuwira yang telah membangkitkan trauma masa kecilnya. "Tolong awasi dan tunggu dokter datang, saya mau keluar dulu," katanya.Gea tercekat mendengar perintah bosnya yang di luar nalar. Key meninggalkan dua beban pada sekretarisnya. Pertama, muntah yang berceceran di lantai dan kedua, wanita asing yang pingsan di sofa.Key melangkah tergesa-gesa tanpa menoleh sedikit pun pada Djuwira. Dia ingin mencari udara segar untuk menghilangkan mual yang masih dirasanya hingga sekarang.Sisi atap perusahaan adalah tempat terbaik bagi Key menjernihkan pikiran yang membawanya mengingat momen tak terlupakan. Momen ketika lahirnya seorang adik perempuan bernama Sasha.Flashback."Papa, adiknya laki-laki atau perempuan?" tanya Key kecil pada Matsumoto, ayahnya."Adik kamu perempuan, Key. Dia sangat cantik seperti mamamu," jawab Matsumoto penuh perasaan bahagia.Mereka belum diperbolehkan masuk setelah proses lahiran karena si ibu dan bayinya sedang dib
"Aku sudah sedikit lebih sehat, Tuan. Terima kasih sudah membantuku sadar," jawab Djuwira.Alis kiri Key menanjak sebentar karena memikirkan ucapan dokter di luar ruangan. "Bukan aku yang melakukannya, tapi dokter Vino," sahutnya."Ya, itu maksudku, Tuan. Hanya saja dokternya sudah pergi, jadi aku sampaikan pada Tuan," balas Djuwira bernada lemah.Key mengangguk. "Dokter menyarankan kau istirahat dan makan makanan yang bergizi karena tekanan darahmu sedang menurun," paparnya meneruskan ucapan Vino.Djuwira menganga terkejut saat mengetahui kalau dirinya kurang gizi. "Maaf, Tuan, tapi saya hanya kelelahan saja, bukan kurang gizi," tepisnya membela diri.Key tersenyum tipis kemudian menaikkan kedua alisnya. "Aku tidak peduli dengan itu. Aku hanya menyampaikan pesan dokter saja. Bayangkan kalau kau pingsan di jalanan, pasti akan merepotkan lebih banyak orang lagi," sanggahnya pula.Djuwira malu sekali karena pesan dokter yang sejujurnya ada benarnya itu. Hanya saja Djuwira takut kalau Ke
Djuwira mengatur napas normal karena sejak beberapa waktu lalu dia bahkan hampir lupa bernapas. Lirikan yang menerkamnya dari arah kanan menyadarkan Djuwira kalau dia harus mengucapkan terima kasih pada preman tersebut."Kak, aku mau ngucapin terima kasih karena udah bantu aku lolos dari mereka," katanya.Pria itu melipat kedua tangan dengan sombong. "Gua heran ngeliat Lu. Baru aja kerja di toko roti, sekarang udah dipecat. Apa Lu gak paham caranya bekerja?" sahutnya menghardik."Bukan begitu, Kak. Ada kesalahpahaman aja sama bos. Jadi, aku kena getahnya." Djuwira tersenyum meringis. "Eh, tahu dari mana aku kerja di toko roti, Kak?" tanyanya heran."Lu kira Gua gak keliling kota ini? Gua pernah lah ngeliat Lu keluar pake seragam toko roti Diamond." Preman itu melengos kesal."Oh, gitu. Ya udah, aku permisi, ya!" Djuwira menunduk sebentar saat melewati pria yang sudah menolongnya itu. Namun, saat dia sudah melangkah hampir 10 meter, pria itu mengatakan sesuatu padanya."Mereka itu anak
"Karena aku mau mencari pengalaman lain, Ayah," jawab Djuwira sambil berjalan menuju dapur untuk membersihkan gelas juga piring kotor yang tersisa. Ia terus menutupi sebisanya agar ayahnya tidak kepikiran.Rinaldi tersenyum. Dia sangat mengagumi putrinya yang sudah memiliki banyak pengalaman, tapi tetap saja ingin mencari lagi. Di mata Rinaldi seperti itu lah Djuwira. Padahal putrinya sedang putar otak keras demi mendapatkan uang lebih."Paman Anto meninggalkan motornya untukmu, Djuwira," ujar sang ayah mengejutkan anaknya."Huh?!" Djuwira langsung menghentikan aktivitas mencuci piring, lalu menyahut ucapan ayahnya. "Paman Anto baik banget, Yah!""Ya, dia pulang kampung dan malas membawa motornya. Lagi pula pamanmu itu banyak uang. Nanti kau ucapkan terima kasih padanya," ujar Rinaldi.Djuwira bersyukur sekali karena dikasih rezeki tak terduga di tengah-tengah keputusasaannya kemarin. Kebaikan paman Anto akan selalu dikenang.Di dalam kamar sebelum tidur.Djuwira menatap kartu nama di
"Celaka! Ternyata Paman Anto tidak mengatakan padanya kalau posisi supir ini digantikan olehku. Bagaimana Ini?" batin Djuwira ikut mengerutkan alis.Djuwira resah karena sudah tahu hal yang tidak disukai oleh Key saat dirinya meminta penjelasan atas fitnah di toko roti Diamond. Dia takut kalau pamannya terkena masalah akibat memasukkannya tanpa konfirmasi."Kenapa tidak kau jawab?!" bentak Key pada Djuwira.Gadis itu menghampiri Key dengan langkah hati-hati. Naik sampai ke anak tangga ketiga kemudian memposisikan diri di bawah Key satu tingkat."Saya mendapat amanat dari Pak Anto untuk menggantikan posisinya karena dia mau pulang kampung," jawab Djuwira formal bernada pelan meski jantungnya sudah berdegup kencang.Key menghela napas berat kemudian membuang wajah ke kanan, tepat ke pos satpam. "Ya, Allah!" serunya geram."Maaf Tuan, apa Anda keberatan saya jadi supir pengganti Pak Anto?" Djuwira mencoba bernegosiasi.Key yang sudah naik pitam itu kemudian melihat jam tangannya. Waktu t
Beberapa hari kemudian. Ketika Key selesai menjalani rapat penting dengan klien, tiba-tiba Sayuri muncul tanpa janjian. Sayuri bingung saat melihat sosok perempuan yang harusnya menjadi posisi terbawah di perusahaan calon tunangannya malah sekarang terlihat berduaan dengan Key. "Key!" panggil Sayuri. Pria yang hendak naik ke mobilnya itu pun langsung menahan salah satu kakinya demi melihat orang yang sudah memanggilnya. Djuwira ikut menoleh karena berdiri di dekat Key dengan posisi dekat pintu, baru saja membukakan pintu. Key berdeham karena melihat Sayuri semakin menjadi hantu yang mengikuti ke mana pun. Djuwira mundur selangkah dan menyaksikan Sayuri memeluk kekasihnya. "Sayang!" sapanya ramah, bersikap seolah seperti perempuan bangsawan. Melirik Djuwira sesaat dengan alis mengerut. "Kenapa kau bisa di sini?" tanya Key heran, perlahan melepas pelukan itu. "Ah, tadi aku bertemu teman lama. Kalau tahu kau mau ke sini, pasti kita bisa pergi bareng, Key ...." Sayuri mul
Waktu berlalu. Key berakting baik sebagai calon tunangan Sayuri. Perempuan itu semakin sering ke kantor dan merasa bahwa perusahaan tersebut sudah menjadi miliknya. Dia bahkan tidak segan menegur karyawan yang dirasanya tidak sesuai dan bermalas-malasan.Djuwira juga tersambar dengan sindiran juga makian. Sayuri tidak secantik wajah dan namanya. Djuwira hanya bisa bersabar karena mengingat tujuan Key pada Sayuri."Cleaning service kok suka banget keluar masuk ruangan bos! kau genit ke pemilik perusahaan ini, ya?" tuduhnya.Djuwira terkejut saat mendengar bentakannya. Qesya saja emosi melihat Sayuri marah-marah ketika Key sedang menjalani bisnis di luar kantor. Qesya ingin meremas rambut Sayuri, lalu membenturkannya ke meja. "Maaf, Bu. Saya hanya ingin memastikan kalau ruangan Pak Keane tetap bersih." Djuwira menjaga sikapnya walau darahnya mendidih."Awas kalau sampai Kau berniat macam-macam dengan calon tunangan saya. Saya pastikan Kau akan menyesal.""Baik, Bu."Sayuri pergi dengan
Djuwira melihat kerusuhan itu dan segera menerobos kerumunan. "Halo, maaf! permisi!" Tak hanya Djuwira, anak buah keluarga Matsumoto yang lain ikut menertibkan. Key dan Djuwira bergegas menuju mobil dan Key pun segera naik. Djuwira menyusul dan langsung tancap gas. Embusan napas Key di balik wajah tegangnya bisa dilihat oleh Djuwira dari spion. Dia tidak berani menanyakan apa pun saat kondisi seperti ini. "Terima kasih sudah membantuku," katanya. "Oh, iya, Tuan. Sudah tugasku melakukannya. Apa Tuan terluka?" tanya Djuwira. "Tidak, hanya saja aku tidak suka bau mereka. Bau badan salah satu dari mereka tadi menusuk hidungku," sahutnya. Djuwira menahan tawa karena memang dia juga merasakan tadi. "Mereka bekerja keras demi mendapatkan informasi. Panas-panasan menunggu Tuan." "Hum, jadi kau tahu mereka di sana sejak tadi?" Key menginterogasi. "Tidak, Tuan. Kalau aku tahu, sudah aku tutupin Tuan dari dalam pakai jaket, masker dan topi," jawab Djuwira. Key langsung tersenyu
Keesokan harinya di rumah Key. Djuwira sudah bersiap menjemput bos sekaligus pria kesayangan yang semakin brutal menunjukkan rasa cintanya saat tidak ada yang melihat. Key menyambut kehadiran Djuwira dengan romantis. "Pagi, Sayang!" ucapnya mengejutkan Djuwira dan dihadiahi sebuah kecupan lembut tanpa diminta. Djuwira tersipu malu, memegang pipinya yang masih merasakan hangat sentuhan Key. "Tuan ... kenapa udah main serang aja pagi-pagi begini?" Key menatapnya dengan pipi menanjak akibat senyuman manisnya. Dia mengusap rambut Djuwira dan melihat kondisi wanita kesayangannya. "Apa kau mau lebih dari itu?" "Eh, tidak-tidak ... cukup, Tuan!" Djuwira menggeleng cepat. "Makanya jangan pernah tolak sesuatu yang kuberikan." Key mengeluarkan sesuatu dari kantongnya kemudian meminta Djuwira memejamkan mata. "A-Ada apa, Tuan? kenapa Tuan menyuruhku tutup mata?" tanyanya. Key mengusap muka Djuwira agar menuruti kemauannya kemudian meraih tangan gadis itu dan memasangkan sesuatu d
Key menggigit bibirnya saat mengejar Djuwira yang semakin menjauh. Hatinya berdebar keras, tercampur antara kekhawatiran akan keadaan Djuwira dan kemarahannya terhadap Uwais. Dia tahu bahwa ini bukan hanya tentang Djuwira, tapi juga tentang keputusannya sendiri.Saat akhirnya ia berhasil menyalip Djuwira dan menghentikan mobilnya di pinggir jalan, Key turun dengan cepat dan berlari menghampiri Djuwira yang berjalan dengan langkah cepat."Djuwira!" panggilnya, napasnya terengah-engah.Djuwira berhenti sejenak, tapi tidak menoleh. "Tuan, tolong jangan repot-repot. Aku baik-baik saja."Key mendekatinya dengan hati-hati. "Tolong dengarkan aku, Djuwira. Aku tahu ini semua terlalu cepat, tapi aku tidak bisa lagi menyembunyikan perasaanku. Aku mencintaimu, Djuwira. Harusnya aku tidak menyembunyikan masalah hatiku pada semua orang, tapi aku—"Djuwira akhirnya menoleh, matanya penuh keraguan dan ketidakpercayaan. "Tuan, bisakah kita bicara tentang ini nanti? Aku tidak ingin membuat masalah di
Dengan hati yang berat, Key memasuki mobilnya dan memulai perjalanan ke bar yang biasa didatangi oleh Key dan Uwais. Pikirannya dipenuhi dengan kegelisahan dan kekecewaan atas keputusan Djuwira. Dia merasa seperti segalanya berantakan di sekitarnya, dan dia tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya. Di dalam mobil, Uwais berusaha menciptakan suasana yang lebih ceria. Dia bercerita tentang rencana-rencana mereka untuk malam itu, mencoba mengalihkan perhatian Djuwira dari keheningan yang tegang. Namun, Djuwira hanya menatap keluar jendela dengan ekspresi datar. "Djuwira, ada apa?" tanya Uwais. Ia pun terkejut dan menoleh. "Eh, enggak ada apa-apa, Uwais." "Apa ada masalah?" tanya Uwais lagi masih penasaran. "Gak ada, Kok! aku cuman ngerasa lelah." Uwais menghela napas. "Lelahmu akan hilang nanti saat tiba di sana. Teyamo adalah bar termewah dan juga asyik!" Djuwira tersenyum. "Apa di sana banyak laki-laki kesepian?" Uwais kaget mendengarnya. "Kenapa kau tanya itu?" "Hah
Di rumah usai pulang kerja. Djuwira melihat Maya datang dan membawanya ke kamar untuk berbincang.Dengan perasaan bahagia, Djuwira menceritakan masalah Key yang mencintainya. Namun, reaksi Maya justru berbeda."Buaya!" pekik Maya spontan."Eh, apa maksudmu, Maya?" Djuwira bingung."Dia hanya ingin pasang dua. Kau disembunyikan sementara si Sayuri diakui dunia. Ah, kau ini terlalu polos, Dju!"Djuwira mengerucutkan bibirnya. "Masa Tuan Key cuma mau mempermainkan aku?""Hei, Djuwira! namanya juga laki-laki. Mana ada yang menolak bangkai.""Maksudmu aku bangkai?"Maya cekikikan. "Dia menerima pertunangan dengan Sayuri, terus nanti kau diundang. Kau melihat mereka bertunangan, lalu kau disuruh berpikir kalau semua itu hanya bohongan?"Djuwira menelaah setiap ucapan Maya. "Katanya dia dendam sama Sayuri," sahutnya masih membela keyakinan hati."Dendam? kau tahu siapa Sayuri? anak konglomerat! mempertahankan hubungan dengan Sayuri jauh lebih menguntungkan daripada mempertahankan kau, Dju."
Di tengah-tengah kemesraan, tiba-tiba suara alarm pintu yang dikunci otomatis oleh Key terdengar. Ada yang berusaha membukanya dari luar. Qesya adalah pelakunya yang kaget saat mengetahui pintu dikunci. Dia berniat mengecek kegiatan bosnya bersama si cleaning service.. "Lho, kenapa dikunci? apa Djuwira sedang disidang habis-habisan sampai begitu privasi?" tanyanya sendiri, lalu berdecak heran. Dari ujung koridor, Qesya melihat Sayuri datang dengan jalan gemulainya yang khas. Qesya bisa membaca arah langkahnya ke ruangan Key. "Selamat siang," sapa Sayuri setengah ramah. "Siang, Bu!" sahut Qesya tersenyum palsu. Jujur dia malas sekali melihat saingannya datang. Mana ia merasa curiga pada Djuwira yang sudah terlalu lama di dalam, sekarang malah bertambah lagi beban pikirannya. "Keane, Mana?" tanya perempuan bergaun simpel warna medah muda itu. "Pak Keane di ruangan, tapi sepertinya sedang ada tamu," jawabnya. "Tamu?" Sayuri berdecak tawa kecil. "Buka pintunya," perintahnya
Ketika Key keluar dari ruang peralatan, matanya mengawasi sekitar. Dia berharap tidak ada yang melihat. Ketika dia merasa aman, secepat mungkin langkahnya mengarah ke ruangan sendiri. Tiba-tiba Qesya muncul dari balik lemari. "Pak," panggilnya. Key sedikit gugup, tapi berusaha dia kontrol. "Ada apa, Bu Qesya?" "Ah, saya mencari Bapak dari tadi. Ini ada proposal yang baru masuk, boleh bapak cek dulu," jawab Qesya. "Ya, saya akan mengeceknya di ruangan," sahut Key, membawa berkas tadi menuju ruangan. Qesya bingung melihat tingkah gugup Key, tapi dia berusaha menepis pikiran negatifnya kemudian kembali bekerja. Tidak lama setelah itu, Djuwira pun berniat mengembalikan kunci tadi, tapi Uwais datang membawanya pergi. "Eh, kita mau ke mana, Pak?" tanya Djuwira heran. Banyak mata memandang ke arah mereka. "Makan siang, aku telat istirahat dan akan mengajakmu," jawab Uwais seenak hati. Dia tidak mengikuti aturan jam kerja kantor. Beberapa saat kemudian, di kafe. Djuwira su