"Celaka! Ternyata Paman Anto tidak mengatakan padanya kalau posisi supir ini digantikan olehku. Bagaimana Ini?" batin Djuwira ikut mengerutkan alis.Djuwira resah karena sudah tahu hal yang tidak disukai oleh Key saat dirinya meminta penjelasan atas fitnah di toko roti Diamond. Dia takut kalau pamannya terkena masalah akibat memasukkannya tanpa konfirmasi."Kenapa tidak kau jawab?!" bentak Key pada Djuwira.Gadis itu menghampiri Key dengan langkah hati-hati. Naik sampai ke anak tangga ketiga kemudian memposisikan diri di bawah Key satu tingkat."Saya mendapat amanat dari Pak Anto untuk menggantikan posisinya karena dia mau pulang kampung," jawab Djuwira formal bernada pelan meski jantungnya sudah berdegup kencang.Key menghela napas berat kemudian membuang wajah ke kanan, tepat ke pos satpam. "Ya, Allah!" serunya geram."Maaf Tuan, apa Anda keberatan saya jadi supir pengganti Pak Anto?" Djuwira mencoba bernegosiasi.Key yang sudah naik pitam itu kemudian melihat jam tangannya. Waktu t
"Gila! kenapa harus dia?!" cetus Key saat mengetahui kalau Djuwira adalah supir yang akan menggantikan Anto mulai hari ini.Perempuan misterius yang awalnya menyita perhatian karena tatapan Djuwira yang menawan hati, perlahan luntur ketika Key mengetahui kalau di pipi gadis tersebut ada tompel sebesar biji Ketapang.Hari itu, ketika malam pertunangan Key dan Sayuri gagal. Key tidak sengaja bertabrakan dengan Djuwira di lobby hotel. Wanita itu merusak ponselnya hingga membuat Key geram. Ekapati Djuwira Ningrat adalah nama yang dia ingat saat membaca name tag yang terpasang di bajunya.Tak pernah dia sangka kalau wanita itu bisa dia temui lagi saat Key merasa kalut melihat acara pertunangan sudah semakin dekat, tapi Sayuri masih tidak bisa dihubungi. Riena adalah sosok pertama yang punya ide menjadikan Djuwira pengganti Sayuri, tapi justru ditolak.Key merasa harga dirinya jatuh sebagai pria tampan nan kaya raya. Dia pun mengusir Djuwira dari ruangan. Namun, perempuan itu malah berniat m
Duar!Bagaikan petir menyambar di siang bolong.Seketika Djuwira terdiam. Berharap pendengarannya bermasalah dan salah menangkap kata-kata yang diucapkan oleh Key. Spontan Djuwira menarik diri dari dinding dan mengenai wajah Key. Bila tidak memakai masker maka bisa dipastikan kalau kedua bibir mereka bertemu satu sama lain.Jantung Key berdegup kencang mendapatkan serangan tiba-tiba dari Djuwira. Tercekat dan terpaku menatap wanita yang menarik diri lagi dengan mata berkaca-kaca."Maafkan saya, Tuan! saya tidak sengaja," pungkasnya kemudian mendorong tubuh Key agar menjauhinya. Djuwira berdiri di tempat yang lebih luas agar bisa bernapas lega.Key menarik napas cepat dan membuangnya dengan keras. "Hampir saja," bisiknya sendiri kemudian berbalik arah. Memasang ekspresi dingin dan cuek seperti tidak ada kejadian."Tuan memecat saya? tapi kenapa, Tuan? apa ada yang salah dalam perjalanan tadi? apa cara menyetir saya tidak enak?" tanya Djuwira tak mampu menahan sedih.Djuwira sedih sekal
Djuwira menerka suara yang menjadi lawan bicaranya sampai menyipitkan mata. Satu nama sudah dikantongi, tapi mendadak ragu karena maraknya penipuan. Ia menunggu jawaban saja biar tidak salah terka."Hoho, kau bahkan lupa pada mantan bosmu!" jawab pria itu."Mantan bos?" ulang Djuwira menghela napas cepat."Aduh, kau ini benar-benar pikun? ini aku Supri!" jawab pria itu lagi.Nama itu mengetuk ingatan Djuwira pada pekerjaan lama yang berjalan seumur jagung. Pekerjaan yang membuatnya bergidik ngerih."Maaf, Bos! maaf," sahut Djuwira meringis seram. Mata penasaran dengan lawan bicara sahabatnya. Djuwira langsung memberi kode pada Maya dengan gaya memutar jari ke kepala."Hoho! akhirnya kau ingat aku. Bagaimana kabarmu? aku yakin hidupmu semakin sengsara," ujarnya menanyakan hal yang tak seharusnya ditanya. Itu berkaitan dengan privasi orang."Semakin sengsara?" batinnya heran, bertanya pada diri sendiri. Supri seolah tahu kalau dia lagi kebingungan."Ada tujuan apa bos menghubungi saya?"
Teriakan bersuara lantang itu membuat Djuwira tak bergeming. Dia hanya menatap jalanan beraspal yang kini menjadi tempat rubuhnya tubuh akibat ditarik oleh pria asing yang membentaknya keras."Apa yang kulakukan? aku juga tidak tahu. Yang aku tahu dengan mati bisa meringankan beban hidupku," jawabnya sembarangan juga dengan tatapan kosong.Pria itu bertopang tangan ke pinggang, lalu satu tangannya ia ubah ke kepala. Wajahnya penuh rasa kesal. "Kau hanya akan menambah beban bagi orang lain bila kau mati!" pekiknya geram.Djuwira perlahan semakin merunduk. Tunduk dan kedua tangannya menyentuh bumi. Tangisan pun pecah, lalu ia bertingkah seperti anak kecil. "Kenapa kau tolong aku?!" protesnya."Tidak waras! bundir bukan jalan satu-satunya! kau ingin mengakhiri hidup yang sebenarnya masih panjang, begitu? menyusahkan Tuhan saja!" tandasnya dengan jelas, lalu giginya merapat."Kau tidak tahu apa-apa tentangku. Pergi dan jangan hiraukan aku!" sahut Djuwira tanpa ingin melihat wajah si pelin
"Bantu apa?" tanya Key, sahabatnya Uwais."Beri pekerjaan untuk seseorang yang aku rekomendasikan di perusahaan tempatku bekerja. Aku tahu ini gila, tapi akan lebih gila lagi kalau aku gagal membuatnya bekerja," jawab Uwais.Key terkesiap kemudian tertawa kecil. "Siapa orang yang sudah membuatmu begini? apa dia kekasihmu?""Sialan! aku belum punya pacar. Aku hanya menolong seseorang dari keputusasaan. Aku yakin dia bisa bekerja dengan baik. Bukankah kau butuh sekretaris di perusahaan Dinajayama?" tanya Uwais dengan alis menanjak.Key tersimpul. "Tidak mudah jadi sekretarisku, tapi boleh juga aku terima rekomendasimu. Kalau tidak sesuai, aku tetap tidak bisa terima.""Usahakan terima ya, Key! kasihan. Sumpah kasihan banget dia." Uwais memohon pada sahabatnya."Hei, aku penasaran—kenapa kau tiba-tiba jadi kasihan padanya?" tanya Key dengan serius.Uwais akhirnya menceritakan kronologi pertemuannya dengannya Djuwira tanpa mengatakan nama gadis tersebut. Uwais juga tidak mengatakan kalau
Key menaikkan alis, lalu membasahi bibir merahnya. "Ya, saya sudah mendapatkan orangnya."Key merasa salah satu dari mereka adalah kandidat yang tepat. "Ibu Qesya Aldinar," panggilnya.Spontan wanita kedua yang duduk dari Ariyanto pun berdiri. "Saya, Pak!""Mulai besok, Anda bisa bekerja sebagai sekretaris saya dan Bu Anna akan memberikan penataran singkat hari ini. Saya harap Anda bisa cepat tanggap. Kalau tidak, saya akan mencari sekretaris baru," ungkap Key, menandakan bahwa hanya Qesya yang berhasil diterima sementara ketiga lainnya gugur.Anna memberi instruksi pada Qesya untuk mengikutinya sementara yang lain diperkenankan meninggalkan ruangan.Key bersiap pergi dengan membawa tas juga map kemudian melewati Djuwira yang masih duduk di kursi. Gadis itu masih duduk menunggu Key meninggalkan ruangan lebih dulu agar tidak berpapasan dengannya di luar.Namun, saat Djuwira ingin berdiri, roknya tersangkut di kursi dan robek sedikit di bagian bawah. "Ya Allah," lirihnya sambil melihat
Keesokan harinya.Djuwira terlalu bersemangat menjalani pekerjaan barunya. Sampai-sampai dia datang satu jam setengah sebelum jadwal masuk kantor. Ia duduk di anak tangga sambil makan roti karena pintu belum dibuka."Maaf, Bu!" sapa seorang satpam yang baru datang dari arah parkiran."Mmh, ya, Pak?" sapa Djuwira, menurunkan roti yang tadinya mau digigit."Ada keperluan apa, ya?" tanya satpam yang merasa asing pada wajah Djuwira.Gadis itu tersenyum, lalu berdiri sebelum menjawab, "Saya bekerja di sini mulai hari ini, Pak. Semalam saya lolos interview.""Oh, begitu. Maaf saya gak tahu.""Gak masalah, Pak!" Djuwira ikut tersenyum. "Hum, maaf saya mau nanya. Bapak terganggu sama tompel saya?" Djuwira baru ingat kalau maskernya dia buka karena makan roti."Astaghfirullah! mana mungkin terganggu. Ibu ini cantik! tompel itu gak akan mengubah penampilan Ibu." Pria tersebut menyenangkan hati Djuwira dan meyakinkan kalau tompel bukan masalah baginya."Alhamdulillah, Pak. Saya takut bapak meras
Beberapa hari kemudian. Ketika Key selesai menjalani rapat penting dengan klien, tiba-tiba Sayuri muncul tanpa janjian. Sayuri bingung saat melihat sosok perempuan yang harusnya menjadi posisi terbawah di perusahaan calon tunangannya malah sekarang terlihat berduaan dengan Key. "Key!" panggil Sayuri. Pria yang hendak naik ke mobilnya itu pun langsung menahan salah satu kakinya demi melihat orang yang sudah memanggilnya. Djuwira ikut menoleh karena berdiri di dekat Key dengan posisi dekat pintu, baru saja membukakan pintu. Key berdeham karena melihat Sayuri semakin menjadi hantu yang mengikuti ke mana pun. Djuwira mundur selangkah dan menyaksikan Sayuri memeluk kekasihnya. "Sayang!" sapanya ramah, bersikap seolah seperti perempuan bangsawan. Melirik Djuwira sesaat dengan alis mengerut. "Kenapa kau bisa di sini?" tanya Key heran, perlahan melepas pelukan itu. "Ah, tadi aku bertemu teman lama. Kalau tahu kau mau ke sini, pasti kita bisa pergi bareng, Key ...." Sayuri mul
Waktu berlalu. Key berakting baik sebagai calon tunangan Sayuri. Perempuan itu semakin sering ke kantor dan merasa bahwa perusahaan tersebut sudah menjadi miliknya. Dia bahkan tidak segan menegur karyawan yang dirasanya tidak sesuai dan bermalas-malasan.Djuwira juga tersambar dengan sindiran juga makian. Sayuri tidak secantik wajah dan namanya. Djuwira hanya bisa bersabar karena mengingat tujuan Key pada Sayuri."Cleaning service kok suka banget keluar masuk ruangan bos! kau genit ke pemilik perusahaan ini, ya?" tuduhnya.Djuwira terkejut saat mendengar bentakannya. Qesya saja emosi melihat Sayuri marah-marah ketika Key sedang menjalani bisnis di luar kantor. Qesya ingin meremas rambut Sayuri, lalu membenturkannya ke meja. "Maaf, Bu. Saya hanya ingin memastikan kalau ruangan Pak Keane tetap bersih." Djuwira menjaga sikapnya walau darahnya mendidih."Awas kalau sampai Kau berniat macam-macam dengan calon tunangan saya. Saya pastikan Kau akan menyesal.""Baik, Bu."Sayuri pergi dengan
Djuwira melihat kerusuhan itu dan segera menerobos kerumunan. "Halo, maaf! permisi!" Tak hanya Djuwira, anak buah keluarga Matsumoto yang lain ikut menertibkan. Key dan Djuwira bergegas menuju mobil dan Key pun segera naik. Djuwira menyusul dan langsung tancap gas. Embusan napas Key di balik wajah tegangnya bisa dilihat oleh Djuwira dari spion. Dia tidak berani menanyakan apa pun saat kondisi seperti ini. "Terima kasih sudah membantuku," katanya. "Oh, iya, Tuan. Sudah tugasku melakukannya. Apa Tuan terluka?" tanya Djuwira. "Tidak, hanya saja aku tidak suka bau mereka. Bau badan salah satu dari mereka tadi menusuk hidungku," sahutnya. Djuwira menahan tawa karena memang dia juga merasakan tadi. "Mereka bekerja keras demi mendapatkan informasi. Panas-panasan menunggu Tuan." "Hum, jadi kau tahu mereka di sana sejak tadi?" Key menginterogasi. "Tidak, Tuan. Kalau aku tahu, sudah aku tutupin Tuan dari dalam pakai jaket, masker dan topi," jawab Djuwira. Key langsung tersenyu
Keesokan harinya di rumah Key. Djuwira sudah bersiap menjemput bos sekaligus pria kesayangan yang semakin brutal menunjukkan rasa cintanya saat tidak ada yang melihat. Key menyambut kehadiran Djuwira dengan romantis. "Pagi, Sayang!" ucapnya mengejutkan Djuwira dan dihadiahi sebuah kecupan lembut tanpa diminta. Djuwira tersipu malu, memegang pipinya yang masih merasakan hangat sentuhan Key. "Tuan ... kenapa udah main serang aja pagi-pagi begini?" Key menatapnya dengan pipi menanjak akibat senyuman manisnya. Dia mengusap rambut Djuwira dan melihat kondisi wanita kesayangannya. "Apa kau mau lebih dari itu?" "Eh, tidak-tidak ... cukup, Tuan!" Djuwira menggeleng cepat. "Makanya jangan pernah tolak sesuatu yang kuberikan." Key mengeluarkan sesuatu dari kantongnya kemudian meminta Djuwira memejamkan mata. "A-Ada apa, Tuan? kenapa Tuan menyuruhku tutup mata?" tanyanya. Key mengusap muka Djuwira agar menuruti kemauannya kemudian meraih tangan gadis itu dan memasangkan sesuatu d
Key menggigit bibirnya saat mengejar Djuwira yang semakin menjauh. Hatinya berdebar keras, tercampur antara kekhawatiran akan keadaan Djuwira dan kemarahannya terhadap Uwais. Dia tahu bahwa ini bukan hanya tentang Djuwira, tapi juga tentang keputusannya sendiri.Saat akhirnya ia berhasil menyalip Djuwira dan menghentikan mobilnya di pinggir jalan, Key turun dengan cepat dan berlari menghampiri Djuwira yang berjalan dengan langkah cepat."Djuwira!" panggilnya, napasnya terengah-engah.Djuwira berhenti sejenak, tapi tidak menoleh. "Tuan, tolong jangan repot-repot. Aku baik-baik saja."Key mendekatinya dengan hati-hati. "Tolong dengarkan aku, Djuwira. Aku tahu ini semua terlalu cepat, tapi aku tidak bisa lagi menyembunyikan perasaanku. Aku mencintaimu, Djuwira. Harusnya aku tidak menyembunyikan masalah hatiku pada semua orang, tapi aku—"Djuwira akhirnya menoleh, matanya penuh keraguan dan ketidakpercayaan. "Tuan, bisakah kita bicara tentang ini nanti? Aku tidak ingin membuat masalah di
Dengan hati yang berat, Key memasuki mobilnya dan memulai perjalanan ke bar yang biasa didatangi oleh Key dan Uwais. Pikirannya dipenuhi dengan kegelisahan dan kekecewaan atas keputusan Djuwira. Dia merasa seperti segalanya berantakan di sekitarnya, dan dia tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya. Di dalam mobil, Uwais berusaha menciptakan suasana yang lebih ceria. Dia bercerita tentang rencana-rencana mereka untuk malam itu, mencoba mengalihkan perhatian Djuwira dari keheningan yang tegang. Namun, Djuwira hanya menatap keluar jendela dengan ekspresi datar. "Djuwira, ada apa?" tanya Uwais. Ia pun terkejut dan menoleh. "Eh, enggak ada apa-apa, Uwais." "Apa ada masalah?" tanya Uwais lagi masih penasaran. "Gak ada, Kok! aku cuman ngerasa lelah." Uwais menghela napas. "Lelahmu akan hilang nanti saat tiba di sana. Teyamo adalah bar termewah dan juga asyik!" Djuwira tersenyum. "Apa di sana banyak laki-laki kesepian?" Uwais kaget mendengarnya. "Kenapa kau tanya itu?" "Hah
Di rumah usai pulang kerja. Djuwira melihat Maya datang dan membawanya ke kamar untuk berbincang.Dengan perasaan bahagia, Djuwira menceritakan masalah Key yang mencintainya. Namun, reaksi Maya justru berbeda."Buaya!" pekik Maya spontan."Eh, apa maksudmu, Maya?" Djuwira bingung."Dia hanya ingin pasang dua. Kau disembunyikan sementara si Sayuri diakui dunia. Ah, kau ini terlalu polos, Dju!"Djuwira mengerucutkan bibirnya. "Masa Tuan Key cuma mau mempermainkan aku?""Hei, Djuwira! namanya juga laki-laki. Mana ada yang menolak bangkai.""Maksudmu aku bangkai?"Maya cekikikan. "Dia menerima pertunangan dengan Sayuri, terus nanti kau diundang. Kau melihat mereka bertunangan, lalu kau disuruh berpikir kalau semua itu hanya bohongan?"Djuwira menelaah setiap ucapan Maya. "Katanya dia dendam sama Sayuri," sahutnya masih membela keyakinan hati."Dendam? kau tahu siapa Sayuri? anak konglomerat! mempertahankan hubungan dengan Sayuri jauh lebih menguntungkan daripada mempertahankan kau, Dju."
Di tengah-tengah kemesraan, tiba-tiba suara alarm pintu yang dikunci otomatis oleh Key terdengar. Ada yang berusaha membukanya dari luar. Qesya adalah pelakunya yang kaget saat mengetahui pintu dikunci. Dia berniat mengecek kegiatan bosnya bersama si cleaning service.. "Lho, kenapa dikunci? apa Djuwira sedang disidang habis-habisan sampai begitu privasi?" tanyanya sendiri, lalu berdecak heran. Dari ujung koridor, Qesya melihat Sayuri datang dengan jalan gemulainya yang khas. Qesya bisa membaca arah langkahnya ke ruangan Key. "Selamat siang," sapa Sayuri setengah ramah. "Siang, Bu!" sahut Qesya tersenyum palsu. Jujur dia malas sekali melihat saingannya datang. Mana ia merasa curiga pada Djuwira yang sudah terlalu lama di dalam, sekarang malah bertambah lagi beban pikirannya. "Keane, Mana?" tanya perempuan bergaun simpel warna medah muda itu. "Pak Keane di ruangan, tapi sepertinya sedang ada tamu," jawabnya. "Tamu?" Sayuri berdecak tawa kecil. "Buka pintunya," perintahnya
Ketika Key keluar dari ruang peralatan, matanya mengawasi sekitar. Dia berharap tidak ada yang melihat. Ketika dia merasa aman, secepat mungkin langkahnya mengarah ke ruangan sendiri. Tiba-tiba Qesya muncul dari balik lemari. "Pak," panggilnya. Key sedikit gugup, tapi berusaha dia kontrol. "Ada apa, Bu Qesya?" "Ah, saya mencari Bapak dari tadi. Ini ada proposal yang baru masuk, boleh bapak cek dulu," jawab Qesya. "Ya, saya akan mengeceknya di ruangan," sahut Key, membawa berkas tadi menuju ruangan. Qesya bingung melihat tingkah gugup Key, tapi dia berusaha menepis pikiran negatifnya kemudian kembali bekerja. Tidak lama setelah itu, Djuwira pun berniat mengembalikan kunci tadi, tapi Uwais datang membawanya pergi. "Eh, kita mau ke mana, Pak?" tanya Djuwira heran. Banyak mata memandang ke arah mereka. "Makan siang, aku telat istirahat dan akan mengajakmu," jawab Uwais seenak hati. Dia tidak mengikuti aturan jam kerja kantor. Beberapa saat kemudian, di kafe. Djuwira su