BoimJangan lupa hari ini datang ke kajian ya sayang.Melihat pesan yang dikirimkan Boim lewat aplikasi WhatsApp membuat Farzana senyum-senyum sendiri. Isinya sih biasa saja. Akan tetapi panggilan kata 'sayang' itu serasa mampu memompa jantungnya agar berdetak lebih kencang. Beruntung Boim tidak ada di hadapannya sekarang ini. Kalau iya, bisa dipastikan Farzana malu semalu-malunya. Mau ditaruh dimana muka ini kalau Boim sampai tahu. Ah, tak dapat dibayangkan. Dan Farzana juga tak mau membayangkan hal itu. Sontak gadis itu menepuk-nepuk pipi untuk mengembalikan kewarasan diri sendiri. Tekadnya sudah bulat dan tak boleh dibantah. Ia harus menghilangkan perasaan cintanya. Apapun akan ia lakukan. Salah satunya dengan mengabaikan pesan Boim. Dan sudah diputuskan, ia juga tak akan menghadiri kajian pria itu.Selesai membaca pesan Boim, Farzana langsung menghapusnya. Kemudian ia melempar ponsel miliknya ke sembarang arah di atas tempat tidur. Selanjutnya ia merebahkan diri dengan tidur terl
Gamis warna hijau muda yang dengan kerudung warna senada terlihat begitu cantik dikenakan oleh Farzana. Pancaran sinar bak seorang putri raja memang pantas disandangkan kepada dirinya. Dengan polesan make up tipis saja ia tampak mempesona. Setiap mata yang memandang pasti tak akan mau memalingkan tatapan matanya barang sedetik. Benar apa kata orang, gadis tomboy kalau sudah dandan memang membuat siapapun pangling. Farzana saja hampir tak mengenal bayangan dirinya ketika bercermin di depan kaca riasnya. Ia merasa sosok yang dilihatnya di depan cermin bukanlah dirinya. Ia seperti melihat bayangan orang lain. Ia sungguh tak percaya bahwa itu memang dirinya. Beberapa kali gadis itu mencubit pipinya untuk mengetahui apakah ini mimpi atau tidak. Dan ternyata semua ini nyata. Ia memang tidak sedang bermimpi.Untuk keluar kamar ia sedikit ragu. Takut jikalau sang ibu sampai pingsan ketika melihat penampilannya. Tahu sendiri kan, Umi Kalsum itu mudah kagetan. Kalau sudah terkejut pasti lang
"Fat, acaranya dimulai jam berapa?" tanya Boim yang kini sedang duduk di ruang panitia menunggu gilirannya mengisi ceramah."Masih 2 jam lagi ustaz," jawab Fatimah sambil melihat jam tangan. "Kalau begitu aku tak keluar sebentar ya," karena sesi dirinya masih lama, Boim berniat pergi keluar."Mau ke mana Ustaz?" tanya Fatimah yang tak rela ditinggalkan Boim sendirian."Jalan-jalan aja sebentar," jawab Boim seraya bangkit dari duduknya."Mau saya temani Ustaz?" tanya Fatimah sembari ikut berdiri juga."Tidak perlu. Kamu disini saja. Nanti kalau panitia cari saya gimana. Tenang saja, saya nggak akan lama. Nanti kalau ada apa-apa kamu bisa telepon saya kan?" kata Boim memberi pengertian. Sebenarnya ia sengaja pergi keluar karena ingin menelepon Farzana. Ia ingin memastikan apakah sang pujaan hati sudah berangkat apa belum? Kalau ia menelepon di depan Fatimah pasti suasana berubah canggung. Apalagi Fatimah punya perasaan kepadanya. Ia takut menyakiti hati gadis itu. "Ta-ta-pi,
Setelah menyelesaikan sarapan pagi, baik Farzana dan Umi Kalsum hendak berangkat ke Kajian Boim yang ada di Masjid Padang Mahsyar Kota Batu. Namun sebelum itu Farzana harus menunggu sang ibu selesai berdandan. Jadinya sekarang gadis itu tengah terduduk diam sambil menonton televisi. Beberapa kali ia sempat menghela nafas karena kesal sang ibu sedari tadi tak kunjung keluar. Sudah lebih dari 1 jam ia menunggu. Hampir saja kehilangan kesabaran dan hendak menghampiri kamar sang ibu, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Senyum merekah pun menghiasi wajah cantik Farzana. Akhirnya, setelah sekian purnama orang yang ditunggu muncul juga. Menurut Farzana sang ibu terlibat begitu cantik mengenakan gamis warna hitam dan kerudung syar'i warna senada. Sungguh tidak seperti wanita paruh baya dan justru tampak awet muda.Ketika sang ibu datang menghampiri, Farzana bersiul riang menggodanya. Wajah cemberut pun langsung tampak di wajah Umi Kalsum. Sambil memasukkan barang bawaannya ke dalam tas
"Kamu kenapa Fat?" Fatimah langsung mendongakkan kepala saat ada seseorang bertanya kepadanya. "Ustaz Boim," panggil Fatimah seraya bangkit dari duduknya."Kamu habis menangis?" Boim bertanya tentang hal itu karena mata Fatimah terlihat bengkak seperti habis menangis."Eh, enggak. Mata saya tadi kelilipan saja kok ustaz," aku Fatimah bohong sambil menyeka tetesan air mata yang keluar."Jangan bohong. Saya tahu kamu habis menangis. Coba cerita, mungkin dengan kamu cerita kepada saya bisa mengurangi beban kamu," pinta Boim sembari tangannya merogoh saku gamis putihnya hendak mencari sesuatu.Fatimah tak langsung menjawab dan memilih diam dengan kepala tertunduk melihat ke arah lantai yang dihiasi ubin warna-warni. 'Bagaimana mau cerita kalau sumber kesedihan aku adalah kamu,' Fatimah membatin.Menurut gadis itu sungguh lucu ketika Boim meminta dirinya untuk menceritakan masalah yang tengah dihadapinya. Pria itu gak tahu saja, bahwa dirinyalah sumber kesedihan Fatimah. Maka dari
“Akhirnya hari ini kamu resmi jadi istri saya,” ucap seorang lelaki dengan paras nan rupawan sambil tersenyum lembut. Laki-laki tersebut meraih lalu mencium punggung tangan dari wanita dengan pakaian pengantin serba putih yang indah di sampingnya. Gerakan laki-laki itu terasa begitu hangat, seolah mencurahkan betapa besar cintanya pada sang pujaan hati.Tatapan mata yang begitu intens dari manik hitam milik laki-laki tadi, membuat sang mempelai wanita di hadapannya membatu seperti manusia yang disihir menjadi patung. Ekspresi wajah cantik milik wanita itu bercampur aduk. Tersirat berbagai emosi dari sana. Dari bingung, terharu, malu, terkejut, takut, tetapi juga ada gulungan kebahagiaan yang menggelora di dalam hatinya.“B-Boim? I-ini beneran?” tanya sang mempelai wanita yang biasa dipanggil Farzana dengan gagap.Laki-laki yang dikatakan telah resmi menjadi suaminya itu tidak menjawab, tetapi hanya tersenyum lembut sambil terus menatap Farzana lekat.“Wah … ini pasti cuman mimpi, kan
Kokok ayam jantan berbunyi dengan gagah berani. Bulan telah tenggelam dan matahari akan segera terbit. Ribuan bintang pun mulai menyembunyikan diri di balik atmosfer Bumi. Dalam naungan langit subuh, Farzana terbangun dari lelapnya mimpi dengan raut wajah bercampur aduk.“Ya Allah … kenapa hamba-Mu ini mimpiin Boim lagi? Apa ini gejala penyakit baru? A-atau sebuah pertanda?” Farzana menepuk kedua pipinya yang terasa hangat. Bayangan gagah Boim dalam setelan jas hitam masih terbayang.Sudah beberapa minggu Farzana terjebak dalam keadaan ini, sampai-sampai dirinya hampir tidak bisa mengelak lagi gejolak rasa asing yang telah bersemayam di dalam dada.TRING!Dering notifikasi khusus jika Boim mengirimkan pesan berhasil membuyarkan lamunan Farzana. Gadis itu segera meraih benda pipih yang tergeletak di atas nakas di samping kasurnya.“Assalamu’alaikum wahai Ukthi, sudah bangun?” Isi pesan dari BoimSahabatnya itu setahu Farzana adalah satu dari sekian manusia yang jarang sekali meme
“Serta … semoga Engkau memberikan hamba petunjuk dan tolong kuatkan hamba ya Allah, aamiin,” tutup Farzana dalam salat subuhnya dengan sangat khusyuk. Raut wajah Farzana tampak cukup buruk.Bagaimana tidak? Malam ini Farzana bermimpi hal yang menurutnya sangat mengerikan. Itu adalah mimpi buruk yang lebih menakutkan daripada mimpi dikejar oleh setan. Tema mimpi Farzana biasanya adalah keluarga bahagia dengan Boim, tetapi khusus malam tadi ia melihat Boim duduk bersanding bersama wanita lain yang tidak lain dan tidak bukan adalah Fatimah di atas pelaminan.Berusaha menepis segala pikiran kalutnya, Farzana langsung bersiap di kala pagi buta. Ia mandi, sarapan, dan membersihkan rumah lalu segera mengganti pakaian dengan celana dan tunik. Hal ini Farzana putuskan karena tadi malam ia mendapat pesan dari divisi humas, kalau mereka kekurangan orang dalam mengantar proposal dan jadilah Farzana yang turun tangan setelah meminta izin dari Boim. Sebenarnya Farzana sedikit tidak menyangka pesann