Sangat mudah untuk Bas mencari tahu tentang Arleta, pagi ini Bas sudah mengantongi semua dan siap diberikan pada Mahen
Ketika hari masih sangat pagi, Bas sudah keluar dari apartemennya, menuju rumah utama tempat dimana Mahen tinggal.Bas sengaja berangkat sepagi ini, karena akan membicarakan tentang informasi yang di dapatnya..Tidak butuh waktu lama untuk Bas sampai di rumah utama. Setelah mobilnya terparkir dengan baik, Bas segera turun dan melangkah masuk.Di rumah besar ini hanya ada Gio tinggal seorang diri, hanya ada beberapa pelayan dan juga penjaga rumah saja. Sesekali Bas juga menginap disana.“Tuan!” panggil Bas. Ketika susah tiba di depan pintu kamar Mahen.Bas mencoba membuka pintu namun tidak bisa.’’ Sepertinya tuan Mahen masih tidur.’’ Bas mengambil ponsel dalam saku celana, lalu menghubungi nomor Mahen. ‘’Astaga. Mengganggu saja!’’ keluh Mahen. Perlahan pria itu membuka mata, tangannya meraih ponsel yang ada di atas nakas.‘’Bas. Ini masih sangat pagi, kenapa dia sudah datang?”’ keluh Mahen. Dengan mata yang masih mengantuk Mahen mengangkat panggilan dari Bas.‘’Ada apa? Ini masih terlalu pagi Bas.’’ keluh Mahen dengan nada sedikit kesal karena tidurnya terganggu.‘’Maaf tuan. Bisakah saya masuk? Saya sudah mendapatkan informasi tentang gadis kemarin tuan.’’ucapan Bas barusan membuat mata Mahen langsung terbuka lebar, rasa ngantuk yang tadi masih bersarang kini sirna sudah.Ah. Bas memang sungguh sangat bisa diandalkan ‘’kau dimana sekarang?’’ tanya Mahen.‘’Aku ada di depan pintu kamarmu tuan.’’Mahen bergegas turun dari tempat tidur, lalu segera melangkah cepat menuju pintu tanpa mematikan sambungan teleponnya.Tidak berselang lama, pintu terbuka tampaklah Bas dengan wajah dinginnya.‘’masuklah.’’ ucap Mahen, kemudian melangkah masuk, lalu duduk di sofa diikuti Bas yang juga duduk di sebelah Mahen.‘’Apa yang kau dapatkan?’’ tanya Mahen dengan penuh penasaran.Bas membuka berkas yang di bawanya, lalu membacakan isinya.‘’Nama Arleta, umur I9 tahun. Dia baru saja ditinggal oleh ayahnya meninggal dunia seminggu yang lalu. Mereka tinggal di sebuah rumah di perkampungan padat penduduk sebelah barat kota, gadis itu dijadikan jaminan hutang oleh ayahnya sendiri, dan Arleta baru mengetahui itu setelah ayahnya tidak ada. Namun dari informasi yang didapatkan kalau gadis itu menolak dan memilih untuk membayar hutang ayahnya dari pada harus menjadi istri keempat dari bos rentenir dimana ayahnya hutang yang meminjam uang.’’‘’Berapa?’’ potong Mahen. Dia sangat penasaran seberapa besar hutang yang dimiliki sehingga menjaminkan putrinya sendiri.‘’Seratus juta.’’ Jawab Bas. Mahen hanya menganggukan kepala.’’ Lanjut.’’ titahnya.’Bos rentenir itu memberinya waktu satu bulan untuk melunasi hutang-hutang ayah ayah Alrleta. Saat di restoran waktu itu, dia baru satu hari bekerja disana, namun sialnya dia juga dipecat di hari itu juga. Berdasarkan informasi yang didapat dia mengetahui adanya lowongan pekerjaan di kantor dari sahabatnya yang juga bekerja di kantor kita tuan.’’Gio terdiam, dalam hatinya dia merasa sangat bersalah. Rupanya gadis ceroboh itu menyimpan beban besar dalam hidupnya. Ada rasa iba muncul di hati Mahen.‘’Lalu bagaimana kalau dalam satu bulan gadis itu tidak bisa membayar hutangnya?’’‘’Gadis itu harus mau menjadi istri keempat, sesuai dengan perjanjian yang dibuat ayahnya.’’‘’Sayang banget tuan, padahal kalau saya lihat dia cukup cantik. Tapi sayang nasibnya kurang baik,seharusnya di usia seperti dia sedang menikmati masa-masa muda, tapi dia…’’ Bas menghela nafas, seakan ikut merasakan penderitaan Arleta.‘’Kau saja yang nikahi,kalau begitu.’’ ucap Mahen sambil melangkah menuju kamar mandi.‘’Kenapa harus aku. Tuan saja kalau mau.’’cetus Bas, dengan menunjukkan wajah betenya.Tok..tok.. ‘’Arleta. Arleta. Kau belum bangun ya?’’ teriak Riri di depan pintu rumah Arleta.Arleta yang masih bergulung di bawah selimut, langsung terlonjak kaget mendengar orang yang memanggil namanya. Dengan langkah gontai Arleta berjalan menuju ruang tamu untuk membukakan pintu.‘’Iya Ri, kenapa?’’ tanya Arleta dengan masih mengucek matanya yang terlihat masih mengantuk.‘’Kamu gak kerja?’’ tanya Riri, menatap Arleta dengan penuh selidik.‘’Astaga. Aku lupa.’’pekik Arleta, kemudian Arleta langsung berbalik dan berlari.‘’Ri kamu berangkat duluan saja. Nanti kamu terlambat, makasih udah bangunin.’’ teriak Arleta sambil berlari ke kamar mandi.Riri hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Arleta, sebelum pergi Riri menutup pintu rumah Arleta setelah itu baru pergi dari sana.‘’Aduh kenapa gak ada angkot lewat ya?’’ keluh Arleta, padahal jam sudah semakin bergerak naik namun Arleta masih berada di jalanan. ‘’Gak bisa nih, kalau kaya begini. Lebih baik aku jalan kaki, sambil menunggu ada angkot lewat dari pada harus menunggu di sini hanya buang-buang waktu.’’ celoteh Arleta.Dia mulai menyusuri jalanan ibu kota yang ramai. Arleta berjalan dengan sedikit berlari, agar cepat sampai kantor tepat waktu. Arleta tidak ingin membuat kesan buruk yang akan berpengaruh buruk dengan pekerjaannya nanti.‘’Tuan, sepertinya itu Arleta.’’tunjuk Bas pada seorang gadis yang sedang berlari kecil di pinggir jalan. Mahen menajamkan penglihatan melihat yang ditunjukkan Bas.‘’Sepertinya iya Bas. Cepat susul, sedangkan apa bocah itu! Bukannya kerja malah keluyuran di jalan.’’ ucap Mahen, kesal.Bas langsung menambah kecepatan dan langsung tancap gas menyusul Arleta.Tin..! tin..!Bas membunyikan klakson, berulang kali namun bukannya berhenti Arleta malah semakin beralih ke pinggir memberikan ruang untuk mobil di belakangnya.Tin..! tin..!Arleta yang kesal akhirnya berhenti, berbarengan dengan mobil yang juga berhenti tepat di sampingnya. Tok..! tok..!Arleta mengetuk jendela mobil saking kesalnya, padahal Arleta sudah jalan di pinggir tapi pengendara itu malah terus membunyikan klakson tanpa henti.‘’Woi.Buka! Mau lo apa sih? Aku tuh udah jalan di pinggir, masih aja di klaksonin!” celoteh Arleta dengan kesal.“Dasar gadis bar bar.” desis Mahen pelan, namun masih terdengar oleh Bas.Bas hanya tersenyum kecil, mendengar Mahen menggerutu.Perlahan jendela belakang terbuka, Arleta langsung membekap mulutnya saking terkejutnya.‘Mati aku. Kenapa pria itu lagi. Pria itu lagi’ batin Arleta.‘’cepat naik.’’ titah Mahen sambil membukakan pintu untuk Arleta. ‘’Kau dengar tidak. Cepat masuk kenapa malah bengong disitu.’’ ketus Mahen, yang gemas melihat Arleta hanya diam berdiri dengan mata melotot sambil mendekap mulut.Mahen yang semakin geregetan, langsung turun lalu mendorong tubuh Arleta kedalam mobil, sehingga si empunya terpekik karena kaget.‘’Aaa..emp..’’ teriakan Arleta terhalang karena mulutnya langsung di bekap oleh MahenBahaya jika Arleta sampai berteriak, bisa-bisa dirinya dikira pelaku penculikan!‘’Cepat jalan Bas.’’ ucap Mahen, tangannya masih mendekap mulut ArletaBas menganggukan, lalu menginjak pedal gas melaju dengan kecepatan tinggi.Hah..!hah..!Arleta mengambil nafas dalam-dalam untuk menghirup udara. Arleta menoleh menatap pria di sampingnya dengan kesal.‘’Anda mau membunuh saya tuan?’’ tanya Arleta dengan nafas yang masih ngos-ngosan.‘’Kamu yang akan membuat ku mati kalau sampai kau berteriak.’’ sahut Mahen tidak kalah sengit.‘’Bagaimana saya tidak teriak. Anda menculik saya.’’ cetus Arleta‘’Dengar ya tuan, saya ini akan berangkat kerja. Kenapa tuan malah membawa saya, bagaimana kalau saya dipecat, anda mau tanggung jawab. Ya tuhan semoga saja, aku tidak dipecat kali ini, bagaimana aku akan bayar hutang nanti.’’ celoteh gadis itu, raut wajahnya berubah sendu, tidak lagi memperlihatkan wajah sok kuatnya.‘’Aku tidak menculikmu. Jangan asal kalau bicara. Kau lupa? Aku juga bekerja di kantor yang sama denganmu bukan? tanya Mahen, menoleh pada Arleta.Arleta mengangguk samar.‘Ataga. Kenapa aku bisa lupa kalau pria juga bekerja di kantor yang sama dengan Arleta.“Tuan, saya turun disini saja.’’ ucap Arleta saat mobil Bas tiba di pintu gerbang kantor.Tanpa menunggu jawaban dari Mahen, Bas menghentikan mobilnya tepat di samping pintu masuk. Setelah mobil berhenti Arleta segara membuka pintu.‘’Tuan terima kasih atas tumpangannya.’’ ucap Arleta, sebelum dia benar-benar turun.‘’Hem.’’ sahut Ma singkat. Setelah Arleta benar-benar turun Bas langsung melajukan mobilnya kembali masuk kedalam pekarangan gedung. Sedangkan Arleta berjalan di belakang.Arleta bersyukur, tadi dia mendapatkan tumpangan kalau tidak, Dia pasti akan kesiangan . Arleta buru-buru masuk ke dalam ruang ganti, setelah berganti pakaian Arleta langsung menuju dapur. Bersiap untuk menjalankan tugas. Seperti biasa di dapur sudah ada pembagian tugas masing-masing, hari ini Arleta kebagian tugas membersihkan ruangan di lantai tiga.Di lantai lain, tepatnya di ruangan presdir Mahendra sedang sibuk dengan berkas-berkas yang menumpuk di atas meja. Pria itu terlalu fokus sehingga
Mehen mendorong tubuh Arleta hingga gadis itu jatuh terlentang diatas sofa empuk yang ada di ruangan presdir. Mehen langsung menindih Arleta dan melanjutkan mencumbu gadis itu dengan brutal.“Tuan! Berhenti! Tolong jangan lakukan ini!” Arleta memohon dengan mengiba. Tapi pria di atasnya ini seakan tuli tidak mendengar jerit tangisnya.Tangis dan rengekan Arleta seperti musik yang membuat Mahenra semakin bernafsu. Puas bermain di area leher kini Mahendra mencium bibir Arleta kembali dengan brutal menyusuri setiap rongga mulut gadis di bawahnya. Tangan Mahen bergerak meremas payudara Arleta yang berukuran sedang namun sangat pas ditangan Mehendra, tangan satunya pria itu digunakan untuk memegang tangan Arleta agar tidak bisa berontak.“Empt..”“Empt..” Arleta berteriak tertahan, nafasnya hampir habis akibat ulah Mahen.Pria itu melepaskan ciumannya, membiarkan Arleta mengambil oksigen. Matanya menatap dua buah gunung yang sangat indah di balik kaos yang Arleta kenakan.Dan…Srek!“Tid
Arleta langsung menyambar jubah mandi dari tangan Mahen, lalu dengan cepat memakainya. Dari pada dia harus telanjang di hadapan laki-kali brengsek yang telah merenggut masa depannya.“Aw!” Arleta terpekik, saat akan berdiri, area di bawah sana terasa sangat sakit dan ngilu ketika dibawa untuk bergerak.“Biar saya bantu!” Mahen hendak memegang tangan Arleta. Tapi cepat ditepis oleh gadis itu.“Tidak perlu!” tolak Arleta dengan kasar.Mahen menghela nafas kasar.Sedangkan Arleta, dia berjalan dengan tertatih menahan rasa sakit. Dengan pelan Arleta masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Mahen segera menghubungi Bas, ketika Arleta sudah benar-benar masuk kedalam kamar mandi.“Bas. Carikan aku pakaian wanita. Cepat! Bawa keruanganku sekarang!” titah Mahen, begitu panggilan bari terhubung.“Pakaian wanita?” tanya Bas dengan nada heran.“Iya! Cepat!”“Tapi tuan…”“Kalau kau terus bertanya! Kapan kau akan berangkat mencarinya. Nanti aku akan jelaskan setelah kau bawa pakaian itu kemar
“Arleta kamu sakit?” tanya Ami ketika melihat Alana yang pucat.“Sepertinya begitu. Apa boleh hari ini aku izin?” Arleta terpaksa berbohong, demi kebaikannya sendiri. “Pulanglah! Dan segera pergi ke dokter.” Arleta mengangguk.” Terimakasih.”Ami mengangguk.” Sama-sama. Semoga lekas sembuh.” ucap Ami.Setelah mendapatkan izin Arleta langsung mengambil tasnya yang ada di ruang ganti. Setelah itu langsung melangkah keluar dari perusahaan ini. Di ruang presdir.“Bagaimana kalau gadis itu. Membocorkan masalah ini di luaran? Bisa hancur nama baik yang selama ini aku jaga.” ucap Mahen. Terlihat sangat khawatir. Dari tadi pria itu terus mondar mandir tidak jelas di ruangannya. Bas yang melihatnya pun menjadi pusing.“Tenanglah tuan! Duduklah! Jika anda terus mondar mandir seperti ini, saya malah ikutan pusing.” tegur Bas.Mahen menurut, langsung duduk kembali di kursinya.“Begini saja tuan. Bukankah, tuan tadi mengatakan punya penawaran untuk Arleta? Bagaimana sore nanti kita datengin
Cepat angkat bodoh! kenapa malah diam di situ.” bentakan Mahen cukup menyadarkan Bas.“Eh. Iya tuan.” Dengan cepat Bas, mengangkat tubuh Alana yang terkulai lemas. Setelah itu Bas berjalan dengan sedikit berlari menuju mobil sambil membopong tubuh Arleta.Sedangkan Mahen, berjalan di belakang Bas. Tidak lupa Mahen juga menutup pintu rumah Arleta. Pria itu berlari menyusul Bas, lalu membukakan pintu mobil.Bas segera menidurkan Arleta di kursi belakang, setelah itu baru Bas ikut masuk kedalam mobil, sebelumnya tadi Mahen sudah masuk, dan duduk di kursi depan.“Cepat Bas! Kau lambat sekali.” protes Mahen.Mahen menoleh ke belakang, untuk melihat kondisi Arleta. Dengan perasaan khawatir.“Ini sudah ngebut tuan!” jawab Bas. Lalu menambah kecepatan laju mobilnya.Baru kali ini, Bas melihat Mahen begitu peduli dengan wanita, apalagi hanya seorang Office Girl. Atau mungkin karena kejadian siang tadi? ‘Ah! Tapi, ya sudahlah!’Setelah empat puluh menit perjalanan, akhirnya mereka tiba di rum
Mahendra menyodorkan amplop coklat dengan isi yang cukup tebal. Berharap kali ini Arleta mau menerimanya dan tidak jadi melaporkannya pada polisi. Arleta menoleh, menatap Mahen dengan tatapan penuh amarah! “Aku bukan pelacur! Silahkan ambil saja uangmu!” seru Arleta marah. “Aku tidak bermaksud begitu. Aku tahu kau sedang butuh uang bukan? Untuk membayar hutang ayahmu? Uang ini aku rasa cukup untuk melunasinya.” ucap Mahen mencoba bernegosiasi. “Aku memang butuh uang! Tapi tidak dengan menjual harga diriku! Dan kau! Kau telah mencurinya!” Arleta menunjuk wajah Mahen dengan penuh emosi. “Terserah, kau saja! Jika kau butuh kau bisa hubungi aku! Atau jika kau mau? Aku bisa memberimu banyak uang asal! Asal kau mau menjadi budak nafsuku. Aku rasa aku sudah kecanduan dengan tubuhmu.” ucap Mahen dengan prontal. Brak! Arleta memukul pintu mobil. “Berhenti!” teriak Arleta. Arleta sungguh tidak mengerti dengan pria ini! Tadi dia meminta maaf, namun sekarang? Dia menawarkan hal
Itulah yang Arleta rasakan saat ini, tidak ada pilihan lain yang lebih baik.“Terimakasih. Sudah menolong saya, jika anda tidak datang tepat waktu. Saya tidak tahu bagaimana nasib saya sekarang.” ucap Arleta terbata.“Tidak masalah! Siapa mereka? Apakah mereka orang suruhan rentenir itu?” tanya Mahen dengan serius.Arleta mendongak, lalu menoleh pada Mahen.“Darimana anda tau?” tanya Arleta dengan menatap wajah Mahen.Arleta penasaran sudah dua kali Mahen menyebut-nyebut hutang! Rentenir! Darimana dia tahu? Sedangkan Alana tidak pernah bercerita sedikit pun tidak pernah bercerita pada pria itu.Mahen tersenyum samar. “Aku tahu semuanya! Ayah mu banyak hutang pada rentenir bukan? Dan kau lah jaminannya! Aku tahu itu.” “Siapa yang memberitahumu?!” sela Arleta.“Arleta. Arleta itu sangat mudah bagiku, kalau cuma mendapatkan informasi data konkrit tentangmu.” ucap Mahen sombong.“Bahkan aku tahu, waktumu tinggal beberapa hari bukan? Untuk melunasinya. Bukankah aku pernah menawarkan sebu
” Mengerti tuan.” sahutnya dengan cepat.“Bagus! Saya harus segera turun. Jadilah gadis baik nona, jangan buat kekacauan.” ucap Bas, memberi ultimatum.Arleta mencebikan bibir, tanpa ingin menjawab ucapan Bas.‘ Ck! Memangnya aku anak kecil, yang suka bikin kekacauan gitu.’ Setelah dirasa cukup aman untuk meninggalkan Arleta. Barulah Bas pergi. Segera menyusul Mahen yang menunggu nya di parkiran. Setelah Bas menghilang di balik pintu. Arleta berjalan menuju kamar.“Aaaaa….!” wanita berteriak kegirangan.Arleta melompat ke atas kasur spring bed berukuran king size, merebahkan tubuhnya di sana.“Astaga! Ini empuk sekali, seumur-umur baru kali ini merasakan tidur di kasur orang kaya.” ucap Arleta. Dengan tubuh yang terus berguling kesana kemari.Haha….sangat katrok bukan.“Pasti sangat nyaman tidur disini. Gak kaya kasur ku yang keras, kalau bangun tidur badan pegal semua.” keluh Arleta.“Aku mau lihat isi kulkas ah!” celotehnya kemudian.Arleta kemudian bangun, lalu melangkah menuj
Bab Selanjutnya: Kebahagiaan Sebagai Orang Tua BaruHari-hari awal bersama Mahesa dipenuhi dengan keajaiban dan kekacauan. Mahen dan Arleta, sebagai orang tua baru, merasakan cinta dan kebahagiaan yang tak terlukiskan saat mereka menyaksikan tumbuh kembang bayi mereka.Setiap pagi, suara tangisan Mahesa menjadi alarm alami yang menyentak mereka dari tidur. Meskipun terkadang membuat mereka kelelahan, suara itu selalu diiringi dengan senyuman dan rasa syukur. Mahen sering bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan bagi Arleta, sementara Arleta bersiap untuk menyusui Mahesa."Selamat pagi, bintang kecil kita," Mahen sering menyapa Mahesa dengan lembut saat mengganti popoknya. Mahesa, dengan matanya yang besar dan ceria, seolah memahami setiap kata yang diucapkan ayahnya.Arleta tidak pernah lelah mengagumi betapa cepatnya Mahesa tumbuh. "Lihat, Mahen! Dia sudah mulai tersenyum!" serunya suatu pagi saat Mahesa mengeluarkan senyum pertamanya."Mungkin dia merasakan cinta kita," jawab Mahe
Matahari terbenam dengan indah di cakrawala, memberikan cahaya keemasan yang menyejukkan. Di tengah kota yang sebelumnya dilanda ketegangan, kini terhampar suasana harapan dan kebahagiaan. Mahen berdiri di balkon rumahnya, mengamati langit yang berubah warna, merasakan damai yang telah lama ditunggu. Setelah berbulan-bulan berjuang melawan Ganesha Corporation dan para anteknya, kini semua itu telah berakhir.Kabar penangkapan Alexander dan seluruh jaringan kejahatan Ganesha Corporation menyebar cepat. Media melaporkan detail demi detail tentang bagaimana bukti yang mereka kumpulkan akhirnya membawa keadilan bagi semua korban. Mahen dan Bas, bersama dengan Inspektur Raka, telah bekerja tanpa lelah untuk memastikan bahwa semua yang terlibat dibawa ke pengadilan.Kini, dengan kasus yang hampir sepenuhnya terpecahkan, Mahen merasakan beban yang selama ini menggelayuti pundaknya perlahan-lahan sirna. Dia tidak hanya merasa lega, tetapi juga bersyukur. Dalam kekacauan yang telah mengha
Pagi itu, matahari bersinar terang, seakan memberi pertanda baik setelah malam penuh ketegangan yang Mahen dan Bas lalui. Di dalam kantor polisi, Mahen duduk bersama Inspektur Raka dan Bas, di depan mereka terbentang dokumen-dokumen penting.Bukti yang selama ini mereka kejar untuk menghancurkan Ganesha Corporation dan Alexander.Mahen menghela napas dalam, mengingat peristiwa di apartemen Sandi. Meskipun mereka lolos dari cengkeraman anak buah Alexander, rasa gentar tidak sepenuhnya hilang. Waktu semakin sempit, dan mereka harus bergerak cepat sebelum Ganesha melakukan langkah besar untuk menutup mulut mereka.“Kita punya semuanya di sini,” ujar Inspektur Raka, membuka pembicaraan dengan nada penuh keyakinan. “Bukti bahwa Ganesha Corporation tidak hanya terlibat dalam kebakaran bisnis kamu, Mahen, tapi juga dalam jaringan kejahatan terorganisir yang lebih luas. Uang gelap, penyuapan pejabat, dan perdagangan ilegal. Semuanya terhubung melalui berbagai perusahaan cangkang, dan Alexa
Ketika malam mulai menyelimuti kota, Mahen duduk di ruang kerjanya, memandangi berkas-berkas yang berserakan di atas meja. Di balik dokumen itu, ada kenyataan yang semakin terang, seiring dengan ancaman yang semakin membayang. Alexander, Ganesha Corporation, Aditya. Semuanya terhubung dalam jaringan yang rumit, dan Mahen tahu, langkah berikutnya akan menentukan segalanya. Di satu sisi, ada keluarganya, terutama Arleta, yang kini sedang mengandung. Di sisi lain, perang ini menuntut lebih banyak pengorbanan.Namun, di tengah ketegangan itu, kabar baik tetap datang. Arleta masuk ke ruang kerja, senyumnya yang menenangkan langsung membuat suasana berubah. Perutnya semakin membesar, tanda bahwa bayi mereka tumbuh sehat. Ada keajaiban dalam kehadirannya, meski bayang-bayang ketakutan terus mengepung mereka."Apa kamu baik-baik saja?" tanya Arleta sambil mendekat, merasakan kelelahan yang tak bisa disembunyikan dari wajah suaminya.Mahen tersenyum, meskipun lelah. "Ada banyak yang harus
Ketika Mahen keluar dari ruang pertemuan, udara terasa menyesakkan. Pembicaraan dengan Alexander tidak berjalan seperti yang dia harapkan. Pria itu bukan sekadar musuh, melainkan cerminan dari segala kekuasaan gelap yang siap menelan siapa pun yang berani menentangnya. Mahen tahu, semakin dia menggali lebih dalam, semakin berbahaya posisinya. Alexander bukan sekadar lawan yang bisa dia kalahkan dengan cara biasa, pria itu adalah monster yang siap melahap seluruh hidup Mahen dan keluarganya.Bas menunggu di dekat mobil, wajahnya menampakkan kekhawatiran. "Bagaimana, Tuan?" tanyanya pelan ketika Mahen mendekat.Mahen menarik napas panjang, membiarkan udara mengisi paru-parunya sebelum berbicara. "Alexander tidak akan menyerah begitu saja. Dia tahu apa yang kita lakukan. Tapi kita berhasil mengguncangnya. Dia tahu kita punya bukti."Bas mengangguk, meskipun matanya tetap waspada. "Itu kabar baik, tapi saya rasa kita harus lebih hati-hati sekarang. Alexander punya sumber daya yang sa
Malam itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya. Mahen duduk di depan komputer, jari-jarinya mengetik dengan cepat, mencoba menggali informasi lebih dalam tentang Alexander dan koneksinya dengan Ganesha Corporation. Di layar, nama Alexander terus muncul, melibatkan pria itu dalam berbagai transaksi gelap yang melibatkan pengiriman barang ilegal, suap politikus, hingga proyek yang tampak bersih di permukaan namun penuh dengan korupsi di dalamnya.Bas berdiri di belakang Mahen, menatap layar dengan sorot mata tajam. "Ini lebih besar dari yang kita kira," katanya sambil melipat tangannya di dada. "Ganesha dan Alexander tidak hanya menyerang bisnis kita. Mereka menguasai segalanya, politik, hukum, bahkan aparat keamanan. Kalau kita salah langkah, kita bisa lenyap tanpa jejak."Mahen tidak menjawab, matanya masih tertuju pada layar, mencoba menemukan pola di balik semua transaksi ini. Satu hal yang jelas baginya adalah Alexander bukan sekadar musuh bisnis. Ini adalah serangan pribadi
Matahari pagi menyembul di antara kabut tipis, menyinari rumah kecil yang kini menjadi tempat perlindungan Mahen dan keluarganya.Cahaya itu membawa sedikit kehangatan, namun ketegangan yang menggantung di udara masih belum hilang. Mahen duduk di meja kayu kecil di ruang tamu, matanya terfokus pada peta yang terbentang di depannya. Pria itu sedang mempelajari setiap sudut jalan, setiap celah yang mungkin bisa mereka manfaatkan untuk melarikan diri atau bersembunyi lebih baik. Namun di kepalanya, Mahen tahu bahwa lari bukanlah solusi selamanya.Bas muncul dari dapur, membawa dua cangkir kopi. "Saya sudah berbicara dengan kontak kita tadi malam," katanya sambil meletakkan cangkir di depan Mahen. "Mereka setuju untuk membantu kita, tapi kita harus bergerak cepat. Ganesha semakin kuat."Mahen mendengarkan dengan seksama, namun pikirannya terus berputar. Di satu sisi, Mahen tahu bahwa musuh mereka semakin mendekat. Di sisi lain, pikirannya kembali pada Arleta dan kabar kehamilan yang ba
Mobil Mahen melaju kencang di bawah langit malam yang kelam, meninggalkan jejak di jalanan sepi. Di belakangnya, bahaya yang tak terlihat terus membayangi. Bas, yang duduk di kursi pengemudi, sesekali melirik spion, memantau jalan di belakang mereka dengan kecemasan yang tak tersuarakan. Arleta, yang duduk di kursi belakang, menggenggam erat tangannya di atas perutnya. Ada ketegangan di setiap sudut mobil itu. Namun dibalik ketakutan yang menyelimuti mereka, ada sesuatu yang lain yang mulai tumbuh dalam hati Arleta, sebuah kehidupan yang baru.Mahen tahu bahwa ini lebih dari sekadar melarikan diri. Di balik setiap rencana jahat Ganesha, ada sesuatu yang lebih besar yang harus Mahen lindungi sekarang, keluarganya. Ancaman yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya kini tidak hanya menyasar dirinya atau bisnisnya, tapi orang-orang yang dia cintai.Bas menoleh ke arah Mahen, memecah keheningan yang menyesakkan. "Tuan, kita harus mencari tempat yang aman untuk sementara waktu. Ganesha m
Malam di pelabuhan telah berlalu, tapi suasana tegang itu belum memudar dari benak Mahen. Perburuan mereka terhadap Alexander hanya memberikan sepotong kecil dari teka-teki besar yang belum terselesaikan. Meski pria itu telah ditangkap, perasaan bahwa ada kekuatan yang lebih besar masih bersembunyi di balik kegelapan terus menghantui Mahen. Ganesha Corporation masih di luar sana, merancang sesuatu yang lebih berbahaya.Pagi itu, Mahen duduk di ruang kerjanya, memandangi catatan yang berserakan di mejanya. Tumpukan dokumen, laporan, dan catatan dari polisi seolah menatapnya dengan ancaman yang tak tersuarakan. Di tengah lautan informasi itu, ada satu nama yang kini menghantui setiap langkah penyelidikannya, Indra Jaya Trading. Perusahaan cangkang itu mungkin tampak kecil, tapi dibalik dindingnya tersembunyi kekuatan yang lebih besar dari yang bisa dibayangkan.Mahen meraih secangkir kopi yang sudah mendingin di meja, menghela nafas panjang. Malam yang tidak tenang dan pikiran yang t