Cepat angkat bodoh! kenapa malah diam di situ.” bentakan Mahen cukup menyadarkan Bas.“Eh. Iya tuan.” Dengan cepat Bas, mengangkat tubuh Alana yang terkulai lemas. Setelah itu Bas berjalan dengan sedikit berlari menuju mobil sambil membopong tubuh Arleta.Sedangkan Mahen, berjalan di belakang Bas. Tidak lupa Mahen juga menutup pintu rumah Arleta. Pria itu berlari menyusul Bas, lalu membukakan pintu mobil.Bas segera menidurkan Arleta di kursi belakang, setelah itu baru Bas ikut masuk kedalam mobil, sebelumnya tadi Mahen sudah masuk, dan duduk di kursi depan.“Cepat Bas! Kau lambat sekali.” protes Mahen.Mahen menoleh ke belakang, untuk melihat kondisi Arleta. Dengan perasaan khawatir.“Ini sudah ngebut tuan!” jawab Bas. Lalu menambah kecepatan laju mobilnya.Baru kali ini, Bas melihat Mahen begitu peduli dengan wanita, apalagi hanya seorang Office Girl. Atau mungkin karena kejadian siang tadi? ‘Ah! Tapi, ya sudahlah!’Setelah empat puluh menit perjalanan, akhirnya mereka tiba di rum
Mahendra menyodorkan amplop coklat dengan isi yang cukup tebal. Berharap kali ini Arleta mau menerimanya dan tidak jadi melaporkannya pada polisi. Arleta menoleh, menatap Mahen dengan tatapan penuh amarah! “Aku bukan pelacur! Silahkan ambil saja uangmu!” seru Arleta marah. “Aku tidak bermaksud begitu. Aku tahu kau sedang butuh uang bukan? Untuk membayar hutang ayahmu? Uang ini aku rasa cukup untuk melunasinya.” ucap Mahen mencoba bernegosiasi. “Aku memang butuh uang! Tapi tidak dengan menjual harga diriku! Dan kau! Kau telah mencurinya!” Arleta menunjuk wajah Mahen dengan penuh emosi. “Terserah, kau saja! Jika kau butuh kau bisa hubungi aku! Atau jika kau mau? Aku bisa memberimu banyak uang asal! Asal kau mau menjadi budak nafsuku. Aku rasa aku sudah kecanduan dengan tubuhmu.” ucap Mahen dengan prontal. Brak! Arleta memukul pintu mobil. “Berhenti!” teriak Arleta. Arleta sungguh tidak mengerti dengan pria ini! Tadi dia meminta maaf, namun sekarang? Dia menawarkan hal
Itulah yang Arleta rasakan saat ini, tidak ada pilihan lain yang lebih baik.“Terimakasih. Sudah menolong saya, jika anda tidak datang tepat waktu. Saya tidak tahu bagaimana nasib saya sekarang.” ucap Arleta terbata.“Tidak masalah! Siapa mereka? Apakah mereka orang suruhan rentenir itu?” tanya Mahen dengan serius.Arleta mendongak, lalu menoleh pada Mahen.“Darimana anda tau?” tanya Arleta dengan menatap wajah Mahen.Arleta penasaran sudah dua kali Mahen menyebut-nyebut hutang! Rentenir! Darimana dia tahu? Sedangkan Alana tidak pernah bercerita sedikit pun tidak pernah bercerita pada pria itu.Mahen tersenyum samar. “Aku tahu semuanya! Ayah mu banyak hutang pada rentenir bukan? Dan kau lah jaminannya! Aku tahu itu.” “Siapa yang memberitahumu?!” sela Arleta.“Arleta. Arleta itu sangat mudah bagiku, kalau cuma mendapatkan informasi data konkrit tentangmu.” ucap Mahen sombong.“Bahkan aku tahu, waktumu tinggal beberapa hari bukan? Untuk melunasinya. Bukankah aku pernah menawarkan sebu
” Mengerti tuan.” sahutnya dengan cepat.“Bagus! Saya harus segera turun. Jadilah gadis baik nona, jangan buat kekacauan.” ucap Bas, memberi ultimatum.Arleta mencebikan bibir, tanpa ingin menjawab ucapan Bas.‘ Ck! Memangnya aku anak kecil, yang suka bikin kekacauan gitu.’ Setelah dirasa cukup aman untuk meninggalkan Arleta. Barulah Bas pergi. Segera menyusul Mahen yang menunggu nya di parkiran. Setelah Bas menghilang di balik pintu. Arleta berjalan menuju kamar.“Aaaaa….!” wanita berteriak kegirangan.Arleta melompat ke atas kasur spring bed berukuran king size, merebahkan tubuhnya di sana.“Astaga! Ini empuk sekali, seumur-umur baru kali ini merasakan tidur di kasur orang kaya.” ucap Arleta. Dengan tubuh yang terus berguling kesana kemari.Haha….sangat katrok bukan.“Pasti sangat nyaman tidur disini. Gak kaya kasur ku yang keras, kalau bangun tidur badan pegal semua.” keluh Arleta.“Aku mau lihat isi kulkas ah!” celotehnya kemudian.Arleta kemudian bangun, lalu melangkah menuj
Mahendra melangkah mendekati Arleta, kemudian membantu gadis itu untuk bangun.“Masuklah!” titah Mahen. Arleta mengangguk kecil lalu melangkah masuk meninggalkan Mahendra dengan Serly.“Mahendra!” Serly berdecak kesal, lalu bangun.Alih-alih ingin mendapatkan perhatian dari Mahen, namun tidak sedikitpun oleh Mahendra melirik keberadaan Serly.“Apa yang kau lakukan disini!” seru Mahen dengan suara dinginnya.Serly memasang wajah memelas.” Tadi aku mencarimu kemari. Tapi wanita itu! Dia! Dia malah marah-marah lalu mendorongku.” jelas Serly, mencoba mempengaruhi Mahendra.Mahendra menatap Serly dengan tatapan kemarahan.” Pergi!” bentaknya.Serly terlonjak kaget, mendengar bentakan Mahen. Serly pikir Mahendra akan percaya padanya namun, dia salah!Serly menatap Mahendra dengan air mata yang sudah menetes.” Kamu mengusirku? Demi wanita itu! Ck! Aku tidak menyangka, pantasan saja kau selalu menolakku. Ternyata seleramu sudah berubah, lebih suka cewek rendahan, dari pada wanita berkelas!”
Arleta mulai membuka lembaran demi lembaran lalu membacanya. Beberapa kali gadis itu menggeleng setelah membaca beberapa poin yang menurutnya hanya menguntungkan pihak A saja. Namun Arleta cukup tercengang, saat melihat nominal uang yang akan diterimanya sebagai kompensasi. Lebih tepatnya bayaran untuk setiap kali Arleta melayani Mahen.lIma puluh juta bukanlah uang yang sedikit! Baginya itu sangatlah besar. Arleta sampai membayangkan jika uang itu dikumpulkan, maka dengan uang itu dia bisa hidup makmur tanpa takut tidak bisa makan.‘’ Ini tidak adil! Kenapa poin di bagian c,e, dan beberapa poin lainya hanya menguntungkan pihak A saja!’’ protes Arleta. Menoleh pada Mahen yang sedari tadi sedang menatap dirinyaMahendra tersenyum, membalas tatapan Arleta.’’ tentu saja, aku mengeluarkan banyak uang untuk mu, tentu saja aku harus mendapat keuntungan bukan?’’ jawab Mahen dengan menaikan turunkan sebelah alisnya.Arleta berdecak. ‘’ Aku tahu! Tapi kenapa harus seperti itu? Bagaiman
Tengorokan Arleta terasa tercekat walau hanya untuk mengeluarkan satu kata saja sangat sulit. Gadis itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Mendapatkan lampu hijau, dengan tiba-tiba Mahen mengangkat tubuh Arleta membawanya ke pembaringan. Mahen kembali mencumbu Arleta kali ini dengan sangat brutal, layaknya serigala yang kelaparan. “Emph..” lenguhan kecil keluar dari mulut Arleta ketika lidah Mahen menyapu lehernya. Melihat reaksi Arleta, tangan Mahen tidak tinggal diam, dia mencoba melepas pakaian yang melekat dalam tubuh Arleta, tanpa menyisakan sehelai benang pun. “Aku merindukan tubuhmu Arleta! Aku membuat aku gila!” bisik Mahen di telinga Arleta membuat gadis itu seketika meremang. Mahen beralih fokus pada gunung kembar yang membuatnya sangat takjub, ukurannya tidaklah besar namun cukup pas di tangan Mahen. Tanpa basa basi lagi Mahen langsung melahap dua gunung yang menjadi incarannya. “Ah..tuan..” desah Alana, ketika Mahendra menyapu habis kedua gunung kembarnya.
Bos rentenir menatap pria muda di hadapannya dengan tatapan nyalang.“Aku tidak ada urusan denganmu anak muda!” ucap bos rentenir dengan dingin.Kedua preman yang ada di belakang bos rentenir membisikan sesuatu.“Tuan, kedua pria itu yang menghajar kami sampai babak belur siang tadi.” bisik preman itu. Membuat bos rentenir menatap Mahen dan Bas bergantian.“Tentu saja kau, berurusan denganku, mulai saat ini! Siapapun yang berurusan dengan Arleta! Maka akan berurusan pula denganku!” tegas Mahen dengan menatap tajam ketiga pria di hadapannya.“Haha..mau jadi pahlawan kesiangan rupanya, anak kecil macam kau!” bos rentenir menatap Mahen dari atas sampai bawah, dengan tatapan meledek.Apalagi saat ini Mahen maupun Bas, hanya memakai kaos santai biasa. Pantas saja jika bos rentenir itu menganggap remeh keduanya.Mahen menatap pria tua di hadapannya ini dengan tatapan membunuh. Dia maju selangkah mengikis jarak diantara keduanya.“Aku tidak ingin berbasa basi denganmu! Aku hanya mengantark