Mahendra melangkah mendekati Arleta, kemudian membantu gadis itu untuk bangun.“Masuklah!” titah Mahen. Arleta mengangguk kecil lalu melangkah masuk meninggalkan Mahendra dengan Serly.“Mahendra!” Serly berdecak kesal, lalu bangun.Alih-alih ingin mendapatkan perhatian dari Mahen, namun tidak sedikitpun oleh Mahendra melirik keberadaan Serly.“Apa yang kau lakukan disini!” seru Mahen dengan suara dinginnya.Serly memasang wajah memelas.” Tadi aku mencarimu kemari. Tapi wanita itu! Dia! Dia malah marah-marah lalu mendorongku.” jelas Serly, mencoba mempengaruhi Mahendra.Mahendra menatap Serly dengan tatapan kemarahan.” Pergi!” bentaknya.Serly terlonjak kaget, mendengar bentakan Mahen. Serly pikir Mahendra akan percaya padanya namun, dia salah!Serly menatap Mahendra dengan air mata yang sudah menetes.” Kamu mengusirku? Demi wanita itu! Ck! Aku tidak menyangka, pantasan saja kau selalu menolakku. Ternyata seleramu sudah berubah, lebih suka cewek rendahan, dari pada wanita berkelas!”
Arleta mulai membuka lembaran demi lembaran lalu membacanya. Beberapa kali gadis itu menggeleng setelah membaca beberapa poin yang menurutnya hanya menguntungkan pihak A saja. Namun Arleta cukup tercengang, saat melihat nominal uang yang akan diterimanya sebagai kompensasi. Lebih tepatnya bayaran untuk setiap kali Arleta melayani Mahen.lIma puluh juta bukanlah uang yang sedikit! Baginya itu sangatlah besar. Arleta sampai membayangkan jika uang itu dikumpulkan, maka dengan uang itu dia bisa hidup makmur tanpa takut tidak bisa makan.‘’ Ini tidak adil! Kenapa poin di bagian c,e, dan beberapa poin lainya hanya menguntungkan pihak A saja!’’ protes Arleta. Menoleh pada Mahen yang sedari tadi sedang menatap dirinyaMahendra tersenyum, membalas tatapan Arleta.’’ tentu saja, aku mengeluarkan banyak uang untuk mu, tentu saja aku harus mendapat keuntungan bukan?’’ jawab Mahen dengan menaikan turunkan sebelah alisnya.Arleta berdecak. ‘’ Aku tahu! Tapi kenapa harus seperti itu? Bagaiman
Tengorokan Arleta terasa tercekat walau hanya untuk mengeluarkan satu kata saja sangat sulit. Gadis itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Mendapatkan lampu hijau, dengan tiba-tiba Mahen mengangkat tubuh Arleta membawanya ke pembaringan. Mahen kembali mencumbu Arleta kali ini dengan sangat brutal, layaknya serigala yang kelaparan. “Emph..” lenguhan kecil keluar dari mulut Arleta ketika lidah Mahen menyapu lehernya. Melihat reaksi Arleta, tangan Mahen tidak tinggal diam, dia mencoba melepas pakaian yang melekat dalam tubuh Arleta, tanpa menyisakan sehelai benang pun. “Aku merindukan tubuhmu Arleta! Aku membuat aku gila!” bisik Mahen di telinga Arleta membuat gadis itu seketika meremang. Mahen beralih fokus pada gunung kembar yang membuatnya sangat takjub, ukurannya tidaklah besar namun cukup pas di tangan Mahen. Tanpa basa basi lagi Mahen langsung melahap dua gunung yang menjadi incarannya. “Ah..tuan..” desah Alana, ketika Mahendra menyapu habis kedua gunung kembarnya.
Bos rentenir menatap pria muda di hadapannya dengan tatapan nyalang.“Aku tidak ada urusan denganmu anak muda!” ucap bos rentenir dengan dingin.Kedua preman yang ada di belakang bos rentenir membisikan sesuatu.“Tuan, kedua pria itu yang menghajar kami sampai babak belur siang tadi.” bisik preman itu. Membuat bos rentenir menatap Mahen dan Bas bergantian.“Tentu saja kau, berurusan denganku, mulai saat ini! Siapapun yang berurusan dengan Arleta! Maka akan berurusan pula denganku!” tegas Mahen dengan menatap tajam ketiga pria di hadapannya.“Haha..mau jadi pahlawan kesiangan rupanya, anak kecil macam kau!” bos rentenir menatap Mahen dari atas sampai bawah, dengan tatapan meledek.Apalagi saat ini Mahen maupun Bas, hanya memakai kaos santai biasa. Pantas saja jika bos rentenir itu menganggap remeh keduanya.Mahen menatap pria tua di hadapannya ini dengan tatapan membunuh. Dia maju selangkah mengikis jarak diantara keduanya.“Aku tidak ingin berbasa basi denganmu! Aku hanya mengantark
“Kita langsung pulang atau gimana tuan?” tanya Bas, ketika baru saja melajukan mobilnya.Mahen menoleh pada Alana, yang sedang bersandar pada dada bidang Mahen.“Kamu lapar?” Arleta mendongak, mengangkat wajahnya.” Tentu saja! Kamu tidak memberiku makan dari siang.” sahut Arleta dengan wajah memelas.Mahen tergelak.”Haha..maafkan aku, Bas! Kita cari tempat makan dulu.” titah Mahen, yang langsung di angguki oleh Bas.Entah kenapa Arleta merasa nyaman dan aman saat bersama Mahen. Rasa benci, kesal, marah, hilang begitu saja digantikan dengan rasa tenang. Arleta tidak perlu takut lagi sekarang.Tidak lama kemudian Bas memarkirkan mobilnya di depan sebuah cafe.Setelah mematikan mesin mobil, Bas keluar terlebih dulu, lalu membukakan pintu untuk Arleta dan juga Mahendra.“Silahkan nona, tuan.” Arleta mengangguk.”Terima Kasih tuan Bas.” sahutnya lalu, bergerak keluar disusul Mahen.“Panggil saya Bas saja nona.” ucap Bas. Tak enak jika wanita yang bersama tuannya memanggilnya tuan juga.
Sonya langsung kembali pulang, ketika melihat respon yang diberikan putranya, namun Sonya tidak akan tinggal diam, perjodohan ini harus berhasil.Sonya sudah memikirkan cara agar besok malam Mahendra pulang ke rumahnya.“Mama pastikan, kamu tidak bisa menolaknya besok!” ucap Sonya bermonolog sendiri.Malam kian beranjak namun Mahen tidak dapat memejamkan matanya walau sedetik. Entah kenapa setiap Mahen memejamkan mata, bayangan tubuh Arleta menghiasi pikiran Mahen.Mahen bangun, mengusap wajahnya dengan kasar.“Sial! Kenapa jadi kepikiran Arleta terus! Ah! Tubuh gadis itu benar-benar membuat aku gila!” Mahen menoleh jam yang menempel di dinding. Pukul dua dini hari.Mahen bangun lalu menyambar jaket kulit yang tergantung, lalu mengambil kunci motor. Tidak peduli jam berapa Mahen meluncur menuju apartemen.Ya. Mahen memilih menggunakan motor, agar lebih cepat. Jalanan malam yang lengang, membuat pria itu lebih cepat tiba di apartemen.Setelah memarkirkan motor, Mahen langsun
Mahen keluar kamar mandi dengan wajah ceria, pria itu bersiul riang sambil melangkahkan kakinya menuju lemari mengambil pakaian kerjanya. Apartemen ini memang sering Mahen tinggali, sehingga tidak heran banyak pakaiannya yang berada disini. Mahen lebih nyaman berada di apartemen daripada di rumah utama. Besar! Tapi sepi!Mahen menoleh, ketika Arleta keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk saja. “Hey! Kenapa malah berdiri disana? Cepat pakai baju atau aku akan memakanmu kembali!” ucap Mahen.Arleta menggeleng cepat.”Aku..aku tidak ada baju ganti tuan.” sahut Arleta pelan. Tanganya memegang erat handuk yang Arleta kenakan.“Ah! Iya, kenapa aku bisa lupa.” ucap Mahen, menepuk keningnya sendiri. Kemudian Mahen berjalan menuju lemari,membukanya lalu mencari baju yang kira-kira pas untuk tubuh mungil Arleta.“Ah! Sepertinya ini muat.” ucap Mahen, mengambil kaos miliknya.Setelah itu, kembali melangkah menghampiri Arleta yang masih berdiri di tempatnya.“Pakai ini dulu, nanti
Setelah drama per braan selesai, akhirnya Mahen dan Bas memutuskan untuk pulang. Mereka keluar dari toko dengan menenteng beberapa paper bag.Sampai di parkiran Bas, memasukan semua belanjaan ke dalam mobil. Lalu setelah itu kembali ke depan.“Tuan, anda mau bareng atau..”“Aku bawa motor, langsung saja antar ke apartemen.” ucap Mahen, memberi perintah.Bas mengangguk, setelah itu masuk kedalam mobil dan langsung melesat menuju apartemen Mahen. Sama halnya dengan Bas, Mahenjuga langsung naik ke motor lalu melajukan kendaraan roda duanya.Tidak butuh lama, Mahen dan Bas sudah sampai di parkiran apartemen.Pria itu berjalan terlebih dahulu, sedangkan Bas mengambil barang di bagasi setelah itu baru menyusul Mahen.Sesuai dengan perintah, Arleta hanya berdiam diri. Wanita memilih merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah.Arleta menenggelamkan wajahnya di bawah selimut ketika, mendengar pintu apartemen di buka seseorang.‘Siapa ya,