"Jessy, Lari!" Gadis yang dipanggil Jessy tersentak kaget saat melihat beberapa temannya yang tengah merangkai bunga berlari ketakutan tak tentu arah. Karena tak tahu apa yang terjadi, gadis itu juga ikut berlari bersama dengan orang yang tadi meneriakinya, Jane."Jane, apa yang terjadi?" Tanya Jessy dengan nada bingungnya seraya terus berlari mengikuti gadis lain. Jane, si gadis berambut ikal melirik ke arah Jessy dengan wajah ketakutan yang begitu kentara di wajah manisnya."Ada anak buah dari kelompok Black panther datang untuk menangkap gadis muda seperti kita!"Jane menarik Jessy ke sebuah gang sempit yang berada di tikungan dekat dengan toko roti di depan sana. Jessy yang tak siap otomatis hampir saja jatuh jika saja Jane tak menahan tubuhnya. Kedua gadis itu berhenti di gang itu sambil menetralkan napasnya yang memburu. Jantung keduanya berdetak kencang karena dipaksa berlari sejauh satu kilometer."Kelompok apa itu?" Tanya Jessy dengan napas terengah. Gadis manis itu memegan
Jessy bersama 31 gadis lainnya memasuki ruangan utama tempat para wanita yang sudah ditangkap dikumpulkan. Begitu masuk kedalam, Jessy sedikit terkesima dengan ruangan tempat ia berdiri. Ruangan ini begitu megah dengan ukiran antik di tiap dindingnya yang berwarna emas. Selain itu, di ruangan ini terdapat beberapa patung estetik yang diletakkan di sudut ruangan. Sangat jauh berbeda dengan tampilan luarnya yang terlihat seperti pabrik terbengkalai yang terlihat menakutkan.Tak lama kemudian, dari arah pintu yang berbeda terlihat seorang pria dengan pakaian formal datang memasuki ruangan tempat Renata dan para gadis lain berdiri saat ini. Kedatangannya diikuti beberapa pria gagah dengan pakaian serba hitam yang memegang senjata berupa pistol yang tersampir apik di kaki sebelah kiri.Pria itu memiliki wajah yang yang cukup tampan dengan tatapan mata yang begitu tajam dan mengintimidasi, membuat Renata ketakutan hingga menundukkan kepalanya."Selamat datang di camp milikku para gadis ca
Perkataan Jessy yang terdengar berani membuat Terry marah. Pria itu mengepalkan tangannya seraya menatap gadis berwajah boneka itu dengan tatapan tajam dan mengintimidasi."Kau berani melawanku, boneka kecil?" Tanya Terry setengah menggeram marah dengan nada rendah, merasa terusik dengan perkataan Jessy yang terlalu berani."Ya, saya berani melawan anda. Anda tak memiliki hak untuk menahan saya disini!"Jessy berteriak sekuat yang ia bisa, berusaha memberanikan diri untuk melawan pria itu, mengabaikan kakinya yang tampak gemetar. Raut wajahnya ia buat segarang mungkin agar tak diremehkan oleh Terry.Terry tertawa kencang untuk kedua kalinya mendengar perlawanan Jessy. Ia melempar rokok yang tersisa setengah ke lantai lalu menginjaknya dengan kasar, membuat para pria yang merupakan bawahannya meneguk ludah paksa melihat bosnya yang kini sedang dalam kondisi tak baik."Oh, kau berani menyahutiku rupanya. Bukankah barusan kau terlihat ketakutan? Kenapa sekarang mendadak menjadi berani, h
"Bawa para gadis ini ke sel tahanan yang berada di daerah Utara. Beri mereka makan dan lepaskan ikatan mereka. Aku akan memilahnya nanti," ujar Terry dengan nada dingin lalu melepaskan tangannya dari wajah Jessy. Setelah itu, Terry pergi keluar dari ruangan ini, diikuti beberapa pria gagah tadi yang Jessy perkirakan adalah pengawalnya. Jessy menghela napas lega saat Terry kini meninggalkannya. Jujur saja, berdekatan dengan Terry membuat Jessy begitu lelah.Para gadis tadi termasuk Jessy kembali digiring menuju sebuah bangunan besar yang berada di sebelah Utara gedung yang tadi ia pakai untuk berkumpul. Gedung yang ia masuki saat ini tak seluas gedung sebelumnya. Di ruangan ini, terdapat beberapa cctv dan pagar listrik yang menjulang begitu tinggi. Itu artinya, tak ada sedikitpun celah untuk kabur.Ikatan tali yang membelenggu Jessy dan teman temannya pun dilepaskan. Setelah itu, mereka semua diberi makan yang menunya berupa satu buah burger dengan satu botol air mineral. Makanan ini
Jessy diam membeku mendengar perkataan Terry yang membuatnya tak mengerti. Mainan? Apa maksud pria itu? Gadis itu memiringkan kepalanya menatap Terry dengan tatapan polos sekaligus penasaran. Ia ingin bertanya kembali namun terlalu takut untuk mengeluarkan suaranya. Berkaca dari pengalaman, sang gadis tak mau mengalami lagi kesalahan untuk ketiga kalinya. "Aku Terry Walter, orang yang berkuasa disini. Tugasmu adalah menuruti semua perkataanku dan jangan membantah perintahku jika tak ingin dihukum," Terry kembali mencengkeram dagu Jessy yang memar hingga sang gadis kembali merintih kesakitan. Pria itu tersenyum miring melihat Jessy menggigit bibirnya untuk meredam lenguhan sakit yang ia rasakan saat ini. "T-tuan," panggil Jessy pelan berusaha untuk menetralkan suaranya agar tak terdengar seperti orang kesakitan. "Tolong lepaskan tangan anda. Aku mohon," Jessy berkata dengan nada penuh harap. Wajahnya terlihat memelas dengan mata yang tertutup. Tubuh sang gadis juga tampak gemetar
Jessy menggigit bibirnya saat Terry mengatakan aturan yang harus ia patuhi selama menjadi tawanan pria itu. Ekspresi kaget, terluka dan sedih bercampur aduk di wajah bonekanya. Napas sang gadis terasa berat dengan tubuh yang terasa lemas."Kau tahu apa artinya, boneka kecil?" Tanya Terry dengan nada main main seraya menyeringai ke arah Jessy. Gadis itu tak menjawab pertanyaan dari sang ketua Mafia."Artinya kau tak memiliki kebebasan apapun dalam hidupmu karena aku yang akan mengendalikan semuanya. Jadi, bersiaplah dan jadilah boneka yang baik untukku," Terry mengelus lagi rambut hitam Jessy dengan lembut dan mencium aroma lembut yang keluar dari tubuh gadis itu, mengendusnya perlahan dengan senyum penuh makna yang tak pernah absen dari wajah tampannya."Karena kau sudah berada dalam kendaliku, aku akan memberikanmu tugas pertama, boneka kecil," Jessy mendongakkan kepala menatap Terry dengan tatapan kosong. Wajahnya yang terlihat sedih dengan mata hijau yang berkaca kaca. Terry juga
Jessy terkejut karena orang itu ada disini. Gadis itu tak bisa menyembunyikan senyuman dan rasa senangnya karena kehadiran orang itu.Terry ikut tersenyum tipis saat melihat senyuman Jessy yang merekah begitu indah layaknya bunga mawar. Pria itu mengira jika Jessy senang akan kedatangannya. Maka dari itu, ia mendekati Jessy dan menepuk kepala sang gadis dengan perlahan."Aku tahu aku tampan, jadi kau tak perlu tersenyum riang seperti itu saat aku datang menghampirimu," ujar Terry dengan begitu percaya diri serta mengusap rambut pirang miliknya yang menggunakan gaya rambut potongan undercut dengan percaya diri.Senyum yang terlukis di wajah Jessy memudar, digantikan dengan raut wajah bingung yang begitu kentara di paras cantiknya. Gadis itu mengedipkan mata dua kali layaknya boneka yang tengah kebingungan."Apa maksud anda, Tuan?""Kau tersenyum karena aku datang. Benar?"Jessy menggaruk pipinya yang tak gatal saat mendengar pertanyaan Terry yang tampak begitu percaya diri. Mata doe hi
Jessy meneguk ludah paksa saat mendengar perkataan Jane. Tubuh Jessy menegang dengan wajah memucat mendengar ancaman itu. Bukan hanya mental yang diserang sebagai hukuman jika tak menuruti perintah Terry, tapi fisik juga?!Baiklah, Jessy merasa jika Terry adalah pria yang jauh lebih menakutkan dari yang ia kira. Jessy tak menyangka jika ia juga akan menghadapi peristiwa yang sama persis dengan novel yang ia baca di perpustakaan kota kemarin. Apakah ini hanya kebetulan atau takdir memang sengaja mempermainkannya?"Tapi kau tahu darimana jika tuan Terry juga memberlakukan hukuman fisik mengerikan seperti yang kau katakan? Tolong jangan menakutiku, Jane," Bisik Jessy penasaran namun juga takut akan jawaban yang keluar dari mulut Jane. Jane menghela napas melihat Jessy yang ragu akan ucapannya."Aku tak menakutimu, Jessy sayang. Hanya saja, tadi aku melihat dua orang wanita yang punggungnya penuh dengan luka cambuk saat akan datang kemari. Bukankah itu juga bisa men