Share

02. Pesta Tuan Hugo dan Nyonya Deborah

"Bella, cepat bersiap, Tuan Hugo akan menyelenggarakan sebuah pesta."

Pukul lima pagi dan Melinda membangungkan Bella dengan terburu-buru. Mereka perlu membersihkan keseluruhan rumah lebih cepat dari biasanya, tanpa ada sedikit pun debu. Walaupun rumah ini sebenarnya tidak pernah disinggahi debu.

Setiap hari mereka selalu membersihkan semua ruangan. Menyedot debu, mengepel lantai, dan mengelap jendela hingga mengkilap. Nyonya Deborah dengan senang hati akan menyita jatah makan mereka jika salah satu ruangan tidak dibersihkan dengan baik.

"Punggungmu masih sakit?" Tanya Melinda khawatir. Ia membantu Bella untuk bangun dari kasur.

"Sedikit, tidak apa-apa."

Bella mendesis pelan. Ia beranjak turun dari tempat tidur, menahan rasa perih yang masih sangat menyengat di punggung. Kendati begitu, ia harus tetap bekerja.

"Aku bisa mengatasinya. Tidak apa-apa," kata Bella, tidak ingin membuat Melinda menunggunya. Dia akan mendapat hukuman jika tidak segera memasak di dapur. "Pergilah."

Melinda mengembuskan napas berat. "Kalau begitu, cepatlah bersiap sebelum Tuan dan Nyonya keluar dari kamar untuk sarapan."

Bella mengangguk, membiarkan Melinda pergi ke dapur untuk memasak. Ia terdiam sejenak di tempatnya, mendadak memikirkan kejadian semalam. Tidak ada apa-apa yang terjadi, jadi pria itu mungkin mengabaikan semuanya. Ia harap begitu.

Bella bergegas menuju kamar mandi, kemudian mencuci wajahnya dan berkumur. Bella akan mandi setelah membersihkan rumah ini. Mereka dibiarkan mandi sekali saja karena jumlah air yang dibatasi. Pemilik mereka sangat pelit dalam segala hal.

Bella mengambil satu gaun bermotif bunga bakung yang tersisa dari dalam lemari. Sebenarnya ia hanya punya tiga gaun, itu pun sudah lusuh dan bolong di beberapa bagian. Semuanya adalah bekas pakaian milik Nyonya Deborah. Wanita itu tidak akan sudi untuk mengeluarkan uang sepeser pun demi membelikan mereka pakaian baru.

Setelah menggulung rambut panjangnya yang kusut karena jarang disisir, Bella melangkah menuju dapur. Seringkali Bella meringis karena luka di punggungnya, tetapi ia berhasil menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu.

Cambukan kemarin adalah hukuman terberat yang pernah ia terima. Biasanya, ia hanya mendapat tamparan atau pukulan tongkat bisbol di lengannya.

Tuan Hugo bukan orang yang suka memberi hukuman, istrinya lebih cenderung melakukannya untuk bersenang-senang. Tetapi jika salah seorang budak melakukan kesalahan besar, dia tidak akan segan-segan membunuhnya. Bella pernah melihat dua budak sebelumnya dihabisi di depan matanya karena mencoba kabur.

Tuan Hugo dan Nyonya Deborah kemudian muncul tatkala mereka menata makanan di meja makan. Bella memperhatikan keduanya dengan waspada, tetapi mereka berekspresi biasa-biasa saja. Ya, lupakan saja apa yang terjadi semalam.

Nyonya Deborah duduk di kursinya dengan anggun. Seperti biasa, dia memakai gaun berwarna cerah bersama lipstik berwarna merah gelapnya. Penampakannya dengan suaminya begitu kontras. Tuan Hugo berperawakan tinggi dan kurus, berbanding terbalik dengan Nyonya Deborah yang pendek dan gemuk.

Bella sering membayangkan bagaimana jadinya jika keduanya memiliki anak. Sayangnya, Tuan Hugo dan Nyonya Deborah tidak berniat memiliki anak. Mereka memang tidak cocok untuk menjadi orang tua. Anaknya mungkin akan menderita.

"Hei! Cepat bersihkan rumah ini karena tamu-tamuku akan datang sore nanti!" Sahut Nyonya Deborah dengan sinis, air liurnya terbang ke mana-mana. Ia mengisyaratkan Melinda untuk mendekat. "Pastikan kali ini kuenya dibuat dengan benar. Aku tidak akan mentoleransi kesalahanmu untuk kedua kalinya. Apa kau mengerti, budak?"

Melinda mengangguk kilat dengan ketakutan. "Baik, Nyonya."

"Ya sudah, pergi sana. Bau kalian menjijikkan," usir Nyonya Deborah.

Bella dan Melinda cepat-cepat melipir pergi, tidak ingin mendapat amukan. Diam-diam Bella melirik Melinda yang masih tampak ketakutan, ia tahu benar apa alasannya.

Lima bulan yang lalu, hanya karena satu kesalahan kecil pada kue pesanan Nyonya Deborah, Melinda dipukuli habis-habisan. Akibatnya, dua gigi depannya rontok dan lengannya mengalami patah tulang.

Keduanya mulai membersihkan tanpa banyak bicara, selama berjam-jam, dengan perut kelaparan. Mereka diberi makan dua kali sehari: siang dan malam. Tetapi karena kemarin Bella melakukan kesalahan, mereka tidak diberi makan sama sekali.

Bella merasa bersalah karena hal itu, namun tidak ada yang bisa ia lakukan. Dalam diam, ia melanjutkan pekerjaannya dengan mencuci baju dan piring. Setelah itu, ia lanjut ke halaman depan untuk membantu mengelap dinding dan jendela yang belum selesai.

Hampir seluruh bagian depan rumah Tuan Hugo dilapisi kaca, alih-alih dinding dari beton. Rumput-rumput yang baru dipangkas terasa menggelitik kakinya yang telanjang saat berjalan di halaman. Ia tidak memakai alas kaki, kakinya kering dan kulitnya mengelupas, terdapat banyak luka goresan yang lebih sering ia abaikan.

Menjelang tengah hari, semua pekerjaan rumah telah selesai dilakukan. Peluh membanjiri dahi Bella meski udara di pertengahan musim gugur berulang kali meniupkan angin dingin.

Mereka berkumpul kembali di ruang tengah saat Nyonya Deborah memanggil. Talia dan Elena disuruh ikut bersama salah seorang pengawal untuk mengambil bahan makanan.

Tuan Hugo punya beberapa orang pengawal yang bertugas untuk menjaga rumah ini. Mereka juga menemani para budak yang disuruh keluar untuk mengambil beberapa keperluan.

Terkadang Bella penasaran dengan kehidupan di luar gerbang hitam yang menjulang mengelilingi rumah ini. Ia tidak pernah keluar, paling jauh hanya sampai gerbang masuk saat membersihkan halaman depan. Sejauh mata memandang, ia hanya melihat pepohonan yang berjejer di sepanjang jalan. Tidak ada satu pun rumah lain yang terlihat.

Satu hal yang Bella tahu dari ibunya dan budak lain, mereka tinggal di Qirginia Barat, tepatnya di kota kecil Delkins, dekat dengan pegunungan. Elena pernah bercerita kalau rumah ini dibangun agak jauh dari pemukiman penduduk.

"Kalian berdua bisa segera membuat kue dan selesaikan sebelum jam empat sore," kata Nyonya Deborah dengan tajam, ia menghentakkan sepatu hak tingginya yang runcing ke lantai kayu. "Tidak ada makan siang hari ini, kalian hanya akan makan malam nanti. Itu pun jika kerja kalian bagus," sambungnya dengan senyum mengejek.

Nyonya Deborah lalu mengibaskan rambutnya yang diberi banyak minyak pewangi hingga menampar wajah Melinda dan Bella. Keduanya kontan menahan napas, tidak tahan dengan baunya yang menyengat.

"Jangan lupa untuk menghias aula tengah dengan daun dan bunga musim gugur yang ada di halaman," ujar Nyonya Deborah, matanya menyipit tajam. "Aku akan pergi ke pusat kota untuk berbelanja dan kalian harus menyelesaikannya sebelum aku pulang. Mengerti?"

"Mengerti, Nyonya," jawab Bella dan Melinda bersamaan.

Nyonya Deborah tersenyum puas, kemudian melangkah pergi sambil bersenandung dengan suaranya yang seperti bebek terjepit. Dia mengamit lengan Tuan Hugo dan berjalan keluar melewati pintu utama.

Bella masih menatap punggung keduanya yang kian menjauh, dalam hati berharap ada kemacetan panjang yang membuat wanita itu terjebak di sana bersama suaminya. Ia dan ketiga budak lain hanya ingin beristirahat sebentar sebelum kembali bekerja.

"Aku harap jalanan macet sampai malam."

Bella menoleh pada Melinda dan tertawa kecil.

Melinda menyengir dan menarik tangan Bella menuju dapur. "Ayo buat kuenya sebelum mereka pulang."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status