"Hei budak! Berhenti!"
"Berhenti di sana!"Tubuh Bella gemetar hebat. Keringat dingin menjalari tubuhnya dengan cepat seolah ia baru saja dicelupkan ke dalam tangki air es. Bella merasa sangat ketakutan hingga ia pikir ia akan pingsan di tempat.Kepalanya yang sakit dipaksa untuk berpikir keras, mencari jalan keluar.Mobil yang melaju dengan kecepatan sedang itu terlihat semakin dekat dan lampu depan yang menyilaukan tidak sengaja menyoroti tubuhnya. Mata Bella melebar panik, ia berputar secepat kilat dan memaksa kakinya untuk berlari kencang.Suara teriakan marah pengawal terdengar di belakangnya."Aku bilang berhenti! Kau akan mendapat masalah!""Budak sialan!"Bella menggigil. Ia tidak boleh tertangkap. Tuan Hugo akan langsung membunuhnya.Bella terus berlari, memaksakan diri, tidak peduli kepalanya seperti akan copot dari tubuhnya karena rasa pusing yang mendera.Ketika tiba di persimpangan jalan, ia menerobos semak mawar yang tinggi dan melompat ke dalam kegelapan. Ia meringis tertahan saat rasa perih menjalar di kulitnya yang tergores duri dari semak mawar tersebut.Bella dengan cepat berjongkok di balik semak dan mendengar suara mobil yang datang. Napasnya menderu tidak terkendali, terlebih saat menyadari kalau mobil itu berhenti sangat dekat dari tempatnya bersembunyi."Hei, aku melihat budak itu berbelok ke sini."Terdengar suara berat dari pengawal yang Bella kira adalah penjaga gerbang. Ia kemudian mendengar suara langkah kaki lain yang mendekat. Berapa orang pengawal yang datang?"Kau yakin budak itu berbelok ke sini?" Tanya suara lain."Ya. Aku benar-benar melihatnya."Bella menahan napas. Ia mundur dengan sangat perlahan dan meraba-raba tanah yang lembab, berusaha untuk tidak tersandung. Sekelilingnya sangat gelap, hanya sedikit cahaya bulan yang berhasil menembus lebatnya dahan-dahan pohon yang saling berkelindan. Ia nyaris tidak bisa melihat apa pun, namun ia tidak bisa diam saja di tempat."Coba lihat dibalik semak ini, mungkin saja dia bersembunyi di sana," kata si penjaga gerbang, suaranya nyaris tidak terdengar.Bella berhenti di salah satu pohon dan bersembunyi dibalik batangnya yang lebar. Ia menelan ludah dengan gugup mendengar gemerisik langkah kaki yang menembus semak mawar."Ck, gelap sekali. Aku tidak bisa melihat apa pun. Apa kau bawa senter? Cepat kemarikan.""Ck, tidak ada.""Astaga.""Periksa saja."Mereka tidak membawa penerangan apa pun? Ada sedikit perasaan lega yang menelusup ke dalam hati Bella. Ia benar-benar berharap mereka tidak menemukannya di sini dan memutuskan untuk pergi saja.Kedua pengawal itu terdengar berdecak kesal. Hening untuk beberapa saat, lalu suara langkah kaki terdengar mendekat. Bella mencengkeram lututnya kuat-kuat dan merasakan jantungnya memukul seperti gong.Ia tidak ingin tertangkap. Ia tidak boleh tertangkap.Bella menahan napas ketika mendengar langkah kaki dari kedua penjaga itu berhenti tepat dibalik pohon tempatnya bersembunyi. Tubuhnya menegang, ia tidak berani bergerak satu inci pun.Ya Tuhan. Ya Tuhan. Ia tidak ingin tertangkap.Keheningan kembali menguasai dan Bella merasa jantungnya akan melompat keluar dari rongga dadanya. Apakah pengawal itu sebenarnya telah melihatnya? Kenapa mereka diam saja."Sepertinya dia tidak ada di sini. Mungkin kau salah lihat," kata penjaga gerbang setelah semenit."Apakah mungkin dia pergi ke pemukiman terdekat?"Melinda, Elena, dan Talia. Di mana mereka sekarang?"Kita harus menemukan setidaknya salah satu dari mereka atau Nyonya Deborah akan marah besar.""Ck, budak-budak itu sangat menyusahkan. Ayo cepat pergi."Bella terdiam kaku di tempat mendengar suara mereka yang dipenuhi kekesalan. Tidak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki menjauh. Bella masih tidak bergerak, bahkan sampai mobil yang mereka tumpangi terdengar melaju pergi.Bella menghela napas panjang penuh kelegaan, tetapi masih tidak beranjak dari tempatnya.Setelah lima menit, ia baru beranjak perlahan dari tempatnya dan mengintip dari balik semak dengan hati-hati.Sudah sepi.Bella memperhatikan jalanan yang lenggang beberapa kali, memastikan mobil pengawal itu sudah benar-benar pergi sebelum keluar dari semak mawar. Iris hazelnya menatap sekeliling dengan bingung dan takut.Ia harus ke mana?Pengawal tadi bilang akan ke pemukiman terdekat dan mereka sepertinya mengambil rute di jalur sebelah kiri. Bella memandang jalur sebelah kanan, menimbang-nimbang apakah itu adalah jalan yang tepat. Bagaimana kalau rutenya berakhir di jalan yang sama dengan jalur sebelah kiri dan ia bertemu dengan pengawal itu lagi?Tetapi Bella juga tidak bisa berdiri di sini terus-menerus. Ia harus pergi ke suatu tempat untuk bersembunyi sementara waktu.Bella sebenarnya merasa sangat bingung, ia tidak tahu harus ke mana. Ia tidak pernah keluar dari rumah majikannya sejak kecil sampai sekarang, kemudian kejadian tidak terduga ini menimpanya.Bella menghela napas panjang dan pada akhirnya memilih rute di jalur kanan. Ia hanya perlu berhati-hati dan memasang telinganya baik-baik ketika mendengar suara mobil milik pengawal tadi.Kaki Bella baru bergerak selangkah ketika suara mobil kembali terdengar. Kali ini bukan mobil yang berasal dari rumah sang majikan. Namun, Bella tetap merapatkan diri ke semak-semak dan menajamkan penglihatan.Tiba-tiba terpikir olehnya untuk meminta tolong, tetapi ia merasa ragu-ragu. Bagaimana jika pemilik mobil adalah orang jahat? Atau mungkin orang yang mengenal majikannya?Ia tidak ingin mengambil resiko.Sang pemilik mobil terlihat memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, tidak jauh dari tempat Bella berdiri. Pintu pengemudi terbuka, kemudian seorang pria berperawakan tinggi keluar dari sana. Dia berjalan ke bagasi dan mengeluarkan sesuatu ... apa itu?Pria itu menyeretnya menjauh dari mobil dan Bella akhirnya bisa melihatnya dengan jelas. Kedua mata Bella membelalak kaget.Itu... seonggok tubuh pria dewasa yang dipenuhi darah... bukan, tapi mayat—Bella spontan terkesiap keras, suaranya membuat si pria menoleh cepat ke arahnya. Alih-alih takut karena ketahuan, pria itu malah menyunggingkan seringai manis yang membuat tubuh Bella seketika gemetar.Alarm dalam kepala Bella berdering keras, menyuruhnya untuk berlari menjauh, namun kakinya tidak mau bekerja sama. Tubuh Bella stagnan di tempat, membeku menatap pemandangan saat si pria meninggalkan mayat itu di tepi hutan dan menutupinya dengan karung.Baru ketika pria itu berjalan ke arahnya, kesadaran Bella seolah kembali ke tubuhnya. Ia berlari ke arah berlawanan, tetapi pria itu berhasil mengejarnya tanpa kekuatan berarti. Tubuh Bella ditarik ke belakang dengan kasar dan mulutnya langsung dibekap kuat."Hmph!" Bella berusaha memberontak, tetapi hasilnya sia-sia saja, kekuatannya tidak sebanding. Cengkeraman pria ini begitu kuat dan tubuh Bella rasanya remuk."Kau pikir kau bisa lolos setelah melihat semuanya, gadis manis?"'Ugh, kepalaku sakit sekali.' Bella meringis, kedua matanya perlahan terbuka. Ia mengerjap-ngerjap, menyesuaikan pandangannya pada ruangan yang hanya diterangi oleh cahaya redup dari bohlam tua. Di mana ini? Berusaha untuk bergerak, Bella baru sadar kalau kedua tangan dan kakinya terikat pada kursi yang tengah didudukinya. Mulutnya juga disumpal dengan kain dan diikat ke belakang kepalanya. Apa yang terjadi? Kenapa ... Bella terkesiap saat kilasan kejadian sebelumnya menghantam kepalanya. Kebakaran di rumah Tuan Hugo, para budak yang mengajaknya untuk kabur, ia yang tertinggal jauh di belakang, pengawal yang mencari para budak, seorang pria yang membuang mayat di tepi hutan dan kesadarannya yang menghilang karena obat bius. Tidak salah lagi, pria itu yang melakukan ini padanya. Pria kejam pembuang mayat itu. Tubuh Bella langsung gemetar karena ketakutan. Irisnya mengedar dengan panik ke sekeliling ruangan yang merupakan sebuah gubuk tua. Kenapa ia dibawa ke sini? Apa pria itu ak
"Diam saja dan turuti mereka. Apa kau mengerti? Jika tidak, tubuhmu akan dijual ke pasar gelap dan itu akan jauh lebih mengerikan." Bella tidak tahu sudah berapa kali ia menangis dalam tiga hari terakhir. Sejak pria pembuang mayat itu menjualnya pada seorang wanita bernama Nyonya Poppy, kesadarannya seperti kabut di pagi yang membekukan. Ia tidak tahu apa yang terjadi padanya. Ia diberi semacam obat setiap hari dan kesadarannya terasa melayang-layang. Tubuhnya lemah, bahkan jarinya sulit untuk digerakkan. Ia hanya terbaring di atas kasur yang tipis dan selimut yang sama tipisnya. Tubuhnya menggigil setiap malam. Musim gugur membawa udara dingin yang menusuk hingga ke tulang. Ruangan yang ia tempati kosong, nyaris tidak terdengar suara apa pun, bahkan detik jam. Bella hanya terus berbaring sambil menatap jendela kecil di ujung ruangan. Pikirannya terbelenggu dalam kesunyian, ia kesulitan memikirkan apa pun. Terkadang kenangan masa kecilnya yang bahagia melintas, membuatnya bertanya
Dua gadis lainnya telah dibawa pergi setelah harga berhasil disepakati oleh kedua belah pihak. Bella tidak bisa berhenti gemetar. Bibirnya sudah nyaris berdarah karena ia tidak bisa berhenti menggigitnya sebagai pelampiasan. Belum lagi perasaan mual yang mengaduk-aduk perutnya. Napasnya agak sesak. Rasa takutnya seolah telah berubah menjadi simpul besar yang mengikat kuat dadanya. Bella rasanya ingin menangis, tetapi bahkan air matanya sudah tidak bisa keluar. Kedua maniknya terus terpaku pada kakinya yang terlihat licin dan halus, entah diolesi apa. Ia tidak ingin menatap para pria berjas yang sejak tadi memandangnya dengan tatapan melecehkan. Terutama barisan depan yang melemparkan kata-kata kotor. "Aku ingin kau menaikkan harga gadis itu. Penawarannya ternyata jauh lebih tinggi dari yang aku bayangkan." Suara Nyonya Poppy terdengar dari sisi jeruji. Ia tengah berbicara dengan pria bertato yang ternyata bernama Tuan Terron. Terron mengangguk dan menyuruh asistennya untuk mencata
'Tidak peduli seberapa gelap malam membawamu pergi, pasti akan ada cahaya yang muncul. Tidak peduli seberapa berat masalah yang menimpamu, pasti akan ada jalan keluar'. Kalimat itu terngiang-ngiang dalam kepala Bella. Salah satu dari sekian banyak nasehat ibunya. Malam ini, apa yang dikatakan ibunya benar-benar nyata adanya. Seseorang menyelamatkannya. Seseorang telah mengeluarkannya dari pelelangan mengerikan itu. Damian Linford. Ketika Bella diserahkan pada pria itu setelah penawaran disepakati, tubuhnya tidak bisa berhenti gemetar. Wajahnya pucat seperti kertas karena ketakutan memikirkan apa yang akan terjadi. Tetapi pria itu seolah bisa menebak pikiran Bella dan dengan tegas mengatakan bahwa ia tidak akan menyentuh Bella dengan cara yang salah. Ia membeli Bella bukan untuk dijadikan pemuas nafsu, melainkan sebagai pelayan di rumahnya. Ia bilang, ia hanya sedang berbaik hati dengan mengeluarkan uang puluhan ribu dolar demi seorang budak. Padahal, harga budak tidak setinggi it
Bella terpaku di tempatnya cukup lama, menatap kagum mansion megah bergaya Eropa klasik tahun 80-an. Rumahnya jauh lebih besar dari milik Tuan Hugo dan Nyonya Deborah. Bunga-bunga mawar memenuhi halaman depan mansion. Aroma semerbak yang tercium terasa begitu menenangkan. "Mari," panggil Dhruv, membuyarkan lamunan Bella. Gadis itu tersentak dan buru-buru mengikuti si pria berambut pirang. Di bawah sinar matahari yang cerah, Bella baru sadar kalau pria itu memiliki simbol organisasi yang sama dengan Damian, hanya saja tatonya sudah agak memudar. Pria itu mungkin hanya lebih tua setahun atau dua tahun darinya, tetapi pembawaannya tampak dewasa. Keduanya melangkah melewati gerbang besar dengan emblem burung elang yang berada di puncaknya. Dhruv menuntun Bella memutari sisi labirin tanaman yang sangat luas dan besar, menuju halaman belakang mansion. Bella bisa melihat dua pintu kayu mahoni yang sekelilingnya ditumbuhi oleh tanaman mawar yang merambat. Dhruv mengetuk pintu di bagian kir
"Coba berbalik." Bella tidak mengerti apa yang Nyonya Mochelle ingin lakukan, tetapi ia tetap menurut. Ia berjengit ketika mendadak, Nyonya Mochelle mengangkat bajunya ke atas. Tubuhnya bergidik merasakan angin dingin yang menelusup dari celah jendela, membelai kulit telanjangnya. "Sudah tidak terlihat," gumam Nyonya Mochelle. Tangannya meraba pundak hingga punggung Bella. "Sudah tidak terasa juga. Kemungkinan besar telah menyatu dengan tubuhmu. Apalagi jika sudah tertanam cukup lama." Apa Nyonya Mochelle berbicara mengenai pelacaknya? "Kapan kau dipasangi pelacak, Nak?" Ternyata memang benar. "Umur 13 tahun, Nyonya," jawab Bella. Terdengar helaan napas berat, kemudian Nyonya Mochelle menurunkan pakaiannya kembali. Ia lalu memutar tubuh Bella agar menghadap ke arahnya. "Enam tahun ya, itu sudah lama sekali. Kami tidak bisa mengeluarkan pelacaknya dari tubuhmu, jadi kami akan mencari tahu dan melihat apa pelacaknya masih aktif," jelas Nyonya Mochelle. "Tapi tenang saja, Dhruv me
Kamar yang Bella tempati sangat luas. Dibanding dengan tempat tinggalnya di gudang, ruangan ini terlalu luar biasa untuknya. Matanya dengan takjub memindai ruangan yang didominasi warna cokelat dan putih tersebut.Tempat tidur berkanopi ditempatkan di ujung ruangan, dekat dengan jendela. Karpet membentang di depannya. Sebuah lemari kayu berukuran besar menempel di salah satu dinding. Tidak jauh dari lemari, ada sofa panjang dan meja kaca.Bella menutup pintu dan mendudukkan diri di tepi kasur yang empuk. Seprainya selembut sutra. Sangat jauh berbeda dengan kasur tua dan lapuk yang ia tempati selama bertahun-tahun. Ia hanya duduk di sana untuk waktu yang lama. Pikirannya kembali memutar ulang kejadian di mana ia melarikan diri hingga tiba di sini.Semuanya terasa sangat mengejutkan dan aneh.Ia masih tidak menyangka bahwa ia bisa pergi dari rumah majikan lamanya.Selama ini, Bella terus berpikir bahwa ia akan terkungkung di rumah majikannya hingga tua. Lalu Tuan Hugo akan melenyapkann
"Jadi kau benar-benar akan menjadi pelayan pribadi Tuan Damian. Kau bertugas untuk membersihkan kamarnya, mencuci pakaiannya, juga membersihkan lorong di lantai dua dan tiga. Aku akan menunjukkannya nanti." Nyonya Mochelle berhenti sejenak dan menatap Bella yang duduk di seberang meja. "Itu tugas utama. Selain itu, jika Tuan Damian tidak menyuruhmu, maka kau bisa beristirahat." "Saya mengerti, Nyonya." Malam ini, setelah makan malam bersama seluruh pelayan yang berjumlah 20 orang, Bella mulai diperkenalkan secara resmi. Bella sebenarnya agak terkejut karena mendapat makanan disaat ia tidak melakukan apa pun selama hampir sehari. Nyonya Mochelle menjelaskan bahwa setiap pelayan diberi makan tiga kali sehari—bekerja atau tidak—bahkan lebih jika Bella mau. Makan sekali saja sehari, Bella sudah sangat bersyukur. Jadi ia hanya akan mengikuti peraturan yang ada dan tidak melampauinya. Setelah pelayan lainnya pergi, Nyonya Mochelle mulai menjelaskan banyak hal pada Bella. Dimulai dari jam
“Hei Putri Tidur, sampai kapan kau akan terus menutup matamu?”Sebuah guncangan terasa di pundak Bella, disusul suara yang tidak asing. Aroma alkohol menerpa penciumannya dan membuat hidung Bella berkerut.“Putri Tidur? Apa aku perlu menciummu agar kau mau bangun? Atau kau ingin berhibernasi seperti seekor beruang bodoh?”Suara kasar itu kembali menyerbu pendengarannya. Bella berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat, rasanya seolah ada lem yang menempel di sana.“Akhirnya Putri Tidur kita bangun juga,” kata Lester dengan seringai tipis. Ia duduk di tepi ranjang dan menatap Bella dengan saksama.Bella terperanjat dari tempatnya dan hendak bangun, tetapi seluruh tubuhnya terasa lemas. Ia membuka mulut untuk bicara, tetapi hanya suara serak yang keluar.Ke mana suaranya pergi?Bella kira kondisinya telah membaik, tetapi mendadak saja ia merasa begitu lemas. Setelah pertemuan mengejutkannya dengan Van, ia sepertinya mengalami serangan panik dan pingsan.Ketika ia bangun, Lester
“Kau yakin ini hasilnya?”Van menatap hasil tes DNA dengan mata melebar tidak percaya. Ditatapnya Joseph yang mengangguk dengan ekspresi meyakinkan, sama sekali tidak ada keraguan di sana.Van tidak akan pernah meragukan Joseph, tetapi hasil di kertas ini...Bagaimana mungkin ini nyata?Van terduduk lemas di kursi dan menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Dari semua hal yang telah ia usahakan setengah mati selama bertahun-tahum, bagaimana mungkin ia bisa melewatkan informasi sepenting ini?Bella adalah anaknya.Arabella Charlotte.Kekasih Damian, musuhnya. Bella yang telah ia siksa. Bella yang ia kira hanyalah bagian dari musuhnya. Bella yang ia jadikan sandera...Bagaimana mungkin dia adalah Bella yang selama ini ia cari? Malaikat kecilnya. Anaknya dengan Helena. Putrinya yang ia tinggalkan bertahun-tahun yang lalu...Bagaimana mungkin mereka adalah satu orang yang sama?Van memijat kepalanya dan terdiam untuk waktu yang lama. Fakta itu hanya membuatnya terguncang dengan perasaan ka
Damian menegakkan tubuhnya dan menoleh ke luar jendela. Matanya dengan awas meneliti sekitar.Ada sesuatu yang tidak beres.Intuisinya mengatakan bahwa ada seseorang yang tengah mengawasinya. Ia hanya berhenti untuk menerima telepon dari Andrius, tetapi rasanya seolah ada yang sedang mengintainya sekarang.Angin dingin berembus dari arah timur, menerbangkan rambutnya hingga jatuh ke dahi. Damian hanya terus menatap kaca spion mobil selama beberapa detik, kemudian kembali mengawasi sekitar dengan saksama.Pohon dan bangunan tua terbengkalai. Rainelle terlihat sepi tanpa penghuni, tetapi Damian yakin ada sesuatu yang tengah menunggunya jika ia melajukan mobilnya sekarang.Ia baru saja mengambil senjata di markas, dan berniat kembali ke mansion. Ia harus memberitahu ayahnya terlebih dahulu sebelum menyerang ke tempat Van. Waktunya semakin menipis, tetapi pergi tanpa persiapan apa pun sama saja dengan membunuh dirinya sendiri dan Bella.Damian tidak ingin membiarkan semuanya berakhir sia-
“Anda tahu saya tidak akan memberikan informasi apa pun, bukan?” Valeriy bersandar di mobil rongsokannya dan menatap Damian. “Informasi yang kuberikan waktu itu sudah cukup. Sekalipun Anda memberikan senjata rakitan lagi, saya tetap tidak bisa.”Damian tahu bahwa Valeriy memegang teguh peraturan dalam organisasinya, tetapi ini tentang hidup dan matinya. Damian akan melakukan apa pun, meskipun itu berarti ia harus melanggar kode etik yang sepatutnya ia taati. Ia tidak peduli apa pun lagi selain menyelamatkan gadisnya.“Baiklah, saya harus pergi.” Valeriy sudah hendak berbalik ketika Damian melontarkan seutas kalimat yang membuatnya membeku di tempat.“Adikmu berada di penjara Alcatraz, bukan?”Valeriy berbalik dengan mata menyipit. Mulutnya terbuka, uap berembus keluar, tetapi dia seolah kehilangan kata-kata.“Aku bisa mengeluarkannya dari sana,” lanjut Damian.Valeriy terlihat goyah dan matanya menatap Damian dengan saksama. Ekspresi Damian keras dan tatapannya yang tajam menunjukkan
Damian terus mondar-mandir dengan gusar. Ia merasa akan meledak saat ini juga. Khawatir, tegang, takut, cemas, ngeri, marah, kesal, sedih, semuanya bercampur menjadi satu. Ia tidak bisa duduk diam, sementara gadisnya entah berada di mana dan dalam keadaan apa.Damian menggeram. “Apa komputer sialan itu sudah terhubung dengan pelacaknya?!”“Diam brengsek! Aku sedang berusaha!” Bogdan balas berteriak. Wajah memerah murka dan Martinez akhirnya bangkit berdiri.“Duduk, Damian.”Damian berdecak dan melemparkan tubuhnya ke kursi. Ia memijat sisi kepalanya yang berdenyut sakit dan menghela napas keras.Stres berat. Itulah yang ia rasakan. Ia tegang dan cemas sepanjang waktu. Ia tidak bisa berhenti memikirkan hilangnya Bella dan bagaimana ia bisa menemukan gadisnya. Sudah tiga hari berlalu, tetapi mereka belum mendapatkan lokasi pasti tempat di mana Bella berada.Tiap detik yang berlalu terasa membunuhnya. Tiap detik yang terbuang dan Damian merasa akan menggila. Bella masih berada di sana, d
“Ibu, Ayah di mana? Kenapa Ayah tidak pernah pulang lagi? Apakah Ayah mencari uang di tempat yang sangat jauh?”Bella menatap ibunya dengan heran. Sudah hampir sebulan berlalu, tetapi ayahnya tidak kunjung menampakkan diri.Bella sudah bosan makan roti dari tepung biji ek, jamur tumis liar, dan jus apel. Ia ingin makan daging atau setidaknya roti gandum. Tetapi gandum cukup mahal akhir-akhir ini, jadi ibunya tidak bisa membelinya. Apalagi daging yang harganya berkali-kali lipat.Ayam mereka telah habis dimakan oleh musang dan rakun liar yang berkeliaran di sekitar hutan. Mereka tidak memiliki ternak domba atau sapi seperti warga lainnya. Bella pikir mereka juga tidak menyukai ibunya dan tidak pernah berbagi apa pun saat perayaan. Hanya keluarga Damian yang baik padanya, tetapi mereka juga bukan orang kaya.“Ayah akan pulang, Sayang. Tapi kita harus bersabar.” Helena berjongkok dan membelai wajah putrinya dengan sayang. “Kau harus bersabar sedikit lagi, ya? Ibu akan buatkan kue enak da
“Apa kau sudah menyuntiknya dengan obat itu?”“Ya, Tuan. Dia sudah tidak sadarkan diri di ruangan itu.”“Bagus.” Van mengangguk dan melirik Fabrizio yang sedang sibuk bicara dengan seseorang di telepon. Van lantas mengisyaratkan Lester untuk pergi, sementara ia menghubungi asistennya agar terus mengawasi Helena.Van akan kembali menemuinya malam ini.Helena masih enggan bicara padanya, tetapi ia tidak peduli. Selama wanita itu berada dalam genggamannya, maka ia pasti bisa membalikkan keadaan suatu saat nanti. Jika ia berhasil menemukan putrinya kembali, ia yakin Helena mau berkompromi dan memaafkannya.Ini hanya masalah waktu.Van memasukkan ponselnya ke saku saat Fabrizio mendekat. Dia menyelipkan pistolnya ke saku dan mengangguk pada Van.“Ayo.”Van berjalan lebih dulu, sementaraFabrizio mengikutinya dari belakang. Mereka menyusuri lorong gedung tua terbengkalai itu dengan tenang, sampai akhirnya tiba di ruangan yang dituju.Van mendorong pintu terbuka secara perlahan. Ia melangkah
Ada sesuatu yang terasa berdenyut di bagian belakang kepala Bella. Denyut itu terus membesar setiap detiknya hingga rasanya tengkoraknya akan pecah. Bella berusaha membuka matanya yang berat, tetapi pandangannya sangat buram, lebih buruk dari sekadar melihat dari kaca berembun.Ia berkedip-kedip beberapa kali sampai pandangannya sedikit lebih baik, tetapi rasa sakit lain di tubuhnya mulai muncul. Rasanya seolah ia telah dipukul habis-habisan. Yang paling nyeri adalah kedua pergelangannya. Bella tidak bisa mengangkatnya, sepertinya tangannya benar-benar telah patah.Ia meraba papan kayu di bawahnya—kotor dan berdebu. Sekelilingnya gelap, hanya sedikit cahaya yang berhasil masuk dari celah kecil di atas jendela yang ditutupi gorden. Ia tidak tahu apa sekarang sudah malam atau cuaca sedang mendung di luar. Ia bahkan tidak tahu apa ia masih berada di Norfolk atau kota lain.Damian...Wajah pria itu melintas di benaknya. Suasana pesta yang kacau terbayang-bayang. Hati Bella mencelos mengin
Ibunya selalu bilang bahwa takdir itu sulit ditebak, kau tidak tahu hal mengejutkan apa yang akan terjadi satu jam kedepan, satu menit ke depan, atau bahkan satu detik ke depan.Itu sebabnya Ibunya selalu memiliki harapan untuknya, bahwa Bella bisa terbebas dari perbudakan dan menjalani kehidupan yang lebih baik di masa depan.Setelah bertemu Damian kembali, hidupnya terasa dijungkir-balikkan. Ada lebih banyak kebahagiaan yang datang padanya dibanding kesedihan yang selama ini mengungkungnya. Tetapi, ia tahu bahwa tidak selamanya kehidupan seseorang akan penuh dengan bunga yang mekar. Ada kalanya bahaya dan kesedihan itu datang mengintai, menghempas apa pun layaknya badai.Dan Bella tahu itulah yang terjadi malam ini.Tembakan mendesing ke segala penjuru. Suasana pesta yang tadinya tenang seketika menjadi kacau. Semua orang berlarian dengan panik, jeritan ketakutan mereka memenuhi ruangan.Bella terhuyung di tempat, bahunya sakit setelah ditubruk berulang kali. Ia berusaha untuk berla