Mita terbangun seketika dengan jantung berdebar. Suara keras dari luar kamar membuatnya memilih untuk mengakhiri tidurnya.
Ia menoleh ke arah tempat tidur adiknya, Adam, yang ternyata sudah terbangun lebih dulu. Ekspresi wajah Adam yang ketakutan sambil menoleh ke arah pintu, menambah kengerian di benak Mita yang baru saja berhasil terbangun.
Dengan hati-hati, Mita langsung berjalan perlahan menuju pintu, sebelum Ia menyapa dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi kepada adiknya, Adam.
"Pintu ini ... terkunci?" gumamnya dengan kebingungan. Mita mencoba membuka pintu sekali lagi, tapi tetap tidak berhasil.
"Adam, apa yang terjadi?" tanya Mita dengan suara lirih seakan tau bahwa sesuatu yang janggal telah terjadi di luar kamarnya.
Adam terdiam dengan wajah penuh ketakutan dan berhiaskan tangisan kecilnya menggelengkan kepala ke arah Mita, pertanda Ia pun tidak begitu mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Sebagai seorang kakak, Mita memutuskan untuk tetap tenang. Ia datang menghampiri adiknya dengan bersiap memberi pelukan terhangat yang Ia mampu.
"Adam tenang saja ya, kakak ada disini." tegas Mita demi membantu adiknya mengendalikan pikirannya. Padahal yang sebenarnya Mita sedang rasakan adalah sebuah kepanikan yang memenuhi dada dan pikirannya.
“Pertama-tama, kita harus mencari jalan keluar dari sini,” ajak Mita kepada Adam yang sudah sedikit lebih tenang.
Mereka berdua pergi memeriksa jendela dan coba membuka pintu sekali lagi. Namun semua terkunci rapat. Mita mencoba mencari handphone miliknya guna mencari pertolongan dari orang-orang terdekat.
Namun, entah mengapa Ia tidak mampu menemukan handphone tersebut. Padahal handphone itu selalu Mita bawa kemanapun Ia berada.
"Loh, handphone kakak dimana ya, Dam?" tanya Mita pada Adam. "Aku tidak tahu kak." jawab Adam yang sesekali juga ikut mencari handphone Mita sampai di kolong kasur.
Mereka semakin bertanya-tanya sebenarnya apa yang sedang terjadi. Kepanikan kembali merayap di hati keduanya.
"A...Apa kita disekap di sini?" suara Adam sudah mulai gemetar kembali.
Mita menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya dan adiknya, "Tenang, Adam. Kita pasti bisa keluar dari sini. Ibu mungkin hanya lupa mengunci pintu dari luar."
Sementara itu, ibu mereka, Ratih sedang duduk tenang di ruang tamu. "Sekarang mereka aman... tidak ada yang bisa menyakiti mereka," ucap Ratih sambil membaca sebuah majalah kecantikan terbaru. "Mereka harus diam di kamar, agar terhindar dari bahaya."
Sementara kembali ke kamar atas, Mita dan Adam mencoba berteriak meminta pertolongan. “Tolong, Ibu? Apa kau diluar sana?” teriak Mita sambil sesekali menggedor pintu. Ratih di lantai bawah sebenarnya mendengar teriakan itu, tapi Ia memutuskan untuk tidak menghiraukannya.
Sudah hampir sepuluh menit mereka berusaha berteriak meminta bantuan kepada seisi rumah yang dihuni oleh mereka berempat, Ayah Adi, Ibu Ratih, Mita, dan Adam. Tapi tidak ada sedikitpun bantuan atau pun jawaban dari seseorang dari luar kamar.
Mereka pun mulai mencari cara untuk keluar secara paksa. “Ayo kita cari sesuatu di dalam lemari!” ajak Mita pada Adam yang sudah mulai bersemangat. Lalu mereka berhasil menemukan sebatang besi kecil di dalam lemari.
Dengan tenaga dari Mita dan sedikit bantuan dari Adam, mereka mencoba melakukan beberapa kali percobaan. Pukulan demi pukulan mereka lancarkan dengan tujuan menghancurkan gagang pintu itu.
Ratih menghentikan aktifitas membacanya sejenak setelah mendapati rumahnya menjadi sunyi seketika dari teriakan Mita dan Adam. Sambil melirik ke arah kamar atas, Ia mendengar suara berisik seperti sesuatu yang sedang dipukul berkali-kali.
"Kenapa mereka harus berulah saat aku membaca topik kesukaanku,” gumam Ratih terlihat jengkel karena merasa terganggu. Ia merasa terganggu karena topik dalam majalah yang sedang Ia baca adalah topik kesukaan Ratih, yaitu tentang tips make up natural untuk lansia. Terasa aneh memang, kenapa wanita 30 tahunan seperti Ratih membutuhkan informasi dari topik tersebut.
Setelah beberapa saat mencoba, usaha kedua anak itu mulai membuahkan hasil. "Aku rasa gagang ini sudah sedikit terbuka, Kak!" seru Adam dengan semangat.
Namun, tiba-tiba suara langkah kaki mendekati kamar mereka, membuat mereka berdua terhenti. Gagang pintu bergerak dan lubang kunci dimasuki sesuatu dari luar. Seketika pintu kamar terbuka dengan Ratih yang berdiri di baliknya berbalut tatapan tajam tapi tenang.
"I...Ibu?" tanya Mita dengan suara bergetar. "Kenapa ibu mengunci kami di sini?" lanjut Mita yang merasa ada yang aneh dari gelagat ibunya.
“Lastri! Sulastri!” tegas Ratih saat melihat kedua anaknya tersipu diatas lantai sambil berpegangan tangan. "Kalian harus tetap di sini! Ini untuk kebaikan kalian." lanjut Ratih seolah memberi penegasan kepada kedua anaknya.
"Sulastri? Apa maksud ibu? Siapa Sulastri, Bu?," tanya Mita yang mulai ketakutan oleh sikap aneh ibunya. "Kami ingin keluar, Bu!" Rintih Adam dengan suara pelan.
Tanpa menjawab pertanyaan Mita, Ratih pun melangkah maju, memegang bahu Adam dengan keras. "Kalian tidak boleh keluar! Kalian tidak aman di luar sana!"
Mita mencoba menarik adiknya menjauh dari genggaman Ratih. "Ibu, tolong... lepaskan Adam!"
Ratih melepaskan genggaman itu dengan kasar. Tanpa sepatah kata, Ratih bangkit dengan pelan dan mengunci pintu kembali dari luar, meninggalkan mereka dalam kesunyian.
Mita dan Adam hanya bisa menangis pilu di bawah lantai sambil berpelukan.
Beberapa jam telah berlalu, ketegangan semakin terasa di dalam kamar. Mita dan Adam berpelukan di sudut ruangan, mencoba menghibur satu sama lain.
"Kak, kenapa Ibu jadi seperti ini?" tanya Adam dengan suara serak.
Mita menggigit bibir bawahnya, tidak tahu harus menjawab apa. "Aku tidak tahu, Adam. Tapi kita harus tetap kuat dan mencari cara untuk keluar dari sini."
Di lantai bawah, Ratih duduk santai di meja makan, menyantap hidangan dingin yang Ia masak semalam.
"Mereka tidak boleh keluar... mereka akan dalam bahaya," ucap Ratih sambil mengorek makanan di depannya.
"Tapi aku tidak ingin menyakiti mereka," jawab Ratih dengan lemah. "Jika kau tidak mengurung mereka, Dia akan menemukan mereka. Ingat apa yang dilakukannya padamu?" ucap Ratih juga dengan raut muka yang lebih bertenaga.
Air mata mengalir di pipi Ratih saat ingatan tentang perlakuan yang Ia terima muncul kembali. Ia memegang kepalanya dengan kedua tangan, sesuatu yang aneh bergejolak dalam pikirannya.
"Tidak! Aku tidak mau lagi mengalaminya!" jerit Ratih, tetapi suaranya hanya menggema dalam kesunyian rumah itu. Terjadi sebuah pergulatan antara kesadaran utama Ratih dan kepribadian lain dalam diri Ratih. Ratih tidak mampu menguasai dirinya sendiri. Kini kepribadian bernama Sulastri yang sedang mengambil posisi kesadaran itu.
Sementara itu, di dalam kamar, Mita tidak mau berlarut dalam ketakutannya sendiri. Memikirkan keselamatannya sendiri terutama adiknya, membuat Ia memutuskan untuk tidak memasrahkan kondisi ini begitu saja.
"Plak!!!"
Suara tamparan keras mengarah ke pipi Mita oleh kedua tangannya sendiri. Satu tarikan napas panjang dan dua tamparan ke arah pipi membuat Mita kembali bangkit.
"Hah kakak kenapa?" Adam yang tertidur di pangkuan Mita tiba-tiba terbangun oleh suara keras itu. "Ayo kita keluar!" seru Mita ke adiknya. Kini Mita yang sudah lebih tenang kembali bersemangat berusaha memantik semangat adiknya juga.
Dengan pikiran yang lebih tenang, Mita berpesan pada dirinya untuk tidak gegabah lagi dalam melakukan sesuatu. "Kita harus mencari cara keluar dari sini secepatnya," kata Mita dengan tekad.
Sambil mengangkat sedikit kepala adiknya, Mita mengajak adiknya ikut berpartisipasi dalam upaya pelarian diri ini. "Ayo, Dam! Bantu kakak mencari sesuatu yang dapat kita gunakan untuk kabur."
Mereka pun berkeliling dan memerhatikan sekitar kamar untuk mencari celah melarikan diri. Adam langsung menuju jendela, Ia memerhatikan kondisi jendela.
"Kak, coba kemari!" Adam memanggil Mita sambil menunjuk ke bagian gembok jendela yang terlihat begitu kecil. Dengan kekuatan yang mereka miliki. gembok ini akan dengan mudah mereka hancurkan, pikir Adam.
"Baiklah, Ayo kita coba hancurkan!" sahut Mita dengan wajah yang masih cukup tegang.
Dengan susah payah, mereka akhirnya berhasil sedikit menghancurkan pengait gembok ke bingkai jendela itu. "Ayo, Adam, terus bantu aku!" seru Mita.
Berkat kerja sama yang baik, mereka berhasil menghancurkan seutuhnya pengait itu. Udara segar mengalir masuk melalui celah sempit jendela yang baru saja berhasil mereka buka, memberi mereka sedikit harapan.
Namun, tiba-tiba ada suara langkah kaki cepat yang mendekati pintu kamar Mita dan Adam.
“Cicak cicak di dinding, diam-diam merayap...” suara Ratih bernyanyi menyerupai seorang anak kecil. Mendengar hal itu Mita dan Adam saling menatap sambil menarik napas panjang. Dengan cekatan Mita kembali menutup jendela yang berhasil Ia buka dengan susah payah dan kembali ke bawah lantai bersama Adam.
“Gubrak!” suara pintu yang dibuka dengan kasar.
“Halo kakak, mau main? Aku bosen daritadi gak bisa keluar. Nenek tua itu selalu gak mau gantian.” gumam Ratih sambil jalan mengelilingi kamar Mita dan Adam.
"Wah, apa ini kak? Mainanmu banyak banget. Riri pinjem boleh?” ucap Ratih sambil membuka kotak mainan Adam yang tersimpan di sudut kamar.
“Ka...Kamu siapa?” tanya Mita dengan raut wajah tegang dan kebingungan. “Riri! Kakak siapa?” sahut Ratih sambil terus mengobok-ngobok kotak mainan Adam.
Keringat bercucuran dari pangkal rambut Mita menuju ke bawah dagu. Setelah terdiam beberapa detik, Ia mulai memberanikan diri untuk berinteraksi lebih jauh dengan Ibunya. Meskipun sebenarnya Ia pun tidak yakin kalau Ibunya mengenalinya atau tidak.
"A...Aku Mita, ini Adam adikku,” jawab Mita sambil menelan ludah. Perlahan Mita mencoba mengendalikan situasi. Dia berpikir untuk bisa keluar dari kamar itu dan segera meminta bantuan.
“Riri disini ngapain?” tanya Mita sambil merangkak mendekat ke arah Ratih. “Aku di suruh si nenek buat awasin kakak-kakak,” jawab Ratih sambil memainkan boneka usang milih Mita dulu. “Tapi aku bosen banget, pengen main aja. Kakak ku tinggalin sendirian aja boleh? Aku pengen main kak.” rayu Ratih kepada Mita dan Adam.
Mita menoleh sebentar ke arah Adam yang tampak masih kebingungan dan mencoba menanggapi Ratih. “Kalau gitu kakak boleh minta kunci kamar ini nggak? Biar kakak bisa ambil makan di dapur nanti, kami belum makan dari pagi,” tanya Mita balik ke Ratih yang masih fokus bermain.
Ratih terdiam beberapa saat, tanpa sepatah kata pun tiba-tiba tatapannya tajam tertuju pada Mita yang mengajaknya bicara.
Ia meletakkan begitu saja bonekanya di lantai dan langsung bangkit berlalu kembali menutup pintu kamar. Mita yang kaget dan kebingungan teringat sesuatu jika saja Ibunya menyadari niat meloloskan diri dari Mita dan Adam.
Mita kembali mundur untuk menemani Adam yang masih ketakutan. Dengan raut wajah lelah, Ia masih terus berusaha menelaah apa yang sebenarnya terjadi.
Selamat datang dalam tulisan saya. Selamat menyelami misteri di balik kisah ini!
Hari Minggu pukul 8:40 pagi, Mita baru keluar dari kamar mandi setelah 30 menit memastikan semua bagian tubuhnya bersih dan wangi.Mita, dengan rambut pendek bergaya wolf cut berwarna hitam, menyukai gaya pakaian yang mencerminkan kepribadiannya yang berani dan kreatif.Namun, Ibunya, Ratih, memiliki pandangan yang berbeda. Ratih selalu ingin agar putrinya berpakaian sopan dan rapi, sesuai dengan norma yang ia yakini.Sehingga sering kali keduanya berada pada posisi yang melibatkan ketegangan diantara mereka karena perbedaan prinsip.Ratih menghampiri kamar Mita yang pintunya terbuka. Mita terlihat sedang berada di depan cermin untuk mencocokan beberapa setel pakaian."Kamu mau pakai apa hari ini, Nak?" tanya Ratih sambil bersandar di gawang pintu.Mita yang sedang memegang kaos oversized hitam dengan gambar tengkorak menjawab, "Aku mau pakai ini, Bu."Ratih mengerutkan kening dan berjalan mendekati Mita. "Mita, Ibu sudah bilang berapa kali, Ibu tidak suka kamu pakai baju seperti itu.
“Nampaknya memang sulit untuk membuat kalian bisa mengerti.” dengan tenang Ratih berujar demikian.Eskpresi kesakitan yang baru saja diperlihatkannya seakan tak pernah ada. Raut wajah, energi, serta kekuatannya kembali normal. Rupanya kesadaran Ratih kembali diambil alih oleh Sulastri.Sejenak Ratih berhenti berbicara karena memikirkan apa yang membuat kesadaran utama Ratih bisa kembali. "Kenapa bisa Ratih tiba-tiba terbangun?" gumam pribadi Sulastri heran. Ia berfikir jika kejadian seperti ini terus berulang, maka rencananya bisa saja gagal di tengah jalan.Namun, tidak ada waktu untuk menganalisa dan mengingat kembali apa yang terjadi, raga Ratih langsung beranjak dari lantai dan duduk di atas kasur Mita. Sementara Mita dan Adam tetap berada di bawah lantai saling berpelukan.“Anak seusia kalian jelas tidak mudah memahami apa yang terjadi di sekeliling kalian.” ucap pribadi Sulastri.“Meskipun begitu, cobalah untuk menurut kepada orang yang lebih tua. Sekalipun kalian benar, kebenara
Matahari mulai bersiap berganti jaga dengan bulan ketika Mita dan Adam duduk di ruang keluarga, menunggu kepulangan Ibu mereka dari pasar.Adam fokus menonton kartun kesukaannya sedangkan Mita asyik membaca komik hariannya.Mita sedang merefresh moodnya setelah seharian ditempa kuis di sekolah. “Komik yang kutunggu-tunggu akhirnya rilis juga,” gelagat Mita girang sambil memeluk erat komik barunya seraya bergoyang ke kiri dan ke kanan.Tak berselang lama pintu depan terbuka, Ratih masuk dengan tangan penuh belanjaan untuk persediaan beberapa hari.Terlihat raut wajah Ratih yang memerah dan kehausan karena memang cuaca sedang terik akhir-akhir ini. Memang Ratih mengendarai mobil, tapi jenis pasar yang sering Ia kunjungi adalah pasar tradisional, karena dinilai bahannya lebih segar dengan harga yang terjangkau."Ibu pulang!" seru Adam, berlari ke arah Ratih dan memeluk kakinya. Ratih tertawa dan mengelus rambutnya dengan penuh kasih sayang.Ekspresi kelelahan yang semula dominan di wajah
Di era modern seperti sekarang ini, banyak perubahan yang terjadi dalam situasi sosial. Mulai dari budaya, pola pikir, tuntutan sosial, dll.Kecepatan informasi dan teknologi dikhawatirkan dapat memicu kasus-kasus di media sosial yang dapat berdampak pada kesehatan mental anak muda.Selain itu, maraknya kasus bullying, KDRT, dan tekanan akademik membuat beberapa kasus mental illness yang melibatkan para remaja seusia Mita.Sehingga banyak sekolah modern menyisipkan pelajaran mengenai pentingnya kesehatan mental bagi remaja, termasuk di sekolah Mita.“Jenis penyakit dengan ciri-ciri yang Ibu tunjukkan sepertinya di buku ini disebut dengan DID atau Dissosiative Identity Disorder atau dalam bahasa Indonesia artinya kepribadian ganda.” gumam Mita sambil terus membaca tentang penyakit ini di dalam buku pelajaran sekolahnya.Berkat buku yang Ia baca, Ia mampu memperoleh beberapa informasi tentang berbagai penyakit kesehatan mental, seperti jenis penyakit dan asal muasalnya.Serta ada pula p
Sudah sekitar 15 menit berlalu sejak mulai ada suara orang dari luar kamar Mita.Dalam buku mengenai DID dijelaskan bahwa seorang dengan DID tidak menyadari jika mereka sedang kambuh.Sehingga lawan bicara tidak boleh panik dan marah, justru harus tenang dan fokus saat berhadapan dengan mereka.Itulah tekad yang sedang Mita bangun, Ia harus tenang dan fokus dalam berhadapan dengan Ibunya. Entah dengan siapapun Ia bicara nanti.Mita mendekati pintu dengan hati-hati sambil mengintip dari lubang kunci. Mita tidak mendapat penglihatan yang begitu jelas dari sudutnya saat ini.Ia menempelkan telinganya ke pintu untuk coba mendengarkan suara dari luar. Itu pun juga tidak memberinya cukup petunjuk.Akhirnya dia memutuskan untuk coba menanyakannya langsung pada Ratih di luar kamar.“Tok...Tok...Tok...Siapa diluar?” tanya Mita sambil mengetuk pintu dari dalam untuk menarik perhatian.Mita menanyakan dengan tenang dan hormat pada Ibunya tentang identitasnya sekarang. Hal ini untuk menghindari k
Hari Senin tanggal 9 Juli 2007, Pramita Candra Kirana pertama kali menyapa alam baru yang kita sebut sebagai dunia.Lampu indikator di pintu ruang operasi berubah warna menjadi hijau. Suster membuka pintu dengan mendorong sebuah kotak berisi seorang bayi mungil."Keluarga Ibu Ayu Ratih Senara Dewi?" , suster memanggil keluarga atas nama tersebut dengan suara lantang guna memastikan pihak keluarga mendengar.Tak berselang lama sesosok pria gagah dengan tinggi sekitar 185 cm berdiri dari barisan kursi dengan mata berbinar-binar. Sekaligus beberapa orang di sebelah kanan dan kirinya juga sontak berdiri mengikuti pria itu."Iya? Ada apa sus?" tanya pria itu harap-harap cemas. Ia tergesa-gesa menghampiri suster di mulut pintu ruang operasi."Keluarga Ibu Ratih?" tanya suster memastikan. "Iya betul. Saya Adi, Tirta Adi Wijaya. Saya suaminya." sahut pria yang ternyata suami dari Ratih dan Ayah dari Mita."Selamat pak, bayi bapak lahir dengan sehat. Tapi untuk saat ini silahkan ikut saya ke r
Rumah Mita memiliki dua lantai dengan beberapa ruangan yang cukup luas. Di lantai bawah terdapat ruang tamu, ruang keluarga, dapur, dan ruang makan. Kamar tidur Mita berada di lantai kedua sedangkan kamar tidur orang tuanya terletak di lantai pertama. Hanya kamar orang tua Mita yang memiliki kamar mandi di dalam ruangan. Sisanya menggunakan kamar mandi luar di masing- masing lantai. Ada sebuah kamar kecil yang dikhususkan untuk tamu yang menginap. Posisi nya terletak di dekat tangga lantai dasar. Mita dan Ratih mulai menyusuri anak tangga menuju ke lantai dasar. "Hmmm... Akhirnya paru-paru ku merasakan udara segar." Mita tarik napas dalam dan berucap dalam hati. Sudah hampir seharian sejak dia disekap dalam kamarnya yang sekarang sudah terasa lebih pengap. Namun, di sisi lain Mita mengkhawatirkan Adam dan ingin segera memastikan dimana posisi adiknya berada. Mita berjalan beriringan di belakang Ratih sembari meninjau berbagai sudut ruangan tanpa Ratih sadari dengan seksama. Diliha
Sementara itu di dalam kamar Ratih..."Kak...Kak Mita? Kakak dimana?" pribadi Riri memanggil Mita setelah selesai menghitung sampai 10. Ia mulai mencari ke sela-sela kamar, tapi tidak kunjung menemukan petunjuk dimana Mita bersembunyi.Ia pun berpikir untuk mencari ke luar kamar, tapi naas pintu sudah terkunci dari luar. "Pintunya...terkunci?" Ratih mencoba membuka pintu kamar yang terkunci."Lo kok bisa terkunci?" pribadi Riri berbalik badan dengan panik. Ia menyadari keteledorannya dan ketakutan akan dimarahi akibat kesalahannya."Aduh bagaimana ini?" pribadi Riri merasa tidak punya cukup cara menemukan jalan keluar. Akhirnya terpaksa Ia memilih untuk menyerahkan kesadaran utama kepada kepribadian lain."Memang sebuah kesalahan membiarkan anak kecil itu menjaga anak-anak." gumam Ratih yang kini sudah berganti kepribadian menjadi Sulastri.Pribadi Sulastri kembali mengecek pintu, dan memastikan bahwa pintu ini benar-benar terkunci dari luar. Pribadi Sulastri mencoba memanggil Mita ag
Sementara itu di dalam kamar Ratih..."Kak...Kak Mita? Kakak dimana?" pribadi Riri memanggil Mita setelah selesai menghitung sampai 10. Ia mulai mencari ke sela-sela kamar, tapi tidak kunjung menemukan petunjuk dimana Mita bersembunyi.Ia pun berpikir untuk mencari ke luar kamar, tapi naas pintu sudah terkunci dari luar. "Pintunya...terkunci?" Ratih mencoba membuka pintu kamar yang terkunci."Lo kok bisa terkunci?" pribadi Riri berbalik badan dengan panik. Ia menyadari keteledorannya dan ketakutan akan dimarahi akibat kesalahannya."Aduh bagaimana ini?" pribadi Riri merasa tidak punya cukup cara menemukan jalan keluar. Akhirnya terpaksa Ia memilih untuk menyerahkan kesadaran utama kepada kepribadian lain."Memang sebuah kesalahan membiarkan anak kecil itu menjaga anak-anak." gumam Ratih yang kini sudah berganti kepribadian menjadi Sulastri.Pribadi Sulastri kembali mengecek pintu, dan memastikan bahwa pintu ini benar-benar terkunci dari luar. Pribadi Sulastri mencoba memanggil Mita ag
Rumah Mita memiliki dua lantai dengan beberapa ruangan yang cukup luas. Di lantai bawah terdapat ruang tamu, ruang keluarga, dapur, dan ruang makan. Kamar tidur Mita berada di lantai kedua sedangkan kamar tidur orang tuanya terletak di lantai pertama. Hanya kamar orang tua Mita yang memiliki kamar mandi di dalam ruangan. Sisanya menggunakan kamar mandi luar di masing- masing lantai. Ada sebuah kamar kecil yang dikhususkan untuk tamu yang menginap. Posisi nya terletak di dekat tangga lantai dasar. Mita dan Ratih mulai menyusuri anak tangga menuju ke lantai dasar. "Hmmm... Akhirnya paru-paru ku merasakan udara segar." Mita tarik napas dalam dan berucap dalam hati. Sudah hampir seharian sejak dia disekap dalam kamarnya yang sekarang sudah terasa lebih pengap. Namun, di sisi lain Mita mengkhawatirkan Adam dan ingin segera memastikan dimana posisi adiknya berada. Mita berjalan beriringan di belakang Ratih sembari meninjau berbagai sudut ruangan tanpa Ratih sadari dengan seksama. Diliha
Hari Senin tanggal 9 Juli 2007, Pramita Candra Kirana pertama kali menyapa alam baru yang kita sebut sebagai dunia.Lampu indikator di pintu ruang operasi berubah warna menjadi hijau. Suster membuka pintu dengan mendorong sebuah kotak berisi seorang bayi mungil."Keluarga Ibu Ayu Ratih Senara Dewi?" , suster memanggil keluarga atas nama tersebut dengan suara lantang guna memastikan pihak keluarga mendengar.Tak berselang lama sesosok pria gagah dengan tinggi sekitar 185 cm berdiri dari barisan kursi dengan mata berbinar-binar. Sekaligus beberapa orang di sebelah kanan dan kirinya juga sontak berdiri mengikuti pria itu."Iya? Ada apa sus?" tanya pria itu harap-harap cemas. Ia tergesa-gesa menghampiri suster di mulut pintu ruang operasi."Keluarga Ibu Ratih?" tanya suster memastikan. "Iya betul. Saya Adi, Tirta Adi Wijaya. Saya suaminya." sahut pria yang ternyata suami dari Ratih dan Ayah dari Mita."Selamat pak, bayi bapak lahir dengan sehat. Tapi untuk saat ini silahkan ikut saya ke r
Sudah sekitar 15 menit berlalu sejak mulai ada suara orang dari luar kamar Mita.Dalam buku mengenai DID dijelaskan bahwa seorang dengan DID tidak menyadari jika mereka sedang kambuh.Sehingga lawan bicara tidak boleh panik dan marah, justru harus tenang dan fokus saat berhadapan dengan mereka.Itulah tekad yang sedang Mita bangun, Ia harus tenang dan fokus dalam berhadapan dengan Ibunya. Entah dengan siapapun Ia bicara nanti.Mita mendekati pintu dengan hati-hati sambil mengintip dari lubang kunci. Mita tidak mendapat penglihatan yang begitu jelas dari sudutnya saat ini.Ia menempelkan telinganya ke pintu untuk coba mendengarkan suara dari luar. Itu pun juga tidak memberinya cukup petunjuk.Akhirnya dia memutuskan untuk coba menanyakannya langsung pada Ratih di luar kamar.“Tok...Tok...Tok...Siapa diluar?” tanya Mita sambil mengetuk pintu dari dalam untuk menarik perhatian.Mita menanyakan dengan tenang dan hormat pada Ibunya tentang identitasnya sekarang. Hal ini untuk menghindari k
Di era modern seperti sekarang ini, banyak perubahan yang terjadi dalam situasi sosial. Mulai dari budaya, pola pikir, tuntutan sosial, dll.Kecepatan informasi dan teknologi dikhawatirkan dapat memicu kasus-kasus di media sosial yang dapat berdampak pada kesehatan mental anak muda.Selain itu, maraknya kasus bullying, KDRT, dan tekanan akademik membuat beberapa kasus mental illness yang melibatkan para remaja seusia Mita.Sehingga banyak sekolah modern menyisipkan pelajaran mengenai pentingnya kesehatan mental bagi remaja, termasuk di sekolah Mita.“Jenis penyakit dengan ciri-ciri yang Ibu tunjukkan sepertinya di buku ini disebut dengan DID atau Dissosiative Identity Disorder atau dalam bahasa Indonesia artinya kepribadian ganda.” gumam Mita sambil terus membaca tentang penyakit ini di dalam buku pelajaran sekolahnya.Berkat buku yang Ia baca, Ia mampu memperoleh beberapa informasi tentang berbagai penyakit kesehatan mental, seperti jenis penyakit dan asal muasalnya.Serta ada pula p
Matahari mulai bersiap berganti jaga dengan bulan ketika Mita dan Adam duduk di ruang keluarga, menunggu kepulangan Ibu mereka dari pasar.Adam fokus menonton kartun kesukaannya sedangkan Mita asyik membaca komik hariannya.Mita sedang merefresh moodnya setelah seharian ditempa kuis di sekolah. “Komik yang kutunggu-tunggu akhirnya rilis juga,” gelagat Mita girang sambil memeluk erat komik barunya seraya bergoyang ke kiri dan ke kanan.Tak berselang lama pintu depan terbuka, Ratih masuk dengan tangan penuh belanjaan untuk persediaan beberapa hari.Terlihat raut wajah Ratih yang memerah dan kehausan karena memang cuaca sedang terik akhir-akhir ini. Memang Ratih mengendarai mobil, tapi jenis pasar yang sering Ia kunjungi adalah pasar tradisional, karena dinilai bahannya lebih segar dengan harga yang terjangkau."Ibu pulang!" seru Adam, berlari ke arah Ratih dan memeluk kakinya. Ratih tertawa dan mengelus rambutnya dengan penuh kasih sayang.Ekspresi kelelahan yang semula dominan di wajah
“Nampaknya memang sulit untuk membuat kalian bisa mengerti.” dengan tenang Ratih berujar demikian.Eskpresi kesakitan yang baru saja diperlihatkannya seakan tak pernah ada. Raut wajah, energi, serta kekuatannya kembali normal. Rupanya kesadaran Ratih kembali diambil alih oleh Sulastri.Sejenak Ratih berhenti berbicara karena memikirkan apa yang membuat kesadaran utama Ratih bisa kembali. "Kenapa bisa Ratih tiba-tiba terbangun?" gumam pribadi Sulastri heran. Ia berfikir jika kejadian seperti ini terus berulang, maka rencananya bisa saja gagal di tengah jalan.Namun, tidak ada waktu untuk menganalisa dan mengingat kembali apa yang terjadi, raga Ratih langsung beranjak dari lantai dan duduk di atas kasur Mita. Sementara Mita dan Adam tetap berada di bawah lantai saling berpelukan.“Anak seusia kalian jelas tidak mudah memahami apa yang terjadi di sekeliling kalian.” ucap pribadi Sulastri.“Meskipun begitu, cobalah untuk menurut kepada orang yang lebih tua. Sekalipun kalian benar, kebenara
Hari Minggu pukul 8:40 pagi, Mita baru keluar dari kamar mandi setelah 30 menit memastikan semua bagian tubuhnya bersih dan wangi.Mita, dengan rambut pendek bergaya wolf cut berwarna hitam, menyukai gaya pakaian yang mencerminkan kepribadiannya yang berani dan kreatif.Namun, Ibunya, Ratih, memiliki pandangan yang berbeda. Ratih selalu ingin agar putrinya berpakaian sopan dan rapi, sesuai dengan norma yang ia yakini.Sehingga sering kali keduanya berada pada posisi yang melibatkan ketegangan diantara mereka karena perbedaan prinsip.Ratih menghampiri kamar Mita yang pintunya terbuka. Mita terlihat sedang berada di depan cermin untuk mencocokan beberapa setel pakaian."Kamu mau pakai apa hari ini, Nak?" tanya Ratih sambil bersandar di gawang pintu.Mita yang sedang memegang kaos oversized hitam dengan gambar tengkorak menjawab, "Aku mau pakai ini, Bu."Ratih mengerutkan kening dan berjalan mendekati Mita. "Mita, Ibu sudah bilang berapa kali, Ibu tidak suka kamu pakai baju seperti itu.
Mita terbangun seketika dengan jantung berdebar. Suara keras dari luar kamar membuatnya memilih untuk mengakhiri tidurnya.Ia menoleh ke arah tempat tidur adiknya, Adam, yang ternyata sudah terbangun lebih dulu. Ekspresi wajah Adam yang ketakutan sambil menoleh ke arah pintu, menambah kengerian di benak Mita yang baru saja berhasil terbangun.Dengan hati-hati, Mita langsung berjalan perlahan menuju pintu, sebelum Ia menyapa dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi kepada adiknya, Adam."Pintu ini ... terkunci?" gumamnya dengan kebingungan. Mita mencoba membuka pintu sekali lagi, tapi tetap tidak berhasil."Adam, apa yang terjadi?" tanya Mita dengan suara lirih seakan tau bahwa sesuatu yang janggal telah terjadi di luar kamarnya.Adam terdiam dengan wajah penuh ketakutan dan berhiaskan tangisan kecilnya menggelengkan kepala ke arah Mita, pertanda Ia pun tidak begitu mengerti apa yang sebenarnya terjadi.Sebagai seorang kakak, Mita memutuskan untuk tetap tenang. Ia datang menghampiri a