Oleh karena itu, Mita berusaha seminimal mungkin untuk tidak memperliahtkan gestur tubuh yang membuatnya terlihat begitu memperhatikan kunci-kunci itu. Bahkan untuk sekedar menolehnya saja Mita harus sangat berhati-hati.
Tapi bahwa fakta jika pribadi Riri dalam tubuh Ratih sangatlah ceroboh tidak dapat dipungkiri. Pribadi Riri tidak memahami tugas kompleks yang mungkin saja memiliki makna tersirat dari si nenek. Makanya Mita pun heran kenapa tugas berjaga diserahkan kepada privadi anak kecil ini. "Ah sudahlah, hal itu tidak lagi penting. Aku harus bisa selamatkan Adam dan keluar bersamanya dari sini. Itu yang terpenting!" tegas Mita dalam hatinya demi memastikan tidak ada lagi keraguan untuk melangkah. Ratih mulai membukakan lemari pakaiannya. "Kakak mau main apa?" tanya Ratih sambil memegang mainan dari dalam lemari. Perlahan Mita mendekat dan sekilas Ia merasa kaget. "Kenapa ada banyak sekali mainan disini?" tanya Mita. Padahal selama ini Ia tidak pernah sekalipun menemukan mainan anak sebanyak ini. Apalagi dalam lemari ibunya. Mita berlutut, mengambil sebuah mainan di sudut lemari. Seketika bayangannya soal kelakuan aneh Ibunya di toko mainan kembali muncul. Rupanya mainan itu adalah boneka barbie yang pernah ibunya beli waktu itu. Mainan ini ternyata adalah keinginan dari Riri. Mulai muncul sebuah kesimpulan baru dalam benak Mita. Ia berpikir bahwa selama ini ibunya menyadari kepribadian-kepribadian lain dalam dirinya dan mampu untuk bersikap secara normal. Bahkan Mita tidak pernah sekalipun merasa ada yang aneh dengan ibunya. Lalu apa yang membuat Ibunya sekarang menjadi seperti ini? Itulah pertanyaan yang muncul di benak Mita. Setelah melamun beberapa saat akhirnya Mita memutuskan sebuah permainan. Mita merebut dengan halus gagang lemari yang dipegang Ratih dan menutup nya perlahan. "Ayo kita main petak umpet?" ajak Mita dengan menatap wajah Ibunya sambil tersenyum. "Ayooo!" dengan antusias dan tanpa rasa curiga sedikitpun Ratih mengiyakan ajakan Mita. "Kalau begitu aku jaga duluan ya? Nanti Riri yang sembunyi. Hitungannya sampai 10 saja. Oke?" jelas Mita tentang peraturan permainannya. "Oke, siap! Kalau begitu kakak menghadap tembok! Biar Riri yang sembunyi dulu." Riri memahami instruksi dari Mita dan bersedia melakukan sesuai peraturan. Hal ini dilakukan Mita untuk tetap menjaga kepercayaan Ratih, sehingga pada kesempatan selanjutnya Mita dapat dengan mulus menjalankan aksinya. Karna jika pada kesempatan pertama Mita langsung meminta giliran bersembunyi dan beraksi maka bisa jadi pribadi lain akan merasakan kejanggalan yang Mita akibatkan. "Satu...dua...tiga..." pribadi Riri mulai menghitung dengan menghadap ke tembok dekat lemari. Hal yang dilakukan Mita pada kesempatan pertama ini adalah memastikan kunci mana yang merupakan kunci kamar Ibunya dan mana kunci kamar tamu tempat Adam berada. Tujuannya untuk mempermudah dirinya saat berhasil mendapat kuncinya nanti. Mita harus dengan cepat menutup dan mengunci kamar ibunya agar Ratih tidak dapat keluar kamar. Mita memisahkan dua kunci yang sudah Ia temukan dan menandainya. Selanjutnya Ia pergi bersembunyi di bawah meja rias. Tujuannya agar Ratih dapat dengan mudah menemukannya. "Sepuluh! Sudah ya, aku mulai cari ya." teriak Ratih, memulai pencarian Mita. Benar saja, tidak berselang lama. Ratih berhasil menemukan Mita di bawah meja rias. "Ketemu! Hahahaha." tawa Ratih menikmati permainan ini. Tingkah Ratih benar-benar mirip dengan seorang anak kecil. Mita juga masih beradaptasi, Ia dipaksa terbiasa agar tidak ada situasi canggung antara mereka. "Yah, ketemu." ucap Mita sambil berpura-pura kecewa. Selanjutnya Ratih yang dapat giliran bersembunyi. Mita mulai menghitung sampai sepuluh dan mencari persembunyian Ratih. Sepertinya Riri juga tidak sadar jika Ia sedang menggunakan raga Ratih. Ratih terlihat bersembunyi di balik kasur dengan posisi bersujud. Dengan tubuh sebesar itu jelas sangat mudah menemukannya bahkan tanpa usaha pun pasti bisa ketemu. Tapi Mita tidak mau merusak momen kebahagiaan Riri waktu itu. Sehingga Mita berpura-pura kesulitan menemukan Ratih dengan mencarinya lebih lama lagi. "Riri dimana kamu?" seolah Mita benar-benar kesulitan menemukan Ratih. "Hihihihi..." terdengar suara tawa kecil yang sudah jelas berasal dari Ratih. Setelah merasa cukup lama akhirnya Mita memutuskan untuk mengejutkan Ratih yang bersembunyi di balik kasur. "Dorr!!" teriak Mita ke Ratih, membuat Ibunya terkejut dan tertawa terbahak-bahak. "Yah, kakak hebat banget bisa nemuin Riri!" sanjung Ratih kepada Mita yang berhasil menemukannya. Selanjutnya giliran Ratih yang kembali berjaga. Pada kesempatan ini, Mita mulai melancarkan aksinya. Mita bergegas mengambil kunci yang tergeletak di atas meja rias saat Ratih berjaga. Ia bergegas menutup pintu kamar dengan perlahan dan berhasil menguncinya, meninggalkan Ratih yang sedang berjaga dan bersiap mencari Mita. Dengan cepat Mita bergegas menuju kamar tamu untuk membebaskan Adam. Di tengah perjalanan, Mita melihat handphone yang sedang tergeletak di meja ruang keluarga. "Handphone siapa ini? Ini handphone Ibu!" tanpa berpikir panjang Mita membawa sekaligus handphone itu. Mita pun berhasil sampai ke kamar tamu dan bergegas membuka pintunya. "Gubrak!" suara pintu yang dibuka dengan sangat keras. "Adam!" teriak Mita yang berlari ke arah Adam yang ada di bawah lantai. "Kakak? Kakak!" tangisan Adam seakan menjadi setelah melihat kakaknya yang berada di balik pintu. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Mita sambil mengusap keringat di kepala adiknya. "Aku tidak apa-apa kak. Tapi aku takut!" jelas Adam sambil menangis dipelukan kakaknya. "Ibu kemana kak?" tanya Adam ingin tau bagaimana kakaknya bisa lolos dari pengawasan Ibunya. "Ibu di kamarnya, dia baik-baik saja. Tapi kita harus segera pergi dari sini!" jelas Mita pada Adam yang sedang ketakutan. "Tidak kak, kita harus selamatkan Ibu!" ucap Adam yang ternyata lebih mengkhawatirkan kondisi Ibunya. "Apa maksudmu, Dam?" tanya Mita heran. "Kita tidak tahu apa yang terjadi dengan Ibu, mana mungkin kita bisa berbuat sesuatu untuknya?" jelas Mita kepada Adam. Tetapi, Adam tetap memaksa kakaknya untuk mau menyelamatkan Ibunya juga. "Dor...Dor...Dor..." suara pintu sedang di dobrak. Mita dan Adam terkejut, lalu menoleh bersamaan ke arah luar kamar. Keringat mereka semakin bercucuran karena ketakukan. "Ayo, Dam! Kita harus segera pergi dari sini!" Mita memaksa, menarik paksa tangan adiknya. Namun, Adam tetap bersikeras ingin menolong ibunya. "Ibu sedang kesusahan kak, ayo kita tolong ibu!" bujuk Adam pada kakaknya sambil menangis, Ia memohon agar kakaknya mau membantu Ratih. "Bagaimana ini? Apa aku memang harus menyelamatkan Ibu?" gumama Mita dalam hati yang terlihat begitu kebingungan. Tapi adiknya terus merengek kepada Mita untuk tidak meninggalkan ibunya sendirian. Akhirnya Mita pun luluh dan terpaksa memenuhi keinginan Adam. Kali ini Mita lagi-lagi dipaksa untuk beradaptasi dengan cepat dalam situasi-situasi genting. Otak Mita mulai memeras lagi ide-ide yang mungkin dapat mereka gunakan. Lalu apakah bisa Mita kabur dari rumah itu bersamaan dengan adik dan ibunya yang tidak stabil? Sungguh ini merupakan upaya yang sukar.Sementara itu di dalam kamar Ratih..."Kak...Kak Mita? Kakak dimana?" pribadi Riri memanggil Mita setelah selesai menghitung sampai 10. Ia mulai mencari ke sela-sela kamar, tapi tidak kunjung menemukan petunjuk dimana Mita bersembunyi.Ia pun berpikir untuk mencari ke luar kamar, tapi naas pintu sudah terkunci dari luar. "Pintunya...terkunci?" Ratih mencoba membuka pintu kamar yang terkunci."Lo kok bisa terkunci?" pribadi Riri berbalik badan dengan panik. Ia menyadari keteledorannya dan ketakutan akan dimarahi akibat kesalahannya."Aduh bagaimana ini?" pribadi Riri merasa tidak punya cukup cara menemukan jalan keluar. Akhirnya terpaksa Ia memilih untuk menyerahkan kesadaran utama kepada kepribadian lain."Memang sebuah kesalahan membiarkan anak kecil itu menjaga anak-anak." gumam Ratih yang kini sudah berganti kepribadian menjadi Sulastri.Pribadi Sulastri kembali mengecek pintu, dan memastikan bahwa pintu ini benar-benar terkunci dari luar. Pribadi Sulastri mencoba memanggil Mita ag
Mita terbangun seketika dengan jantung berdebar. Suara keras dari luar kamar membuatnya memilih untuk mengakhiri tidurnya.Ia menoleh ke arah tempat tidur adiknya, Adam, yang ternyata sudah terbangun lebih dulu. Ekspresi wajah Adam yang ketakutan sambil menoleh ke arah pintu, menambah kengerian di benak Mita yang baru saja berhasil terbangun.Dengan hati-hati, Mita langsung berjalan perlahan menuju pintu, sebelum Ia menyapa dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi kepada adiknya, Adam."Pintu ini ... terkunci?" gumamnya dengan kebingungan. Mita mencoba membuka pintu sekali lagi, tapi tetap tidak berhasil."Adam, apa yang terjadi?" tanya Mita dengan suara lirih seakan tau bahwa sesuatu yang janggal telah terjadi di luar kamarnya.Adam terdiam dengan wajah penuh ketakutan dan berhiaskan tangisan kecilnya menggelengkan kepala ke arah Mita, pertanda Ia pun tidak begitu mengerti apa yang sebenarnya terjadi.Sebagai seorang kakak, Mita memutuskan untuk tetap tenang. Ia datang menghampiri a
Hari Minggu pukul 8:40 pagi, Mita baru keluar dari kamar mandi setelah 30 menit memastikan semua bagian tubuhnya bersih dan wangi.Mita, dengan rambut pendek bergaya wolf cut berwarna hitam, menyukai gaya pakaian yang mencerminkan kepribadiannya yang berani dan kreatif.Namun, Ibunya, Ratih, memiliki pandangan yang berbeda. Ratih selalu ingin agar putrinya berpakaian sopan dan rapi, sesuai dengan norma yang ia yakini.Sehingga sering kali keduanya berada pada posisi yang melibatkan ketegangan diantara mereka karena perbedaan prinsip.Ratih menghampiri kamar Mita yang pintunya terbuka. Mita terlihat sedang berada di depan cermin untuk mencocokan beberapa setel pakaian."Kamu mau pakai apa hari ini, Nak?" tanya Ratih sambil bersandar di gawang pintu.Mita yang sedang memegang kaos oversized hitam dengan gambar tengkorak menjawab, "Aku mau pakai ini, Bu."Ratih mengerutkan kening dan berjalan mendekati Mita. "Mita, Ibu sudah bilang berapa kali, Ibu tidak suka kamu pakai baju seperti itu.
“Nampaknya memang sulit untuk membuat kalian bisa mengerti.” dengan tenang Ratih berujar demikian.Eskpresi kesakitan yang baru saja diperlihatkannya seakan tak pernah ada. Raut wajah, energi, serta kekuatannya kembali normal. Rupanya kesadaran Ratih kembali diambil alih oleh Sulastri.Sejenak Ratih berhenti berbicara karena memikirkan apa yang membuat kesadaran utama Ratih bisa kembali. "Kenapa bisa Ratih tiba-tiba terbangun?" gumam pribadi Sulastri heran. Ia berfikir jika kejadian seperti ini terus berulang, maka rencananya bisa saja gagal di tengah jalan.Namun, tidak ada waktu untuk menganalisa dan mengingat kembali apa yang terjadi, raga Ratih langsung beranjak dari lantai dan duduk di atas kasur Mita. Sementara Mita dan Adam tetap berada di bawah lantai saling berpelukan.“Anak seusia kalian jelas tidak mudah memahami apa yang terjadi di sekeliling kalian.” ucap pribadi Sulastri.“Meskipun begitu, cobalah untuk menurut kepada orang yang lebih tua. Sekalipun kalian benar, kebenara
Matahari mulai bersiap berganti jaga dengan bulan ketika Mita dan Adam duduk di ruang keluarga, menunggu kepulangan Ibu mereka dari pasar.Adam fokus menonton kartun kesukaannya sedangkan Mita asyik membaca komik hariannya.Mita sedang merefresh moodnya setelah seharian ditempa kuis di sekolah. “Komik yang kutunggu-tunggu akhirnya rilis juga,” gelagat Mita girang sambil memeluk erat komik barunya seraya bergoyang ke kiri dan ke kanan.Tak berselang lama pintu depan terbuka, Ratih masuk dengan tangan penuh belanjaan untuk persediaan beberapa hari.Terlihat raut wajah Ratih yang memerah dan kehausan karena memang cuaca sedang terik akhir-akhir ini. Memang Ratih mengendarai mobil, tapi jenis pasar yang sering Ia kunjungi adalah pasar tradisional, karena dinilai bahannya lebih segar dengan harga yang terjangkau."Ibu pulang!" seru Adam, berlari ke arah Ratih dan memeluk kakinya. Ratih tertawa dan mengelus rambutnya dengan penuh kasih sayang.Ekspresi kelelahan yang semula dominan di wajah
Di era modern seperti sekarang ini, banyak perubahan yang terjadi dalam situasi sosial. Mulai dari budaya, pola pikir, tuntutan sosial, dll.Kecepatan informasi dan teknologi dikhawatirkan dapat memicu kasus-kasus di media sosial yang dapat berdampak pada kesehatan mental anak muda.Selain itu, maraknya kasus bullying, KDRT, dan tekanan akademik membuat beberapa kasus mental illness yang melibatkan para remaja seusia Mita.Sehingga banyak sekolah modern menyisipkan pelajaran mengenai pentingnya kesehatan mental bagi remaja, termasuk di sekolah Mita.“Jenis penyakit dengan ciri-ciri yang Ibu tunjukkan sepertinya di buku ini disebut dengan DID atau Dissosiative Identity Disorder atau dalam bahasa Indonesia artinya kepribadian ganda.” gumam Mita sambil terus membaca tentang penyakit ini di dalam buku pelajaran sekolahnya.Berkat buku yang Ia baca, Ia mampu memperoleh beberapa informasi tentang berbagai penyakit kesehatan mental, seperti jenis penyakit dan asal muasalnya.Serta ada pula p
Sudah sekitar 15 menit berlalu sejak mulai ada suara orang dari luar kamar Mita.Dalam buku mengenai DID dijelaskan bahwa seorang dengan DID tidak menyadari jika mereka sedang kambuh.Sehingga lawan bicara tidak boleh panik dan marah, justru harus tenang dan fokus saat berhadapan dengan mereka.Itulah tekad yang sedang Mita bangun, Ia harus tenang dan fokus dalam berhadapan dengan Ibunya. Entah dengan siapapun Ia bicara nanti.Mita mendekati pintu dengan hati-hati sambil mengintip dari lubang kunci. Mita tidak mendapat penglihatan yang begitu jelas dari sudutnya saat ini.Ia menempelkan telinganya ke pintu untuk coba mendengarkan suara dari luar. Itu pun juga tidak memberinya cukup petunjuk.Akhirnya dia memutuskan untuk coba menanyakannya langsung pada Ratih di luar kamar.“Tok...Tok...Tok...Siapa diluar?” tanya Mita sambil mengetuk pintu dari dalam untuk menarik perhatian.Mita menanyakan dengan tenang dan hormat pada Ibunya tentang identitasnya sekarang. Hal ini untuk menghindari k
Hari Senin tanggal 9 Juli 2007, Pramita Candra Kirana pertama kali menyapa alam baru yang kita sebut sebagai dunia.Lampu indikator di pintu ruang operasi berubah warna menjadi hijau. Suster membuka pintu dengan mendorong sebuah kotak berisi seorang bayi mungil."Keluarga Ibu Ayu Ratih Senara Dewi?" , suster memanggil keluarga atas nama tersebut dengan suara lantang guna memastikan pihak keluarga mendengar.Tak berselang lama sesosok pria gagah dengan tinggi sekitar 185 cm berdiri dari barisan kursi dengan mata berbinar-binar. Sekaligus beberapa orang di sebelah kanan dan kirinya juga sontak berdiri mengikuti pria itu."Iya? Ada apa sus?" tanya pria itu harap-harap cemas. Ia tergesa-gesa menghampiri suster di mulut pintu ruang operasi."Keluarga Ibu Ratih?" tanya suster memastikan. "Iya betul. Saya Adi, Tirta Adi Wijaya. Saya suaminya." sahut pria yang ternyata suami dari Ratih dan Ayah dari Mita."Selamat pak, bayi bapak lahir dengan sehat. Tapi untuk saat ini silahkan ikut saya ke r
Sementara itu di dalam kamar Ratih..."Kak...Kak Mita? Kakak dimana?" pribadi Riri memanggil Mita setelah selesai menghitung sampai 10. Ia mulai mencari ke sela-sela kamar, tapi tidak kunjung menemukan petunjuk dimana Mita bersembunyi.Ia pun berpikir untuk mencari ke luar kamar, tapi naas pintu sudah terkunci dari luar. "Pintunya...terkunci?" Ratih mencoba membuka pintu kamar yang terkunci."Lo kok bisa terkunci?" pribadi Riri berbalik badan dengan panik. Ia menyadari keteledorannya dan ketakutan akan dimarahi akibat kesalahannya."Aduh bagaimana ini?" pribadi Riri merasa tidak punya cukup cara menemukan jalan keluar. Akhirnya terpaksa Ia memilih untuk menyerahkan kesadaran utama kepada kepribadian lain."Memang sebuah kesalahan membiarkan anak kecil itu menjaga anak-anak." gumam Ratih yang kini sudah berganti kepribadian menjadi Sulastri.Pribadi Sulastri kembali mengecek pintu, dan memastikan bahwa pintu ini benar-benar terkunci dari luar. Pribadi Sulastri mencoba memanggil Mita ag
Rumah Mita memiliki dua lantai dengan beberapa ruangan yang cukup luas. Di lantai bawah terdapat ruang tamu, ruang keluarga, dapur, dan ruang makan. Kamar tidur Mita berada di lantai kedua sedangkan kamar tidur orang tuanya terletak di lantai pertama. Hanya kamar orang tua Mita yang memiliki kamar mandi di dalam ruangan. Sisanya menggunakan kamar mandi luar di masing- masing lantai. Ada sebuah kamar kecil yang dikhususkan untuk tamu yang menginap. Posisi nya terletak di dekat tangga lantai dasar. Mita dan Ratih mulai menyusuri anak tangga menuju ke lantai dasar. "Hmmm... Akhirnya paru-paru ku merasakan udara segar." Mita tarik napas dalam dan berucap dalam hati. Sudah hampir seharian sejak dia disekap dalam kamarnya yang sekarang sudah terasa lebih pengap. Namun, di sisi lain Mita mengkhawatirkan Adam dan ingin segera memastikan dimana posisi adiknya berada. Mita berjalan beriringan di belakang Ratih sembari meninjau berbagai sudut ruangan tanpa Ratih sadari dengan seksama. Diliha
Hari Senin tanggal 9 Juli 2007, Pramita Candra Kirana pertama kali menyapa alam baru yang kita sebut sebagai dunia.Lampu indikator di pintu ruang operasi berubah warna menjadi hijau. Suster membuka pintu dengan mendorong sebuah kotak berisi seorang bayi mungil."Keluarga Ibu Ayu Ratih Senara Dewi?" , suster memanggil keluarga atas nama tersebut dengan suara lantang guna memastikan pihak keluarga mendengar.Tak berselang lama sesosok pria gagah dengan tinggi sekitar 185 cm berdiri dari barisan kursi dengan mata berbinar-binar. Sekaligus beberapa orang di sebelah kanan dan kirinya juga sontak berdiri mengikuti pria itu."Iya? Ada apa sus?" tanya pria itu harap-harap cemas. Ia tergesa-gesa menghampiri suster di mulut pintu ruang operasi."Keluarga Ibu Ratih?" tanya suster memastikan. "Iya betul. Saya Adi, Tirta Adi Wijaya. Saya suaminya." sahut pria yang ternyata suami dari Ratih dan Ayah dari Mita."Selamat pak, bayi bapak lahir dengan sehat. Tapi untuk saat ini silahkan ikut saya ke r
Sudah sekitar 15 menit berlalu sejak mulai ada suara orang dari luar kamar Mita.Dalam buku mengenai DID dijelaskan bahwa seorang dengan DID tidak menyadari jika mereka sedang kambuh.Sehingga lawan bicara tidak boleh panik dan marah, justru harus tenang dan fokus saat berhadapan dengan mereka.Itulah tekad yang sedang Mita bangun, Ia harus tenang dan fokus dalam berhadapan dengan Ibunya. Entah dengan siapapun Ia bicara nanti.Mita mendekati pintu dengan hati-hati sambil mengintip dari lubang kunci. Mita tidak mendapat penglihatan yang begitu jelas dari sudutnya saat ini.Ia menempelkan telinganya ke pintu untuk coba mendengarkan suara dari luar. Itu pun juga tidak memberinya cukup petunjuk.Akhirnya dia memutuskan untuk coba menanyakannya langsung pada Ratih di luar kamar.“Tok...Tok...Tok...Siapa diluar?” tanya Mita sambil mengetuk pintu dari dalam untuk menarik perhatian.Mita menanyakan dengan tenang dan hormat pada Ibunya tentang identitasnya sekarang. Hal ini untuk menghindari k
Di era modern seperti sekarang ini, banyak perubahan yang terjadi dalam situasi sosial. Mulai dari budaya, pola pikir, tuntutan sosial, dll.Kecepatan informasi dan teknologi dikhawatirkan dapat memicu kasus-kasus di media sosial yang dapat berdampak pada kesehatan mental anak muda.Selain itu, maraknya kasus bullying, KDRT, dan tekanan akademik membuat beberapa kasus mental illness yang melibatkan para remaja seusia Mita.Sehingga banyak sekolah modern menyisipkan pelajaran mengenai pentingnya kesehatan mental bagi remaja, termasuk di sekolah Mita.“Jenis penyakit dengan ciri-ciri yang Ibu tunjukkan sepertinya di buku ini disebut dengan DID atau Dissosiative Identity Disorder atau dalam bahasa Indonesia artinya kepribadian ganda.” gumam Mita sambil terus membaca tentang penyakit ini di dalam buku pelajaran sekolahnya.Berkat buku yang Ia baca, Ia mampu memperoleh beberapa informasi tentang berbagai penyakit kesehatan mental, seperti jenis penyakit dan asal muasalnya.Serta ada pula p
Matahari mulai bersiap berganti jaga dengan bulan ketika Mita dan Adam duduk di ruang keluarga, menunggu kepulangan Ibu mereka dari pasar.Adam fokus menonton kartun kesukaannya sedangkan Mita asyik membaca komik hariannya.Mita sedang merefresh moodnya setelah seharian ditempa kuis di sekolah. “Komik yang kutunggu-tunggu akhirnya rilis juga,” gelagat Mita girang sambil memeluk erat komik barunya seraya bergoyang ke kiri dan ke kanan.Tak berselang lama pintu depan terbuka, Ratih masuk dengan tangan penuh belanjaan untuk persediaan beberapa hari.Terlihat raut wajah Ratih yang memerah dan kehausan karena memang cuaca sedang terik akhir-akhir ini. Memang Ratih mengendarai mobil, tapi jenis pasar yang sering Ia kunjungi adalah pasar tradisional, karena dinilai bahannya lebih segar dengan harga yang terjangkau."Ibu pulang!" seru Adam, berlari ke arah Ratih dan memeluk kakinya. Ratih tertawa dan mengelus rambutnya dengan penuh kasih sayang.Ekspresi kelelahan yang semula dominan di wajah
“Nampaknya memang sulit untuk membuat kalian bisa mengerti.” dengan tenang Ratih berujar demikian.Eskpresi kesakitan yang baru saja diperlihatkannya seakan tak pernah ada. Raut wajah, energi, serta kekuatannya kembali normal. Rupanya kesadaran Ratih kembali diambil alih oleh Sulastri.Sejenak Ratih berhenti berbicara karena memikirkan apa yang membuat kesadaran utama Ratih bisa kembali. "Kenapa bisa Ratih tiba-tiba terbangun?" gumam pribadi Sulastri heran. Ia berfikir jika kejadian seperti ini terus berulang, maka rencananya bisa saja gagal di tengah jalan.Namun, tidak ada waktu untuk menganalisa dan mengingat kembali apa yang terjadi, raga Ratih langsung beranjak dari lantai dan duduk di atas kasur Mita. Sementara Mita dan Adam tetap berada di bawah lantai saling berpelukan.“Anak seusia kalian jelas tidak mudah memahami apa yang terjadi di sekeliling kalian.” ucap pribadi Sulastri.“Meskipun begitu, cobalah untuk menurut kepada orang yang lebih tua. Sekalipun kalian benar, kebenara
Hari Minggu pukul 8:40 pagi, Mita baru keluar dari kamar mandi setelah 30 menit memastikan semua bagian tubuhnya bersih dan wangi.Mita, dengan rambut pendek bergaya wolf cut berwarna hitam, menyukai gaya pakaian yang mencerminkan kepribadiannya yang berani dan kreatif.Namun, Ibunya, Ratih, memiliki pandangan yang berbeda. Ratih selalu ingin agar putrinya berpakaian sopan dan rapi, sesuai dengan norma yang ia yakini.Sehingga sering kali keduanya berada pada posisi yang melibatkan ketegangan diantara mereka karena perbedaan prinsip.Ratih menghampiri kamar Mita yang pintunya terbuka. Mita terlihat sedang berada di depan cermin untuk mencocokan beberapa setel pakaian."Kamu mau pakai apa hari ini, Nak?" tanya Ratih sambil bersandar di gawang pintu.Mita yang sedang memegang kaos oversized hitam dengan gambar tengkorak menjawab, "Aku mau pakai ini, Bu."Ratih mengerutkan kening dan berjalan mendekati Mita. "Mita, Ibu sudah bilang berapa kali, Ibu tidak suka kamu pakai baju seperti itu.
Mita terbangun seketika dengan jantung berdebar. Suara keras dari luar kamar membuatnya memilih untuk mengakhiri tidurnya.Ia menoleh ke arah tempat tidur adiknya, Adam, yang ternyata sudah terbangun lebih dulu. Ekspresi wajah Adam yang ketakutan sambil menoleh ke arah pintu, menambah kengerian di benak Mita yang baru saja berhasil terbangun.Dengan hati-hati, Mita langsung berjalan perlahan menuju pintu, sebelum Ia menyapa dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi kepada adiknya, Adam."Pintu ini ... terkunci?" gumamnya dengan kebingungan. Mita mencoba membuka pintu sekali lagi, tapi tetap tidak berhasil."Adam, apa yang terjadi?" tanya Mita dengan suara lirih seakan tau bahwa sesuatu yang janggal telah terjadi di luar kamarnya.Adam terdiam dengan wajah penuh ketakutan dan berhiaskan tangisan kecilnya menggelengkan kepala ke arah Mita, pertanda Ia pun tidak begitu mengerti apa yang sebenarnya terjadi.Sebagai seorang kakak, Mita memutuskan untuk tetap tenang. Ia datang menghampiri a