Share

Pertemuan Kembali

Rumah Mita memiliki dua lantai dengan beberapa ruangan yang cukup luas. Di lantai bawah terdapat ruang tamu, ruang keluarga, dapur, dan ruang makan.

Kamar tidur Mita berada di lantai kedua sedangkan kamar tidur orang tuanya terletak di lantai pertama. Hanya kamar orang tua Mita yang memiliki kamar mandi di dalam ruangan. Sisanya menggunakan kamar mandi luar di masing- masing lantai.

Ada sebuah kamar kecil yang dikhususkan untuk tamu yang menginap. Posisi nya terletak di dekat tangga lantai dasar.

Mita dan Ratih mulai menyusuri anak tangga menuju ke lantai dasar. "Hmmm... Akhirnya paru-paru ku merasakan udara segar." Mita tarik napas dalam dan berucap dalam hati. Sudah hampir seharian sejak dia disekap dalam kamarnya yang sekarang sudah terasa lebih pengap.

Namun, di sisi lain Mita mengkhawatirkan Adam dan ingin segera memastikan dimana posisi adiknya berada.

Mita berjalan beriringan di belakang Ratih sembari meninjau berbagai sudut ruangan tanpa Ratih sadari dengan seksama. Dilihatnya suasana rumah yang rapi dan bersih seolah tidak pernah terjadi suatu peristiwa yang aneh. Bekas serpihan barang pun juga sudah tidak ada. Padahal Mita pikir kondisi rumah akan sangat berantakan karena sebelumnya Ia beberapa kali mendengar adanya suara keras dari luar kamar, seperti sebuah benda yang dipukulkan dengan sekuat tenaga.

Ketika mereka mendekati ujung tangga, Mita mendengar suara tangisan kecil. Tangisan kecil di tengah suasana sunyi dalam rumah akan terdengar lebih jelas. Mita yakin kalau tangisan ini berasal dari adiknya.

"Adam? Dimana kamu, Dam?" dalam hati Mita gelisah. Mita terus mencari sumber suara dengan cermat. Sampai tibalah Ia di lantai bawah, dan Ia mendapati tangisan itu berasal dari dalam kamar tamu.

Mengetahui hal itu, Mita mencoba lebih berinisiatif untuk memancing pribadi Riri memberikan beberapa informasi penting.

"Ri, kamu dengar tidak itu suara apa?" Mita berhenti sejenak sambil memegangi telinganya.

"Apa sih kak? Hiii jangan menakut-nakuti aku begitu dong." Ratih juga berhenti dan celingukan ke kanan dan ke kiri. "Bukan! Itu lo seperti ada yang menangis. Kamu dengar kan?" tambah Mita menjelaskan. "Oh itu? Itu suara kakak yang satunya. Dia di situ!" jawab pribadi Riri sambil menunjuk ke arah kamar tamu. "Aku kira ada hantu!" tambah pribadi Riri dengan raut wajah nyengir.

Ternyata memang benar dugaan Mita, bahwa Adam di sekap di kamar kecil itu.

Hati Mita semakin gelisah membayangkan betapa ketakutannya Adam di dalam sana. Namun, demi keberhasilan pelarian ini, Mita harus tetap tenang dan tidak gegabah dalam bertindak.

"Kenapa kamarnya dikunci? Adam kan masih kecil, dia tidak mungkin bisa kabur." tanya Mita. "Tidak tau, aku hanya menuruti kata si nenek." jawab pribadi Riri dengan polosnya.

Ratih pun lanjut berjalan, tapi Mita masih tertinggal dan terus menoleh ke arah kamar tamu.

"Kak, ayo! Katanya mau main!" tegas pribadi Riri ke Mita yang mematung di depan kamar.

"Oh iya maaf, ayo ayo!" Mita berkedip beberapa kali, dan bergegas menghampiri Ratih di depan.

Tujuan Mita selanjutnya adalah membebaskan adiknya, Adam. Hal pertama yang harus Ia usahakan ialah mengambil kunci yang dikantongi Ratih di saku kanannya.

Sejak awal keluar kamar, Mita sudah memperhatikan kebiasaan pribadi Riri adalah menyimpan kunci hanya di kantong celana nya saja. Tapi untuk mengambil kunci itu bukanlah perkara mudah. Mita harus menunggu momen yang tepat untuk bergegas mengambil kunci-kunci itu. Karena jika tidak, Ia harus berhadapan dengan kepribadian lain yang mungkin akan mengambil alih.

"Ayo sini kak, masuk saja!" ajak pribadi Riri ke dalam kamar Ratih. Pribadi Riri sudah berpikir bahwa Ia adalah tuan dari kamar itu. Hal itu juga tidak aneh bagi Mita, karna secara fisik, pribadi Riri masih lah Ratih ibunya. Mita pun berusaha berbaur se-natural mungkin agar tidak timbul kecurigaan dalam pribadi Riri.

"Jadi ini kamar kamu, Ri?" tanya Mita. "Iya dong, bagus kan?" jawan pribadi Riri pada Mita. "Iya luas sekali. Kamu tidur disini sendirian?" tanya Mita lagi untuk mencairkan suasana. Pribadi Riri menjelaskan jawabannya dengan panjang lebar. Ia juga sempat menunjukkan beberapa koleksi mainan yang Ia simpan di sudut-sudut ruangan.

Sejauh ini usaha Mita untuk kabur berjalan di luar dugaan Mita. Alurnya sangat natural tanpa ada drama signifikan yang mewarnai. Bahkan sering kali Mita tidak perlu banyak effort untuk menciptakan peluang yang berpihak padanya.

Seperti peristiwa kali ini, Ratih dengan santai nya menaruh kumpulan kunci-kunci itu di atas meja riasnya yang terletak tak jauh dari pintu.

Melihat hal itu, dalam hati Mita merasa bahagia karna akan sangat mudah mengambil kunci-kunci itu jika memang tidak berada pada genggaman Ratih. Namun, di sisi lain Mita merasa harus waspada, karena bisa jadi ini hanya jebakan untuk memancing Mita mengambil kunci-kunci itu.

Oleh karena itu, Mita berusaha seminimal mungkin untuk tidak memperliahtkan gestur tubuh yang membuatnya terlihat begitu memperhatikan kunci-kunci itu. Bahkan untuk sekedar menolehnya saja Mita harus sangat berhati-hati.

Tapi bahwa fakta jika pribadi Riri dalam tubuh Ratih sangatlah ceroboh tidak dapat dipungkiri. Pribadi Riri tidak memahami tugas kompleks yang mungkin saja memiliki makna tersirat dari si nenek. Makanya Mita pun heran kenapa tugas berjaga diserahkan kepada privadi anak kecil ini.

"Ah sudahlah, hal itu tidak lagi penting. Aku harus bisa selamatkan Adam dan keluar bersamanya dari sini. Itu yang terpenting!" tegas Mita dalam hatinya demi memastikan tidak ada lagi keraguan untuk melangkah.

Ratih mulai membukakan lemari pakaiannya. "Kakak mau main apa?" tanya Ratih sambil memegang mainan dari dalam lemari.

Perlahan Mita mendekat dan sekilas Ia merasa kaget. "Kenapa ada banyak sekali mainan disini?" tanya Mita. Padahal selama ini Ia tidak pernah sekalipun menemukan mainan anak sebanyak ini. Apalagi dalam lemari ibunya.

Mita berlutut, mengambil sebuah mainan di sudut lemari. Seketika bayangannya soal kelakuan aneh Ibunya di toko mainan kembali muncul.

Rupanya mainan itu adalah boneka barbie yang pernah ibunya beli waktu itu. Mainan ini ternyata adalah keinginan dari Riri.

Mulai muncul sebuah kesimpulan baru dalam benak Mita. Ia berpikir bahwa selama ini ibunya menyadari kepribadian-kepribadian lain dalam dirinya dan mampu untuk bersikap secara normal. Bahkan Mita tidak pernah sekalipun merasa ada yang aneh dengan ibunya.

Lalu apa yang membuat Ibunya sekarang menjadi seperti ini? Itulah pertanyaan yang muncul di benak Mita.

Setelah melamun beberapa saat akhirnya Mita memutuskan sebuah permainan.

Mita merebut dengan halus gagang lemari yang dipegang Ratih dan menutup nya perlahan.

"Ayo kita main petak umpet?" ajak Mita dengan menatap wajah Ibunya sambil tersenyum.

"Ayooo!" dengan antusias dan tanpa rasa curiga sedikitpun Ratih mengiyakan ajakan Mita.

"Kalau begitu aku jaga duluan ya? Nanti Riri yang sembunyi. Hitungannya sampai 10 saja. Oke?" jelas Mita tentang peraturan permainannya. "Oke, siap! Kalau begitu kakak menghadap tembok! Biar Riri yang sembunyi dulu." Riri memahami instruksi dari Mita dan bersedia melakukan sesuai peraturan.

Hal ini dilakukan Mita untuk tetap menjaga kepercayaan Ratih, sehingga pada kesempatan selanjutnya Mita dapat dengan mulus menjalankan aksinya. Karna jika pada kesempatan pertama Mita langsung meminta giliran bersembunyi dan beraksi maka bisa jadi pribadi lain akan merasakan kejanggalan yang Mita akibatkan.

"Satu...dua...tiga..." pribadi Riri mulai menghitung dengan menghadap ke tembok dekat lemari.

Hal yang dilakukan Mita pada kesempatan pertama ini adalah memastikan kunci mana yang merupakan kunci kamar Ibunya dan mana kunci kamar tamu tempat Adam berada. Tujuannya untuk mempermudah dirinya saat berhasil mendapat kuncinya nanti. Mita harus dengan cepat menutup dan mengunci kamar ibunya agar Ratih tidak dapat keluar kamar.

Mita memisahkan dua kunci yang sudah Ia temukan dan menandainya. Selanjutnya Ia pergi bersembunyi di bawah meja rias. Tujuannya agar Ratih dapat dengan mudah menemukannya.

"Sepuluh! Sudah ya, aku mulai cari ya." teriak Ratih, memulai pencarian Mita.

Benar saja, tidak berselang lama. Ratih berhasil menemukan Mita di bawah meja rias.

"Ketemu! Hahahaha." tawa Ratih menikmati permainan ini. Tingkah Ratih benar-benar mirip dengan seorang anak kecil. Mita juga masih beradaptasi, Ia dipaksa terbiasa agar tidak ada situasi canggung antara mereka.

"Yah, ketemu." ucap Mita sambil berpura-pura kecewa. Selanjutnya Ratih yang dapat giliran bersembunyi.

Mita mulai menghitung sampai sepuluh dan mencari persembunyian Ratih.

Sepertinya Riri juga tidak sadar jika Ia sedang menggunakan raga Ratih. Ratih terlihat bersembunyi di balik kasur dengan posisi bersujud.

Dengan tubuh sebesar itu jelas sangat mudah menemukannya bahkan tanpa usaha pun pasti bisa ketemu.

Tapi Mita tidak mau merusak momen kebahagiaan Riri waktu itu. Sehingga Mita berpura-pura kesulitan menemukan Ratih dengan mencarinya lebih lama lagi.

"Riri dimana kamu?" seolah Mita benar-benar kesulitan menemukan Ratih.

"Hihihihi..." terdengar suara tawa kecil yang sudah jelas berasal dari Ratih.

Setelah merasa cukup lama akhirnya Mita memutuskan untuk mengejutkan Ratih yang bersembunyi di balik kasur.

"Dorr!!" teriak Mita ke Ratih, membuat Ibunya terkejut dan tertawa terbahak-bahak.

"Yah, kakak hebat banget bisa nemuin Riri!" sanjung Ratih kepada Mita yang berhasil menemukannya.

Selanjutnya giliran Ratih yang kembali berjaga. Pada kesempatan ini, Mita mulai melancarkan aksinya.

Mita bergegas mengambil kunci yang tergeletak di atas meja rias saat Ratih berjaga.

Ia bergegas menutup pintu kamar dengan perlahan dan berhasil menguncinya, meninggalkan Ratih yang sedang berjaga dan bersiap mencari Mita.

Dengan cepat Mita bergegas menuju kamar tamu untuk membebaskan Adam. Di tengah perjalanan, Mita melihat handphone yang sedang tergeletak di meja ruang keluarga.

"Handphone siapa ini? Ini handphone Ibu!" tanpa berpikir panjang Mita membawa sekaligus handphone itu.

Mita pun berhasil sampai ke kamar tamu dan bergegas membuka pintunya.

"Gubrak!" suara pintu yang dibuka dengan sangat keras. "Adam!" teriak Mita yang berlari ke arah Adam yang ada di bawah lantai.

"Kakak? Kakak!" tangisan Adam seakan menjadi setelah melihat kakaknya yang berada di balik pintu.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Mita sambil mengusap keringat di kepala adiknya. "Aku tidak apa-apa kak. Tapi aku takut!" jelas Adam sambil menangis dipelukan kakaknya.

"Ibu kemana kak?" tanya Adam ingin tau bagaimana kakaknya bisa lolos dari pengawasan Ibunya.

"Ibu di kamarnya, dia baik-baik saja. Tapi kita harus segera pergi dari sini!" jelas Mita pada Adam yang sedang ketakutan.

"Tidak kak, kita harus selamatkan Ibu!" ucap Adam yang ternyata lebih mengkhawatirkan kondisi Ibunya.

"Apa maksudmu, Dam?" tanya Mita heran. "Kita tidak tahu apa yang terjadi dengan Ibu, mana mungkin kita bisa berbuat sesuatu untuknya?" jelas Mita kepada Adam.

Tetapi, Adam tetap memaksa kakaknya untuk mau menyelamatkan Ibunya juga.

"Dor...Dor...Dor..." suara pintu sedang di dobrak.

Mita dan Adam terkejut, lalu menoleh bersamaan ke arah luar kamar. Keringat mereka semakin bercucuran karena ketakukan.

"Ayo, Dam! Kita harus segera pergi dari sini!" Mita memaksa, menarik paksa tangan adiknya. Namun, Adam tetap bersikeras ingin menolong ibunya.

"Ibu sedang kesusahan kak, ayo kita tolong ibu!" bujuk Adam pada kakaknya sambil menangis, Ia memohon agar kakaknya mau membantu Ratih.

"Bagaimana ini? Apa aku memang harus menyelamatkan Ibu?" gumama Mita dalam hati yang terlihat begitu kebingungan. Tapi adiknya terus merengek kepada Mita untuk tidak meninggalkan ibunya sendirian.

Akhirnya Mita pun luluh dan terpaksa memenuhi keinginan Adam. Kali ini Mita lagi-lagi dipaksa untuk beradaptasi dengan cepat dalam situasi-situasi genting. Otak Mita mulai memeras lagi ide-ide yang mungkin dapat mereka gunakan. Lalu apakah bisa Mita kabur dari rumah itu bersamaan dengan adik dan ibunya yang tidak stabil? Sungguh ini merupakan upaya yang sukar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status