"Aku tidak ingin meminta maaf padamu, karena aku tak pantas mendapatkan itu," lirih Rebeca dengan perasaan bersalah yang teramat besar terhadap Maria.Rebeca menunduk lesu sekaligus malu."Ceritakan padaku sebenarnya apa yang terjadi dulu? Bagaimana bisa aku dan Leo berakhir di kamar tanpa pakaian di badan? Padahal saat itu Leo sedang berada di ruang kerja. Sedangkan aku masih di dapur untuk mengambil air minum," tanya Maria akhirnya.Inilah yang paling membuat Maria gelisah sekaligus penasaran. Sudah sejak lama ia memendam pertanyaan tersebut. Siapa sangka bila jawaban yang ia butuhkan justru ada pada diri Rebeca."Saat itu aku menaruh obat tidur ke dalam minuman Leo. Sedangkan kau sudah ku berikan lebih dulu melalui makanan. Efek obat yang kau konsumsi reaksinya berbeda juah dari Leo. Karena saat itu Leo masih dalam perjalanan. Semua telah direncanakan dengan rapi oleh Nyonya Mely dan Nona Casandra. Bahkan mereka memerintahku untuk mematikan seluruh cctv agar Tuan Mark tidak meliha
"Bahkan jika waktu ku putar kembali, aku akan tetap melakukan hal yang sama. Sebab, ini tentang Mommy." Kata-kata Rebeca beberapa waktu lalu masih terngiang-ngiang dalam benak Maria. Sungguh betapa sangat menderitanya wanita itu. Ia dipaksa melakukan hal yang bertentangan dengan hati nurani. Sehingga prinsip yang dipegangnya selama ini terpaksa diingkari. Rebeca bukan tipe manusia munafik. Ia hanya sedang tidak beruntung. Harus berkumpul bersama orang-orang tak berperasaan seperti Mely dan Casandra. "Kau dari mana saja? Bukankah pagi ini kita harus ke kota?" Suara bas Mark mengejutkan Maria dari lamunan. "Aku baru saja melakukan olahraga pagi," sahut Maria sembari membuka sepatunya. "Olahraga? Tapi mengapa lama sekali?" tanya Mark penuh selidik. Maria mengembuskan napas berat. Kali ini ia harus menjawab pertanyaan curiga Mark yang tak mendasar. "Di hutan seperti ini, memangnya siapa yang bisa ditemui? Hantu? Monyet? Atau serigala? Ada-ada saja," sahut Maria dengan kesalnya. Wan
Tak dapat dilukiskan dengan kata-kata sebesar apa rasa sakit Mark terhadap Leo dan Maria. Hingga ia pun hanya sanggup mencengkeram pergelangan istrinya itu.Mark hendak menyakiti fisik Maria, tetapi ia tak tega. Sebab, Mark tak ingin melanggar prinsip yang dipegang teguh.Mark menghempas Maria ke dalam mobil. Lalu membawa pergi wanita itu dengan kecepatan tinggi. Meninggalkan Joe yang masih asik bermain."Rudolf, urus Joe sekarang juga." Terlepas dari bagaimana buruknya ettitude Mark, tetapi ia masih mengingat Joe yang sementara menikmati kebahagiaan di luar sana."Mark, kau mau membawaku kemana?" Maria memegang sabuk pengaman sekuat tenaga. Takut Mark lepas kendali hingga membuangnya ke jurang."..."Mark tidak menyahut. Ia semakin menarik gas sembari menggigit rahang keras-keras."Aakk... Mark, pelan-pelan. Kita bisa celaka!" teriak Maria ketakutan."..."Sekali lagi Mark diam. Seolah mengabaikan ketakutan Maria yang berada di ujung tanduk.Sepuluh menit kemudian, Mark memarkir mobi
Mengetahui Sang calon suami dilukai oleh Mark, Clara pun segera melabrak pria tersebut di kediamannya dan membuat keributan di sana.Brak... Brak... Brak..Clara mengebrak-gebrak pintu rumah Mark dengan penuh kemarahan yang menggebu-gebu.Siapa yang tak akan sakit hati ketika mengetahui orang yang dicintai sengaja dilukai oleh seseorang tanpa alibi."Mark, buka pintunya!" teriak Clara dari luar.beberapa pelayan pun datang menghampiri wanita yang masih mengenakan jas Dokternya itu."Maaf, Nona. Anda mencari siapa? Mengapa membuat keributan di sini?" tanya Rudolf."Panggil Tuanmu. Aku ingin bertemu dengannya!" seru Clara tak tahan lagi.Tidak mudah untuk masuk ke kediaman Mark tanpa izin dari pria tersebut. Bahkan untuk berada di depan pagar pun harus diketaui olehnya.Namun, tampaknya nasib baik sedang berpihak pada wanita yang berprofesi sebagai Dokter kandungan tersebut. Dimana pagar rumah Mark baru saja diakses oleh salah seorang pelayan yang lupa menutupnya rapat."Maaf, Nona. Tua
Di dunia ini, penyesalan selalu datang terlambat. Sedangkan di awal adalah pendaftaran. Seperti halnya Mark. Ia telah menyesal telah membangun narasi sendiri, sehingga berujung dengan perpisahan.Hampir sembilan tahun ia hidup dalam kesalah pahaman. Mengutuk Leo dan Maria atas kesalahan yang tak pernah mereka lakukan. Bahkan Mark juga tega menyiksa wanita itu secara fisik dan mental.Kini setelah mengetahui kenyataan, ia pun harus menelan pil pahit penderitaan.Ya, Mark merasa menderita pada narasi dan opini yang ia bangun sendiri. Andaikan saja saat itu Mark bersedia menurunkan sedikit egonya, mungkin ia tak akan kehilangan wanita yang dicintai.Apa lagi ada anak diantara mereka yang lahir dengan fisik sempurnah. Serta sifat dan sikap yang berkualitas. Tentu saja hal itu tak luput dari bimbingan Maria.Berbicara tentang anak, bukankah hasil pemeriksaan data dari Dokter kandungan Maria menyatakan, bahwa Joe adalah darah daging Leo? Lalu bagaimana bisa Dokter Clara mengatakan, bahwa An
Masih dengan perdebatan antara Maria dan Mark. Wanita itu mengeluarkan segala isi hati yang selama ini terpendam di dalam sana.Bertahun-tahun silam ia menantikan momen ini. Sampai akhirnya datang juga."Lalu aku harus bagaimana agar membuatmu percaya padaku?" tanya Mark masih dengan nada lirih."Lepaskan aku... Kembalikan hidupku yang dulu bersama Joe," ungkap Maria."Lalu bagaimana denganku?" Sungguh Mark tak ingin kehilangan Maria lagi dan lagi. Sudah cukup lama ia hidup menderita tanpa adanya Maria di sisinya.Sekarang wanita itu telah kembali, tentu saja Mark tak akan rela bila harus melepasnya."Bukankah kau masih punya istri yang lain? Hiduplah bersamanya. Aku merestuimu," jawab Maria bersungguh-sungguh."Baiklah, jika kau ingin meninggalkanku. Aku tidak akan mencegahmu. Namun, kau hanya boleh pergi seorang diri!" Mark sungguh kesal mendengar ucapan Maria yang mengatakan, bahwa ia mempunya istri yang lain. Sedangkan bagi Mark, satu-satunya wanita yang ia nikahi hanyalah Maria
Mengetahui fakta, bahwa Ibunya merupakan dalang dari konspirasi atas peristiwa delapan tahun silam. Akhirnya Mark membuat perhitungan pada wanita tua tersebut.Pun Casandra. Hanya saja wanita arogan itu masih berada dalam persembunyiannya.Brak!Mark menggebrak pintu rumah Mely dan menerobos masuk ke dalam."Mama!" panggil Mark dengan lantangnya. Seolah tak menghargai wanita yang telah melahirkannya itu."Mark? Mengapa ribut-ribut? Ada apa mencariku? Apakah akhirnya kau menyadari kesalahanmu?" sahut Mely dengan santainya begitu keluar dari kamar."Tutup mulut, Mama!" seru Mark emosional tanpa tendensi. Tak pelak wajah Mely berubah pucat pasih.Betapa tidak, Mely sangat mengenal Anaknya itu. Bila Mark sudah meninggikan suara tujuh oktaf, artinya dia telah mengetahui sesuatu yang menyudutkan dirinya. Dan ini merupakan perihal besar."Katakan, ada apa kau mencariku?" Dan akhirnya Mely pun memperbaiki sikap dan perkataannya agar tetap tenang dan terlihat baik-baik saja. Meski dalam hati i
Menghadapi kenyataan, bahwa Putranya telah berpaling. Mely pun tidak terima. Ia pun akhirnya menyambangi kediaman Putranya itu untuk membuat perhituangan kepada Maria. Walau mereka belum pernah bersua semenjak wanita itu kembali kepada Mark.Brak!Mely pun akhirnya menggebrak pintu masuk yang sengaja dibuka Mark untuk Joe yang sedang bermain. Namun, masih dalam pengawasan Rudolf."Maria!" teriak Mely berapi-api. Namun, tak ada tanggapan sama sekali."Maria! Keluar kau!" panggil Mely sekali lagi. Namun, yang datang bukanlah Maria. Melainkan Jesika, asisten baru di rumah megah itu."Maaf, Nyonya. Anda dilarang masuk kedalam," ucap Jesika, mengusir Mely. Sehingga wanita tua itu meradang penuh amarah.Plak!Ia pun menampar Jesika yang hanya menjalankan tugas sesuai dengan perintah Mark."Beraninya kau mengusirku dari sini. Apa kau tidak tahu siapa aku?!" seru Mely menggebu-gebu sembari menatap tajam Jesika."Maafkan saya, Nyonya. Saya hanya melakukan perintah dari Tuan Mark," sahut wanita