Maria berdiri dalam keadaan perasaan bersalah terhadap pria yang selama ini disangkanya hidup bahagia bergelimang harta.Hidup bersuka cita bersama istri baru yang ia puja-puja. Serta memiliki rumah tangga yang harmonis dan sejahtera berbalut senyuman manja lagi mesrah.Akan tetapi, siapa sangka bila itu semua hanyalah angan-angan semu belaka. Mark tak pernah merasa bahagia semenjak peristiwa delapan tahun silam.Tak ada lagi gelak tawa renyah khas dirinya. Senyuman yang dahulu merekah, telah pudar warnanya seiring dengan peristiwa menyakitkan itu.Maria pikir selama ini hanya dia yang menderita. Siapa sangka, bila Mark jauh lebih berduka. Setidaknya wanita itu dikaruniai Anak yang luar biasa cerdasnya. Sedangkan Mark? Apa yang didapat oleh pria itu? Bahkan ia hidup dalam kepalsuan selama bertahun-tahun.Hidup Mark terasa hampa. Terkadang ia mengharapkan kematian segera datang menyapa. Namun, alam masih belum merestuinya. Mungkin Sang Khalik masih menginginkan ia berkumpul bersama ist
Mark membawa Maria keatas tempat tidur tanpa melepas bibirnya. Kemudian pria tersebut membaringkan istrinya itu, lalu menindihnya perlahan."Aakk..." erang Maria ketika Mark mulai menekannya."Ada apa, Sayang? Apa kau kesakitan?" tanya Mark mulai panik. Takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap calon bayi mereka. Ia pun melepas bibir Maria."Aku baik-baik saja. Aku hanya merasa tidak nyaman dengan posisi seperti ini," jawab wanita itu."Baiklah, kalau begitu kita tidak perlu melakukannya... Kau istirahatlah, em?" Mark hendak menarik diri dari atas tubuh Maria."Tapi aku menginginkannya." Akan tetapi, wanita berparas cantik itu menahannya. Tak ayal Mark pun merasa terkesiap.Wajah Maria terlihat sedikit memerah ketika ia mengungkap isi kepalanya kepada Mark.Tak dapat dipungkiri, sebagai wanita. Ketika mengajak suami bercinta, tentu saja ada rasa malu sekaligus segan di dalam hati. Namun, hasrat itu tak dapat dikendalikan. Ia datang secara alami, tanpa harus dipaksa.Semenjak hidup ber
Di gedung tua itu, Maria mengalami penyiksaan dengan mata tertutup. Wajahnya memar, sudut bibir terluka, pun hidung mancungnya.Rambut wanita itu berantakan efek dari jambakan tangan. Ia pun mulai melemah tak berdaya. Sementara ada bayi dalam kandungannya yang baru seumur jagung.Bug... Plak... Kedubrak... Gubrak!Maria kembali mengalami penyiksaan. Fisiknya terlihat rapuh tak berdaya. Sedangkan nafasnya terengah-engah. Seolah ruh itu hendak keluar dari dalam tubuhnya."Rasakan ini! Kau memang pantas mendapatkannya. Inilah akibat dari merebut suami orang. Dasar wanita jalang!" sarkas Casandra tak tahu diri, seolah dia adalah korban. Padahal justru sebagai pelaku kejahatan.Ya, orang yang telah menculik Maria adalah Casandra. Wanita licik itu tidak terima, karena Mark dan Maria akhirnya kembali bersama.Pun Mely yang telah terbuka mata hati serta pikirannya terhadap Maria. Semenjak Mark mencercanya hari itu, Mely seolah mendapat ilham dari Sang maha kuasa. Bahwasanya ia harus segera be
Di rumah sakit tempat Leo menjalani pengobatan. Entah siapa yang memberitahu lelaki itu mengenai penculikan Maria. Sehingga membuatnya panik, hingga berencana ingin membuka seluruh selang yang melekat padanya."Apa yang kau lakukan, Leo? Mengapa kau membuka selang infus ini?" Beruntungnya Clara segera datang dan menghentikan aksi pria tersebut."Lepaskan aku! Aku mau menemui Maria. Casandra pasti menyakitinya," ucap Leo sembari memaksakan diri."Apa kau sudah gila?!" seru Clara emosional. Akan tetapi, Leo tidak mengindahkan. Dia terus berusaha untuk melepas seluruh peralatan yang melekat pada tubuhnya itu."Baiklah, silahkan pergi. Aku tidak akan mencegahmu lagi. Tapi sebelum itu kau harus camkan kata-kataku ini... Aku ingin mengakhiri hubungan kita!" ucap Clara tanpa ragu, hingga sukses mengalihkan perhatian Leo."Apa?" Mata pria itu membeliak tak percaya. Siapa sangka, bila wanita yang dicintainya, hari ini berencana mengakhiri hubungan mereka."Ya, aku ingin mengakhiri hubungan yan
Mark akhirnya sukses menyelamatkan Maria dari cengkraman Casandra setelah berhasil melumpuhkan wanita licik tersebut."Sayang, bertahanlah. Aku akan membawamu ke rumah sakit. Aku tidak akan membiarkan dirimu kenapa-napa. Kau harus tetap kuat," lirih Mark sembari menggendong tubuh Maria serta memasukkannya ke dalam mobil.Sementara itu, di gedung tua tempat Casandra berada. Perempuan berkulit putih bersih itu masih sibuk mengurus matanya yang terkena lemparan batu beberapa saat lalu.Lantas kemudian ia pun terkejut setelah tidak melihat lagi Maria dan Mark di tempat itu."Sial!" umpatnya emosional.Lalu ia pun bergegas keluar, hendak mengejar sepasang suami istri tersebut untuk menuntaskan hasrat dendamnya.Tampaknya Casandra masih terobsesi dengan kematian Maria sehingga membuatnya merasa puas. Dengan begitu tak akan ada lagi penghalang antara dirinya dan Mark. Meski ia tahu betul, bahwa pria tersebut tidak bersedia menerimanya kembali."Angkat tangan!" Casandra masih berada di ambang
Pasca mengetahui kondisi Maria, Clara pun kembali ke ruang perawatan tempat Leo berada. Di sana ia berpikir keras. Antara memberi tahu kekasihnya itu ihwal kondisi Maria, atau justru menutup rapat-rapat sampai akhirnya nasib sendiri yang memberitahu pria tersebut.Bukan karena cemburu, tetapi bila Leo sampai tahu Maria terluka. Maka lelaki tampan itu pasti akan segera menemuinya tanpa berpikir panjang. Sementara dia juga masih dalam proses pemulihan.Itulah yang membuat Clara enggan untuk memberi tahu lelaki tersebut. Namun di sisi lain, bila ia tidak menjelaskan kabar Maria saat ini. Maka Clara akan menjadi manusia yang egois sekaligus tak berperimakanusiaan.Alhasil wanita itu pun jadi dilema. Antara mengutamakan moral atau ego."Ada apa? Mengapa kau terlihat gelisah? Apakah terjadi sesuatu sebelum kau kemari? Atau terjadi komplikasi pada hasil pemeriksaanku?" tanya Leo begitu melihat raut cemas dari garis wajah kekasihnya itu."Leo, sebenarnya aku..." Meski demikian, Clara masih ta
Sementara itu, di balik jeruji besi. Tampak beberapa orang pria tengah menggoda Casandra. Mereka berencana untuk melecehkan wanita tersebut."Jangan macam-macam! Apa kalian tidak tahu siapa aku, hah?!" seru Casandra dengan sombongnya. Seakan dialah pemilik dari lembaga tersebut.Para pria itu tidak peduli. Mereka terus menatap rakus terhadap Casandra. Seolah hendak menyetubuhinya sekarang juga."Hahaha... Hei, Nona! Kami tidak perlu tahu siapa kau. Yang kami butuhkan hanyalah tubuhmu, bukan identitasmu," sahut salah satu pria berkepala plontos.Lelaki dengan kumis tebal itu menatap penuh damba terhadap Casandra. Terlebih matanya yang sungguh tergiur akan keseksian wanita itu."Jangan mendekat! Atau aku akan memecahkan kepalamu!" hardik Casandra, masih dengan angkuhnya."Hahaha." Akan tetapi, lagi-lagi orang-orang itu tidak perduli. Mereka terus menertawakan keberanian Casandra yang terkesan omong kosong.Para pria itu tidak tahan lagi untuk segera menikmati tubuh molek Casandra yang b
Hidup itu tidak seindah berada dalam negeri dongeng, yang ketika sedang mendambakan sesuatu. Maka tinggal minta kepada Ibu peri.Hidup itu tidak sesimple pemikiran membalikkan telapak tangan. Hidup itu tidak semudah memetik bunga di taman.Melainkan hidup itu butuh perjuangan yang besar. Jika ingin hasil maksimal, maka lakukan yang terbaik dalam hidup ini.Tuhan telah memberi berkah-Nya kepada setiap manusia. Akan tetapi, bila seluruh pintu syukur ditutup, maka dunia dan seisinya tak akan membuat kita kenyang.Jangan pernah memandang kenikmatan orang lain hanya untuk membandingkan dengan diri sendiri, agar hati tetap damai dan tak ada kesukaran.Rejeki tidak selalu tentang materi. Melainkan persahabatan, keluarga, serta pendidikan adalah nikmat tiada tara.Akan tetapi, tidak segelintir orang yang berpikir sebaliknya. Masih banyak penghuni bumi ini yang tak pandai bersukur dan lebih memilih mengejar ambisi. Padahal yang diberi sudah lebih dari cukup.Seperti yang telah dialami oleh Cas
Hari yang ku nantikan akhirnya datang juga. "Selamat siang, Tuan Mark. Apa benar kau yang memanggilku?" Akhirnya wanita licik itu masuk dalam perangkapku. Dia datang seorang diri. "Silahkan duduk, Nona Monika. Aku memang ingin bertemu denganmu." Ya, wanita itu adalah Monika. Wanita yang selama tiga bulan terakhir ku curigai kehadirannya. Setiap kali melangkah, wanita itu pasti ada dimana-mana. Bukankah ini sesuatu yang mencurigakan? Bahkan pertemuan kami pun seolah direncanakan dengan matang. "Ada apa, Tuan Mark? Apa kau merindukanku?" Kali ini Monika tak segan menunjukkan jati dirinya. Dia membelai pundak serta dahiku. Seakan hendak menggoda. Faktanya adalah aku tidak tertarik sama sekali. "Tentu saja aku merindukanmu. Kalau tidak, untuk apa aku capek-capek memintamu datang?" Aku sungguh muak terhadap diriku sendiri. Menyentuh paha wanita selain Maria, membuatku jijik dan ingin muntah. "Benarkah? Kalau begitu tunggu apa lagi? Silahkan jamah aku." Aku sudah duga, Monika past
Tiga bulan sudah istriku menjalani tahap pemulihan. Dan hari ini akhirnya kami diizinkan kembali ke rumah.Senang rasanya bisa melangkah bersama seperti ini. Menghirup udara serta aroma khas rumah yang telah lama dirindukan.Sewaktu berada di rumah sakit, Maria kerap menanyakan rumah ini. Maklum saja, dua tahun koma tentu membuatnya melupakan banyak hal. Selalu yang diingat hanyalah peristiwa enam tahun silam.Tapi tidak masalah, yang terpenting adalah dia telah kembali padaku. Sisanya biar takdir yang urus.Aku tidak ingin hal lain mengusik ketenangan kami. Sudah cukup aku melihat air mata di pipi Maria. Sekarang waktunya dia bahagia."Sayang, berapa lama aku koma? Mengapa semuanya tampak sama? Bukankah kau bilang, bahwa aku koma selama dua tahun? Tapi kau dan aku masih terlihat sama."Entah apa maksud dari pertanyaan ini. Maria duduk di depan cermin rias miliknya. Sedangkan aku meletakkan tas milik istriku itu."Apa menurutmu ada yang berbeda dari rumah ini? Atau cermin itu yang ber
Aku masih menunggu hasil pemeriksaan Maria. Tiba-tiba sosok wanita asing datang menghampiriku."Tuan Mark? Ah, benar itu Anda. Tadinya aku ragu untuk menyapa, takut salah orang. Tapi rupanya benar-benar Anda," ucap wanita yang nyaris membuatku lupa siapa dia."Ah ya, Nona...""Monika."Bahkan aku melupakan namanya saking tidak pentingnya dia. Entah wanita ini datang dari sudut mana, tiba-tiba berdiri di depanku dengan senyuman yang menurutku mencari perhatian."Ah, benar. Monika," gumamku acuh.Tuhan, Kau bisa tahu betapa aku tidak menyukai interaksi ini. Aku sungguh canggung dan merasa aneh."Mark, dia..."Leo menghampiri kami dengan tatapan penuh tanyanya."Bukan siapa-siapa. Hanya seseorang yang tak sengaja bertemu. Aku nyaris menabraknya sewaktu menjemput Leo tadi siang. Entah mengapa kami selalu bertemu dimana-mana," jelasku bernada sedikit kesal.Entah mengapa, semenjak Maria siuman. Aku lebih sensitif terhadap wanita lain... Maksduku adalah aku tidak suka ada perempuan lain di
Mark Pov.Setelah sekian lama menyaksikan istriku terbaring koma tak berdaya di rumah sakit yang ku bangun sendiri, kini akhirnya ia kembali pulih.Mungkin Tuhan telah bosan mendengar doa serta keluhanku. Atau mungkin Maria sakit hati setelah aku mengancamnya menikah lagi.Sungguh, aku tersenyum gemas ketika mengingat hari itu. Andai bukan di rumah sakit. Andai kondisinya telah membaik seperti dulu. Maka aku akan menciumnya secara bertubi-tubi. Lalu mengajaknya bercinta sepanjang hari.Maria, istriku itu sangat suka menggoda ketika usianya beranjak lebih dewasa. Bukan tanpa usaha, dia semakin bijaksana dan berwibawa.Sampai detik ini, aku masih belum percaya, bahwa Tuhan akhirnya mengabulkan segala hajat yang ku panjatkan.Pun Joe, Putra kami satu-satunya. Anak itu tak pernah berhenti mendoakan Ibunya yang sekarat. Walau sempat kecewa serta nyaris putus asa karena Maria tak kunjung sadar juga. Akan tetapi, Joe berhasil melalui itu semua.Harus aku akui, Anak itu sungguh luar biasa ber
Hari itu Mark dan Joe tengah merayakan ulang tahun Maria yang ketiga puluh satu. Walau wanita itu masih setia dengan tidur panjangnya.Selang infus dan oksigen menjadi saksi bisu mereka merayakan hari kelahiran Ibu satu Anak tersebut. Seolah hendak mengatakan kepada dunia, bahwa meski dalam situasi dan kondisi apapun, mereka tetap setia menanti kehadiran Maria di tengah-tengahnya.Walau entah kapan waktu itu akan segera datang. Yang pasti baik Mark maupun Joe, keduanya kompak tidak ingin putus asa."Happy birthday to you... Happy birthday too you... Happy birthday to you... Happy birthday... Happy birthday to you..."Mark dan Joe menyanyikan lagu selamat ulang tahun kepada Maria."Maaf, aku terlambat... Belum dimulaikan acara tiup lilinnya? Maaf, tadi aku mampir di butik teman untuk membeli gaun ini sebagai hadiah. Nanti kalau Mommy dari cucuku yang tampan ini sembuh, bisa langsung dikenakan."Sementara Mely datang terlambat, karena masih harus mencari hadiah ulang tahun untuk menantu
Entah dengan jurus doa apa lagi harus Mark dan Joe panjatkan kepada Tuhan agar Maria segera sadar dari komanya.Telah berbagai macam cara dilakukan. Akan tetapi, hasilnya masih tetap sama. Sampai akhirnya memasuki tahun kedua."Mark, apa kau tidak berencana untuk menikah lagi? Maaf sebelumnya, bukan aku tidak menghormati istrimu. Akan tetapi, bila melihat situasi dan kondisinya saat ini. Sangat sulit untuk selamat. Sebaiknya kau mengambil keputusan cepat. Apa kau tidak memikirkan Putramu? Dia juga menginginkan sosok Ibu," ucap Wilyam."Terimakasih atas nasehatmu, Bro. Aku tahu kau peduli padaku, tapi maaf. Aku tidak bisa. Berbicara mengenai Putraku, tentu saja aku memikirkan masa depannya. Namun, bukankah sangat egois bila aku meminta restunya untuk menikah lagi demi memberi Ibu baru? Sementara Ibu kandungnya masih terbaring tak berdaya di rumah sakit... Maaf, aku tidak bisa," jawab Mark, menolak tegas usulan Wilyam."Baiklah, aku tidak keberatan. Aku hanya ingin menyampaikan gagasank
Waktu terus berputar. Akhirnya hubungan antara Mark dan Ibunya kembali membaik. Keduanya telah berdamai dengan keadaan yang selama bertahun-tahun mencekik mereka.Pun Joe, Bocah itu sangat bahagia sekaligus antusias menyambut hubungan barunya bersama Sang Nenek.Namun sayangnya, kebahagiaan itu tak dapat disaksikan oleh Maria yang belum juga sadar dari komanya.Sudah berbagai macam cara telah Mark lakukan demi kesembuhan wanita itu. Bahkan Mark rela membawa Dokter terkenal asal Amerika, Singapoor, Jerman, Turkey, dan Rusia. Akan tetapi, hasilnya masih tetap sama. Maria seolah enggan untuk bangkit kembali.Tampaknya luka yang disebabkan oleh Casandra sangat parah sehingga menyebabkan Maria mengalami koma berkepanjangan.Luka benturan pada bagian kepawa wanita itu menjadi penyebab utama ia masih belum sadarkan diri hingga satu tahun terakhir.Berbagai macam cara dan doa dipanjatkan oleh Mark demi kesembuhan Sang istri tercinta. Namun, lagi-lagi tak ada perubahan sama sekali. Bahkan jema
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, hingga bulan berganti bulan. Akhirnya Mely memberanikan diri untuk menemui Maria di rumah sakit. Walau wanita itu masih setia dengan koma panjangnya.Selama ini Mely hanya bisa menatap dari kejauhan tiga orang kesayangannya itu sembari mengenakan kacamata hitam agar tidak dikenali orang-orang.Melalui tembok kokoh, Mely berdiri rapuh menatap jauh cucu tercinta sembari merasa iba. Tak ada yang bisa dilakukan oleh wanita tua itu. Sebab, Mark tidak mengizinkan dirinya untuk mendekati Joe, pun Maria.Mely yang sangat hafal betul karakter Putranya itu, hanya bisa pasrah menerima kenyataan, bahwa ia telah terbuang dari anggota keluarga Mark.Sejujurnya Mark tidak sepenuhnya membenci Maly. Hanya saja Mark ingin melihat ketulusan yang luas dari hati wanita yang telah melahirkannya itu."Maria, hari ini dengan segenap rasa hormat dan penyesalan yang mendalam. Saya meminta maaf padamu, Nak. Karena aku lah kau berakhir seperti ini. Aku terlalu mencinta
Hidup itu tidak seindah berada dalam negeri dongeng, yang ketika sedang mendambakan sesuatu. Maka tinggal minta kepada Ibu peri.Hidup itu tidak sesimple pemikiran membalikkan telapak tangan. Hidup itu tidak semudah memetik bunga di taman.Melainkan hidup itu butuh perjuangan yang besar. Jika ingin hasil maksimal, maka lakukan yang terbaik dalam hidup ini.Tuhan telah memberi berkah-Nya kepada setiap manusia. Akan tetapi, bila seluruh pintu syukur ditutup, maka dunia dan seisinya tak akan membuat kita kenyang.Jangan pernah memandang kenikmatan orang lain hanya untuk membandingkan dengan diri sendiri, agar hati tetap damai dan tak ada kesukaran.Rejeki tidak selalu tentang materi. Melainkan persahabatan, keluarga, serta pendidikan adalah nikmat tiada tara.Akan tetapi, tidak segelintir orang yang berpikir sebaliknya. Masih banyak penghuni bumi ini yang tak pandai bersukur dan lebih memilih mengejar ambisi. Padahal yang diberi sudah lebih dari cukup.Seperti yang telah dialami oleh Cas