Di perjalanan pulang.
Ginda yang kini hanya terdiam, tak bersuara, membuat Marvin yang melihatnya bertanya tanya, ada apakah dengan Ginda? mengapa moodnya tiba tiba berubah?"Nda, kamu kenapa?" Tanya Marvin.Namun pertanyaan itu tak dihiraukan olehnya, Ginda yang malah membuang muka seolah tak ingin melihat Marvin lagi.Tak tahu harus bagaimana ia saat ini? segalanya membuatnya gusar, ingin berbuat sesuatu pun seakan tak tenang, perkara sebuah kenyataan yang membuat Ginda seketika kecewa.Sesampainya dirumah.Ginda yang dengan cepat melangkah memasuki ruang kamarnya, melewati Sukma dan meninggalkan Marvin begitu saja. Melihat Ginda yang aneh, Sukma pun mengerutkan dahi."Vin, Ginda kenapa sih, kok aneh gitu?" tanya Sukma yang membuat Marvin menggelengkan kepala."Aku ngga tau, Bu. Perasaan tadi baik baik aja kok, kenapa tiba tiba gitu ya?""Oh, mungkin dia lagi PMS, udah kamu tenang aja," jawab Sukma yaPagi ini, Ginda yang berjalan tak semangat menyusuri koridor kampusnya. Pandangannya kosong seperti sedang memikirkan banyak masalah. Karena tak fokus pada tempatnya saat ini berada, hingga panggilan Dela pun tak ia hiraukan. Langkah Ginda yang terus berjalan hendak menuju ruang kelasnya, hingga tiba tiba...Bruukkk!Ginda bertabrakan dengan Lian, dan membuat lamunannya seketika terbuyar."Astagfirullah, Pak Lian. Maaf maaf," ucap Ginda yang dengan cepat menjauh."Kamu kenapa, Nda? kamu melamun?"Mendengar ucapan itu rasanya Ginda ingin sekali menceritakan apa yang menjadi unek uneknya saat ini, apa Ginda harus bercerita dengan Lian? sepertinya memang iya, karena rasa hati Ginda yang seakan penuh dengan permasalahan yang tak terbagi itu."Pak, maaf. Apa saya boleh cerita sesuatu sama, Bapak? tapi kalau bapak ngga sibuk sih, kalau Bapak sibuk ya...""Boleh, Ginda. Apa yang mau kamu ceritakan pada saya?" tanya Lian memutus
Cukup lama terdiam, terduduk dengan wajah begitu bimbang, antara ia atau tidak Lian harus menjawab permintaan Ginda tersebut.Terduduk bersandaran dengan terus memperhatikan wajah wanita berhijab dihadapannya, wajah ayunya seakan penuh harap, berharap agar Lian mau membantunya.Namun apakah permintaan Ginda ini tidak keterlaluan? Lian diminta menjadi pacar gelap sandiwaranya dihadapan suaminya sendiri.Sama halnya Lian harus masuk ke kandang singa yang sedang tertidur, yang sewaktu waktu akan menerkamnya setelah ia terbangun."Pak, bagaimana? saya mohon bantu saya ya."Kembali terdengar panggilan itu yang membuat Lian akhirnya menghela nafas berat."Yasudah, saya mau membantumu," jawab Lian yang membuat Ginda sedikit tersenyum.Entahlah apa alasan Lian menerima permintaan aneh itu, yang jelas ia tak tega melihat Ginda memohon terus menerus dengannya.Ditengah tengah perbincangannya, tiba tiba...Dreet dreet!
"Apa yang terjadi sama Ginda, Vin. Kenapa dia aneh?" tanya Sukma pada Marvin yang pandangannya terus tertuju pada tubuh Ginda yang kini sudah menghilang."Aku tidak tau, Bu. Dari kemarin dia aneh begitu, apa dia marah karena aku mengajaknya pulang lebih cepat dari rencana kita?""Tapi kayanya ada hal lainl yang terjadi pada Ginda saat ini, Vin. Marvin, kamu harus berusaha memperbaiki hatinya, karena bagaimana pun kamu harus tetap melanjutkan misimu, membuat Ginda jatuh cinta agar posisimu tidak terancam," ucap Sukma yang membuat Marvin perlahan mengangguk.Tak menunggu lama kini Marvin pun melangkahkan kakinya masuk, dan mencari Ginda diruang kamarnya.Ia dapati Ginda yang masih terduduk dengan pandangan merenung disana, karena penasaran dengan apa yang terjadi pada istrinya, kini Marvin pun mendekat, terduduk sejajar dengan Ginda.Melihat Marvin mendekat, rasanya Ginda tak ingin memandang wajah itu, karena jika terlalu lama memperhatikan
Malam ini.Ginda dan Marvin berada dalam satu tempat tidur, namun Ginda yang sejak tadi membelakangi Marvin tak ingin menghadapnya, sementara Marvin yang kini sudah terpejam, namun Ginda masih tak dapat memejamkan matanya.Pikirannya masih gundah dengan perkara yang membuat hidupnya runyam, entahlah apa ia harus menderita terus seperti ini? Ditengah tengah lamunannya, tiba tiba...Duaaaarr!Suara Guntur dan petir disertai lampu yang padam membuat Ginda seketika tersentak."Astafirullah alazim," ucapnya terkejut dan seketika memeluk tubuh Marvin.Kini ruangan pun gelap gulita hanya ada suara dan cahaya petir yang berulang kali terdengar membuatnya meringkuk ketakutan. Petir dan kegelapan adalah hal yang paling menakutkan untuk Ginda, karena kebutaannya selama ini ternyata menjadi sebuah trauma baginya.Sementara petir dan guntur yang terus bersahutan disertai hujan lebat yang membuat cuaca seketika ekstrim. Mera
"Kenapa Ginda tega? apa terjadi sesuatu pada Ginda hingga ia melakukan semua ini?" gumam Sukma yang terus memperhatikan perseteruan pagi ini dihadapannya.Tak lama kemudian.Terlihat mobil Lian yang terhenti dihalaman rumahnya, membuat Marvin seketika memperhatikan mobil itu dan berjalan mendekat. Saat Lian kini keluar dari mobilnya langsung saja...Buuuugghhh!"Mass..."Sebuah tonjokan mendarat diwajahnya, membuat Lian seketika tersurung ketanah, kejadian itu berbarengan dengan teriakan Ginda yang terkejut melihat entengnya tangan Marvin melempar kepalannya ke wajah Lian, tatapan bengis dari wajah Marvin menatap begitu tajam."Laki laki tak tau diri, kau berani mendekati wanita yang sudah bersuami seperti dia," ucapnya menunjuk Ginda dengan begitu marah.Dengan cepat Ginda mendekati Lian hendak menolong, namun tiba tiba..."Sentuh laki laki itu kalau kamu mau menjadi istri durhaka."Terdengar ucapan it
Sementara Ginda dan Lian yang kini sedang dalam perjalanan menuju kampus, Lian yang berulang kali mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya, melihat itu Ginda merasa bersalah karena membantunya Lian jadi terluka."Pak, Maafin saya ya, karena menolong saya Bapak jadi luka begini," ucap Ginda yang terus memperhatikan wajah Lian dari samping."Tidak apa, Nda. Saya sudah tau jika hal ini pasti terjadi. Suami mana yang tak marah kalau lihat istrinya jalan sama laki laki lain?" jawab Lian yang membuat Ginda menunduk.Apakah ia keterlaluan? memperlakukan suaminya seperti ini. Tapi, bukankah Marvin lebih keterlaluan yang tak bertanggung jawab atas kesalahan yang ia perbuat."Berhenti sebentar, Pak," ucap Ginda tiba tiba."Ada apa, Nda?""Sebentar aja."Akhirnya Lian pun menepi dan menghentikan mobilnya seperti permintaan Ginda. Entahlah mengapa Lian begitu patuh pada mahasiswinya itu?Kini Ginda meraih sebuah tisu
Hari demi hari berlaluGinda dan Lian yang semakin hari semakin sukses akan sandiwaranya, membuat Marvin geram dan merasa kecewa, entah apa karena Marvin mulai mencintai Ginda atau hanya karena tak ingin dipermainkan?Karena seorang Marvin Marcello tak akan tinggal diam jika dipermainkan begitu saja.Hari ini kembali Ginda yang pulang bersama Lian, kedekatannya semakin terlihat akrab dipandangan Marvin dan Sukma, walau sebenarnya mereka hanya bersandiwara namun mereka berhasil membuat Marvin kalang kabut.Bahkan Marvin sempat tidak fokus dengan pekerjaannya perkara yang sedang terjadi ini, hatinya bimbang antara rasa sakit hati dan takut terancam oleh Ginda. "Ginda," panggil Marvin kala kini Ginda melintasinya begitu saja, langkahnya yang hendak memasuki ruang kamar seketika terhenti kala Ginda mendengar panggilan itu."Saya mau bicara," tambah Marvin pada wanita berhijab yang tidak menoleh itu. Ginda membiarkan Marvin memperhat
"Bagaimana keadaan Ginda, dok?" tanya Sukma setelah dokter selesai memeriksa Ginda."Ginda sakit apa, dok?" tambah Marvin, sementara Ginda yang hanya terdiam terbaring lemah."Istri Tuan tidak sakit, hanya saja dia sedang mengandung," jawab dokter wanita yang membuat Marvin, Sukma dan Ginda terbelalak."Apa, hamil?""Ya, usianya kehamilannya memasuki dua minggu, untuk menjaga kesehatan Ibu dan anak jangan lupa selalu beri support ya, Tuan. Ini saya buatkan resep vitamin untuk kekebalan janinnya," ucap dokter seraya menulis resep obat dan diberikannya pada Marvin.Entah akankah mereka bahagia atas kehamilan ini? sementara secara tidak langsung talak telah diucapkan oleh Marvin, dan jika sekarang Ginda hamil, tandanya perceraian itu tidak akan terjadi."Tuan bisa tebus resep ini di apotik ya," ucap dokter yang membuat Marvin perlahan mengangguk.Tak menunggu lama, kini dokter pun meninggalkan rumah Marvin. Sementara Ginda
Hari demi hari berlalu, membawa perubahan yang luar biasa dalam kehidupan Ginda. Kini, dengan bantuan setia Marvin, Ginda mampu berjalan kembali meskipun masih perlu bantuan. Suasana bahagia pun terasa di antara keduanya. "Alhamdulillah, Mas, akhirnya aku bisa jalan lagi," ucap Ginda penuh kebahagiaan, senyumnya merekah di wajahnya yang berseri.Marvin tersenyum lembut, "Kamu hebat, kamu bisa melalui cobaan ini."Ginda menatap Marvin dengan penuh rasa syukur, "Ini semua 'kan juga berkat Mas, kalau ngga ada Mas Marvin mungkin aku ngga menjadi Ginda yang setegar ini. Terimakasih, ya, Mas, untuk semua kebaikan kamu, kamu yang udah menerima aku apa adanya, sampai aku bisa jalan lagi seperti sekarang."Marvin tersenyum hangat, "Ini tugasku, Nda. Sebagai suami, sudah seharusnya aku mendampingi kamu, dalam suka maupun duka."Ucapan Marvin membuat Ginda tersenyum bahagia, merasa bersyukur memiliki seorang suami yang selalu ada untuknya, dalam se
Marvin memasuki hutan dengan hati penuh kekhawatiran, mencari jejak yang bisa mengantarkannya pada keberadaan istrinya, Ginda. Namun, semakin lama ia berada di dalam hutan yang lebat, semakin redup harapan yang ia sandarkan. Setiap langkah yang diambilnya terasa begitu berat, dipenuhi kegelapan dan ketakutan. "Ginda!" teriak Marvin dengan suara gemetar. Namun, tak ada jawaban yang terdengar kecuali desiran angin dan hiruk pikuk hutan yang sunyi. Ia meraba setiap sudut hutan, memanggil nama istrinya tanpa henti. Namun, waktu terus berlalu tanpa kehadiran Ginda yang dicarinya. Kesedihan merayapi hati Marvin, merangkulnya dalam kehampaan yang tak terperi. Pikirannya melayang jauh, membayangkan hal-hal mengerikan yang mungkin terjadi pada Ginda. Dan pada suatu titik, rasa putus asa itu mengubah energinya, membuatnya merasa tak berdaya, hampir tak sanggup melangkahkan kakinya lagi. Dengan langkah tertatih, Marvin berbalik ara
Hari semakin hari Berlalu, Marvin yang semakin curiga pada Dinda karena terdapat keanehan dan kejanggalan pada wanita yang ia anggap istrinya itu. Hari ini Dinda yang duduk menyilangkan kaki di tepi kolam renang tangannya terus menggenggam ponsel sambil tertawa-tertiwi, melihat itu Marvin pun heran rasanya Ini bukan sikap Ginda, pasalnya sejak menjadi istri Ginda tak pernah berperilaku demikian. "Ginda, aku mau bicara sebentar," ucap Marvin yang membuat wanita itu dengan cepat menurunkan kakinya. "Kenapa sih, Mas? mau bicara apa? kalau ngga penting lebih baik ngga udah deh, aku lagi sibuk," jawab Dinda yang membuat Marvin melebarkan mata. Kini rasa curiga semakin memenuhi hatinya, Marvin mengira jika Ginda yang ada dihadapannya saat ini bukanlah Ginda istrinya. Tak menunggu lama, kini Marvin pun mendekat meraih tangan Dinda hingga membuatnya terkejut. "Apa-apaan sih kamu, Mas? kenapa kamu kasar sama aku?"
Niat Dinda untuk menggantikan posisi Honda telah berhasil, hatinya bahagia serta puas melihat keberhasilannya saat ini. Karena wajah dan penampilan yang sama persis, hingga Sukma yang tak sadar jika wanita yang ada dihadapannya saat ini bukanlah menantunya. Dinda merasa jantungnya berdegup kencang ketika Marvin tiba-tiba muncul di tengah-tengah kebersamaannya dengan Sukma. Dengan wajah serius, Marvin menyapa mereka, "Assalamu'alaikum.""Walaikumsalam," jawab Dinda dengan cemas, berusaha menjaga ketenangan meskipun hatinya berdebar-debar.Marvin, tanpa menyadari keberadaan sebenarnya, bertanya dengan heran, "Lagi pada bahas apa sih? Serius banget kayanya."Sukma, tanpa sadar memperburuk situasi, menjawab dengan semangat, "Ini loh, Vin, kita lagi bahas Dinda, masa tadi Dinda ninggalin istrimu sendirian, untung dia bisa pulang sendiri kalau ngga gimana coba?"Mendengar ucapan itu, Marvin pun terbelalak. Matanya terbuka lebar, mencari kebena
Didalam ruang kamar Dinda. Ia yang kini terduduk dengan raut wajah serius. Setelah memasuki kamar dan mengunci pintunya kini Dinda terduduk memperhatikan pemandangan luar. "Aku harus mulai rencanaku secepatnya, sebelum Ginda bisa jalan lagi dan buat aku susah melakukan rencanaku," gumam Dinda lirih. "Maafkan aku, Ginda. Bukan maksud ingin menjadi saudara yang kejam, tapi takdir yang membuatku tega melakukan ini padamu," batin Dinda dengan pandangan tajam. Setelah memikirkan apa yang hendak ia rencanakan kini Dinda pun beranjak, keluar kamar dan menemui Ginda yang sedang berada di halaman belakang rumahnya. "Ginda," panggil Dinda yang membuat Ginda seketika menoleh. "Dinda, ada apa?""Bisa antar aku ke suatu tempat? aku mau ketemu temenku, tapi aku ngga tau tempat itu dimana alamatnya.""Temen?"Sejenak Ginda terdiam, hatinya sedikit merasa tak tenang ada sesuatu yang mengganjal dibalik ajakan saud
"Sesuai rencana," batin Dinda setelah memasuki rumah. Apa maksud ucapannya barusan? rencana apa yang bersarang diotaknya? bahkan ekspresi wajahnya pun menunjukan arti kepuasan. "Akhirnya aku bisa masuk rumah ini dengan begitu mudah," tambah batin Dinda tertawa. Ya, ternyata amnesia yang Dinda alami hanya sebagai sandiwara belaka, demi mewujudkan keinginan dan ambisinya untuk dapat masuk ditengah tengah rumah tangga Marvin Marcello. Benar benar jahat, wanita tak punya hati sudah ditolong malah ingin menikam. Saudara kandung macam apa Dinda ini? mengapa ia begitu tega? "Setelah ini aku akan merebut semuanya dari kamu, Ginda. Aku yang akan menjadi ratu dirumah ini," tambah Dinda tertawa dalam hati. Melihat ekspresi Dinda rasanya Sukma mulai curiga, lantaran ia yang tak menyukai Dinda sejak dulu, ditambah lagi Sukma mengetahui bagaimana perlakuan Dinda pada Ginda menantunya. "Apa yang sedang direncanakan wanita itu? a
Tak lama kemudian. Seorang dokter keluar dari ruangan, dengan cepat Ginda dan Marvin mendekatinya untuk menanyakan keadaan Dinda saat ini. "Bagaimana, Dok, keadaan Dinda?"Tak langsung menjawa dokter yang sejenak terdiam memperhatikan wajah Marvin dan Ginda. Pandangannya membuat semakin penasaran. "Pasien sudah sadarkan diri," jawab dokter yang membuat Ginda dan Marvin seketika menghela nafas lega. "Pasien bisa dijenguk setelah nanti dipindahkan ke ruang rawat yah, kalau begitu saya permisi," tambah dokter yang lalu melangkah meninggalkan tempat.Tak lama kemudian, Dinda yang kini dipindahkan ke ruang rawat oleh beberapa suster yang mendorongnya. Marvin dan Ginda pun mengikutinya. Melihat adanya Marvin dan Ginda pandangan Dinda tampak aneh, ia yang tak berkedip dan seakan sedang memikirkan sesuatu. Setelah kini beberapa suster meninggalkan tempat, Ginda pun mendekat, ia pandangi waja wanita yang mirip deng
Sesampainya di rumah, Sukma yang menyambut kedatangan Ginda dan Marvin pun dengan cepat menghampiri, ia menyambut dengan wajah penuh penasaran. "Ginda, Marvin. Bagaimana hasilnya?" tanya Sukma yang memperhatikan dengan seksama. Tak langsung menjawab Marvin dan Dinda yang lebih dulu terdiam, hingga membuat Sukma semakin penasaran. Cukup lama terdiam, sebelum akhirnya Marvin membantu Ginda untuk terduduk di sofa, menghela nafas berat dan mengeluarkan sebuah surat dari dalam tasnya. Lalu perlahan memberikannya pada Sukma dengan berkata, "Ini, Bu. Hasilnya."Sukma meraih kertas itu perlahan, dengan rasa takut dan ragu untuk membaca, berharap tak terjadi apa-apa pada menantunya tersebut. Kini Sukma pun membaca tulisan dalam surat itu, setelah beberapa detik kemudian akhirnya Sukma pun menghela nafas lega, setelah tahun jika hasilnya adalah baik-baik saja, tidak ada masalah dalam kandungan Ginda sang menantu. "Aku baik-b
Keesokan harinya, Ginda yang terduduk di kursi roda, dengan gerak tangan yang terus menyiram bunga, ia menyiram bunga dengan wajah ceria. Namun wajah cerianya seketika menghilang kala sebuah suara datang menyapanya. "Ekhemm."Deheman itu membuat Ginda seketika memutar wajahnya, ia dapati Dinda disana, yang berdiri memperhatikannya dengan pandangan megintimidasi. "Dinda.""Kasihan ya kamu, hanya untuk emnyiram bunga saja kamu harus terduduk seperti ini," ucap Dinda yang mengarah pada penghinaan."Apa maksudmu?"Tak langsung menjawab, Dinda yang kini terkekeh dan memutar tubuhnya, membelakangi Ginda hingga membuat pandangan Ginda menatap tubuh bagian belakang Dinda. "Ginda, Ginda. Apa kamu ngga sadar apa yang terjadi sama kamu saat ini adalah balasan buat kamu. Selama ini kamu bahagia, sedangkan aku menderita. Selama ini kamu hidup enak dan aku hidup susah. Dan sekarang kamu dapat balasannya, kamu lumpuh dan kamu... Man