Apakah laki laki tersebut adalah laki laki yang ia cari selama ini? pandangan mata Ginda kini mulai memerah, memperhatikan laki laki bernama Yahya itu dengan pandangan nanar.
Ingin sekali ia menamparnya saat ini, memarahinya dan memakinya, namun ia masih menghargai sang suami yang tampak sedang sibuk bersamanya.Saat ini Ginda hanya perlu bersabar, menunggu waktu yang tepat, yang akan ia gunakan untuk bertanya kebenarannya.Sepuluh menit kemudian.Beberapa orang berpenampilan rapi yang kini datang memasuki ruangan meetingnya, yang sudah disambut oleh Yahya, dan akan segera dimulai inti dari pertemuannya.Hal ini menjadi kesempatan bagi Ginda untuk mencari tahu apakah benar benar Yahya pemilik mobil Mercy tersebut? Langkah Ginda yang kini keluar dari ruangan Marvin dan hendak mencari ruangan sekretaris.Tak jauh dari ruang CEO, tampak satu ruangan yang berplakat Sekretaris. Tak menunggu lama, ia yang kini memasuki ruangan tersebDi perjalanan pulang.Ginda yang kini hanya terdiam, tak bersuara, membuat Marvin yang melihatnya bertanya tanya, ada apakah dengan Ginda? mengapa moodnya tiba tiba berubah?"Nda, kamu kenapa?" Tanya Marvin.Namun pertanyaan itu tak dihiraukan olehnya, Ginda yang malah membuang muka seolah tak ingin melihat Marvin lagi.Tak tahu harus bagaimana ia saat ini? segalanya membuatnya gusar, ingin berbuat sesuatu pun seakan tak tenang, perkara sebuah kenyataan yang membuat Ginda seketika kecewa.Sesampainya dirumah.Ginda yang dengan cepat melangkah memasuki ruang kamarnya, melewati Sukma dan meninggalkan Marvin begitu saja. Melihat Ginda yang aneh, Sukma pun mengerutkan dahi."Vin, Ginda kenapa sih, kok aneh gitu?" tanya Sukma yang membuat Marvin menggelengkan kepala."Aku ngga tau, Bu. Perasaan tadi baik baik aja kok, kenapa tiba tiba gitu ya?""Oh, mungkin dia lagi PMS, udah kamu tenang aja," jawab Sukma ya
Pagi ini, Ginda yang berjalan tak semangat menyusuri koridor kampusnya. Pandangannya kosong seperti sedang memikirkan banyak masalah. Karena tak fokus pada tempatnya saat ini berada, hingga panggilan Dela pun tak ia hiraukan. Langkah Ginda yang terus berjalan hendak menuju ruang kelasnya, hingga tiba tiba...Bruukkk!Ginda bertabrakan dengan Lian, dan membuat lamunannya seketika terbuyar."Astagfirullah, Pak Lian. Maaf maaf," ucap Ginda yang dengan cepat menjauh."Kamu kenapa, Nda? kamu melamun?"Mendengar ucapan itu rasanya Ginda ingin sekali menceritakan apa yang menjadi unek uneknya saat ini, apa Ginda harus bercerita dengan Lian? sepertinya memang iya, karena rasa hati Ginda yang seakan penuh dengan permasalahan yang tak terbagi itu."Pak, maaf. Apa saya boleh cerita sesuatu sama, Bapak? tapi kalau bapak ngga sibuk sih, kalau Bapak sibuk ya...""Boleh, Ginda. Apa yang mau kamu ceritakan pada saya?" tanya Lian memutus
Cukup lama terdiam, terduduk dengan wajah begitu bimbang, antara ia atau tidak Lian harus menjawab permintaan Ginda tersebut.Terduduk bersandaran dengan terus memperhatikan wajah wanita berhijab dihadapannya, wajah ayunya seakan penuh harap, berharap agar Lian mau membantunya.Namun apakah permintaan Ginda ini tidak keterlaluan? Lian diminta menjadi pacar gelap sandiwaranya dihadapan suaminya sendiri.Sama halnya Lian harus masuk ke kandang singa yang sedang tertidur, yang sewaktu waktu akan menerkamnya setelah ia terbangun."Pak, bagaimana? saya mohon bantu saya ya."Kembali terdengar panggilan itu yang membuat Lian akhirnya menghela nafas berat."Yasudah, saya mau membantumu," jawab Lian yang membuat Ginda sedikit tersenyum.Entahlah apa alasan Lian menerima permintaan aneh itu, yang jelas ia tak tega melihat Ginda memohon terus menerus dengannya.Ditengah tengah perbincangannya, tiba tiba...Dreet dreet!
"Apa yang terjadi sama Ginda, Vin. Kenapa dia aneh?" tanya Sukma pada Marvin yang pandangannya terus tertuju pada tubuh Ginda yang kini sudah menghilang."Aku tidak tau, Bu. Dari kemarin dia aneh begitu, apa dia marah karena aku mengajaknya pulang lebih cepat dari rencana kita?""Tapi kayanya ada hal lainl yang terjadi pada Ginda saat ini, Vin. Marvin, kamu harus berusaha memperbaiki hatinya, karena bagaimana pun kamu harus tetap melanjutkan misimu, membuat Ginda jatuh cinta agar posisimu tidak terancam," ucap Sukma yang membuat Marvin perlahan mengangguk.Tak menunggu lama kini Marvin pun melangkahkan kakinya masuk, dan mencari Ginda diruang kamarnya.Ia dapati Ginda yang masih terduduk dengan pandangan merenung disana, karena penasaran dengan apa yang terjadi pada istrinya, kini Marvin pun mendekat, terduduk sejajar dengan Ginda.Melihat Marvin mendekat, rasanya Ginda tak ingin memandang wajah itu, karena jika terlalu lama memperhatikan
Malam ini.Ginda dan Marvin berada dalam satu tempat tidur, namun Ginda yang sejak tadi membelakangi Marvin tak ingin menghadapnya, sementara Marvin yang kini sudah terpejam, namun Ginda masih tak dapat memejamkan matanya.Pikirannya masih gundah dengan perkara yang membuat hidupnya runyam, entahlah apa ia harus menderita terus seperti ini? Ditengah tengah lamunannya, tiba tiba...Duaaaarr!Suara Guntur dan petir disertai lampu yang padam membuat Ginda seketika tersentak."Astafirullah alazim," ucapnya terkejut dan seketika memeluk tubuh Marvin.Kini ruangan pun gelap gulita hanya ada suara dan cahaya petir yang berulang kali terdengar membuatnya meringkuk ketakutan. Petir dan kegelapan adalah hal yang paling menakutkan untuk Ginda, karena kebutaannya selama ini ternyata menjadi sebuah trauma baginya.Sementara petir dan guntur yang terus bersahutan disertai hujan lebat yang membuat cuaca seketika ekstrim. Mera
"Kenapa Ginda tega? apa terjadi sesuatu pada Ginda hingga ia melakukan semua ini?" gumam Sukma yang terus memperhatikan perseteruan pagi ini dihadapannya.Tak lama kemudian.Terlihat mobil Lian yang terhenti dihalaman rumahnya, membuat Marvin seketika memperhatikan mobil itu dan berjalan mendekat. Saat Lian kini keluar dari mobilnya langsung saja...Buuuugghhh!"Mass..."Sebuah tonjokan mendarat diwajahnya, membuat Lian seketika tersurung ketanah, kejadian itu berbarengan dengan teriakan Ginda yang terkejut melihat entengnya tangan Marvin melempar kepalannya ke wajah Lian, tatapan bengis dari wajah Marvin menatap begitu tajam."Laki laki tak tau diri, kau berani mendekati wanita yang sudah bersuami seperti dia," ucapnya menunjuk Ginda dengan begitu marah.Dengan cepat Ginda mendekati Lian hendak menolong, namun tiba tiba..."Sentuh laki laki itu kalau kamu mau menjadi istri durhaka."Terdengar ucapan it
Sementara Ginda dan Lian yang kini sedang dalam perjalanan menuju kampus, Lian yang berulang kali mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya, melihat itu Ginda merasa bersalah karena membantunya Lian jadi terluka."Pak, Maafin saya ya, karena menolong saya Bapak jadi luka begini," ucap Ginda yang terus memperhatikan wajah Lian dari samping."Tidak apa, Nda. Saya sudah tau jika hal ini pasti terjadi. Suami mana yang tak marah kalau lihat istrinya jalan sama laki laki lain?" jawab Lian yang membuat Ginda menunduk.Apakah ia keterlaluan? memperlakukan suaminya seperti ini. Tapi, bukankah Marvin lebih keterlaluan yang tak bertanggung jawab atas kesalahan yang ia perbuat."Berhenti sebentar, Pak," ucap Ginda tiba tiba."Ada apa, Nda?""Sebentar aja."Akhirnya Lian pun menepi dan menghentikan mobilnya seperti permintaan Ginda. Entahlah mengapa Lian begitu patuh pada mahasiswinya itu?Kini Ginda meraih sebuah tisu
Hari demi hari berlaluGinda dan Lian yang semakin hari semakin sukses akan sandiwaranya, membuat Marvin geram dan merasa kecewa, entah apa karena Marvin mulai mencintai Ginda atau hanya karena tak ingin dipermainkan?Karena seorang Marvin Marcello tak akan tinggal diam jika dipermainkan begitu saja.Hari ini kembali Ginda yang pulang bersama Lian, kedekatannya semakin terlihat akrab dipandangan Marvin dan Sukma, walau sebenarnya mereka hanya bersandiwara namun mereka berhasil membuat Marvin kalang kabut.Bahkan Marvin sempat tidak fokus dengan pekerjaannya perkara yang sedang terjadi ini, hatinya bimbang antara rasa sakit hati dan takut terancam oleh Ginda. "Ginda," panggil Marvin kala kini Ginda melintasinya begitu saja, langkahnya yang hendak memasuki ruang kamar seketika terhenti kala Ginda mendengar panggilan itu."Saya mau bicara," tambah Marvin pada wanita berhijab yang tidak menoleh itu. Ginda membiarkan Marvin memperhat