Share

03

Penulis: Yeolsoo612
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-11 23:43:30

Pagi menjelang layaknya roller coaster. Sinar matahari mulai mengintip dari celah gorden berwarna putih bersamaan dengan terbukanya pintu kayu itu.

Wildan terdiam melihat Malik yang masih setia menemani Jena. Keduanya terlelap dengan Malik yang terduduk di samping ranjang dengan dua tangan yang terlilit di atas perut.

Perhatian Wildan kembali teralih pada Jena. Pria itu mendekat, duduk di sisi ranjang yang lain dan memperhatikan gadisnya lekat-lekat.

Tangan besarnya terangkat, menghapus jejak air mata di sudut mata gadis itu dengan ibu jadinya.

“Eungh.”

Terdengar leguhan tidak nyaman dari Jena. Gadis itu mulai membuka mata, sedikit menggeliat dan tanpa sadar hal itu membuat sedikit sudut bibir Wildan terangkat.

“Malik?”

Suara gadis itu serak. Ia meraba ke arah samping dan menggengam tangan Wildan yang Ia kira sebagai Malik.

“Kau masih di sini? Terima kasih sudah menenangkan ku dan menemaniku semalam,” katanya lembut.

Wildan tidak bereaksi apa-apa, Ia hanya menatap manik mata Jena yang menatap ke arahnya dengan penuh kelembutan.

Sementara itu, Malik yang sudah terbangun sejak beberapa saat lalu hanya bisa diam menyaksikan keduanya. Tatapan pria itu sempat teralih pada genggaman tangan Jena dan ekspresi wajah Wildan yang sulit untuk dijelaskan.

“Sama-sama. Kalau begitu, aku akan kembali ke kamarku,” kata Malik begitu Wildan memintanya berbicara lewat sorot mata.

Jena spontan melepaskan tautan tangannya, sedikit memundurkan tubuhnya dengan ekspresi canggung.

“Oh, iya. Silakan.”

Malik benar-benar beranjak, meninggalkan Wildan dan Jena berdua di dalam sana. Meski yang terjadi sebenarnya adalah, pria itu sempat berdiri sejenak di depan pintu dan menunggu. Khawatir jika Wildan melakukan hal serupa seperti malam tadi.

“Selamat pagi.”

Tubuh gadis itu menegang. Tangannya meremat selimut tebal dengan penuh kekuatan. Ia bisa merasakan embusan napas Wildan tepat di sebelah telinganya, terlalu dekat dan membuat perasaan Jena jadi gelisah.

“Kenapa kau ada di sini?” tanya Jena berusaha tegas.

“Ini rumahku, aku bebas ada di manapun.

“Termasuk di dalam kamar calon istiriku,” lanjutnya dengan suara rendah.

“Siapa yang kau sebut istrimu? Aku tidak sudi!”

Terdengar kekehan kecil. Kemudian wajah Jena terangkat, menoleh ke sebelah kanan dengan paksa akibat ulah Wildan.

“Kau terlalu berani, harusnya kau menurut saja. Karena meski kau memberontak, pada akhirnya kau tetap menjadi istriku, kau akan menjadi nyonya Aditama,” kata pria itu mencuri sebuah ciuman di bibir Jena.

Dengan kepalan tangan yang kian mengerat hingga buku-buku jarinya memutih, Jena mengatur napas. Ia tidak boleh menangis sekarang, atau pria itu akan menganggapnya lemah dan kian menindas dirinya seenak hati.

“Kenapa harus aku? Aku yakin kau bukan orang bodoh yang menjadikan gadis buta seperti ku sebagai seorang istri, sedangkan kau bisa mendapatkan berpuluh-puluh gadis cantik juga normal untuk kau jadikan kekasih atau bahkan istri.”

Lagi-lagi Wildan tertawa. Ia berguling, merebahkan dirinya dan menatap langit-langit kamar dengan pandangan mengawang.

“Ya, kau benar. Aku bahkan bisa mendapatkan gadis normal yang jauh lebih cantik darimu dengan mudah. Aku bisa membuat mereka berlutut di hadapan ku hanya dengan mengatakan jika aku akan menikahi mereka. Tapi kau tahu kenapa aku justru lebih memilih dirimu?”

Wildan mendekat, merebahkan kepalanya di paha Jena dan menjadikannya bantalan.

“Karena aku hanya menginginkan mu untuk menjadi menantu sulung keluarga Aditama.”

Jena menelan ludah gugup. Bukan hanya soal perkataan Wildan, namun juga pria itu yang secara tiba-tiba mencium perutnya sekilas, membuat sesuatu terasa geli hingga ujung kepala.

“Lalu bagaimana dengan keluargamu? Sekalipun kau begitu ingin menjadikan ku istri, keluargamu tentu tidak akan setuju,” ucap Jena masih berusaha mencari celah.

“Aku tidak peduli. Yang aku inginkan hanya menikahimu, lagipula mereka tidak akan bisa melakukan apapun selagi aku masih berada di sisimu.”

***

Jena berjalan pelan menuju ruang makan dibantu Wildan. Malik yang sejak tadi sudah berkutat di dapur hanya melihat keduanya sekilas sebelum kembali melanjutkan kegiatannya.

Dengan gentleman, Wildan menarik sebuah kursi untuk Jena. Pria itu juga mempersiapkan sebuah piring dan mengisinya dengan nasi goreng buatan Malik.

“Makanlah, aku harus segera berangkat ke kantor.”

Jena menahan napas, mengepalkan tangan di sebelah tubuh tatkala bibir Wildan mendarat di dahi juga sedikit menyapu bibirnya.

Kemudian terdengar suara langkah menjauh, menyisakan suasana hening sebelum kemudian terdengar hela napas Malik.

“Malik?” tanya Jena lirih.

“Ya.”

Pria itu meletakkan apron yang sejak tadi dipakainya, menarik kursi di depan Jena dan menuang segelas air putih di sana.

“Kau tidak bekerja?”

“Aku hanya datang ke perusahan jika Wildan memanggilku. Yah, bisa dibilang pekerjaanku sekarang adalah menjagamu di rumah,” sahut pria itu lirih.

Jena mengangguk, ia meraba meja hendak mengambil air minum sebelum Malik dengan sigap membantunya.

“Ini.”

“Maaf merepotkan,” kata Jena lirih.

“Tidak apa. Lagipula ini bagian dari pekerjaan ku.”

“Oh, iya. Apa aku boleh bertanya sesuatu?”

“Tentu, selama aku bisa menjawab akan ku jawab.”

Jena kembali diam, dalam benaknya terbesit rasa ragu untuk bertanya. Namun di sisi yang lain ia juga penasaran.

“Jena?”

“Oh, maaf sepertinya aku melamun.”

“Jadi…. Apa yang ingin kau tanyakan?”

“Mengenai Wildan. Kau sempat mengatakan jika pria itu punya alasan tersendiri kenapa dia mau repot-repot membayar mahal hanya untuk membeli gadis buta seperti ku. Bisakah….”

Ucapan Jena menggantung, terdengar hela napas berat dari Malik. Dan hal itu membuat Jena merasa jika dirinya tidak akan mendapatkan jawaban apapun dari pria itu.

“Untuk hal itu, bukankah sudah pernah ku katakan? Aku tidak memberitahumu, kau bisa bertanya sendiri pada Wildan alasannya. Itu semua di luar kuasamu, Jena.”

Benar, Jena sudah menduganya.

“Lalu kenapa dia berniat untuk menikahi ku? Aku yakin Wildan tidak benar-benar mencintaiku. Kami baru saja bertemu, dan lagipula dia bisa mendapatkan gadis lain yang jauh lebih setara dengan dirinya,” sahut Jena lagi.

Tidak ada sahutan. Malik hanya terdiam sambil mengamati gadis di hadapannya lekat, sebelum kemudian menarik kursi dan memilih beranjak.

“Aku harus mengerjakan seuatu. Kau makanlah sarapanmu, jika butuh sesuatu kau bisa memanggilku.”

Malik melangkah pergi, menyisakan sunyi yang sama sekali tidak Jena mengerti.

Gadis itu terdiam, ia sama sekali tidak menyentuh makanannya. Ia merasa jika baik Wildan maupun Malik tengah menyembunyikan sesuatu darinya.

Tapi apa? Rencana apa yang sedang mereka lakukan? Apa yang mereka pikirkan untuk melibatkan gadis buta seperti dirinya?

Jena benar-benar tidak mengerti.

“Kenapa aku merasa seperti akan terjadi sesuatu,” gumam gadis itu lirih.

Satu hal yang gadis itu tidak ketahui, ia adalah sosok Malik yang sebenarnya tidak benar-benar pergi dari sana.

Pria itu bersembunyi di belakang anak tangga, mengamati Jena yang hanya terdiam di tempatnya.

“suatu saat nanti juga kau akan tahu, Jena. Kau hanya perlu bersabar untuk itu.”

Bab terkait

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   04

    Dua hari berlalu dengan normal. Keseharian Jena masih sering ditemani Malik, terkadang Wildan juga menghabiskan waktu bersama gadis itu di sela-sela kesibukannya.Namun entah mengapa, Jena merasa lebih nyaman saat bersama dengan Malik. Selain karena pria itu lebih bisa mengerti dirinya, sikap Malik juga tidak semesum Wildan yang suka tiba-tiba mencuri ciuman di bibirnya ataupun mengigit telinganya tanpa permisi.Pagi ini suasana terlalu damai daripada biasanya. Dengan bantuan tongkat yang diberikan Wildan, Jena melangkah keluar kamar dengan hati-hati.Sesekali gadis itu memanggil nama Malik, berharap pria itu ada di sekitarnya. Namun sayang, suasana pagi itu benar-benar hening, seperti tidak ada orang lain selain dirinya.“Kemana mereka?” gumam Jena lirih.“Mencariku?” bisikkan lirih dengan suara berat itu membuat Jena terperanjat.Hampir saja ia melayangkan tongkat yang dipegangnya ke sembarang arah, sebelum dengan gesit Wildan menahan tangannya.“Santai, cantik. Ini aku, calon suami

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   05

    Suasana dalam mobil terasa begitu canggung. Sudah sekitar lima menit lalu hanya terdengar sayup-sayup suara deru kendaraan diantara tiga orang dewasa itu.Jena yang duduk di bangku belakang bersama Wildan hanya bisa terdiam dengan tangan yang menggenggam tongkat erat-erat. Wajahnya ia palingkan ke arah jalan meski dirinya tidak.bisa melihat bagaimana kondisi jalanan saat ini.“Malik, turunkan aku di depan sana. Kau bisa mengantar Jena pulang lebih dulu, aku akan mengurus sesuatu terlebih dulu,” kata Wildan yang sejak tadi sibuk berkutat dengan ponselnya.Malik yang bertugas mengemudi hanya mengangguk. Sesekali pria itu melirik ke arah Jena melalui spion tengah dengan wajah khawatir.Tidak lama kemudian mobil berhenti di depan sebuah toko dua puluh empat jam, Wildan turun dengan tergesa dan memberhentikan sebuah taksi kemudian.Mobil kembali melaju, masih tidak ada satupun diantara mereka yang berniat membuka obrolan lebih dulu. Malik menghela napas, ia tahu suasana hati Jena sedang bu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   06

    Pukul sepuluh malam setelah Wildan mengantarkan Jena ke dalam kamarnya. Pria itu menutup pintu dan tersenyum miring begitu mendapati Malik yang sudah berdiri tidak jauh darinya.Ia mendekati pria itu dengan dua tangan yang tersilang di depan dada.“Ada apa?” Tanyanya santai.“Ikut aku,” kata Malik berjalan pergi yang diikuti Wildan di belakangnya.Dua pria dewasa itu berdiri di luar rumah, Malik terlihat gelisah sementara Wildan terlihat biasa saja.“Apa maksudnya dengan memperkenalkan Jena kepada keluarga? Kau gila?!” Sentak Malik keras.Wildan hanya menyenderkan tubuhnya di pagar, ia sama sekali terlihat tidak terlalu peduli dengan ucapan Malik yang sedang memperingatkannya soal apa yang mungkin saja terjadi jika dirinya benar-benar mengenalkan Jena kepada keluarga.“Memangnya kenapa? Bukankah setelah menikah denganku, Jena juga menjadi bagian dari keluarga Aditama?” Tidak ada keraguan sedikitpun dari ucapan Wildan. Pria itu terdengar begitu percaya diri dengan setiap perkataan yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   07

    Gadis yang dipanggil dengan nama Nesa itu tersenyum ke arah Wildan.“Hai, Wildan,” Sapanya lembut.Tidak ada reaksi dari si pria, ia justru mengeratkan genggamannya pada tangan Jena yang hanya bisa diam kebingungan.“Astaga, Nesa, sayangku. Kau datang tepat waktu,” hambur Tante Lestari memeluk Nesa.Wanita itu sempat melirik sekilas ke arah Jena sebelum menuntun Nesa untuk duduk diantara dirinya dan sang Nenek.“Kau datang tepat waktu, sayang. Kami mengundangmu ke mari untuk membahas perjodohanmu dengan Wildan,” ucap Tante Lestari lagi.Wildan melotot, ia menatap geram ke arah sang tante yang sepertinya tidak memedulikan hal itu. Sebelah tangannya yang bebas mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.“Tante, bukankah baru saja ku kenalkan Jena sebagai istriku. Lalu apa maksudnya dengan perjodohan? Apa tante sudah tidak waras?” ucap Wildan tanpa segan.Tante Lestari terlihat geram, baru saja wanita itu hendak menyahut, suara Nesa lebih dulu terdengar.“Istri? Kau sudah menikah, Wildan?

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   01

    Gedung tinggi menjulang dengan beragam penjagaan ketat itu terlihat begitu megah. Suasana keras dengan diiringi musik yang terus mengalun, mengiringi tiap gerakan para tamu yang tengah asyik berjoget di lantai dansa.Tidak lama kemudian datang sebuah mobil mewah, seorang pria berkepala pelontos dengan badan besar segera beranjak dan membuka pintu.Sepatu kulit mahal berwarna hitam tampak mengkilat. Disusul kemudian sang empunya membenahi tampilan jas hitam mahal yang melekat pada tubuh tinggi tegap itu.Rambut hitam legam yang ditata model coma kian menambah kesan tampan rupawan pada wajahnya. Rahang yang tegas, sorot mata tajam yang seakan bisa membunuh siapa saja hanya dengan sekali tatap.Langkahnya tegas, seorang wanita dengan dress merah panjang itu menyambut si pria dengan ramah. Lipstik merah yang menyapu bibirnya terlihat begitu kontras dengan wajahnya yang terlihat begitu putih akibat sapuan foundation.“Selamat malam, Tuan. Selamat datang di tempat kami. Saya merasa begitu t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   02

    Wildan benar-benar menepati ucapannya. Ia membayar sejumlah besar uang kepada Nyonya pemilik rumah bordil demi bisa membawa Jena pulang bersamanya.Dengan langkah pelan, Pria itu menuntun si gadis berjalan menuju sebuah mobil mewah yang sudah terparkir apik di depan bangunan.Seorang pria berbadan tegap dengan kulit tan sudah menunggu keduanya. Ia dengan sigap segera membuka pintu bagian penumpang dan membantu Jena untuk naik ke dalam mobil.Gadis itu sejak tadi hanya diam. Dadanya bergemuruh, degub jantung yang terdengar sama seperti langkah kaki kuda saat berada di lapangan pacu. Begitu cepat dan tidak terkendali.Tangannya yang berada dalam genggaman erat Wildan terasa berkeringat, pun dengan dahinya yang sudah ditumbuhi keringat sebesar biji jagung, membuat si pria yang duduk di sebelahnya kembali terkekeh dengan suara lirih.Tanpa mengenal kata canggung, malu ataupun risih. Wildan mengangkat sebelah tangannya, mengelap dahi Jena dengan lembut, menyapu keringat dingin gadis itu.G

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11

Bab terbaru

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   07

    Gadis yang dipanggil dengan nama Nesa itu tersenyum ke arah Wildan.“Hai, Wildan,” Sapanya lembut.Tidak ada reaksi dari si pria, ia justru mengeratkan genggamannya pada tangan Jena yang hanya bisa diam kebingungan.“Astaga, Nesa, sayangku. Kau datang tepat waktu,” hambur Tante Lestari memeluk Nesa.Wanita itu sempat melirik sekilas ke arah Jena sebelum menuntun Nesa untuk duduk diantara dirinya dan sang Nenek.“Kau datang tepat waktu, sayang. Kami mengundangmu ke mari untuk membahas perjodohanmu dengan Wildan,” ucap Tante Lestari lagi.Wildan melotot, ia menatap geram ke arah sang tante yang sepertinya tidak memedulikan hal itu. Sebelah tangannya yang bebas mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.“Tante, bukankah baru saja ku kenalkan Jena sebagai istriku. Lalu apa maksudnya dengan perjodohan? Apa tante sudah tidak waras?” ucap Wildan tanpa segan.Tante Lestari terlihat geram, baru saja wanita itu hendak menyahut, suara Nesa lebih dulu terdengar.“Istri? Kau sudah menikah, Wildan?

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   06

    Pukul sepuluh malam setelah Wildan mengantarkan Jena ke dalam kamarnya. Pria itu menutup pintu dan tersenyum miring begitu mendapati Malik yang sudah berdiri tidak jauh darinya.Ia mendekati pria itu dengan dua tangan yang tersilang di depan dada.“Ada apa?” Tanyanya santai.“Ikut aku,” kata Malik berjalan pergi yang diikuti Wildan di belakangnya.Dua pria dewasa itu berdiri di luar rumah, Malik terlihat gelisah sementara Wildan terlihat biasa saja.“Apa maksudnya dengan memperkenalkan Jena kepada keluarga? Kau gila?!” Sentak Malik keras.Wildan hanya menyenderkan tubuhnya di pagar, ia sama sekali terlihat tidak terlalu peduli dengan ucapan Malik yang sedang memperingatkannya soal apa yang mungkin saja terjadi jika dirinya benar-benar mengenalkan Jena kepada keluarga.“Memangnya kenapa? Bukankah setelah menikah denganku, Jena juga menjadi bagian dari keluarga Aditama?” Tidak ada keraguan sedikitpun dari ucapan Wildan. Pria itu terdengar begitu percaya diri dengan setiap perkataan yan

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   05

    Suasana dalam mobil terasa begitu canggung. Sudah sekitar lima menit lalu hanya terdengar sayup-sayup suara deru kendaraan diantara tiga orang dewasa itu.Jena yang duduk di bangku belakang bersama Wildan hanya bisa terdiam dengan tangan yang menggenggam tongkat erat-erat. Wajahnya ia palingkan ke arah jalan meski dirinya tidak.bisa melihat bagaimana kondisi jalanan saat ini.“Malik, turunkan aku di depan sana. Kau bisa mengantar Jena pulang lebih dulu, aku akan mengurus sesuatu terlebih dulu,” kata Wildan yang sejak tadi sibuk berkutat dengan ponselnya.Malik yang bertugas mengemudi hanya mengangguk. Sesekali pria itu melirik ke arah Jena melalui spion tengah dengan wajah khawatir.Tidak lama kemudian mobil berhenti di depan sebuah toko dua puluh empat jam, Wildan turun dengan tergesa dan memberhentikan sebuah taksi kemudian.Mobil kembali melaju, masih tidak ada satupun diantara mereka yang berniat membuka obrolan lebih dulu. Malik menghela napas, ia tahu suasana hati Jena sedang bu

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   04

    Dua hari berlalu dengan normal. Keseharian Jena masih sering ditemani Malik, terkadang Wildan juga menghabiskan waktu bersama gadis itu di sela-sela kesibukannya.Namun entah mengapa, Jena merasa lebih nyaman saat bersama dengan Malik. Selain karena pria itu lebih bisa mengerti dirinya, sikap Malik juga tidak semesum Wildan yang suka tiba-tiba mencuri ciuman di bibirnya ataupun mengigit telinganya tanpa permisi.Pagi ini suasana terlalu damai daripada biasanya. Dengan bantuan tongkat yang diberikan Wildan, Jena melangkah keluar kamar dengan hati-hati.Sesekali gadis itu memanggil nama Malik, berharap pria itu ada di sekitarnya. Namun sayang, suasana pagi itu benar-benar hening, seperti tidak ada orang lain selain dirinya.“Kemana mereka?” gumam Jena lirih.“Mencariku?” bisikkan lirih dengan suara berat itu membuat Jena terperanjat.Hampir saja ia melayangkan tongkat yang dipegangnya ke sembarang arah, sebelum dengan gesit Wildan menahan tangannya.“Santai, cantik. Ini aku, calon suami

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   03

    Pagi menjelang layaknya roller coaster. Sinar matahari mulai mengintip dari celah gorden berwarna putih bersamaan dengan terbukanya pintu kayu itu.Wildan terdiam melihat Malik yang masih setia menemani Jena. Keduanya terlelap dengan Malik yang terduduk di samping ranjang dengan dua tangan yang terlilit di atas perut.Perhatian Wildan kembali teralih pada Jena. Pria itu mendekat, duduk di sisi ranjang yang lain dan memperhatikan gadisnya lekat-lekat.Tangan besarnya terangkat, menghapus jejak air mata di sudut mata gadis itu dengan ibu jadinya.“Eungh.”Terdengar leguhan tidak nyaman dari Jena. Gadis itu mulai membuka mata, sedikit menggeliat dan tanpa sadar hal itu membuat sedikit sudut bibir Wildan terangkat.“Malik?”Suara gadis itu serak. Ia meraba ke arah samping dan menggengam tangan Wildan yang Ia kira sebagai Malik.“Kau masih di sini? Terima kasih sudah menenangkan ku dan menemaniku semalam,” katanya lembut.Wildan tidak bereaksi apa-apa, Ia hanya menatap manik mata Jena yang

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   02

    Wildan benar-benar menepati ucapannya. Ia membayar sejumlah besar uang kepada Nyonya pemilik rumah bordil demi bisa membawa Jena pulang bersamanya.Dengan langkah pelan, Pria itu menuntun si gadis berjalan menuju sebuah mobil mewah yang sudah terparkir apik di depan bangunan.Seorang pria berbadan tegap dengan kulit tan sudah menunggu keduanya. Ia dengan sigap segera membuka pintu bagian penumpang dan membantu Jena untuk naik ke dalam mobil.Gadis itu sejak tadi hanya diam. Dadanya bergemuruh, degub jantung yang terdengar sama seperti langkah kaki kuda saat berada di lapangan pacu. Begitu cepat dan tidak terkendali.Tangannya yang berada dalam genggaman erat Wildan terasa berkeringat, pun dengan dahinya yang sudah ditumbuhi keringat sebesar biji jagung, membuat si pria yang duduk di sebelahnya kembali terkekeh dengan suara lirih.Tanpa mengenal kata canggung, malu ataupun risih. Wildan mengangkat sebelah tangannya, mengelap dahi Jena dengan lembut, menyapu keringat dingin gadis itu.G

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   01

    Gedung tinggi menjulang dengan beragam penjagaan ketat itu terlihat begitu megah. Suasana keras dengan diiringi musik yang terus mengalun, mengiringi tiap gerakan para tamu yang tengah asyik berjoget di lantai dansa.Tidak lama kemudian datang sebuah mobil mewah, seorang pria berkepala pelontos dengan badan besar segera beranjak dan membuka pintu.Sepatu kulit mahal berwarna hitam tampak mengkilat. Disusul kemudian sang empunya membenahi tampilan jas hitam mahal yang melekat pada tubuh tinggi tegap itu.Rambut hitam legam yang ditata model coma kian menambah kesan tampan rupawan pada wajahnya. Rahang yang tegas, sorot mata tajam yang seakan bisa membunuh siapa saja hanya dengan sekali tatap.Langkahnya tegas, seorang wanita dengan dress merah panjang itu menyambut si pria dengan ramah. Lipstik merah yang menyapu bibirnya terlihat begitu kontras dengan wajahnya yang terlihat begitu putih akibat sapuan foundation.“Selamat malam, Tuan. Selamat datang di tempat kami. Saya merasa begitu t

DMCA.com Protection Status