Share

04

Penulis: Yeolsoo612
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-14 20:57:30

Dua hari berlalu dengan normal. Keseharian Jena masih sering ditemani Malik, terkadang Wildan juga menghabiskan waktu bersama gadis itu di sela-sela kesibukannya.

Namun entah mengapa, Jena merasa lebih nyaman saat bersama dengan Malik. Selain karena pria itu lebih bisa mengerti dirinya, sikap Malik juga tidak semesum Wildan yang suka tiba-tiba mencuri ciuman di bibirnya ataupun mengigit telinganya tanpa permisi.

Pagi ini suasana terlalu damai daripada biasanya. Dengan bantuan tongkat yang diberikan Wildan, Jena melangkah keluar kamar dengan hati-hati.

Sesekali gadis itu memanggil nama Malik, berharap pria itu ada di sekitarnya. Namun sayang, suasana pagi itu benar-benar hening, seperti tidak ada orang lain selain dirinya.

“Kemana mereka?” gumam Jena lirih.

“Mencariku?” bisikkan lirih dengan suara berat itu membuat Jena terperanjat.

Hampir saja ia melayangkan tongkat yang dipegangnya ke sembarang arah, sebelum dengan gesit Wildan menahan tangannya.

“Santai, cantik. Ini aku, calon suamimu.”

Bulu kuduk Jena serasa meremang mendengar perkataan lelaki itu. Tapi entah mengapa ada sesuatu yang terasa aneh juga dalam dirinya.

“Mau apa kau? Di mana Malik?” Jena bertanya waspada.

“Apa yang ku mau? Menjemput calon istriku tentu saja. Dan tolong kurangi ketergantungan mu terhadap Malik, jujur saja kau membuatku cemburu,” katanya membuat Jena merasa ngeri.

Belum sempat gadis itu merespon perkataan Wildan, ia merasakan tangannya lebih dulu digenggam lembut oleh si lelaki, sementara sebelah tangannya sudah mendarat di punggungnya, membawanya untuk mulai berjalan maju ke depan.

“Kau mau membawaku ke mana?” tanya Jena panik.

Terdengar kekehan lirih dari Wildan. Pria itu mencium sebelah tangan Jena yang digenggamnya, meniup telinga gadis itu lirih hingga menimbulkan sensasi aneh dalam dirinya.

“Kita akan menikah hari ini,” ujarnya santai.

Apa? Menikah?!

“Kau gila?! Aku tidak mau!”

Jena menghempaskan tangan Wildan kasar. Ia berusaha menjauh namun dengan cepat pria itu merampas tongkat miliknya, membuat Jena terjatuh ke lantai.

“Seharusnya kau sadar jika kesabaranku tidak sebesar itu. Oh, astaga. Bisakah kau menurut saja padaku?”

Ia berjongkok, menyamakan tinggi badannya dengan Jena yang hanya bisa terdiam ketakutan.

“Aku tidak akan berbuat kasar padamu karena aku menyukaimu, ah tidak. Aku mencintaimu. Tapi tolong, menurutlah padaku kali ini.”

Tubuh Jena terasa merinding saat Wildan mencium tangannya lagi. Gadis itu bahkan tidak bereaksi ketika si pria dengan mudah mengangkat tubuhnya ala bridal style dan membawanya masuk ke dalam mobil yang memang sudah disiapkan.

Mobil melaju membelah jalanan, sampai kemudian terparkir di depan sebuah gedung bertingkat-tingkat yang terlihat layaknya hotel berbintang.

Dengan lembut Wildan membantu Jena naik ke lantai sepuluh. Keduanya masuk ke sebuah kamar bertuliskan nomor 669.

Pada mulanya Jena berpikir jika Wildan mungkin saja akan melakukan hal gila, atau apapun itu. Tapi nyatanya, begitu ia melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar, dirinya bisa mendengar dengan jelas suara Malik dan beberapa lelaki lainnya yang tengah bercengkrama.

Omong-omong karena indra penglihatan Jena tidak berfungsi, maka indra pendengaran juga penciuman gadis itu menjadi begitu tajam.

“Duduklah, aku akan menyiapkan sesuatu,” kata Wildan mendudukan Jena di bibir ranjang.

“Semuanya sudah siap? Bisa kita mulai sekarang?”

Entah apa yang pria itu maksud, hanya saja setelah itu Jena merasa seseorang membawa dirinya ke sebuah bangku dan meletakkan sebuah kain di atas kepalanya.

“Baiklah, apa semuanya sudah siap? Jika sudah, kita mulai saja pernikahannya.”

Jena terhenyak. Matanya membulat penuh keterkejutan. Apa katanya tadi? Pernikahan, siapa yang akan menikah?

“Tunggu, pernikahan siapa ini?” Tanya gadis itu terheran.

“Tentu saja pernikahan kita, sayang. Sudah pak, lanjutkan saja.”

Pada mulanya Jena hendaak memprotes, namun genggamandi tangannya juga bisikkan lirih Wildan di telinganya membuatnya hanya bisa terdiam pasrah.

***

Jena duduk menghadap jendela besar dengan tatapan kosong. Tangannya menggengam tongkat yang ada di pangkuan dengan begitu eratnya.

Ia masih tidak menyangka bahwa saat ini dirinya sudah resmi berstatus sebagai istri dari Wildan Wisnu Aditama yang mana ia itu juga berarti dirinya adalah cucu menantu sulung keluarga Aditama.

Oh, sepertinya aku belum menjelaskan siapa itu keluarga Aditama.

Keluarga Aditama adalah sebuah keluarga besar yang namanya cukup tersohor di kota. Keluarga Aditama memiliki beberapa perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengiriman, properti dan juga pemilik dari beberapa hotel ternama.

Memang, keluarga Aditama bukan keluarga terkaya nomor satu di ibukota, namun eksistensi keluarga konglomerat tersebut juga tidak bisa diremehkan begitu saja.

“Apa yang kau pikirkan?”

Tubuh Jena sedikit terhenyak begitu ia merasakan tepukan halus di bahu kanannya. Malik mengambil tempat di sebelah gadis itu, memperhatikannya lurus-lurus.

“Kau menyesal dengan semuanya?” tanya pria itu lagi.

“Memangnya sejak awal aku punya kesempatan untuk memilih?” tanya Jena balik.

Malik menghela napas, mengangguk-angguk kan kepala sejenak menyetujui ucapan gadis itu. Yah, memang sejak awal Jena tidak diberi kesempatan untuk memutuskan. Ia bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya.

“Wildan memang seperti itu, dia suka sekali bertingkah semaunya. Apa yang ia inginkan harus ia miliki bagaimanapun caranya,” papar Malik dengan suara lirih.

“Termasuk merusak hidup orang lain? Apa itu yang selalu orang-orang kaya seperti kalian lakukan?”

Malik terdiam, ia bisa melihat buku-buku jari Jena yang menggengam tongkat mulai memutih. Dan sedikit dalam benak pria itu merasa kasihan dengan apa yang terjadi pada gadis itu.

“Tidak, bukan seperti itu. Wildan tidak bermaksud untuk merusak hidupmu, dia hanya….”

“Hanya apa? Apa kalian tahu apa yang aku alami sebelumnya sampai akhirnya aku terdampar di rumah bordil dan dibeli olehnya? Awalnya ku pikir terdampar di sana adalah jalan keluar untukku bisa merasa sedikit bebas, bisa sedikit merasa lega. Tapi ku rasa aku salah, hidupku memang tidak pernah ditakdirkan untuk bisa bernapas lega, bahkan hanya sekadar untuk berharap pun aku harus tahu diri.”

Terjadi keheningan sejenak, tangan Malik terangkat hendak mengusap air mata yang menetes di ujung mata Jena, namun pria itu memilih mengurungkan niatnya dan menarik kembali tangannya.

“Apa menurutmu bertemu denganku adalah salah satu kesialan di hidupmu?”

Tubuh Jena menegang. Suara yang berasal dari arah belakang itu terdengar rendah juga dingin, Wildan berjalan mendekat, duduk berjongkok di depan Jena yang masih belum bereaksi apapun.

“Tolong tinggalkan kami,” titah Wildan tanpa menatap ke arah Malik.

Mengerti, pria dengan kemeja berwarna coklat itu mengangguk dan berjalan keluar ruangan.

Wildan menggenggam tangan Jena erat, pria itu menunduk sesaat, menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan.

“Jena, aku tidak tahu ketakutan apa yang membuatmu merasa jika menikah denganku adalah sesuatu hal yang buruk. Tapi aku bisa memastikan jika apa yang ku lakukan sekarang adalah yang terbaik untukmu,” Ucap Wildan lirih.

“Terbaik? Dengan cara memaksakan kehendak mu pada hidup orang lain? Jika kau benar-benar mencintaiku seperti apa yang kau katakan sebelumnya, maka tolong bebaskan aku. Biarkan aku menjalani kehidupanku sendiri,” sahut Jena.

Lagi-lagi Wildan menghela napas, ia masih mencoba sabar dan menjelaskan pada Jena jika apa yang dilakukannya sekarang juga demi kebaikan gadis itu sendiri.

“Tidak bisa. Aku tidak bisa melakukannya, suka ataupun tidak kau harus tetap menjadi istriku dan itu adalah keputusan mutlak.”

“Tapi kenapa? Kau bisa mendapatkan….”

Ucapan Jena tertahan begitu ia merasakan benda kenyal dan basah mendarat di atas bibirnya. Tidak lama ciuman itu terlepas dan Jena bisa merasakan hela napas Wildan ketika pria itu berbicara tepat di depan wajahnya.

“Karena aku hanya menginginkan mu. Aku tidak mau yang lain, dan aku melakukan semuanya demi kebaikanmu.”

Bab terkait

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   05

    Suasana dalam mobil terasa begitu canggung. Sudah sekitar lima menit lalu hanya terdengar sayup-sayup suara deru kendaraan diantara tiga orang dewasa itu.Jena yang duduk di bangku belakang bersama Wildan hanya bisa terdiam dengan tangan yang menggenggam tongkat erat-erat. Wajahnya ia palingkan ke arah jalan meski dirinya tidak.bisa melihat bagaimana kondisi jalanan saat ini.“Malik, turunkan aku di depan sana. Kau bisa mengantar Jena pulang lebih dulu, aku akan mengurus sesuatu terlebih dulu,” kata Wildan yang sejak tadi sibuk berkutat dengan ponselnya.Malik yang bertugas mengemudi hanya mengangguk. Sesekali pria itu melirik ke arah Jena melalui spion tengah dengan wajah khawatir.Tidak lama kemudian mobil berhenti di depan sebuah toko dua puluh empat jam, Wildan turun dengan tergesa dan memberhentikan sebuah taksi kemudian.Mobil kembali melaju, masih tidak ada satupun diantara mereka yang berniat membuka obrolan lebih dulu. Malik menghela napas, ia tahu suasana hati Jena sedang bu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   06

    Pukul sepuluh malam setelah Wildan mengantarkan Jena ke dalam kamarnya. Pria itu menutup pintu dan tersenyum miring begitu mendapati Malik yang sudah berdiri tidak jauh darinya.Ia mendekati pria itu dengan dua tangan yang tersilang di depan dada.“Ada apa?” Tanyanya santai.“Ikut aku,” kata Malik berjalan pergi yang diikuti Wildan di belakangnya.Dua pria dewasa itu berdiri di luar rumah, Malik terlihat gelisah sementara Wildan terlihat biasa saja.“Apa maksudnya dengan memperkenalkan Jena kepada keluarga? Kau gila?!” Sentak Malik keras.Wildan hanya menyenderkan tubuhnya di pagar, ia sama sekali terlihat tidak terlalu peduli dengan ucapan Malik yang sedang memperingatkannya soal apa yang mungkin saja terjadi jika dirinya benar-benar mengenalkan Jena kepada keluarga.“Memangnya kenapa? Bukankah setelah menikah denganku, Jena juga menjadi bagian dari keluarga Aditama?” Tidak ada keraguan sedikitpun dari ucapan Wildan. Pria itu terdengar begitu percaya diri dengan setiap perkataan yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   07

    Gadis yang dipanggil dengan nama Nesa itu tersenyum ke arah Wildan.“Hai, Wildan,” Sapanya lembut.Tidak ada reaksi dari si pria, ia justru mengeratkan genggamannya pada tangan Jena yang hanya bisa diam kebingungan.“Astaga, Nesa, sayangku. Kau datang tepat waktu,” hambur Tante Lestari memeluk Nesa.Wanita itu sempat melirik sekilas ke arah Jena sebelum menuntun Nesa untuk duduk diantara dirinya dan sang Nenek.“Kau datang tepat waktu, sayang. Kami mengundangmu ke mari untuk membahas perjodohanmu dengan Wildan,” ucap Tante Lestari lagi.Wildan melotot, ia menatap geram ke arah sang tante yang sepertinya tidak memedulikan hal itu. Sebelah tangannya yang bebas mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.“Tante, bukankah baru saja ku kenalkan Jena sebagai istriku. Lalu apa maksudnya dengan perjodohan? Apa tante sudah tidak waras?” ucap Wildan tanpa segan.Tante Lestari terlihat geram, baru saja wanita itu hendak menyahut, suara Nesa lebih dulu terdengar.“Istri? Kau sudah menikah, Wildan?

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   01

    Gedung tinggi menjulang dengan beragam penjagaan ketat itu terlihat begitu megah. Suasana keras dengan diiringi musik yang terus mengalun, mengiringi tiap gerakan para tamu yang tengah asyik berjoget di lantai dansa.Tidak lama kemudian datang sebuah mobil mewah, seorang pria berkepala pelontos dengan badan besar segera beranjak dan membuka pintu.Sepatu kulit mahal berwarna hitam tampak mengkilat. Disusul kemudian sang empunya membenahi tampilan jas hitam mahal yang melekat pada tubuh tinggi tegap itu.Rambut hitam legam yang ditata model coma kian menambah kesan tampan rupawan pada wajahnya. Rahang yang tegas, sorot mata tajam yang seakan bisa membunuh siapa saja hanya dengan sekali tatap.Langkahnya tegas, seorang wanita dengan dress merah panjang itu menyambut si pria dengan ramah. Lipstik merah yang menyapu bibirnya terlihat begitu kontras dengan wajahnya yang terlihat begitu putih akibat sapuan foundation.“Selamat malam, Tuan. Selamat datang di tempat kami. Saya merasa begitu t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   02

    Wildan benar-benar menepati ucapannya. Ia membayar sejumlah besar uang kepada Nyonya pemilik rumah bordil demi bisa membawa Jena pulang bersamanya.Dengan langkah pelan, Pria itu menuntun si gadis berjalan menuju sebuah mobil mewah yang sudah terparkir apik di depan bangunan.Seorang pria berbadan tegap dengan kulit tan sudah menunggu keduanya. Ia dengan sigap segera membuka pintu bagian penumpang dan membantu Jena untuk naik ke dalam mobil.Gadis itu sejak tadi hanya diam. Dadanya bergemuruh, degub jantung yang terdengar sama seperti langkah kaki kuda saat berada di lapangan pacu. Begitu cepat dan tidak terkendali.Tangannya yang berada dalam genggaman erat Wildan terasa berkeringat, pun dengan dahinya yang sudah ditumbuhi keringat sebesar biji jagung, membuat si pria yang duduk di sebelahnya kembali terkekeh dengan suara lirih.Tanpa mengenal kata canggung, malu ataupun risih. Wildan mengangkat sebelah tangannya, mengelap dahi Jena dengan lembut, menyapu keringat dingin gadis itu.G

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   03

    Pagi menjelang layaknya roller coaster. Sinar matahari mulai mengintip dari celah gorden berwarna putih bersamaan dengan terbukanya pintu kayu itu.Wildan terdiam melihat Malik yang masih setia menemani Jena. Keduanya terlelap dengan Malik yang terduduk di samping ranjang dengan dua tangan yang terlilit di atas perut.Perhatian Wildan kembali teralih pada Jena. Pria itu mendekat, duduk di sisi ranjang yang lain dan memperhatikan gadisnya lekat-lekat.Tangan besarnya terangkat, menghapus jejak air mata di sudut mata gadis itu dengan ibu jadinya.“Eungh.”Terdengar leguhan tidak nyaman dari Jena. Gadis itu mulai membuka mata, sedikit menggeliat dan tanpa sadar hal itu membuat sedikit sudut bibir Wildan terangkat.“Malik?”Suara gadis itu serak. Ia meraba ke arah samping dan menggengam tangan Wildan yang Ia kira sebagai Malik.“Kau masih di sini? Terima kasih sudah menenangkan ku dan menemaniku semalam,” katanya lembut.Wildan tidak bereaksi apa-apa, Ia hanya menatap manik mata Jena yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11

Bab terbaru

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   07

    Gadis yang dipanggil dengan nama Nesa itu tersenyum ke arah Wildan.“Hai, Wildan,” Sapanya lembut.Tidak ada reaksi dari si pria, ia justru mengeratkan genggamannya pada tangan Jena yang hanya bisa diam kebingungan.“Astaga, Nesa, sayangku. Kau datang tepat waktu,” hambur Tante Lestari memeluk Nesa.Wanita itu sempat melirik sekilas ke arah Jena sebelum menuntun Nesa untuk duduk diantara dirinya dan sang Nenek.“Kau datang tepat waktu, sayang. Kami mengundangmu ke mari untuk membahas perjodohanmu dengan Wildan,” ucap Tante Lestari lagi.Wildan melotot, ia menatap geram ke arah sang tante yang sepertinya tidak memedulikan hal itu. Sebelah tangannya yang bebas mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.“Tante, bukankah baru saja ku kenalkan Jena sebagai istriku. Lalu apa maksudnya dengan perjodohan? Apa tante sudah tidak waras?” ucap Wildan tanpa segan.Tante Lestari terlihat geram, baru saja wanita itu hendak menyahut, suara Nesa lebih dulu terdengar.“Istri? Kau sudah menikah, Wildan?

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   06

    Pukul sepuluh malam setelah Wildan mengantarkan Jena ke dalam kamarnya. Pria itu menutup pintu dan tersenyum miring begitu mendapati Malik yang sudah berdiri tidak jauh darinya.Ia mendekati pria itu dengan dua tangan yang tersilang di depan dada.“Ada apa?” Tanyanya santai.“Ikut aku,” kata Malik berjalan pergi yang diikuti Wildan di belakangnya.Dua pria dewasa itu berdiri di luar rumah, Malik terlihat gelisah sementara Wildan terlihat biasa saja.“Apa maksudnya dengan memperkenalkan Jena kepada keluarga? Kau gila?!” Sentak Malik keras.Wildan hanya menyenderkan tubuhnya di pagar, ia sama sekali terlihat tidak terlalu peduli dengan ucapan Malik yang sedang memperingatkannya soal apa yang mungkin saja terjadi jika dirinya benar-benar mengenalkan Jena kepada keluarga.“Memangnya kenapa? Bukankah setelah menikah denganku, Jena juga menjadi bagian dari keluarga Aditama?” Tidak ada keraguan sedikitpun dari ucapan Wildan. Pria itu terdengar begitu percaya diri dengan setiap perkataan yan

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   05

    Suasana dalam mobil terasa begitu canggung. Sudah sekitar lima menit lalu hanya terdengar sayup-sayup suara deru kendaraan diantara tiga orang dewasa itu.Jena yang duduk di bangku belakang bersama Wildan hanya bisa terdiam dengan tangan yang menggenggam tongkat erat-erat. Wajahnya ia palingkan ke arah jalan meski dirinya tidak.bisa melihat bagaimana kondisi jalanan saat ini.“Malik, turunkan aku di depan sana. Kau bisa mengantar Jena pulang lebih dulu, aku akan mengurus sesuatu terlebih dulu,” kata Wildan yang sejak tadi sibuk berkutat dengan ponselnya.Malik yang bertugas mengemudi hanya mengangguk. Sesekali pria itu melirik ke arah Jena melalui spion tengah dengan wajah khawatir.Tidak lama kemudian mobil berhenti di depan sebuah toko dua puluh empat jam, Wildan turun dengan tergesa dan memberhentikan sebuah taksi kemudian.Mobil kembali melaju, masih tidak ada satupun diantara mereka yang berniat membuka obrolan lebih dulu. Malik menghela napas, ia tahu suasana hati Jena sedang bu

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   04

    Dua hari berlalu dengan normal. Keseharian Jena masih sering ditemani Malik, terkadang Wildan juga menghabiskan waktu bersama gadis itu di sela-sela kesibukannya.Namun entah mengapa, Jena merasa lebih nyaman saat bersama dengan Malik. Selain karena pria itu lebih bisa mengerti dirinya, sikap Malik juga tidak semesum Wildan yang suka tiba-tiba mencuri ciuman di bibirnya ataupun mengigit telinganya tanpa permisi.Pagi ini suasana terlalu damai daripada biasanya. Dengan bantuan tongkat yang diberikan Wildan, Jena melangkah keluar kamar dengan hati-hati.Sesekali gadis itu memanggil nama Malik, berharap pria itu ada di sekitarnya. Namun sayang, suasana pagi itu benar-benar hening, seperti tidak ada orang lain selain dirinya.“Kemana mereka?” gumam Jena lirih.“Mencariku?” bisikkan lirih dengan suara berat itu membuat Jena terperanjat.Hampir saja ia melayangkan tongkat yang dipegangnya ke sembarang arah, sebelum dengan gesit Wildan menahan tangannya.“Santai, cantik. Ini aku, calon suami

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   03

    Pagi menjelang layaknya roller coaster. Sinar matahari mulai mengintip dari celah gorden berwarna putih bersamaan dengan terbukanya pintu kayu itu.Wildan terdiam melihat Malik yang masih setia menemani Jena. Keduanya terlelap dengan Malik yang terduduk di samping ranjang dengan dua tangan yang terlilit di atas perut.Perhatian Wildan kembali teralih pada Jena. Pria itu mendekat, duduk di sisi ranjang yang lain dan memperhatikan gadisnya lekat-lekat.Tangan besarnya terangkat, menghapus jejak air mata di sudut mata gadis itu dengan ibu jadinya.“Eungh.”Terdengar leguhan tidak nyaman dari Jena. Gadis itu mulai membuka mata, sedikit menggeliat dan tanpa sadar hal itu membuat sedikit sudut bibir Wildan terangkat.“Malik?”Suara gadis itu serak. Ia meraba ke arah samping dan menggengam tangan Wildan yang Ia kira sebagai Malik.“Kau masih di sini? Terima kasih sudah menenangkan ku dan menemaniku semalam,” katanya lembut.Wildan tidak bereaksi apa-apa, Ia hanya menatap manik mata Jena yang

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   02

    Wildan benar-benar menepati ucapannya. Ia membayar sejumlah besar uang kepada Nyonya pemilik rumah bordil demi bisa membawa Jena pulang bersamanya.Dengan langkah pelan, Pria itu menuntun si gadis berjalan menuju sebuah mobil mewah yang sudah terparkir apik di depan bangunan.Seorang pria berbadan tegap dengan kulit tan sudah menunggu keduanya. Ia dengan sigap segera membuka pintu bagian penumpang dan membantu Jena untuk naik ke dalam mobil.Gadis itu sejak tadi hanya diam. Dadanya bergemuruh, degub jantung yang terdengar sama seperti langkah kaki kuda saat berada di lapangan pacu. Begitu cepat dan tidak terkendali.Tangannya yang berada dalam genggaman erat Wildan terasa berkeringat, pun dengan dahinya yang sudah ditumbuhi keringat sebesar biji jagung, membuat si pria yang duduk di sebelahnya kembali terkekeh dengan suara lirih.Tanpa mengenal kata canggung, malu ataupun risih. Wildan mengangkat sebelah tangannya, mengelap dahi Jena dengan lembut, menyapu keringat dingin gadis itu.G

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   01

    Gedung tinggi menjulang dengan beragam penjagaan ketat itu terlihat begitu megah. Suasana keras dengan diiringi musik yang terus mengalun, mengiringi tiap gerakan para tamu yang tengah asyik berjoget di lantai dansa.Tidak lama kemudian datang sebuah mobil mewah, seorang pria berkepala pelontos dengan badan besar segera beranjak dan membuka pintu.Sepatu kulit mahal berwarna hitam tampak mengkilat. Disusul kemudian sang empunya membenahi tampilan jas hitam mahal yang melekat pada tubuh tinggi tegap itu.Rambut hitam legam yang ditata model coma kian menambah kesan tampan rupawan pada wajahnya. Rahang yang tegas, sorot mata tajam yang seakan bisa membunuh siapa saja hanya dengan sekali tatap.Langkahnya tegas, seorang wanita dengan dress merah panjang itu menyambut si pria dengan ramah. Lipstik merah yang menyapu bibirnya terlihat begitu kontras dengan wajahnya yang terlihat begitu putih akibat sapuan foundation.“Selamat malam, Tuan. Selamat datang di tempat kami. Saya merasa begitu t

DMCA.com Protection Status