Share

06

Author: Yeolsoo612
last update Last Updated: 2024-12-20 22:38:09

Pukul sepuluh malam setelah Wildan mengantarkan Jena ke dalam kamarnya. Pria itu menutup pintu dan tersenyum miring begitu mendapati Malik yang sudah berdiri tidak jauh darinya.

Ia mendekati pria itu dengan dua tangan yang tersilang di depan dada.

“Ada apa?” Tanyanya santai.

“Ikut aku,” kata Malik berjalan pergi yang diikuti Wildan di belakangnya.

Dua pria dewasa itu berdiri di luar rumah, Malik terlihat gelisah sementara Wildan terlihat biasa saja.

“Apa maksudnya dengan memperkenalkan Jena kepada keluarga? Kau gila?!” Sentak Malik keras.

Wildan hanya menyenderkan tubuhnya di pagar, ia sama sekali terlihat tidak terlalu peduli dengan ucapan Malik yang sedang memperingatkannya soal apa yang mungkin saja terjadi jika dirinya benar-benar mengenalkan Jena kepada keluarga.

“Memangnya kenapa? Bukankah setelah menikah denganku, Jena juga menjadi bagian dari keluarga Aditama?”

Tidak ada keraguan sedikitpun dari ucapan Wildan. Pria itu terdengar begitu percaya diri dengan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya.

“Kau yakin mereka akan menerimanya? Kau tahu bukan….”

Perkataan Malik tertahan lebih dulu sewaktu Wildan menyelanya lebih dulu. Pria itu berdiri, menatap sang sahabat dengan tatapan tajam nun datarnya.

“Aku tidak peduli dengan pendapat mereka, Malik. Menerima atau tidak, itu bukan urusanku. Aku hanya ingin mengenalkan Jena pada mereka karena saat ini dirinya juga menjadi bagian dari keluarga Aditama, lagipula sejak kapan aku peduli dengan ucapan orang lain?”

Malik tidak menyahut, pria itu hanya bisa menghela napas begitu mendengar perkataan Wildan dengan nada tegas.

Jika ia sudah berkata seperti itu, artinya tidak ada seorang pun yang bisa mengubah keputusan Wildan. Ia akan tetap melakukannya apapun yang terjadi.

Pagi datang dengan cepat. Jena bangun lebih awal dari biasanya, ia merasa canggung dan gugup karena akan bertemu dengan keluarga Wildan.

Yah, mau bagaimanapun juga Jena tidak ingin mempermalukan Wildan di depan keluarganya, pun dengan dirinya sendiri.

Gadis itu berjalan pelan ke arah meja makan, di sana sudah ada Malik yang sedang menyiapkan makanan.

“Kau mau sarapan?” Malik bertanya.

Jena duduk dengan lesu, ia menggeleng kecil sebagai jawaban.

“Aku tidak lapar.”

Malik mendekat, duduk di samping Jena dengan raut wajah khawatir.

“Kau baik-baik saja?”

“Aku baik, aku hanya…. Gugup,” sahutnya lirih.

“Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja. Wildan akan menjagamu,” hibur Malik.

Saat itu, Wildan berjalan masuk ke ruang makan. Pria itu berkata sembari mengancing lengan kemeja yang ia gunakan.

“Hari ini kita akan bertemu dengan keluarga besar Aditama, mereka akan menyambutmu dengan hangat, Jena,” katanya mencuri sebuah ciuman di pipi kanan gadis itu.

Jena merasa tidak yakin, ia masih belum siap untuk bertemu keluarga besar Wildan.

“Tenang saja, aku akan menjagamu. Akan ku pastikan semuanya baik-baik saja,” kata Wildan sambil memegang tangan Jena erat-erat.

Jena masih terdiam, dalam hati gadis itu membatin semoga apa yang dikatakan Wildan benar-benar terjadi.

***

Wildan dan Jena tiba di rumah keluarga Aditama, siap menghadapi pertemuan keluarga besar. Jena merasa gugup, khawatir tidak diterima karena kekurangannya.

Jena merasa gugup saat memasuki rumah keluarga Aditama. Wildan memegang tangannya, tapi Jena segera melepaskannya. Ia tidak ingin menunjukkan keintiman di depan keluarga Wildan.

“Jangan gugup, ada aku,” kata Wildan menenangkan.

Keduanya berjalan masuk ke dalam rumah. Ketika mereka memasuki ruang tamu, semua mata terfokus pada Jena.

Mereka semua memerhatikan gadis itu dari atas ke bawah dan mengulanginya beberapa kali.

"Siapa gadis ini?" tanya seorang wanita dengan nada sinis.

Wildan tersenyum. "Ini Jena, istriku.”

Wanita dengan baju terusan berwarna maroon itu mengangkat alis. "Istri? Bibi tidak tahu kau sudah menikah.”

Jena merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut. Ia mulai merasa bahwa keputusannya setuju untuk bertemu dengan keluarga Wildan adalah salah.

Kelihatannya keluarga Aditama tidak menerima kehadirannya di sana.

Nenek Aditama, seorang wanita berusia lanjut dengan wajah serius, langsung menyerang.

Wildan, apa yang kau lakukan? Kau membawa gadis buta ke keluarga kita?" tanya Nenek Aditama dengan nada keras.

Bibinya, Tante Lestari, melanjutkan, "Ya, Wildan, kau harus memikirkan nama baik keluarga kita. Kau tidak bisa menikah dengan sembarang orang, apalagi dia… cacat.”

Wildan yang tidak Terima mendengar keluarganya menghina Jena langsung melawan.

"Kalian tidak memiliki hak untuk memutuskan siapa harus ku nikahi! Jena adalah istriku, dia juga sudah menjadi bagian dari keluarga Aditama, dan aku tidak akan membiarkan kalian menghina dia.”

Tante Lestari berbicara dengan nada sinis, "Wildan, kau benar-benar gila. Gadis ini tidak bisa memberikan apa-apa, dia hanya akan menyulitkan mu."

Wildan marah, genggaman tangan pria itu pada Jena menjadi semakin mengerat.

"Cukup! Kalian tidak mengerti apa yang aku rasakan. Jena adalah bagian dari hidupku, dan aku tidak akan membiarkan kalian menghinanya.”

Jena merasa sedih mendengar reaksi keluarga Wildan. Meski sebenarnya ia sudah menduganya, namun ketika hal itu benar-benar terjadi, sudut kecil dalam benaknya merasa terluka.

Malik, yang berdiri di belakang, menggaruk kepala. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya bisa menatap kasihan ke arah Jena yang hanya bisa menundukkan kepala dalam-dalam.

“Wildan, kau harus memikirkan reputasi keluarga kita! Kau tidak bisa menikah dengan sembarang orang, apalagi dia. Gadis itu benar-benar tidak layak buatmu,” ucap Tante Lestari lagi.

Sang Nenek menambahkan, "Ya, Wildan, kau harus memikirkan masa depanmu. Gadis ini tidak bisa menjadi bagian dari keluarga Aditama, kalian tidak bisa bersama.”

Malik yang sejak tadi hanya menyimak, berbicara dengan nada tenang. "Tante, Nenek, tolong jangan terlalu keras. Jena sudah merasa tidak nyaman.”

Tante Lestari menatap Malik dengan tajam. "Kau tidak mengerti, Malik. Ini tentang nama baik keluarga kami.”

Pak Aditama memasuki ruangan. Pria dengan setelan jas lengkap itu juga terlihat keberatan dengan kehadiran Jena diantara mereka.

"Cukup! Ini sudah cukup. Wildan, kau harus memikirkan kebaikan keluarga kita. Berhentilah berbuat onar dan sadar dengan posisimu.”

Wildan menghela napas kasar. "Aku tidak peduli. Aku sudah menikah dengan Jena dan akan melindunginya. Lagipula aku juga tidak peduli apa yang kalian katakan, kehadiran kami di sini hanya ingin memperkenalkan Jena sebagai bagian dari keluarga Aditama karena rasa hormatku pada Kakek.”

Pak Aditama terlihat geram, pria itu menunjuk sang Putera dengan wajah memerah marah.

“Kau…. Kurang ajar!”

Baru saja Wildan hendak menjawab kembali. Cengkraman tangan Jena di lengan Wildan menguat, membuat pria itu menoleh dan sadar dengan apa yang gadis itu rasakan.

Wildan memandang Jena dengan lembut. "Jangan khawatir, aku ada di sini untuk melindungimu,” bisiknya lirih.

Jena merasa sedikit lega dengan kata-kata Wildan. Untuk sementara ini ia akan mempercayai perkataan pria itu.

Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dan seorang gadis muda masuk. Gadis itu memiliki rambut hitam panjang dan mata coklat cerah.

“Maaf, aku terlambat,” katanya.

“Nesa?”

Related chapters

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   07

    Gadis yang dipanggil dengan nama Nesa itu tersenyum ke arah Wildan.“Hai, Wildan,” Sapanya lembut.Tidak ada reaksi dari si pria, ia justru mengeratkan genggamannya pada tangan Jena yang hanya bisa diam kebingungan.“Astaga, Nesa, sayangku. Kau datang tepat waktu,” hambur Tante Lestari memeluk Nesa.Wanita itu sempat melirik sekilas ke arah Jena sebelum menuntun Nesa untuk duduk diantara dirinya dan sang Nenek.“Kau datang tepat waktu, sayang. Kami mengundangmu ke mari untuk membahas perjodohanmu dengan Wildan,” ucap Tante Lestari lagi.Wildan melotot, ia menatap geram ke arah sang tante yang sepertinya tidak memedulikan hal itu. Sebelah tangannya yang bebas mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.“Tante, bukankah baru saja ku kenalkan Jena sebagai istriku. Lalu apa maksudnya dengan perjodohan? Apa tante sudah tidak waras?” ucap Wildan tanpa segan.Tante Lestari terlihat geram, baru saja wanita itu hendak menyahut, suara Nesa lebih dulu terdengar.“Istri? Kau sudah menikah, Wildan?

    Last Updated : 2025-01-03
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   01

    Gedung tinggi menjulang dengan beragam penjagaan ketat itu terlihat begitu megah. Suasana keras dengan diiringi musik yang terus mengalun, mengiringi tiap gerakan para tamu yang tengah asyik berjoget di lantai dansa.Tidak lama kemudian datang sebuah mobil mewah, seorang pria berkepala pelontos dengan badan besar segera beranjak dan membuka pintu.Sepatu kulit mahal berwarna hitam tampak mengkilat. Disusul kemudian sang empunya membenahi tampilan jas hitam mahal yang melekat pada tubuh tinggi tegap itu.Rambut hitam legam yang ditata model coma kian menambah kesan tampan rupawan pada wajahnya. Rahang yang tegas, sorot mata tajam yang seakan bisa membunuh siapa saja hanya dengan sekali tatap.Langkahnya tegas, seorang wanita dengan dress merah panjang itu menyambut si pria dengan ramah. Lipstik merah yang menyapu bibirnya terlihat begitu kontras dengan wajahnya yang terlihat begitu putih akibat sapuan foundation.“Selamat malam, Tuan. Selamat datang di tempat kami. Saya merasa begitu t

    Last Updated : 2024-12-11
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   02

    Wildan benar-benar menepati ucapannya. Ia membayar sejumlah besar uang kepada Nyonya pemilik rumah bordil demi bisa membawa Jena pulang bersamanya.Dengan langkah pelan, Pria itu menuntun si gadis berjalan menuju sebuah mobil mewah yang sudah terparkir apik di depan bangunan.Seorang pria berbadan tegap dengan kulit tan sudah menunggu keduanya. Ia dengan sigap segera membuka pintu bagian penumpang dan membantu Jena untuk naik ke dalam mobil.Gadis itu sejak tadi hanya diam. Dadanya bergemuruh, degub jantung yang terdengar sama seperti langkah kaki kuda saat berada di lapangan pacu. Begitu cepat dan tidak terkendali.Tangannya yang berada dalam genggaman erat Wildan terasa berkeringat, pun dengan dahinya yang sudah ditumbuhi keringat sebesar biji jagung, membuat si pria yang duduk di sebelahnya kembali terkekeh dengan suara lirih.Tanpa mengenal kata canggung, malu ataupun risih. Wildan mengangkat sebelah tangannya, mengelap dahi Jena dengan lembut, menyapu keringat dingin gadis itu.G

    Last Updated : 2024-12-11
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   03

    Pagi menjelang layaknya roller coaster. Sinar matahari mulai mengintip dari celah gorden berwarna putih bersamaan dengan terbukanya pintu kayu itu.Wildan terdiam melihat Malik yang masih setia menemani Jena. Keduanya terlelap dengan Malik yang terduduk di samping ranjang dengan dua tangan yang terlilit di atas perut.Perhatian Wildan kembali teralih pada Jena. Pria itu mendekat, duduk di sisi ranjang yang lain dan memperhatikan gadisnya lekat-lekat.Tangan besarnya terangkat, menghapus jejak air mata di sudut mata gadis itu dengan ibu jadinya.“Eungh.”Terdengar leguhan tidak nyaman dari Jena. Gadis itu mulai membuka mata, sedikit menggeliat dan tanpa sadar hal itu membuat sedikit sudut bibir Wildan terangkat.“Malik?”Suara gadis itu serak. Ia meraba ke arah samping dan menggengam tangan Wildan yang Ia kira sebagai Malik.“Kau masih di sini? Terima kasih sudah menenangkan ku dan menemaniku semalam,” katanya lembut.Wildan tidak bereaksi apa-apa, Ia hanya menatap manik mata Jena yang

    Last Updated : 2024-12-11
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   04

    Dua hari berlalu dengan normal. Keseharian Jena masih sering ditemani Malik, terkadang Wildan juga menghabiskan waktu bersama gadis itu di sela-sela kesibukannya.Namun entah mengapa, Jena merasa lebih nyaman saat bersama dengan Malik. Selain karena pria itu lebih bisa mengerti dirinya, sikap Malik juga tidak semesum Wildan yang suka tiba-tiba mencuri ciuman di bibirnya ataupun mengigit telinganya tanpa permisi.Pagi ini suasana terlalu damai daripada biasanya. Dengan bantuan tongkat yang diberikan Wildan, Jena melangkah keluar kamar dengan hati-hati.Sesekali gadis itu memanggil nama Malik, berharap pria itu ada di sekitarnya. Namun sayang, suasana pagi itu benar-benar hening, seperti tidak ada orang lain selain dirinya.“Kemana mereka?” gumam Jena lirih.“Mencariku?” bisikkan lirih dengan suara berat itu membuat Jena terperanjat.Hampir saja ia melayangkan tongkat yang dipegangnya ke sembarang arah, sebelum dengan gesit Wildan menahan tangannya.“Santai, cantik. Ini aku, calon suami

    Last Updated : 2024-12-14
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   05

    Suasana dalam mobil terasa begitu canggung. Sudah sekitar lima menit lalu hanya terdengar sayup-sayup suara deru kendaraan diantara tiga orang dewasa itu.Jena yang duduk di bangku belakang bersama Wildan hanya bisa terdiam dengan tangan yang menggenggam tongkat erat-erat. Wajahnya ia palingkan ke arah jalan meski dirinya tidak.bisa melihat bagaimana kondisi jalanan saat ini.“Malik, turunkan aku di depan sana. Kau bisa mengantar Jena pulang lebih dulu, aku akan mengurus sesuatu terlebih dulu,” kata Wildan yang sejak tadi sibuk berkutat dengan ponselnya.Malik yang bertugas mengemudi hanya mengangguk. Sesekali pria itu melirik ke arah Jena melalui spion tengah dengan wajah khawatir.Tidak lama kemudian mobil berhenti di depan sebuah toko dua puluh empat jam, Wildan turun dengan tergesa dan memberhentikan sebuah taksi kemudian.Mobil kembali melaju, masih tidak ada satupun diantara mereka yang berniat membuka obrolan lebih dulu. Malik menghela napas, ia tahu suasana hati Jena sedang bu

    Last Updated : 2024-12-16

Latest chapter

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   07

    Gadis yang dipanggil dengan nama Nesa itu tersenyum ke arah Wildan.“Hai, Wildan,” Sapanya lembut.Tidak ada reaksi dari si pria, ia justru mengeratkan genggamannya pada tangan Jena yang hanya bisa diam kebingungan.“Astaga, Nesa, sayangku. Kau datang tepat waktu,” hambur Tante Lestari memeluk Nesa.Wanita itu sempat melirik sekilas ke arah Jena sebelum menuntun Nesa untuk duduk diantara dirinya dan sang Nenek.“Kau datang tepat waktu, sayang. Kami mengundangmu ke mari untuk membahas perjodohanmu dengan Wildan,” ucap Tante Lestari lagi.Wildan melotot, ia menatap geram ke arah sang tante yang sepertinya tidak memedulikan hal itu. Sebelah tangannya yang bebas mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.“Tante, bukankah baru saja ku kenalkan Jena sebagai istriku. Lalu apa maksudnya dengan perjodohan? Apa tante sudah tidak waras?” ucap Wildan tanpa segan.Tante Lestari terlihat geram, baru saja wanita itu hendak menyahut, suara Nesa lebih dulu terdengar.“Istri? Kau sudah menikah, Wildan?

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   06

    Pukul sepuluh malam setelah Wildan mengantarkan Jena ke dalam kamarnya. Pria itu menutup pintu dan tersenyum miring begitu mendapati Malik yang sudah berdiri tidak jauh darinya.Ia mendekati pria itu dengan dua tangan yang tersilang di depan dada.“Ada apa?” Tanyanya santai.“Ikut aku,” kata Malik berjalan pergi yang diikuti Wildan di belakangnya.Dua pria dewasa itu berdiri di luar rumah, Malik terlihat gelisah sementara Wildan terlihat biasa saja.“Apa maksudnya dengan memperkenalkan Jena kepada keluarga? Kau gila?!” Sentak Malik keras.Wildan hanya menyenderkan tubuhnya di pagar, ia sama sekali terlihat tidak terlalu peduli dengan ucapan Malik yang sedang memperingatkannya soal apa yang mungkin saja terjadi jika dirinya benar-benar mengenalkan Jena kepada keluarga.“Memangnya kenapa? Bukankah setelah menikah denganku, Jena juga menjadi bagian dari keluarga Aditama?” Tidak ada keraguan sedikitpun dari ucapan Wildan. Pria itu terdengar begitu percaya diri dengan setiap perkataan yan

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   05

    Suasana dalam mobil terasa begitu canggung. Sudah sekitar lima menit lalu hanya terdengar sayup-sayup suara deru kendaraan diantara tiga orang dewasa itu.Jena yang duduk di bangku belakang bersama Wildan hanya bisa terdiam dengan tangan yang menggenggam tongkat erat-erat. Wajahnya ia palingkan ke arah jalan meski dirinya tidak.bisa melihat bagaimana kondisi jalanan saat ini.“Malik, turunkan aku di depan sana. Kau bisa mengantar Jena pulang lebih dulu, aku akan mengurus sesuatu terlebih dulu,” kata Wildan yang sejak tadi sibuk berkutat dengan ponselnya.Malik yang bertugas mengemudi hanya mengangguk. Sesekali pria itu melirik ke arah Jena melalui spion tengah dengan wajah khawatir.Tidak lama kemudian mobil berhenti di depan sebuah toko dua puluh empat jam, Wildan turun dengan tergesa dan memberhentikan sebuah taksi kemudian.Mobil kembali melaju, masih tidak ada satupun diantara mereka yang berniat membuka obrolan lebih dulu. Malik menghela napas, ia tahu suasana hati Jena sedang bu

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   04

    Dua hari berlalu dengan normal. Keseharian Jena masih sering ditemani Malik, terkadang Wildan juga menghabiskan waktu bersama gadis itu di sela-sela kesibukannya.Namun entah mengapa, Jena merasa lebih nyaman saat bersama dengan Malik. Selain karena pria itu lebih bisa mengerti dirinya, sikap Malik juga tidak semesum Wildan yang suka tiba-tiba mencuri ciuman di bibirnya ataupun mengigit telinganya tanpa permisi.Pagi ini suasana terlalu damai daripada biasanya. Dengan bantuan tongkat yang diberikan Wildan, Jena melangkah keluar kamar dengan hati-hati.Sesekali gadis itu memanggil nama Malik, berharap pria itu ada di sekitarnya. Namun sayang, suasana pagi itu benar-benar hening, seperti tidak ada orang lain selain dirinya.“Kemana mereka?” gumam Jena lirih.“Mencariku?” bisikkan lirih dengan suara berat itu membuat Jena terperanjat.Hampir saja ia melayangkan tongkat yang dipegangnya ke sembarang arah, sebelum dengan gesit Wildan menahan tangannya.“Santai, cantik. Ini aku, calon suami

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   03

    Pagi menjelang layaknya roller coaster. Sinar matahari mulai mengintip dari celah gorden berwarna putih bersamaan dengan terbukanya pintu kayu itu.Wildan terdiam melihat Malik yang masih setia menemani Jena. Keduanya terlelap dengan Malik yang terduduk di samping ranjang dengan dua tangan yang terlilit di atas perut.Perhatian Wildan kembali teralih pada Jena. Pria itu mendekat, duduk di sisi ranjang yang lain dan memperhatikan gadisnya lekat-lekat.Tangan besarnya terangkat, menghapus jejak air mata di sudut mata gadis itu dengan ibu jadinya.“Eungh.”Terdengar leguhan tidak nyaman dari Jena. Gadis itu mulai membuka mata, sedikit menggeliat dan tanpa sadar hal itu membuat sedikit sudut bibir Wildan terangkat.“Malik?”Suara gadis itu serak. Ia meraba ke arah samping dan menggengam tangan Wildan yang Ia kira sebagai Malik.“Kau masih di sini? Terima kasih sudah menenangkan ku dan menemaniku semalam,” katanya lembut.Wildan tidak bereaksi apa-apa, Ia hanya menatap manik mata Jena yang

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   02

    Wildan benar-benar menepati ucapannya. Ia membayar sejumlah besar uang kepada Nyonya pemilik rumah bordil demi bisa membawa Jena pulang bersamanya.Dengan langkah pelan, Pria itu menuntun si gadis berjalan menuju sebuah mobil mewah yang sudah terparkir apik di depan bangunan.Seorang pria berbadan tegap dengan kulit tan sudah menunggu keduanya. Ia dengan sigap segera membuka pintu bagian penumpang dan membantu Jena untuk naik ke dalam mobil.Gadis itu sejak tadi hanya diam. Dadanya bergemuruh, degub jantung yang terdengar sama seperti langkah kaki kuda saat berada di lapangan pacu. Begitu cepat dan tidak terkendali.Tangannya yang berada dalam genggaman erat Wildan terasa berkeringat, pun dengan dahinya yang sudah ditumbuhi keringat sebesar biji jagung, membuat si pria yang duduk di sebelahnya kembali terkekeh dengan suara lirih.Tanpa mengenal kata canggung, malu ataupun risih. Wildan mengangkat sebelah tangannya, mengelap dahi Jena dengan lembut, menyapu keringat dingin gadis itu.G

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   01

    Gedung tinggi menjulang dengan beragam penjagaan ketat itu terlihat begitu megah. Suasana keras dengan diiringi musik yang terus mengalun, mengiringi tiap gerakan para tamu yang tengah asyik berjoget di lantai dansa.Tidak lama kemudian datang sebuah mobil mewah, seorang pria berkepala pelontos dengan badan besar segera beranjak dan membuka pintu.Sepatu kulit mahal berwarna hitam tampak mengkilat. Disusul kemudian sang empunya membenahi tampilan jas hitam mahal yang melekat pada tubuh tinggi tegap itu.Rambut hitam legam yang ditata model coma kian menambah kesan tampan rupawan pada wajahnya. Rahang yang tegas, sorot mata tajam yang seakan bisa membunuh siapa saja hanya dengan sekali tatap.Langkahnya tegas, seorang wanita dengan dress merah panjang itu menyambut si pria dengan ramah. Lipstik merah yang menyapu bibirnya terlihat begitu kontras dengan wajahnya yang terlihat begitu putih akibat sapuan foundation.“Selamat malam, Tuan. Selamat datang di tempat kami. Saya merasa begitu t

DMCA.com Protection Status