Share

Gadis Buta Kesayangan Presdir
Gadis Buta Kesayangan Presdir
Author: Yeolsoo612

01

Author: Yeolsoo612
last update Last Updated: 2024-12-11 11:16:43

Gedung tinggi menjulang dengan beragam penjagaan ketat itu terlihat begitu megah. Suasana keras dengan diiringi musik yang terus mengalun, mengiringi tiap gerakan para tamu yang tengah asyik berjoget di lantai dansa.

Tidak lama kemudian datang sebuah mobil mewah, seorang pria berkepala pelontos dengan badan besar segera beranjak dan membuka pintu.

Sepatu kulit mahal berwarna hitam tampak mengkilat. Disusul kemudian sang empunya membenahi tampilan jas hitam mahal yang melekat pada tubuh tinggi tegap itu.

Rambut hitam legam yang ditata model coma kian menambah kesan tampan rupawan pada wajahnya. Rahang yang tegas, sorot mata tajam yang seakan bisa membunuh siapa saja hanya dengan sekali tatap.

Langkahnya tegas, seorang wanita dengan dress merah panjang itu menyambut si pria dengan ramah. Lipstik merah yang menyapu bibirnya terlihat begitu kontras dengan wajahnya yang terlihat begitu putih akibat sapuan foundation.

“Selamat malam, Tuan. Selamat datang di tempat kami. Saya merasa begitu terhormat kedatangan tamu spesial seperti anda,” ucapnya.

Senyum manis yang sejak tadi terumbar nyatanya tidak membuat si pria tertarik. Ia justru menatap acuh ke arah wanita itu, tidak peduli.

“Ku dengar kau punya barang baru malam ini,” katanya.

Si wanita bergaun merah terlihat antusias. Ia langsung saja mempersilahkan tamu istimewanya itu untuk segera naik ke lantai tiga.

“Tentu saja, Tuan. Anda sangat beruntung, karena anda adalah orang pertama yang akan melihat para candy baru itu,” katanya riang.

“Mari silakan.”

Rombongan tersebut berjalan ke arah lantai tiga. Di atas sana suara riuh music di lantai satu teredam, membuat suasana menjadi lebih nyaman.

Tidak ada kebisingan, pun dengan interior yang ada terlihat lebih simpel namun berkelas.

“Silakan duduk, saya akan memanggil para Candy terlebih dahulu,” kata si wanita.

Senyum di wajahnya masih belum juga mau pudar bahkan setelah ia beranjak dari sana.

Tidak lama kemudian wanita itu kembali datang. Namun ia tidak sendirian, di belakangnya ada tiga gadis muda dengan paras ayu yang mengikutinya.

Masing-masing dari mereka terlihat begitu cantik dengan kulit putih mulus tanpa cacat, rambut gelap berwarna coklat juga sapuan make up tipis yang membuat kecantikan mereka semakin menguar hebat.

Belum lagi pakaian yang mereka kenakan memamerkan lekuk tubuh indah para Candy tersebut yang membuat siapa saja yang melihatnya akan langsung terpesona.

“Bagaimana, Tuan. Apakah anda tertarik?” tanya si wanita tidak sabaran.

Ekspresi pria itu sama sekali tidak berubah. Sebelah kakinya yang terangkat di atas kaki lainnya sama sekali tidak tergerak sedikitpun. Dua tangannya yang tersemat apik di atas tangan sofa kulit berwarna coklat gelap itu tidak menunjukkan ketertarikan.

“Hanya ini?” katanya lirih.

“Ya?”

“Hanya ini yang kau punya? Tidak ada yang lain?”

“Eh, i-iya.”

“Cih, sama sekali tidak menarik. Percuma saja aku datang kemari.”

Sang Nyonya rumah bordir panik. Ia buru-buru mencegah salah satu tambang emasnya agar tidak beranjak dengan tangan kosong.

“Tunggu, Tuan. Sebenarnya…. Saya punya satu lagi. Hanya saja….”

Ucapannya menggantung. Wanita itu terlihat ragu untuk melanjutkan.

“Jika kau ragu, tidak perlu. Aku akan mencari di tempat lain.”

Baru saja pria itu hendak beranjak, lagi-lagi sang Nyonya rumah bordil menahannya.

“Tunggu, Tuan. Saya… saya punya seorang Candy lagi. Hanya saja…. Dia…. Cacat.”

Suara sang Nyonya melemah di akhir kalimat. Ia terlihat tidak begitu yakin saat mengatakannya.

“Apa katamu?”

“Ya, dia cacat. Dia… tidak bisa melihat. Buta.”

Suasana hening sejenak. Sang pria menghela napas, ia yang sebelumnya sudah akan beranjak kembali duduk di tempatnya. Sebelah tangannya terangkat, meminta sang Nyonya rumah untuk segera mengeluarkan gadis yang baru saja dikatakannya.

Meski pada awalnya meragu, namun pada akhirnya wanita berusia awal lima puluhan itu menurut. Ia datang dengan seorang gadis berperawakan mungil, rambutnya yang lurus sebahu ia biarkan tergerai bebas dengan poni tirai yang menutupi area dahi.

Dress selutut berwarna putih gading terlihat begitu cocok dengan dirinya. Matanya bulat dengan pipi berisi dan sedikit merona. Oh, jangan lupakan bibirnya yang terlihat berwarna merah muda alami, terlihat begitu menggiurkan untuk dikecup.

Lamunan Wildan buyar tatkala suara tongkat beradu dengan lantai marmer itu terasa menggelitik telinga. Gadis di depannya berjalan lirih dengan bantuan tongkat panjang, sementara matanya menatap kosong lurus ke arah depan.

“Namanya Jena, dia baru saja datang sore ini, Tuan. Tapi….”

Sang Nyonya berkata lirih, ia sempat melirik sekilas ke arah gadis muda di sebelahnya yang hanya bisa terdiam tanpa mengatakan sepatah katapun.

“Aku akan membawanya,” kata Wildan tanpa ragu.

Semua orang yang ada di sana terkejut. Tidak terkecuali dengan Jena sendiri. Gadis itu terlihat bertanya-tanya dengan sorot matanya.

Mengapa pria itu memilihnya? Padahal ia yakin 100% jika gadis-gadis lain yang ada di dekatnya saat ini jauh lebih cantik dan sexy ketimbang dirinya.

Pun, mereka normal. Bisa melihat, bukan seperti dirinya yang hanya bisa melihat kegelapan tanpa cahaya.

“Anda… serius?”

“Kenapa? Kau tidak mau melepasnya sekalipun aku akan membayar dengan harga tinggi?”

“Ah, tidak. Bukan seperti itu, hanya saja apa anda tidak salah? Maksudku… dia…”

“Tidak. Aku memilihnya. Dan itu adalah keputusan mutlak. Dia atau tidak sama sekali.”

Sang Nyonya tergagap. Ia tidak mungkin membantah Wildan Wisnu Aditama, ia tidak ingin nyawanya terbuang sia-sia.

“Baik. Saya akan segera menyiapkannya.”

“Tidak perlu. Biar aku saja yang mengurusnya sendiri.”

Tanpa mengatakan apapun, Wildan berjalan mendekat. Tubuh jangkungnya terlihat begitu kontras dengan tubuh Jena yang hanya sebatas dada pria itu.

Ia menyeringai, menatap lekat ke arah wajah manis Jena yang tersapu balutan riasan tipis yang terlihat begitu cocok untuknya.

Tanpa aba-aba, Wildan segera menarik pinggang Jena, membuat tubuh keduanya terhimpit satu sama lain seolah tidak berjarak.

Dengan jarak sedekat itu, Wildan bisa mencium wangi mawar yang menguar kuat dari tubuh si gadis. Ia menghirup aromanya kuat-kuat dan menyeringai.

Tidak sampai di sana, Wildan mengendus area sekitar leher Jena yang sudah menegang ketakutan. Gadis itu sama sekali tidak bergerak, tubuhnya kaku tanpa bisa memberikan perlawanan pada Wildan yang sudah sibuk dengan aktivitas menghirup aroma tubuh Jena dengan gerakan rakus.

Hampir saja sebuah desahan lolos dari sela bibir ranum Jena tatkala Wildan dengan iseng mengigit telinga sebelah kanannya.

Namun sekuat tenaga gadis itu menahan diri. Ia mengigit bibir bawahnya dan memejamkan mata dengan erat.

Wildan yang melihat hal tersebut terkekeh lirih. Suara pria itu terdengar rendah, membuat bulu kuduk Jena meremang seketika.

Apa yang dilakukan Wildan tidak berhenti di sana. Pria itu memberikan sebuah kecupan singkat di pipi sebelah kanan Jena yang hanya bisa pasrah, terkekeh sebentar dan membisikkan sesuatu di telinga si gadis dengan suara lirih dan dalam.

“Aku menemukanmu.”

Related chapters

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   02

    Wildan benar-benar menepati ucapannya. Ia membayar sejumlah besar uang kepada Nyonya pemilik rumah bordil demi bisa membawa Jena pulang bersamanya.Dengan langkah pelan, Pria itu menuntun si gadis berjalan menuju sebuah mobil mewah yang sudah terparkir apik di depan bangunan.Seorang pria berbadan tegap dengan kulit tan sudah menunggu keduanya. Ia dengan sigap segera membuka pintu bagian penumpang dan membantu Jena untuk naik ke dalam mobil.Gadis itu sejak tadi hanya diam. Dadanya bergemuruh, degub jantung yang terdengar sama seperti langkah kaki kuda saat berada di lapangan pacu. Begitu cepat dan tidak terkendali.Tangannya yang berada dalam genggaman erat Wildan terasa berkeringat, pun dengan dahinya yang sudah ditumbuhi keringat sebesar biji jagung, membuat si pria yang duduk di sebelahnya kembali terkekeh dengan suara lirih.Tanpa mengenal kata canggung, malu ataupun risih. Wildan mengangkat sebelah tangannya, mengelap dahi Jena dengan lembut, menyapu keringat dingin gadis itu.G

    Last Updated : 2024-12-11
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   03

    Pagi menjelang layaknya roller coaster. Sinar matahari mulai mengintip dari celah gorden berwarna putih bersamaan dengan terbukanya pintu kayu itu.Wildan terdiam melihat Malik yang masih setia menemani Jena. Keduanya terlelap dengan Malik yang terduduk di samping ranjang dengan dua tangan yang terlilit di atas perut.Perhatian Wildan kembali teralih pada Jena. Pria itu mendekat, duduk di sisi ranjang yang lain dan memperhatikan gadisnya lekat-lekat.Tangan besarnya terangkat, menghapus jejak air mata di sudut mata gadis itu dengan ibu jadinya.“Eungh.”Terdengar leguhan tidak nyaman dari Jena. Gadis itu mulai membuka mata, sedikit menggeliat dan tanpa sadar hal itu membuat sedikit sudut bibir Wildan terangkat.“Malik?”Suara gadis itu serak. Ia meraba ke arah samping dan menggengam tangan Wildan yang Ia kira sebagai Malik.“Kau masih di sini? Terima kasih sudah menenangkan ku dan menemaniku semalam,” katanya lembut.Wildan tidak bereaksi apa-apa, Ia hanya menatap manik mata Jena yang

    Last Updated : 2024-12-11
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   04

    Dua hari berlalu dengan normal. Keseharian Jena masih sering ditemani Malik, terkadang Wildan juga menghabiskan waktu bersama gadis itu di sela-sela kesibukannya.Namun entah mengapa, Jena merasa lebih nyaman saat bersama dengan Malik. Selain karena pria itu lebih bisa mengerti dirinya, sikap Malik juga tidak semesum Wildan yang suka tiba-tiba mencuri ciuman di bibirnya ataupun mengigit telinganya tanpa permisi.Pagi ini suasana terlalu damai daripada biasanya. Dengan bantuan tongkat yang diberikan Wildan, Jena melangkah keluar kamar dengan hati-hati.Sesekali gadis itu memanggil nama Malik, berharap pria itu ada di sekitarnya. Namun sayang, suasana pagi itu benar-benar hening, seperti tidak ada orang lain selain dirinya.“Kemana mereka?” gumam Jena lirih.“Mencariku?” bisikkan lirih dengan suara berat itu membuat Jena terperanjat.Hampir saja ia melayangkan tongkat yang dipegangnya ke sembarang arah, sebelum dengan gesit Wildan menahan tangannya.“Santai, cantik. Ini aku, calon suami

    Last Updated : 2024-12-14
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   05

    Suasana dalam mobil terasa begitu canggung. Sudah sekitar lima menit lalu hanya terdengar sayup-sayup suara deru kendaraan diantara tiga orang dewasa itu.Jena yang duduk di bangku belakang bersama Wildan hanya bisa terdiam dengan tangan yang menggenggam tongkat erat-erat. Wajahnya ia palingkan ke arah jalan meski dirinya tidak.bisa melihat bagaimana kondisi jalanan saat ini.“Malik, turunkan aku di depan sana. Kau bisa mengantar Jena pulang lebih dulu, aku akan mengurus sesuatu terlebih dulu,” kata Wildan yang sejak tadi sibuk berkutat dengan ponselnya.Malik yang bertugas mengemudi hanya mengangguk. Sesekali pria itu melirik ke arah Jena melalui spion tengah dengan wajah khawatir.Tidak lama kemudian mobil berhenti di depan sebuah toko dua puluh empat jam, Wildan turun dengan tergesa dan memberhentikan sebuah taksi kemudian.Mobil kembali melaju, masih tidak ada satupun diantara mereka yang berniat membuka obrolan lebih dulu. Malik menghela napas, ia tahu suasana hati Jena sedang bu

    Last Updated : 2024-12-16
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   06

    Pukul sepuluh malam setelah Wildan mengantarkan Jena ke dalam kamarnya. Pria itu menutup pintu dan tersenyum miring begitu mendapati Malik yang sudah berdiri tidak jauh darinya.Ia mendekati pria itu dengan dua tangan yang tersilang di depan dada.“Ada apa?” Tanyanya santai.“Ikut aku,” kata Malik berjalan pergi yang diikuti Wildan di belakangnya.Dua pria dewasa itu berdiri di luar rumah, Malik terlihat gelisah sementara Wildan terlihat biasa saja.“Apa maksudnya dengan memperkenalkan Jena kepada keluarga? Kau gila?!” Sentak Malik keras.Wildan hanya menyenderkan tubuhnya di pagar, ia sama sekali terlihat tidak terlalu peduli dengan ucapan Malik yang sedang memperingatkannya soal apa yang mungkin saja terjadi jika dirinya benar-benar mengenalkan Jena kepada keluarga.“Memangnya kenapa? Bukankah setelah menikah denganku, Jena juga menjadi bagian dari keluarga Aditama?” Tidak ada keraguan sedikitpun dari ucapan Wildan. Pria itu terdengar begitu percaya diri dengan setiap perkataan yan

    Last Updated : 2024-12-20
  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   07

    Gadis yang dipanggil dengan nama Nesa itu tersenyum ke arah Wildan.“Hai, Wildan,” Sapanya lembut.Tidak ada reaksi dari si pria, ia justru mengeratkan genggamannya pada tangan Jena yang hanya bisa diam kebingungan.“Astaga, Nesa, sayangku. Kau datang tepat waktu,” hambur Tante Lestari memeluk Nesa.Wanita itu sempat melirik sekilas ke arah Jena sebelum menuntun Nesa untuk duduk diantara dirinya dan sang Nenek.“Kau datang tepat waktu, sayang. Kami mengundangmu ke mari untuk membahas perjodohanmu dengan Wildan,” ucap Tante Lestari lagi.Wildan melotot, ia menatap geram ke arah sang tante yang sepertinya tidak memedulikan hal itu. Sebelah tangannya yang bebas mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.“Tante, bukankah baru saja ku kenalkan Jena sebagai istriku. Lalu apa maksudnya dengan perjodohan? Apa tante sudah tidak waras?” ucap Wildan tanpa segan.Tante Lestari terlihat geram, baru saja wanita itu hendak menyahut, suara Nesa lebih dulu terdengar.“Istri? Kau sudah menikah, Wildan?

    Last Updated : 2025-01-03

Latest chapter

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   07

    Gadis yang dipanggil dengan nama Nesa itu tersenyum ke arah Wildan.“Hai, Wildan,” Sapanya lembut.Tidak ada reaksi dari si pria, ia justru mengeratkan genggamannya pada tangan Jena yang hanya bisa diam kebingungan.“Astaga, Nesa, sayangku. Kau datang tepat waktu,” hambur Tante Lestari memeluk Nesa.Wanita itu sempat melirik sekilas ke arah Jena sebelum menuntun Nesa untuk duduk diantara dirinya dan sang Nenek.“Kau datang tepat waktu, sayang. Kami mengundangmu ke mari untuk membahas perjodohanmu dengan Wildan,” ucap Tante Lestari lagi.Wildan melotot, ia menatap geram ke arah sang tante yang sepertinya tidak memedulikan hal itu. Sebelah tangannya yang bebas mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.“Tante, bukankah baru saja ku kenalkan Jena sebagai istriku. Lalu apa maksudnya dengan perjodohan? Apa tante sudah tidak waras?” ucap Wildan tanpa segan.Tante Lestari terlihat geram, baru saja wanita itu hendak menyahut, suara Nesa lebih dulu terdengar.“Istri? Kau sudah menikah, Wildan?

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   06

    Pukul sepuluh malam setelah Wildan mengantarkan Jena ke dalam kamarnya. Pria itu menutup pintu dan tersenyum miring begitu mendapati Malik yang sudah berdiri tidak jauh darinya.Ia mendekati pria itu dengan dua tangan yang tersilang di depan dada.“Ada apa?” Tanyanya santai.“Ikut aku,” kata Malik berjalan pergi yang diikuti Wildan di belakangnya.Dua pria dewasa itu berdiri di luar rumah, Malik terlihat gelisah sementara Wildan terlihat biasa saja.“Apa maksudnya dengan memperkenalkan Jena kepada keluarga? Kau gila?!” Sentak Malik keras.Wildan hanya menyenderkan tubuhnya di pagar, ia sama sekali terlihat tidak terlalu peduli dengan ucapan Malik yang sedang memperingatkannya soal apa yang mungkin saja terjadi jika dirinya benar-benar mengenalkan Jena kepada keluarga.“Memangnya kenapa? Bukankah setelah menikah denganku, Jena juga menjadi bagian dari keluarga Aditama?” Tidak ada keraguan sedikitpun dari ucapan Wildan. Pria itu terdengar begitu percaya diri dengan setiap perkataan yan

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   05

    Suasana dalam mobil terasa begitu canggung. Sudah sekitar lima menit lalu hanya terdengar sayup-sayup suara deru kendaraan diantara tiga orang dewasa itu.Jena yang duduk di bangku belakang bersama Wildan hanya bisa terdiam dengan tangan yang menggenggam tongkat erat-erat. Wajahnya ia palingkan ke arah jalan meski dirinya tidak.bisa melihat bagaimana kondisi jalanan saat ini.“Malik, turunkan aku di depan sana. Kau bisa mengantar Jena pulang lebih dulu, aku akan mengurus sesuatu terlebih dulu,” kata Wildan yang sejak tadi sibuk berkutat dengan ponselnya.Malik yang bertugas mengemudi hanya mengangguk. Sesekali pria itu melirik ke arah Jena melalui spion tengah dengan wajah khawatir.Tidak lama kemudian mobil berhenti di depan sebuah toko dua puluh empat jam, Wildan turun dengan tergesa dan memberhentikan sebuah taksi kemudian.Mobil kembali melaju, masih tidak ada satupun diantara mereka yang berniat membuka obrolan lebih dulu. Malik menghela napas, ia tahu suasana hati Jena sedang bu

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   04

    Dua hari berlalu dengan normal. Keseharian Jena masih sering ditemani Malik, terkadang Wildan juga menghabiskan waktu bersama gadis itu di sela-sela kesibukannya.Namun entah mengapa, Jena merasa lebih nyaman saat bersama dengan Malik. Selain karena pria itu lebih bisa mengerti dirinya, sikap Malik juga tidak semesum Wildan yang suka tiba-tiba mencuri ciuman di bibirnya ataupun mengigit telinganya tanpa permisi.Pagi ini suasana terlalu damai daripada biasanya. Dengan bantuan tongkat yang diberikan Wildan, Jena melangkah keluar kamar dengan hati-hati.Sesekali gadis itu memanggil nama Malik, berharap pria itu ada di sekitarnya. Namun sayang, suasana pagi itu benar-benar hening, seperti tidak ada orang lain selain dirinya.“Kemana mereka?” gumam Jena lirih.“Mencariku?” bisikkan lirih dengan suara berat itu membuat Jena terperanjat.Hampir saja ia melayangkan tongkat yang dipegangnya ke sembarang arah, sebelum dengan gesit Wildan menahan tangannya.“Santai, cantik. Ini aku, calon suami

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   03

    Pagi menjelang layaknya roller coaster. Sinar matahari mulai mengintip dari celah gorden berwarna putih bersamaan dengan terbukanya pintu kayu itu.Wildan terdiam melihat Malik yang masih setia menemani Jena. Keduanya terlelap dengan Malik yang terduduk di samping ranjang dengan dua tangan yang terlilit di atas perut.Perhatian Wildan kembali teralih pada Jena. Pria itu mendekat, duduk di sisi ranjang yang lain dan memperhatikan gadisnya lekat-lekat.Tangan besarnya terangkat, menghapus jejak air mata di sudut mata gadis itu dengan ibu jadinya.“Eungh.”Terdengar leguhan tidak nyaman dari Jena. Gadis itu mulai membuka mata, sedikit menggeliat dan tanpa sadar hal itu membuat sedikit sudut bibir Wildan terangkat.“Malik?”Suara gadis itu serak. Ia meraba ke arah samping dan menggengam tangan Wildan yang Ia kira sebagai Malik.“Kau masih di sini? Terima kasih sudah menenangkan ku dan menemaniku semalam,” katanya lembut.Wildan tidak bereaksi apa-apa, Ia hanya menatap manik mata Jena yang

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   02

    Wildan benar-benar menepati ucapannya. Ia membayar sejumlah besar uang kepada Nyonya pemilik rumah bordil demi bisa membawa Jena pulang bersamanya.Dengan langkah pelan, Pria itu menuntun si gadis berjalan menuju sebuah mobil mewah yang sudah terparkir apik di depan bangunan.Seorang pria berbadan tegap dengan kulit tan sudah menunggu keduanya. Ia dengan sigap segera membuka pintu bagian penumpang dan membantu Jena untuk naik ke dalam mobil.Gadis itu sejak tadi hanya diam. Dadanya bergemuruh, degub jantung yang terdengar sama seperti langkah kaki kuda saat berada di lapangan pacu. Begitu cepat dan tidak terkendali.Tangannya yang berada dalam genggaman erat Wildan terasa berkeringat, pun dengan dahinya yang sudah ditumbuhi keringat sebesar biji jagung, membuat si pria yang duduk di sebelahnya kembali terkekeh dengan suara lirih.Tanpa mengenal kata canggung, malu ataupun risih. Wildan mengangkat sebelah tangannya, mengelap dahi Jena dengan lembut, menyapu keringat dingin gadis itu.G

  • Gadis Buta Kesayangan Presdir   01

    Gedung tinggi menjulang dengan beragam penjagaan ketat itu terlihat begitu megah. Suasana keras dengan diiringi musik yang terus mengalun, mengiringi tiap gerakan para tamu yang tengah asyik berjoget di lantai dansa.Tidak lama kemudian datang sebuah mobil mewah, seorang pria berkepala pelontos dengan badan besar segera beranjak dan membuka pintu.Sepatu kulit mahal berwarna hitam tampak mengkilat. Disusul kemudian sang empunya membenahi tampilan jas hitam mahal yang melekat pada tubuh tinggi tegap itu.Rambut hitam legam yang ditata model coma kian menambah kesan tampan rupawan pada wajahnya. Rahang yang tegas, sorot mata tajam yang seakan bisa membunuh siapa saja hanya dengan sekali tatap.Langkahnya tegas, seorang wanita dengan dress merah panjang itu menyambut si pria dengan ramah. Lipstik merah yang menyapu bibirnya terlihat begitu kontras dengan wajahnya yang terlihat begitu putih akibat sapuan foundation.“Selamat malam, Tuan. Selamat datang di tempat kami. Saya merasa begitu t

DMCA.com Protection Status