"Sudah, Nak. Kita ikhlaskan saja apa yang sudah terjadi. Ayah udah tenang di alam sana."
Mengetahui pak Danu meninggal dunia satu persatu tetangga mulai datang untuk membantu mengurus jenazah yang akan dimakamkan.Perasaan Natasya tidak enak terhadap temannya itu dari semenjak Naura pulang dari rumah dia belum sempat untuk menghubungi dia.Dia mengambil ponsel yang terletak di atas meja kecil di dalam kamarnya dan menghubungi Naura.Satu kali panggilan tak ada jawaban darinya, Natasya mengulang panggilan untuk yang kedua kalinya."Nak, itu hand phone kamu berbunyi," kata bu Ningrum yang sudah bisa menerima kenyataan. Naura melihat siapa yang memanggilnya."Natasya.""Halo, iya, Sya?"Suara parau itu membuat Natasya mengerutkan keningnya, dia mengira kalau temannya itu sakit akibat terjebur di kolam renang kemaren."Nau, kau kenapa? Apa kau sakit?" Naura menggeleng. "Ayah, Sya. Ayah meninggal dunia."Sesampainya di sana Sean berdiri sambil memandang daddy-nya yang sedang bicara dengan tamu di depan rumah. Natasya mengusap lengan sang kakak agar Sean lebih tenang."Kak, kau bisa bicara baik-baik dengan Uncle." Tapi Sean hanya menoleh sesaat padanya.Dia lalu meneruskan langkahnya ketika tamu itu sudah pergi. Bahkan Sean sama sekali tak memperdulikan ketika tamu itu menyapanya. Tatapannya terus mengarah ke depan pada tuan besar George yang hendak masuk ke dalam.Dia menoleh kembali ke belakang saat tau putranya pulang. "Dari mana aja kalian?"Sean tidak menjawabnya, dia justru berdiri sambil memandangnya tajam. Natasya bergidik ngeri takut terjadi apa-apa dengan mereka.Seat Bruk!Tanpa banyak bicara Sean mendorong daddy-nya hingga punggung tuan besar George menyentuh dinding, dia menguncinya dengan posisi tangan Sean berada di lehernya. "Apa-apaan ini?""Apa yang sudah kau lakukan pada Naura?""Apa
"Sya, maaf. Hari ini aku harus pulang cepat. Aku ada urusan penting di luar. Bye." Naura berlalu pergi dari hadapan Natasya.Merasa penasaran dengan urusan penting temannya, dia kembali memanggilnya. "Hei, urusan penting apa?" Tapi gadis itu pergi begitu saja."Astaga, urusan penting apa kau ini, ck." Dan ketika Natasya keluar kampus, dia mendapati Sean yang tengah duduk di dalam mobilnya.Pria tampan itu mendekat kala melihat Natasya berjalan menghampiri. "Sedang apa kau di sini? Kau pasti mencari Naura, kan? Dia tidak ada di sini.""Memangnya kemana dia?" Natasya mengangkat bahunya tidak tau. "Dia cuma bilang ada urusan penting di luar. Entah apa urusan itu.""Shit!"Mau tidak mau Sean kembali dengan tangan kosong. Di sepanjang perjalanan dia berfikir kemana Naura pergi. Tak biasanya dia seperti ini."Memangnya kau tidak tau kemana dia?" Natasya menggeleng. "Kalau aku tau, aku pasti sudah memberitahukannya pa
"Bismillah, hari ini aku mulai bekerja, semoga aku mendapat keberkahan rezeki. Aamiin," ucap Naura ketika menginjakan kakinya keluar rumah.Dia berangkat kampus seperti biasanya, namun yang membuat Natasya heran, dia yang biasanya pulang ke arah kakak, kali ini Naura ke arah kiri. "Mau kemana anak itu?" Dari kemaren dia merasa kalau Naura ini sedikit aneh."Assalamu'alaikum," ucapnya ketika sampai di toko dan di sambut hangat oleh si pemilik toko."Waalaikumsalam, Naura. Aku kira kamu nggak jadi datang hari ini.""Jadi dong, Bu. Masa iya nggak.""Ya sudah, sekarang kamu masuk dan susun bunga-bunga yang di sana menjadi bucket yah.""Baik, Bu."Tentu dengan senang hati Naura melakukannya. Suasana di depan tampak rame banyak pengunjung yang datang untuk membeli.Bu Lisna pemilik toko yang sekaligus merangkap sebagai kasir menerima banyak orderan hari ini.Sementara Naura tampak sibuk dengan beberapa teman
"Oh iya, Pak Juna. Ini bunga pesanan ..., eh, maaf. Aku salah lagi.""Astaga, kau ini!" Juna mengusap rambutnya kasar."Maaf, tapi sepertinya aku nggak pantas kalau panggil hanya dengan nama aja." "Kalau begitu panggil aku dengan sebutan, Mas!" perintahnya sambil bersedekap tangan.Matanya kini begitu tajam memandang wanita yang hanya menunduk tanpa berani memandang wajahnya."Hah, Ma_Mas?" Rasanya kaku untuk mengucap panggilan itu, pasalnya baru kali ini Naura memanggil sebutan itu pada seseorang."Iya, Mas Juna. Kenapa? Kamu keberatan?" Naura menggeleng cepat."Ya sudah, masuklah. Berikan bunga itu pada pegawai saya.""Ba_baik. Permisi."Tanpa ragu Naura masuk ke dalam, rumah itu terlihat bersih dan mewah, namun ada yang membuat dirinya tercengang yaitu para pekerja sedang melakukan tugasnya di halaman belakang."Astagfirullah hal adzim! Kalau tau gini, aku tadi lewat pintu belakang aja," gu
"Sudah satu bulan ini aku tidak melihatnya, sedang apa kau di sana," gumam Sean di dalam ruang kerjanya.Pekerjaan hari ini sedikit lenggang, dia memutuskan untuk menemui gadis pujaan hatinya ke rumah. Sean berharap Naura dan bu Ningrum sudah bisa menerimanya.Tok!Tok!"Permisi.""Iya sebentar!" Suara bu Ningrum dari dalam. Dia keluar membukankan pintu dengan pakaian biasanya. Pasalnya dia harus melakukan dinas harian yang itu mencuci baju milik tetangg. Sean mengerutkan alisnya."Nak Sean.""Aunty! Em, aku datang ke sini untuk minta maaf. Mungkin aku banyak salah pada Aunty dan juga Naura.""Aku sudah katakan pada Daddy agar tidak ikut campur dalam urusanku."Tapi bu Ningrum justru mengelaknya. "Untuk apa?" Walau suara itu terdengar lirih tetapi sepertinya dia menyayangkan apa yang telah Sean lakukan."Untuk apa kamu bicara dengan Daddy-nya? Kami sudah cukup tenang sekarang.""Tapi A
"Sudah satu bulan ini aku tidak melihatnya, sedang apa kau di sana," gumam Sean di dalam ruang kerjanya.Pekerjaan hari ini sedikit lenggang, dia memutuskan untuk menemui gadis pujaan hatinya ke rumah. Sean berharap Naura dan bu Ningrum sudah bisa menerimanya.Tok!Tok!"Permisi.""Iya sebentar!" Suara bu Ningrum dari dalam. Dia keluar membukankan pintu dengan pakaian biasanya. Pasalnya dia harus melakukan dinas harian yang itu mencuci baju milik tetangg. Sean mengerutkan alisnya."Nak Sean.""Aunty! Em, aku datang ke sini untuk minta maaf. Mungkin aku banyak salah pada Aunty dan juga Naura.""Aku sudah katakan pada Daddy agar tidak ikut campur dalam urusanku."Tapi bu Ningrum justru mengelaknya. "Untuk apa?" Walau suara itu terdengar lirih tetapi sepertinya dia menyayangkan apa yang telah Sean lakukan."Untuk apa kamu bicara dengan Daddy-nya? Kami sudah cukup tenang sekarang.""Tapi A
"Ma_maaf, aku ..." Naura terlihat salah tingkah setelah dia sadar apa yang baru saja dia lakukan. Sean membelai pipi yang masih tertutup cadar dengan begitu lembut. "Kenapa kau tak pernah mengatakannya padaku?" "Aku ..., aku takut kamu menertawakan aku, Se. Aku takut kehilangan untuk yang kedua kalinya. Aku nggak mau itu terjadi." Sean kembali memeluk Naura dengan sangat erat seolah enggan untuk melepaskannya. Walau nyawa yang menjadi taruhan, dia tak perduli asal gadis ini tetap bersamanya. "Tidak akan ada yang pernah meninggalkanmu! Percaya padaku. Aku sangat mencintaimu, Naura." "Kita pulang sekarang?" Lagi -lagi Naura mengangguk. Perjalanan mereka lanjutkan kembali sampai di rumah Naura, Sean hanya mengantarkan sampai di depan rumahnya saja. "Masuklah." Gadis itu turun dari mobil dan berjalan menjauh, sesekali di
"Tidak tau, Tuan. Saya tidak tau! Sejak kapan bunga itu ada di sini?" Sean hanya mencebikan bibirnya. Mau diapakan bunga itu. Dibuang, Sean takut kalau itu pemberian Naura. Tapi jika disimpan mungkin bunga itu dari orang lain, itu artinya Sean menyimpan pemberian orang lain."Kau bawa saja bunga itu." Sambil mengangguk Bertha membawanya keluar. "Aduh!""Bertha!"Tangan wanita itu mengeluarkan sedikit darah kala mawar itu ternyata masih berduri."Tidak apa-apa, Tuan. Aku baik-baik saja. Permisi." Sambil meringis Bertha pergi dari hadapan Sean.Sang mafia kini fokus dengan pekerjaan dia kantornya. Lama-lama dia merasa bosan bergelut dengan banyak kertas di depannya. Sean mengambil ponsel dan menghubungi kekasihnya.Dirinya yang tengah menyimak pelajaran kuliah tak menghiraukan panggilan itu saat ponselnya berdering.Kring!Kring!Dosen memicingkan mata padanya. "Eh, iya. Maaf, Pak." Naura justr