"Ibu."
"Naura, Naura anak Ibu!" Bu Ningrum memeluk putrinya yang tengah kembali sambil mencium habis wajahnya sebagai rasa syukur kalau Naura baik-baik saja. "Kamu dari mana aja, Nak? Ibu cemas mencari kamu!""Aku baik-baik saja, Bu. Ayah, gimana kondisi Ayah, kenapa seperti ini lagi?""Ayah tidak apa-apa, Nak. Syukurlah kamu udah kembali.""Kamu dari mana aja? Katakan sama Ibu?" Kenapa baru pulang sekarang?""Aku ..." Tak mau menambah beban pikiran ayahnya maka Naura memilih untuk menyudahi pembahasan itu. "Ah, sudah lah, Yah. Nggak usah dibahas! Ceritanya panjang. Yang penting sekarang aku udah kembali dalam keadaan baik." Naura paksakan untuk tersenyum walau hatinya menangis.Melihat sakit ayahnya yang tak kunjung sembuh.Pak Danu memicingkan matanya. "Ini pasti ada hubungannya dengan mereka, kan?" Naura terdiam. Dia tau siapa yang dimaksud dengan mereka. "Lalu siapa yang membawa kamu pulang?" Suasana terlihat lenggan"Tapi, Uncle. Bagaimana kalau Sean tau?""Aku tak perduli! Dia tidak akan tau jika kalian tidak memberi tau. Akan ku pastikan kalian pulang jika ada yang berani bicara."Ancaman itu cukup menakutkan bagi mereka, mana mungkin di meninggalkan Sean yang selama ini bersamanya. "Apa kalian mengerti?""Mengerti, Tuan besar!" jawab mereka serentak. Pria paruh baya itu lalu keluar dari ruang rawat Sean diikuti oleh Lucas di belakangnya.Lucas terus saja meyakinkan tuan George tapi sepertinya tuan George kekeh dengan ambisinya."Bagaimana ini? Apa kita harus menyembunyikannya dari, Tuan?" tanya Dolgo bingung."Aku juga tidak tau! Aku bingung mana yang harus kita dukung." Ketika Jhoni sedang berfikir, tak sengaja dia menoleh pada Sean dan melihat jari tangannya yang mulai bergerak. "Tuan sadar! Syukurlah, Tuan sadar!""Dokter!" Gordon berteriak keluar. Sementara dia temannya yakini Jhoni dan Dolgo mendekati Sean.
Pagi harinya dokter sudah memperbolehkan pak Danu untuk pulang dengan menjalani periksa jalan. Tak mau Benyak ketinggalan pelajaran maka Naura berniat untuk pergi ke kampus. Dia pergi ke kampus seperti biasanya, Naura bergidik ngeri saat melihat tempat yang dia duduki di taman pada saat Haiden mendekatinya. Sosok yang duduk di sampingnya sambil makan jeruk masih terbayang betapa pria itu yang membuat Sean jadi seperti sekarang ini. "Nau, Naura ...!" Dia disambut oleh Natasya yang berlari sambil merentangkan kedua tangannya. "Natasya!" Naura pun membalas pelukan teman baiknya itu. "Ya Allah, dari mana saja kamu! Lama sekali kita nggak bertemu!" "Kau sendiri dari mana aja? Baru kelihatan batang hidungnya." Natasya pura-pura tidak tau. "Oh iya, Nau. Aku punya berita bahagia untukmu!" "Berita bahagia? Berita bahagia apa?" Naura memicingkan matanya. "Satu Minggu lagi ak
"Aaggrrhh!"Grompang.Tak membalas sapaan dari sahabatnya, Sean justru masuk dengan emosi dan menyapu habis dengan tangannya semua barang yang ada di lemari violet. Dia memandang pantulan dirinya pada cermin dan bertanya-tanya "Apakah aku tidak pantas dengannya? Kenapa banyak sekali halang rintang untuk mendapatkan si gadis. Sean mengusap wajahnya kasar."Ada apa dengan Sean? Kenapa pulang dia marah-marah?" Tuan besar George menemui Lucas. Dia hanya tau kalau Sean pulang dari rumah sakit. Sedang Lucas hanya mengangkat bahunya."Apa, kakak sudah pulang? Mana dia?" Pasalnya Natasya tidak melihat ada anak buah yang mengantar.Tak ada jawaban dari mereka, Natasya terpaksa masuk dan mencari sendiri di mana kakaknya."Kak, astaga kau sudah pulang? Bagaimana dengan lukamu?"Semula Sean tak menjawab. "Luka ini tak sebanding dengan luka di hatimu, Sya!""Maksudmu?""Apa aku tidak pantas dengannya? Apa aku terlal
"Kurang ajar! Awas kau!"Seorang pria berlari cepat sambil menoleh ke belakang tanpa memandang ke depan. Menerobos kerumunan banyak orang hingga menjadi teriakan bagi mereka. Terlebih saat pria tersebut menabrak Naura.Tap!"Argh!"Jebur!Busana panjang mengambang di dalam kolam renang, sementara Naura tidak terlihat. Sean panik, terlebih saat Naura muncul mengangkat tangannya meminta tolong."Tolong!""Naura!" Sean berlari sekencang mungkin sambil melepas sepatunya. Hap!Jebur!Tak bisa berenang membuah tubuh Naura melemas, dia jatuh pingsan akibat banyaknya air yang masuk ke dalam gubuhnya. Sean membawanya ke tepi dan memangku sambil menepuk pipinya."Naura. Hei, Naura bangun!" Tapi gadis itu tak kunjung membuka matanya."Owh, shit!" Apa yang harus Sean lakukan sekarang?Sempat terpikir olehnya untuk memberi nafas buatan, tetapi dengan siapa dia? Naura akan sangat
"Daddy!"Plak!"Dasar anak tidak tau diuntung! Kau ke sini untuk melanjutkan study tapi ternyata ...,kau menikah tanpa sepengetahuan kami.""Daddy dengarkan aku dulu! Ini tak seperti yang Daddy bayangkan!" Air mata Natasya mendadak turun kala daddy-nya bicara sambil menunjuk ke arah wajahnya."Apa? Kau mau membela diri? Sial! Kau anak sialan!""Mulai sekarang kau akan aku coret dari daftar waris kluarga!"Duar!Pernyataan itu sungguh membuat Natasya terkejut, jauh-jauh dari dari kota New York karena tuan Charles mendapat informasi putrinya lewat kabar angin. Dan setelah dia menyelidiki apa yang dia dengar memang benar. Dimana dia mendengar kalau Natasya kini telah menjadi mualaf dan memakai hijab. Dimana putrinya akan segera menikah tapi tuan Charles menunggu kabar, putrinya tak kunjung memberi kabar."Apa yang kau pakai ini!"Argh!Natasya berteriak saat daddy-nya tiba-tiba menarik rambut hing
"Sudah, Nak. Kita ikhlaskan saja apa yang sudah terjadi. Ayah udah tenang di alam sana."Mengetahui pak Danu meninggal dunia satu persatu tetangga mulai datang untuk membantu mengurus jenazah yang akan dimakamkan.Perasaan Natasya tidak enak terhadap temannya itu dari semenjak Naura pulang dari rumah dia belum sempat untuk menghubungi dia. Dia mengambil ponsel yang terletak di atas meja kecil di dalam kamarnya dan menghubungi Naura.Satu kali panggilan tak ada jawaban darinya, Natasya mengulang panggilan untuk yang kedua kalinya."Nak, itu hand phone kamu berbunyi," kata bu Ningrum yang sudah bisa menerima kenyataan. Naura melihat siapa yang memanggilnya."Natasya.""Halo, iya, Sya?"Suara parau itu membuat Natasya mengerutkan keningnya, dia mengira kalau temannya itu sakit akibat terjebur di kolam renang kemaren."Nau, kau kenapa? Apa kau sakit?" Naura menggeleng. "Ayah, Sya. Ayah meninggal dunia."
Sesampainya di sana Sean berdiri sambil memandang daddy-nya yang sedang bicara dengan tamu di depan rumah. Natasya mengusap lengan sang kakak agar Sean lebih tenang."Kak, kau bisa bicara baik-baik dengan Uncle." Tapi Sean hanya menoleh sesaat padanya.Dia lalu meneruskan langkahnya ketika tamu itu sudah pergi. Bahkan Sean sama sekali tak memperdulikan ketika tamu itu menyapanya. Tatapannya terus mengarah ke depan pada tuan besar George yang hendak masuk ke dalam.Dia menoleh kembali ke belakang saat tau putranya pulang. "Dari mana aja kalian?"Sean tidak menjawabnya, dia justru berdiri sambil memandangnya tajam. Natasya bergidik ngeri takut terjadi apa-apa dengan mereka.Seat Bruk!Tanpa banyak bicara Sean mendorong daddy-nya hingga punggung tuan besar George menyentuh dinding, dia menguncinya dengan posisi tangan Sean berada di lehernya. "Apa-apaan ini?""Apa yang sudah kau lakukan pada Naura?""Apa
"Sya, maaf. Hari ini aku harus pulang cepat. Aku ada urusan penting di luar. Bye." Naura berlalu pergi dari hadapan Natasya.Merasa penasaran dengan urusan penting temannya, dia kembali memanggilnya. "Hei, urusan penting apa?" Tapi gadis itu pergi begitu saja."Astaga, urusan penting apa kau ini, ck." Dan ketika Natasya keluar kampus, dia mendapati Sean yang tengah duduk di dalam mobilnya.Pria tampan itu mendekat kala melihat Natasya berjalan menghampiri. "Sedang apa kau di sini? Kau pasti mencari Naura, kan? Dia tidak ada di sini.""Memangnya kemana dia?" Natasya mengangkat bahunya tidak tau. "Dia cuma bilang ada urusan penting di luar. Entah apa urusan itu.""Shit!"Mau tidak mau Sean kembali dengan tangan kosong. Di sepanjang perjalanan dia berfikir kemana Naura pergi. Tak biasanya dia seperti ini."Memangnya kau tidak tau kemana dia?" Natasya menggeleng. "Kalau aku tau, aku pasti sudah memberitahukannya pa
Tuan Gultaf mengambil ponsel milik Sean yang tersimpan di saku celananya. "Bawa dia masuk ke dalam. Helena, kau bersiaplah." Dua memerintah kedua anak buahnya untuk mengangkat Sean yang sudah tidak berdaya membawanya ke dalam kamar.Sementara Helena masuk ke dalam kamar mandi dan mengganti baju yang dia kenakan menjadi baju tidur berbahan satin tipis berwarna hitam.Tuan George bertanya-tanya apa yang akan dilakukan oleh tuan Gultaf dengan ponsel milik putranya yang kini sedang dimainkan olehnya sambil menjauh."Apa yang sedang anda lakukan dengan ponsel anakku?" Dia memberanikan diri untuk bertanya.Tuan Gultaf justru menyerkitkan bibirnya. "Menyuruh Nyonya Alexander untuk datang kemari.""Apa?""Kenapa? Kau keberatan?""Tapi itu tidak ada dalam kesepakatan kita."Semula memang tuan George ingin memisahkan Sean dari Naura tapi entah mengapa sekarang hatinya berkata lain. Dia seperti tidak rela jika tuan Gultaf menyakiti Naura.Namun semua itu sia-sia, Naura bergegas kemari setelah t
"Atau jangan-jangan kau belum bisa move one darinya?" Naura dibuat salah tingkah oleh ucapan Sean. "Apa maksud kamu? Aku bukan berniat untuk mengingat Adnan lagi tapi ..., tapi wanita itu_" ucapannya itu seperti tercekat di tenggorokan. Sean semakin penasaran. "Wanita? Siapa yang kau maksudkan?" Sambil menahan sebak di dada Naura berusaha mengatakan semuanya pada Sean. "Tadi ada seorang wanita datang ke sini dan mengatakan kalau kamu ada hubungannya dengan foto Adnan dan seorang wanita di hotel waktu itu. Tapi aku tidak tau siapa namanya." Sean menyerkitkan bibirnya. Rupanya masih ada yang ingin bermain-main dengannya. Dia berusaha mendekati Naura dengan halus, berharap tidak ada perlawanan lagi darinya. "Baby kau dengar. Banyak sekali orang di luaran sana yang berusaha menjatuhkan kita. Jadi aku harap kau jangan mudah percaya dengannya." Naura sadar kalau masa l
"Mencari aku? Untuk apa kamu mencari aku?"Kate kembali menyunggingkan senyumnya. "Kau memang bodoh! Bisa-bisanya kau tertipu oleh suamimu sendiri."Degh!"Apa maksud kamu?" Perasaan Naura semakin tidak enak. Wajahnya seketika memucat dengan nafas memburu karena merasa wanita ini tau banyak tentang Sean."Asal kau tau! Demi mendapatkan-mu Sean rela melakukan apa saja, termasuk menuduh kekasihmu itu.""Kekasihku?" Pikiran Naura mengingat kembali kekasih siapa yang Kate maksudkan. Sedang dia hanya punya satu mantan kekasih yaitu Adnan."Iya, kekasihmu yang sudah mati itu!"Tidak salah lagi, yang Kate maksudkan adalah si Adnan. "Adnan, me_memang apa yang sudah Sean lakukan pada Adnan?" Suara Naura bergetar. "Kau ini benar-benar bodoh! Coba kau pikir secara logika apa mungkin kekasihmu itu melakukan itu dengan wanita lain?" Jauh dari lubuk hati Naura memang dia menolak kenyataan itu karena dia tau bagaimana sifat A
Pagi hari Sean yang masih menutup matanya sambil tengkurap menggerayangi tempat tidur mencari istrinya, tapi Naura tidak ada di sampingnya.Penasaran apa yang sedang dilakukan oleh istrinya Sean pun membuka matanya dan segera beranjak turun.Dia mengendus, menghirup bau masakan yang tidak pernah terhirup di pagi harim"Hem, wangi sekali masakan ini."Dalam hatinya sudah menebak-nebak kalau yang masak di dapur adalah Naura. Walau Sean suka dengan aroma masakan itu tetapi dia mengerutkan keningnya.Dia tidak pernah mengizinkan orang yang disayang terjun langsung ke dapur dan mempercayakan pada kedua asisten rumah tangganya yakni Hilda dan Yusa.Sean turun. "Pagi, Honey," sapa Naura sambil tangannya tak berhenti memegang pekerjaan dapur."Sedang apa kau di sini?""Bikin nasi goreng! Kamu pasti suka nasi goreng buatanku.""Nasi goreng?" Rasanya nama itu tidak asing bagi Sean tapi dia belum pernah memakannya
"Kalian berdua sudah siap?""Tunggu sebentar, Honey." Naura berdiri sesaat melihat bangunan tua rumahnya. Rumah sederhana itu penuh dengan kenangan bersama sang ayah yang telah lama tiada. Hari ini dia harus ikut Sean ke kota untuk tinggal di istananya.Naura tak mungkin meninggalkan ibunya sendirian oleh karena itu dia mengajak bu Ningrum juga ikut ikut tinggal di sana.Sementara Jhoni sudah menunggu di dalam mobil. Sean mendekatinya dan memeluk Naura dari samping. "Aku tau ini tidak mudah untukmu, tapi aku yakin kalau Ayah pasti setuju dengan keputusanku." Naura menunduk sambil menahan air mata yang akan terjatuh."Kita berangkat sekarang." Karena Sean merasa dia akan lebih mudah untuk mengawasi dan melindungi keluarga barunya ini. Naura dan ibunya akan aman tinggal bersamanya.Mereka lalu berangkat ke istana Alexander dalam satu mobil yang dikendarai oleh Jhoni.Sekitar 15 menit mereka sampai di sana. Bu Ningrum membelalakkan matanya saat melintasi sebuah istana yang begitu besar
"Kau serius?" Tuan besar George mengangguk. "Iya, aku serius! Maafkan Daddy-mu ini, Nak." Sambil menahan rasa haru mereka mendekat satu sama lain dan berpelukan.Saat itu juga Naura keluar. "Hon, aku ..." Ucapannya terhenti saat melihat dua pria itu berpelukan. Dirinya yang baru saja selesai mandi kehilangan suaminya yang tidak ada di kamar, oleh karena itu Naura keluar untuk memastikan dimana Sean berada.Mendengar suara Naura datang mereka segera melepas pelukannya. Keduanya terlihat malu."Em, Babby. Kau sudah selesai mandi?" Naura menggeleng heran kenapa tuan George ada di sini. Kenapa mereka berpelukan, apakah mereka sudah baikan? Lalu apa tuan George mau menerima dirinya?Banyak sekali pertanyaan yang menaungi pikiran Naura saat ini."Kalian sedang apa di sini?""Kemari." Sean menyuruh Naura mendekat, tapi sepertinya dia masih ragu."Babby kemari." Wanita itu tidak melangkahkan kakinya sama sekali.
"Uncle, kau di sini?" Lucas terlihat gelagapan memandang wajah tuan besar George yang terlihat tak bersahabat. Sepertinya dia tau kalau hari ini putranya menikah padahal Sean sengaja tidak memberitahukannya."Dimana Sean?" Lucas hanya diam. Dia menoleh sesaat pada Natasya yang juga bingung harus berbuat apa. Terpaksa tuan George mengulang pertanyaannya kembali sambil menunjuk ke wajah Lucas."Aku bilang dimana Sean? Kau jangan coba-coba menyembunyikan dia dariku. Aku tau sekarang dia ada dimana." Pria tua itu bergegas untuk pergi, Lucas dan Natasya berusaha mencegah, berusaha bicara baik-baik dengannya tapi tuan George sama sekali tidak menghiraukan panggilan itu.Mereka hanya takut kalau tuan besar George berbuat semena-mena di sana dan mengganggu kebahagiaan pengantin baru."Eh, Uncle. Tunggu! Kau mau kemana?""Uncle dengarkan aku dulu!""Kalian dan Sean sama saja! Aku benci pada kalian. Aku yakin kalian pasti tau dimana Sean.
"Sssttt! Hei, kenapa kau berteriak?" Sean menyunggingkan senyumnya. Wajah Naura tampak memucat saat Sean mendekatkan wajahnya untuk mencium. Dia begitu grogi dihadapkan dengan seorang laki-laki dalam satu kamar.Secepat mungkin dia mencari alasan untuk menutupi kegugupannya itu. "Aku tadi ..., aku anu ..., em aku ..., aku mau ke toilet dulu. Iya, ke toilet dulu." Tanpa permisi wanita itu beranjak dari hadapan Sean dan masuk ke dalam kamar mandi. Sean tertawa sambil menggeleng karena tau kalau istrinya itu sedang salah tingkah.Dengan nafas yang memburu Naura berdiri di depan cermin sambil melihat pantulan dirinya sendiri. Menahan senyumnya saat merasakan sentuhan jari kokoh di lengan tangannya."Ya Allah, bagimana ini. Apa aku harus ..." Padahal dia tau kalau itu kewajiban istri terhadap suaminya. Naura merapikan dirinya sebelum keluar menemui suaminya."Hufh! Bismillah, aku pasti bisa!"Dengan malu-malu dia keluar kamar mandi, tapi yang
"Saya terima nikah dan kawinnya, Naura binti Bapak Danu Atmaja dengan mas kawin tersebut dibayar. Tunai." "Bagaimana saksi. Sah?" Hanya sekali tarikan nafas Sean berhasil mengucapkan ijab qobul dengan suara lantang terdengar sampai ke dalam kamar. Naura menghela nafas lega dengan mata yang berkaca-kaca. "Alhamdulillah ya Allah. Alhamdulillah engkau mudahkan semua urusan kita. Semua yang terjadi atas kehendak mu, ya Allah." Selalu saja wanita itu melibatkan Tuhannya dalam segala urusan dia. Perias masuk dan meminta Naura untuk keluar, dia mengikuti di belakang sambil membawakan buntut gaun yang menjuntai. "Shit!" ucap Sean sambil menyerkitkan bibirnya melihat istrinya datang bak bidadari yang turun dari syurga. Gaun putih dengan cadar transparan berwarna senada membuat dia terlihat begitu cantik sampai membuat Sean mengeluarkan keringat dingin. Wanita itu duduk di samping sang ma