"As_salamu_alaikum."
"Waalaikumsalam, Sya. Alhamdulillah kamu bisa datang malam ini." Natasya memandang bawah yang terlihat lega tanpa jamuan makanan. Sayuran yang hendak bu Ningrum masak entah kemana dilempar oleh juragan Sastra.Sedang Bu Ningrum sendiri terlihat termenung bingung bagaimana cara dia memberi jamuan pada orang-orang nanti."Sya, kamu datang dengan siapa?" tanya Naura berusaha mengalihkan suasana."Jhoni yang mengantarku, dia menunggu di depan." Pak Danu keluar untuk menemani Jhoni."Ini, jadi seperti ini? Tidak ada makanan sama sekali?" Bu Ningrum hanya diam, tapi Naura yang bicara. "Semua belanjaan Ibu dibuang oleh juragan Sastra, Sya.""Apa, dibuang? Kenapa bisa?" Naura lalu menceritakannya pada Natasya.Bu Ningrum mulai bersuara. "Untung ada Kakakmu itu, siapa namanya? Dia yang sudah membantu Ibu.""Kak Sean maksud Ibu?""Iya itu, Sean. Dimana dia? Ibu belum sempat mengucapkan terima"Lucas, kau Lucas? Hei, kapan kau datang?" Kedatangan sahabatnya itu merupakan kejutan untuknya.Lucas yang pernah tinggal bersamanya dulu memilih untuk pulang ke negeri asal dengan alasan orang tuanya yang sakit, dan kini dia kembali setelah orang tuanya meninggal dunia. Mereka berpelukan melepas rindu."Kenapa kau tidak mengatakan padaku, kalau kau akan datang hari ini?""Aku sengaja memberimu kejutan! Em, setelah ku pikir-pikir, sepertinya aku harus menemanimu di sini." Mereka tertawa bersama.Tanpa tau kini Sean tinggal dengan siapa. "Itu yang aku mau!" Lucas mengira Sean sendirian seperti dulu, oleh karena itu dia datang kemari."Toast untuk hari ini." Minuman pahit di gelas berkaki mereka tempelkan sebelum menenggaknya."Bagaimana dengan bisnismu kali ini, hah?" Lucas meringis menahan pahit di lidah.Sean menghela nafas kasar sebelum bicara. "Aku kehilangan kolega yang paling besar di perusahaanku.""Maksu
Pagi hari Natasya mengira Sean yang duduk di meja makan. Dia mendekat dan menutup matanya dari belakang."Morning, Kak.""Em," jawab Lucas gelagapan.Saat itu juga Sean keluar dari kamar, Natasya terkejut. Rupanya pria yang dia tutup matanya ini bukan Sean, dia segera melepaskan tangannya. "Kak Sean?"Lucas menoleh ke belakang yang membuat Natasya membulatkan matanya. "Ma_maaf. Aku kira kau, Kak Sean." Sean menggeleng melihat adiknya yang salah tingkah."Siapa kau?"Tapi Lucas ternyata kesal. "Hei, kau yang siapa? Tiba-tiba menutup mataku dadi belakang. Lihat! Roti Sandwich-ku jatuh!""Ya maaf, aku tidak sengaja!""Apa? Maaf kau bilang?" Sean mengusap keningnya yang terasa pusing, kenapa dia harus dihadapkan dengan perdebatan mereka di pagi hari.Lucas kembali bersuara. "Dengan entengnya kau minta maaf!""Lalu harus apalagi, hah?" Natasya tak mau kalah keras darinya.Perdebat
"Kenapa rumahnya terlihat sepi," gumam Sean dalam hati. "Kau pulanglah, sepulang nanti aku akan menghubungimu.""Baik, Tuan." Sean berjalan dari kejauhan ke rumah sederhana yang tampak sepi dari depan.Tok! Tok!"Permisi, aku datang."Pintu dibuka yang membuat jantungnya berdetak begitu kencang, Naura begitu cantik dengan busana panjang berbahan ceruti. Sean terkesima hingga bibirnya tak mampu bicara."Waalaikumsalam, kamu sudah datang? Ibu, Kak Sean sudah datang!" Sambil mengusap tangannya yang masih basah bu Ningrum keluar."Nak Sean, mari masuk, Nak. Ibu senang kamu datang.""Ada apa Aunty menyuruhku untuk datang kemari?" Naura dan bu Ningrum saling pandang dengan bicara Sean yang masih kaku."Oh, nggak! Ibu sengaja menyuruh Nak Sean kemari untuk makan malam bersama, sebagai rasa terima kasih Ibu, karena Nak Sean sudah menolong Ibu.""Makan malam? Dimana?" Karena yang Sean tau makan malam di restoran
Dari kejauhan Adnan menggeleng tak percaya saat melihat Naura dan Sean berada di depan rumah. Dia yang semula hendak mendatangi kekasihnya itu seketika menghentikan langkah ketika melihat mereka."Nggak! Ini nggak bisa dibiarkan terjadi. Aku tidak bisa melihat Naura dengan laki-laki lain."Mendatanginya sekarang pun rasanya percuma, maka Adnan memilih untuk mundur dan mencari waktu yang tepat untuk bicara dengan Naura.Bib!Mobil yang dikendarai oleh Jhoni datang, Sean bersiap untuk pulang. "Terima kasih untuk makan malamnya." Usai mengatakan itu, bibir Sean rasanya ingin mengucapkan lebih banyak kata-kata. Tatapannya tak bisa lepas dari wanita yang kini menunduk di hadapannya, tapi dia bingung."Permisi."Secepat mungkin dia pergi dari hadapan Naura.Di dalam mobil Sean mengusap dadanya sendiri yang masih terasa akan sentuhan si gadis, dia tersenyum sendiri. Jhoni yang melihat dari kaca spion depan pun ikut te
"Aku ..., aku em, ..." "Bukannya kamu sudah pulang? Tapi kenapa masih di sini?" Naura terus saja memberondong pertanyaan yang membuat Sean bingung harus menjawab apa. "Aku mengkhawatirkanmu! Iya semalam aku mengkhawatirkanmu." "Mengkhawatirkanku? Maksudnya?" "Ya, aku mengkhawatirkanmu! Aku tidak bisa jauh darimu!" Degh! Tanpa sadar ucapan itu membuat Naura terkejut, apa itu artinya Sean ... Tapi Naura tidak percaya. Kekecewaan terhadap Adnan membuat dia enggan untuk mendengar kata-kata manis dari seorang laki-laki. "Omong kosong!" Wanita itu justru beranjak pergi, tapi Sean kembali mengejarnya. "Naura, tunggu. Biar aku antar kau ke kampus!" "Nggak perlu! Aku bisa pergi sendiri." "Kenapa kau selalu keras kepala? Please, kali ini saja." Sean memohon. Naura menurut untuk di antar ke kampus. Di tengah perjalanan tidak banyak
"Tuan Erdo, jadi Sean selama ini bekerja sama dengan Tuan Erdo," gumam Lucas dalam hati tanpa dia tau kebenarannya. Lucas telah mengetahui siapa tuan Erdo itu."Baik, Tuan. Nanti saya buatkan.""Ok, hanya itu saja yang ingin aku sampaikan. Silahkan kembali bekerja." Satu persatu dari mereka keluar ruang meeting, termasuk Sean yang keluar setelah ruangan itu kosong."Aku baru tau kalau kau bekerja sama dengan Tuan Erdo." Sean hanya diam saat Lucas bicara."Aku punya ide, bagaimana kalau kita kembangkan sendiri bisnis itu?""Maksudmu?""Ya kita produksi sendiri produk seperti Tuan Erdo itu. Kita resmikan dan kita pasarkan! Aku yakin usaha kita jauh lebih rame dibanding dengan bisnisnya.""Tapi aku tidak tertarik. Asal kau tau kalau aku hanya terpaksa bekerja sama dengannya!""Loh, apa alasannya?" Haruskan Sean menceritakan asal muasal dia menerima kerja sama dengan pengusaha culas itu?"Kau cari sendiri k
"Tuan kenapa? Sepertinya ada yang sedang Tuan pikirkan?" Jhoni menghampiri Sean yang duduk termenung di depan rumah."Jujur aku khawatir dengan orang terdekatku. Siapa kira-kira yang menjadi sasaran dia." Sean menyeringai membayangkan andai saja dia tau siapa orangnya tentu akan dia beri pelajaran orang itu."Yang jelas kita harus melakukan keamanan ketat, Tuan. Mereka nunggu kita lengah!""Kau benar, Jhoni.""Saran saya sebaiknya Tuan katakan pada Nona Naura kalau Tuan mencintainya, dengan begitu Tuan bisa lebih leluasa untuk menjaganya." Sean seketika menoleh pada anak buahnya itu."Tapi aku sedikit ragu, apakah dia mau menerimaku?""Tentu saja, Tuan. Nona Naura pasti menerima, tidak ada salahnya untuk mencoba."Walau sedikit ragu tapi benar apa kata Jhoni, kita tidak akan tau kalau belum mencobanya."Baiklah kalau gitu, malam ini aku akan datang ke sana dan mengatakan pada Naura kalau aku cinta padanya." Jho
"Teman kuliahku, kenapa?""Lalu apa hubungannya dengan Sean?" Natasya memutar bola matanya malas, kenapa pria ini banyak sekali bertanya."Tidak ada! Memangnya kenapa kau menanyakan itu?" Lucas terlihat salah tingkah."Ya, aku cuma pengin tau aja, kenapa dia terus disebut sedari tadi." Malas rasanya Natasya meladeni laki-laki seperti Lucas ini. "Hufh, sudahlah! Kau tidak usah banyak tanya. Lagipula ini tidak ada hubungannya denganmu!" Ketus sekali Natasya menjawab sebelum pergi.Lucas menggeleng, kenapa wanita ini begitu benci kepadanya. Sampai malam hari Natasya terus memikirkan Sean, ada apa dengannya? Ada apa dengan Naura? Lalu apa hubungannya dengan kemarahan itu? Banyak sekali pertanyaan menari-nari di depan matanya.Sampai pagi menjelma rasanya dia ingin sekali bertemu dengan temannya, untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi."Nau, kau baru sampai?"Tapi justru Naura yang bicara dengan wajah bahagia.