"Aku ..., aku em, ..."
"Bukannya kamu sudah pulang? Tapi kenapa masih di sini?" Naura terus saja memberondong pertanyaan yang membuat Sean bingung harus menjawab apa. "Aku mengkhawatirkanmu! Iya semalam aku mengkhawatirkanmu." "Mengkhawatirkanku? Maksudnya?" "Ya, aku mengkhawatirkanmu! Aku tidak bisa jauh darimu!" Degh! Tanpa sadar ucapan itu membuat Naura terkejut, apa itu artinya Sean ... Tapi Naura tidak percaya. Kekecewaan terhadap Adnan membuat dia enggan untuk mendengar kata-kata manis dari seorang laki-laki. "Omong kosong!" Wanita itu justru beranjak pergi, tapi Sean kembali mengejarnya. "Naura, tunggu. Biar aku antar kau ke kampus!" "Nggak perlu! Aku bisa pergi sendiri." "Kenapa kau selalu keras kepala? Please, kali ini saja." Sean memohon. Naura menurut untuk di antar ke kampus. Di tengah perjalanan tidak banyak"Tuan Erdo, jadi Sean selama ini bekerja sama dengan Tuan Erdo," gumam Lucas dalam hati tanpa dia tau kebenarannya. Lucas telah mengetahui siapa tuan Erdo itu."Baik, Tuan. Nanti saya buatkan.""Ok, hanya itu saja yang ingin aku sampaikan. Silahkan kembali bekerja." Satu persatu dari mereka keluar ruang meeting, termasuk Sean yang keluar setelah ruangan itu kosong."Aku baru tau kalau kau bekerja sama dengan Tuan Erdo." Sean hanya diam saat Lucas bicara."Aku punya ide, bagaimana kalau kita kembangkan sendiri bisnis itu?""Maksudmu?""Ya kita produksi sendiri produk seperti Tuan Erdo itu. Kita resmikan dan kita pasarkan! Aku yakin usaha kita jauh lebih rame dibanding dengan bisnisnya.""Tapi aku tidak tertarik. Asal kau tau kalau aku hanya terpaksa bekerja sama dengannya!""Loh, apa alasannya?" Haruskan Sean menceritakan asal muasal dia menerima kerja sama dengan pengusaha culas itu?"Kau cari sendiri k
"Tuan kenapa? Sepertinya ada yang sedang Tuan pikirkan?" Jhoni menghampiri Sean yang duduk termenung di depan rumah."Jujur aku khawatir dengan orang terdekatku. Siapa kira-kira yang menjadi sasaran dia." Sean menyeringai membayangkan andai saja dia tau siapa orangnya tentu akan dia beri pelajaran orang itu."Yang jelas kita harus melakukan keamanan ketat, Tuan. Mereka nunggu kita lengah!""Kau benar, Jhoni.""Saran saya sebaiknya Tuan katakan pada Nona Naura kalau Tuan mencintainya, dengan begitu Tuan bisa lebih leluasa untuk menjaganya." Sean seketika menoleh pada anak buahnya itu."Tapi aku sedikit ragu, apakah dia mau menerimaku?""Tentu saja, Tuan. Nona Naura pasti menerima, tidak ada salahnya untuk mencoba."Walau sedikit ragu tapi benar apa kata Jhoni, kita tidak akan tau kalau belum mencobanya."Baiklah kalau gitu, malam ini aku akan datang ke sana dan mengatakan pada Naura kalau aku cinta padanya." Jho
"Teman kuliahku, kenapa?""Lalu apa hubungannya dengan Sean?" Natasya memutar bola matanya malas, kenapa pria ini banyak sekali bertanya."Tidak ada! Memangnya kenapa kau menanyakan itu?" Lucas terlihat salah tingkah."Ya, aku cuma pengin tau aja, kenapa dia terus disebut sedari tadi." Malas rasanya Natasya meladeni laki-laki seperti Lucas ini. "Hufh, sudahlah! Kau tidak usah banyak tanya. Lagipula ini tidak ada hubungannya denganmu!" Ketus sekali Natasya menjawab sebelum pergi.Lucas menggeleng, kenapa wanita ini begitu benci kepadanya. Sampai malam hari Natasya terus memikirkan Sean, ada apa dengannya? Ada apa dengan Naura? Lalu apa hubungannya dengan kemarahan itu? Banyak sekali pertanyaan menari-nari di depan matanya.Sampai pagi menjelma rasanya dia ingin sekali bertemu dengan temannya, untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi."Nau, kau baru sampai?"Tapi justru Naura yang bicara dengan wajah bahagia.
"Aku tidak menyangka kalau Kakak seperti itu!" Natasya keluar meninggalkan Sean.Sampai pagi hari dimana Natasya keluar rumah untuk kuliah, Jhoni sudah berdiri di depan pintu. Anak buah itu menunduk memberi hormat padanya."Selamat pagi, Nona." Saat itu juga dia teringat semalam dia meninggalkan Sean di ruang belakang."Kakak, Kakak masih di dalam?" Jhoni mengikuti di belakang Natasya berjalan. "Kak, astaga. Kau masih di sini?" Sean menenggelamkan kepalanya di atas meja yang terbuat dari keramik. "Mari, Tuan. Biar saya bantu." Jhoni memapahnya masuk ke dalam.Sambil berjalan Sean terus saja bicara ngawur sambil memejamkan matanya. "Untuk apa kau membantuku! Aku sudah bosan hidup, lebih baik kau biarkan saja aku mati."Direbahkan lah tubuh lusuh itu di atas tempat tidur, Natasya menyelimuti Sean dengan selimut tebal.Hari-hari Sean habiskan untuk menyiksa dirinya sendiri, hanya minuman keras yang menjadi temannya saat i
Lucas membelalakkan matanya kala mendengar suara Jhoni yang terdengar cemas. "Tuan, tolong aku! Aku dan Nona Natasya di kejar oleh komplotan entah siapa ini, aku tidak tau!" Pasalnya Jhoni baru melihat komplotan yang mengejarnya kini. Decitan gas tangan dan rem mobil terdengar seperti sedang manufer di jalan raya, terlebih saat Lucas mendengar teriakan dari Natasya. Dor! Dor! "Argh!" Gadis itu menunduk saat komplotan itu menghujani dengan peluru, satu tangan Jhoni membalas tembakan serangan itu, sementara satu tangannya menyetir zig zag. Tapi banyaknya mereka membuat Jhoni tak bisa menangkis dari segala serangan. "Jhoni, kau katakan dimana sekarang?" Lucas pun ikut cemas. Namun Jhoni yang sedang fokus menembak saat itu tak membalas pertanyaan Lucas. "Ah, Shit!" "Gordon, Dolgo!" teriaknya dari dalam. Kedua anak buah itu berlari mendekat. "Ada apa, Tuan?"
"Teman anda mengalami koma." Gordon menyeringai menyayangkan itu.Andai saja dia tidak terlambat datang mungkin kondisi Jhoni tidak separah itu."Apa, Dok. Koma?" Natasya menggeleng tak percaya. Padahal dua jam yang lalu dia masih mengobrol dengan Jhoni di dalam mobil. Kala anak buah itu menjemputnya di kampus."Benar, Nona. Jhoni mengalami koma, kita berdoa saja semoga dia cepat sadar dari komanya.""Kalau begitu saya permisi dulu."Lucas datang tergesa-gesa, Dolgo yang memberi kabar saat mereka sampai di rumah sakit. "Bagaimana kondisi Jhoni, hah?" Tapi Gordon hanya diam yang membuat dia kembali bertanya. "Hei, kenapa kalian diam! Apa yang terjadi dengan Jhoni?" Terpaksa Lucas bicara cukup keras agar mereka menjawab."Jhoni ..., Jhoni mengalami koma, Tuan.""Astag!" Lucas mengusap wajahnya kasar. Kenapa semuanya terlihat kacau.Dia lalu masuk ke dalam dan mendapati Jhoni yang terbaring di atas berank
Naura hanya minta seperangkat alat sholat dan uang senilai tanggal, bulan dan tahun jadian mereka."Aku pergi dulu.""Kau mau kemana?" Tapi Sean tak menjawab pertanyaan Lucas. Pria gagah itu berlalu pergi.Saat dia masih di dalam mobil, dari kejauhan Sean memicingkan matanya melihat seseorang mengenakan jaket hitam dengan penutup kepala mengendap menaiki dinding dan masuk ke dalam halaman rumah.Perlahan Sean turun dari mobil dan berjalan pelan mengikutinya dari belakang. Orang tersebut terlihat memasang kuda-kuda hendak melemparkan sesuatu dan ternyata ...Hap!Guprak!Prang!Sean melihat dengan mata kepala sendiri saat orang tersebut melemparkan batu mengenai jendela kacanya yang kini pecah."Fuck Shit!"Orang tersebut seketika menoleh pada sumber yang bersuara di belakangnya. Tubuhnya gemetar kala melihat sang ketua berdiri dengan tatapan kesal."Brengsek kau!"Tap!
"Aarrgghh!" Burung-burung ikut berterbangan kala mendengar teriakan dari dalam gudang begitu membahana."Sial! Jadi Nino tertangkap? Dia pasti sudah membuka mulutnya," ujar Misca di dalam kantornya.Sekretaris dia mendapat informasi kalau orang suruhannya tertangkap oleh Sean yang tak lain adalah Nino, orang yang baru saja Gordon dan Dolgo beri pelajaran.Mengetahui orang suruhannya tertangkap membuat nyalinya mendadak ciut, walau dia dapat dukungan dari Daddy-nya."Sekarang cari di mana dia! Bawa dia kembali baik dalam keadaan hidup atau mati.""Baik, Nyonya."Malam hari anak buah The Samurai King mengendap masuk ke markas Alexander dan melihat Nino dalam keadaan babak belur penuh luka terduduk lemah.Dia membuka mata memarnya kala mendengar seseorang bersuara. "Sst, sst." Nino tau kalau yang datang adalah temannya."Jein, tolong aku!"Sekuat mungkin dia menegakkan tubuhnya. Temannya itu mendekat dan m
"Atau jangan-jangan kau belum bisa move one darinya?" Naura dibuat salah tingkah oleh ucapan Sean. "Apa maksud kamu? Aku bukan berniat untuk mengingat Adnan lagi tapi ..., tapi wanita itu_" ucapannya itu seperti tercekat di tenggorokan. Sean semakin penasaran. "Wanita? Siapa yang kau maksudkan?" Sambil menahan sebak di dada Naura berusaha mengatakan semuanya pada Sean. "Tadi ada seorang wanita datang ke sini dan mengatakan kalau kamu ada hubungannya dengan foto Adnan dan seorang wanita di hotel waktu itu. Tapi aku tidak tau siapa namanya." Sean menyerkitkan bibirnya. Rupanya masih ada yang ingin bermain-main dengannya. Dia berusaha mendekati Naura dengan halus, berharap tidak ada perlawanan lagi darinya. "Baby kau dengar. Banyak sekali orang di luaran sana yang berusaha menjatuhkan kita. Jadi aku harap kau jangan mudah percaya dengannya." Naura sadar kalau masa l
"Mencari aku? Untuk apa kamu mencari aku?"Kate kembali menyunggingkan senyumnya. "Kau memang bodoh! Bisa-bisanya kau tertipu oleh suamimu sendiri."Degh!"Apa maksud kamu?" Perasaan Naura semakin tidak enak. Wajahnya seketika memucat dengan nafas memburu karena merasa wanita ini tau banyak tentang Sean."Asal kau tau! Demi mendapatkan-mu Sean rela melakukan apa saja, termasuk menuduh kekasihmu itu.""Kekasihku?" Pikiran Naura mengingat kembali kekasih siapa yang Kate maksudkan. Sedang dia hanya punya satu mantan kekasih yaitu Adnan."Iya, kekasihmu yang sudah mati itu!"Tidak salah lagi, yang Kate maksudkan adalah si Adnan. "Adnan, me_memang apa yang sudah Sean lakukan pada Adnan?" Suara Naura bergetar. "Kau ini benar-benar bodoh! Coba kau pikir secara logika apa mungkin kekasihmu itu melakukan itu dengan wanita lain?" Jauh dari lubuk hati Naura memang dia menolak kenyataan itu karena dia tau bagaimana sifat A
Pagi hari Sean yang masih menutup matanya sambil tengkurap menggerayangi tempat tidur mencari istrinya, tapi Naura tidak ada di sampingnya.Penasaran apa yang sedang dilakukan oleh istrinya Sean pun membuka matanya dan segera beranjak turun.Dia mengendus, menghirup bau masakan yang tidak pernah terhirup di pagi harim"Hem, wangi sekali masakan ini."Dalam hatinya sudah menebak-nebak kalau yang masak di dapur adalah Naura. Walau Sean suka dengan aroma masakan itu tetapi dia mengerutkan keningnya.Dia tidak pernah mengizinkan orang yang disayang terjun langsung ke dapur dan mempercayakan pada kedua asisten rumah tangganya yakni Hilda dan Yusa.Sean turun. "Pagi, Honey," sapa Naura sambil tangannya tak berhenti memegang pekerjaan dapur."Sedang apa kau di sini?""Bikin nasi goreng! Kamu pasti suka nasi goreng buatanku.""Nasi goreng?" Rasanya nama itu tidak asing bagi Sean tapi dia belum pernah memakannya
"Kalian berdua sudah siap?""Tunggu sebentar, Honey." Naura berdiri sesaat melihat bangunan tua rumahnya. Rumah sederhana itu penuh dengan kenangan bersama sang ayah yang telah lama tiada. Hari ini dia harus ikut Sean ke kota untuk tinggal di istananya.Naura tak mungkin meninggalkan ibunya sendirian oleh karena itu dia mengajak bu Ningrum juga ikut ikut tinggal di sana.Sementara Jhoni sudah menunggu di dalam mobil. Sean mendekatinya dan memeluk Naura dari samping. "Aku tau ini tidak mudah untukmu, tapi aku yakin kalau Ayah pasti setuju dengan keputusanku." Naura menunduk sambil menahan air mata yang akan terjatuh."Kita berangkat sekarang." Karena Sean merasa dia akan lebih mudah untuk mengawasi dan melindungi keluarga barunya ini. Naura dan ibunya akan aman tinggal bersamanya.Mereka lalu berangkat ke istana Alexander dalam satu mobil yang dikendarai oleh Jhoni.Sekitar 15 menit mereka sampai di sana. Bu Ningrum membelalakkan matanya saat melintasi sebuah istana yang begitu besar
"Kau serius?" Tuan besar George mengangguk. "Iya, aku serius! Maafkan Daddy-mu ini, Nak." Sambil menahan rasa haru mereka mendekat satu sama lain dan berpelukan.Saat itu juga Naura keluar. "Hon, aku ..." Ucapannya terhenti saat melihat dua pria itu berpelukan. Dirinya yang baru saja selesai mandi kehilangan suaminya yang tidak ada di kamar, oleh karena itu Naura keluar untuk memastikan dimana Sean berada.Mendengar suara Naura datang mereka segera melepas pelukannya. Keduanya terlihat malu."Em, Babby. Kau sudah selesai mandi?" Naura menggeleng heran kenapa tuan George ada di sini. Kenapa mereka berpelukan, apakah mereka sudah baikan? Lalu apa tuan George mau menerima dirinya?Banyak sekali pertanyaan yang menaungi pikiran Naura saat ini."Kalian sedang apa di sini?""Kemari." Sean menyuruh Naura mendekat, tapi sepertinya dia masih ragu."Babby kemari." Wanita itu tidak melangkahkan kakinya sama sekali.
"Uncle, kau di sini?" Lucas terlihat gelagapan memandang wajah tuan besar George yang terlihat tak bersahabat. Sepertinya dia tau kalau hari ini putranya menikah padahal Sean sengaja tidak memberitahukannya."Dimana Sean?" Lucas hanya diam. Dia menoleh sesaat pada Natasya yang juga bingung harus berbuat apa. Terpaksa tuan George mengulang pertanyaannya kembali sambil menunjuk ke wajah Lucas."Aku bilang dimana Sean? Kau jangan coba-coba menyembunyikan dia dariku. Aku tau sekarang dia ada dimana." Pria tua itu bergegas untuk pergi, Lucas dan Natasya berusaha mencegah, berusaha bicara baik-baik dengannya tapi tuan George sama sekali tidak menghiraukan panggilan itu.Mereka hanya takut kalau tuan besar George berbuat semena-mena di sana dan mengganggu kebahagiaan pengantin baru."Eh, Uncle. Tunggu! Kau mau kemana?""Uncle dengarkan aku dulu!""Kalian dan Sean sama saja! Aku benci pada kalian. Aku yakin kalian pasti tau dimana Sean.
"Sssttt! Hei, kenapa kau berteriak?" Sean menyunggingkan senyumnya. Wajah Naura tampak memucat saat Sean mendekatkan wajahnya untuk mencium. Dia begitu grogi dihadapkan dengan seorang laki-laki dalam satu kamar.Secepat mungkin dia mencari alasan untuk menutupi kegugupannya itu. "Aku tadi ..., aku anu ..., em aku ..., aku mau ke toilet dulu. Iya, ke toilet dulu." Tanpa permisi wanita itu beranjak dari hadapan Sean dan masuk ke dalam kamar mandi. Sean tertawa sambil menggeleng karena tau kalau istrinya itu sedang salah tingkah.Dengan nafas yang memburu Naura berdiri di depan cermin sambil melihat pantulan dirinya sendiri. Menahan senyumnya saat merasakan sentuhan jari kokoh di lengan tangannya."Ya Allah, bagimana ini. Apa aku harus ..." Padahal dia tau kalau itu kewajiban istri terhadap suaminya. Naura merapikan dirinya sebelum keluar menemui suaminya."Hufh! Bismillah, aku pasti bisa!"Dengan malu-malu dia keluar kamar mandi, tapi yang
"Saya terima nikah dan kawinnya, Naura binti Bapak Danu Atmaja dengan mas kawin tersebut dibayar. Tunai." "Bagaimana saksi. Sah?" Hanya sekali tarikan nafas Sean berhasil mengucapkan ijab qobul dengan suara lantang terdengar sampai ke dalam kamar. Naura menghela nafas lega dengan mata yang berkaca-kaca. "Alhamdulillah ya Allah. Alhamdulillah engkau mudahkan semua urusan kita. Semua yang terjadi atas kehendak mu, ya Allah." Selalu saja wanita itu melibatkan Tuhannya dalam segala urusan dia. Perias masuk dan meminta Naura untuk keluar, dia mengikuti di belakang sambil membawakan buntut gaun yang menjuntai. "Shit!" ucap Sean sambil menyerkitkan bibirnya melihat istrinya datang bak bidadari yang turun dari syurga. Gaun putih dengan cadar transparan berwarna senada membuat dia terlihat begitu cantik sampai membuat Sean mengeluarkan keringat dingin. Wanita itu duduk di samping sang ma
"Kalau begitu Aunty tentukan saja tanggal pernikahannya, aku pasti setuju.""Izinkan Ibu untuk bicara dengan Pak Kyai Hanif terlebih dahulu untuk menentukan tanggal kalian menikah." Sean mengangguk, tak sabar rasanya menunggu hari itu datang.Pak Kyai Hanif mengatakan, lebih cepat lebih baik, bukankah Sean sudah punya segalanya? Lalu untuk apa mereka mengulur waktu yang hanya akan membuat fitnah untuk Sean dan Naura.Maka pesta pernikahan itu akan di laksanakan dua hari lagi. Sean dan Naura begitu bersemangat mempersiapkan segala sesuatunya."Kau tau Babby? Kalau aku sudah tidak sabar menunggu dua hari lagi," ucap Sean pada sambungan telepon."Serius?""Apa kau masih tak percaya denganku?" Mereka terdengar begitu romantis."Setelah kau resmi menjadi istriku, aku akan membawamu dan mertuaku pulang ke rumahku."Tiba saat itu datang dimana di kediaman pak Danu sudah dihiasi dengan dekorasi pernikahan bernuansa puti