Naura hanya minta seperangkat alat sholat dan uang senilai tanggal, bulan dan tahun jadian mereka.
"Aku pergi dulu.""Kau mau kemana?" Tapi Sean tak menjawab pertanyaan Lucas. Pria gagah itu berlalu pergi.Saat dia masih di dalam mobil, dari kejauhan Sean memicingkan matanya melihat seseorang mengenakan jaket hitam dengan penutup kepala mengendap menaiki dinding dan masuk ke dalam halaman rumah.Perlahan Sean turun dari mobil dan berjalan pelan mengikutinya dari belakang. Orang tersebut terlihat memasang kuda-kuda hendak melemparkan sesuatu dan ternyata ...Hap!Guprak!Prang!Sean melihat dengan mata kepala sendiri saat orang tersebut melemparkan batu mengenai jendela kacanya yang kini pecah."Fuck Shit!"Orang tersebut seketika menoleh pada sumber yang bersuara di belakangnya. Tubuhnya gemetar kala melihat sang ketua berdiri dengan tatapan kesal."Brengsek kau!"Tap!"Aarrgghh!" Burung-burung ikut berterbangan kala mendengar teriakan dari dalam gudang begitu membahana."Sial! Jadi Nino tertangkap? Dia pasti sudah membuka mulutnya," ujar Misca di dalam kantornya.Sekretaris dia mendapat informasi kalau orang suruhannya tertangkap oleh Sean yang tak lain adalah Nino, orang yang baru saja Gordon dan Dolgo beri pelajaran.Mengetahui orang suruhannya tertangkap membuat nyalinya mendadak ciut, walau dia dapat dukungan dari Daddy-nya."Sekarang cari di mana dia! Bawa dia kembali baik dalam keadaan hidup atau mati.""Baik, Nyonya."Malam hari anak buah The Samurai King mengendap masuk ke markas Alexander dan melihat Nino dalam keadaan babak belur penuh luka terduduk lemah.Dia membuka mata memarnya kala mendengar seseorang bersuara. "Sst, sst." Nino tau kalau yang datang adalah temannya."Jein, tolong aku!"Sekuat mungkin dia menegakkan tubuhnya. Temannya itu mendekat dan m
Semua bernafas lega saat langkah kaki itu ternyata dokter Santiago yang datang. Dia yang tidak mengetahui kalau Jhoni sudah sadar merasa terkejut saat masuk dan melihat anak buah itu duduk."Jhoni, saudara kau Jhoni sudah sadar? Astaga, ini mukjizat yang luar biasa," ujarnya senang."Betul, Dok. Lihat, temanku sudah sembuh. Dan sebentar lagi kita bakal kumpul bersama." Dolgo tak mau kalah."Baiklah kalau begitu biar aku memeriksanya." Semuanya sontak mundur saat dokter kawakan itu hendak memeriksa.Dokter Santiago menempelkan stetoskop di dada dan menyoroti mata Jhoni dengan senternya. "Bagaimana, Dok. Apa Jhoni baik-baik saja?" Sean yang sedari tadi hanya diam kini mual bersuara."Puji Tuhan, kondisi saudara Jhoni baik-baik saja. Selamat, saya turut senang melihatnya.""Jadi kapan Jhoni bisa pulang?"Dokter Santiago terlihat berfikir sejenak. "Satu atau dua hari lagi Jhoni boleh pulang, tapi sekarang di harus banyak ber
Dekorasi bernuansa putih dengan bunga warna warni indah menghiasi kediaman pak Danu kala hari pernikahan itu datang. Banyak orang berlalu lalang turut menyaksikan acara tersebut. Canda tawa menggema dari setiap sudut ruangan kecil di rumah yang sederhana itu.Naura terlihat cantik terbalut gaun putih menjuntai lengkap dengan cadar putih berbahan brokat, wanita muslimah itu duduk di depan cermin di dalam kamarnya bersama kedua perias."Cantik sekali pengantin wanitanya," ujar sang perias memuji. "Mbak Naura pasti cemas yah, menunggu mempelai laki-laki datang?""Iya nih, aku deg degan banget." Naura menjawabnya."Wajar, Mbak. Aku juga dulu begitu," sarkas si perias yang sudah lama menikah."Bagaimana kalau kita menunggu di depan?" Naura mengangguk mau. Si perias membawakan buntut dari bajunya yang menjuntai ke belakang.Mereka menunggu kedatangan Adnan di depan rumah."Sudah, kau pasti kuat." Natasya menepuk pund
Semua orang berteriak kala melihat mobil yang Adnan tumpangi mengalami oleng. Jalannya tak tentu arah bahkan hampir menabrak pengendara lain. Sopir berusaha mancal pedal rem tapi sepertinya rem itu tidak berfungsi."Pak, Pak! Awas mobil di depan." Adnan berteriak. Pak sopir membanting setir dan menabrak sebuah jembatan besar. Guprak!"Astaghfirullah hal adzim." Semuanya sontak berteriak. Jembatan remuk sebagian sementara kap mobil terlihat membuka mengeluarkan kepulangan asap dari dalam mesin.Semua orang berbondong-bondong mendekat untuk menolongnya. Bu Mima kembali histeris kala melihat Adnan memejamkan matanya dengan banyak darah merah kontras dengan bajunya yang putih."Adnan! Adnan bangun, Nak. Tolong!" Beberapa warga mendekat dan membawanya ke rumah sakit.* * *"Begitulah ceritanya, Nak. Ibu tidak tau kalau akhirnya bakal seperti ini." Naura menangis mendengar cerita dari bu Mima.Natasya mendekat dan m
"Kau sudah pulang?""Hem," jawab Natasya singkat. Dia duduk di samping Sean yang pulang lebih dulu dari rumah Naura."Kak, kau tau tidak. Calon suami Naura meninggal.""Meninggal dunia?" Sean terkejut."Iya, meninggal, Kak. Aku tak bisa membayangkan bagaimana Naura saat ini, dia pasti sangat sedih kehilangan orang yang di sayang.""Ehem." Ludah Sean serasa menyangkut di tenggorokan kala Natasya mengatakan kehilangan orang yang tersayang. Apa dia tidak memikirkan perasaannya terhadap gadis itu? "Lalu apa dia sudah dimakamkan?" "Aku baru saja pulang dari pemakaman. Malam ini aku minta izin untuk menginap di sana, Kak. Naura sedang membutuhkanku saat ini."Sean pun tau kalau Naura sedang hancur saat ini, ingin rasanya dia meluncur ke sana untuk menenangkan, akan tetapi hal itu tidak mungkin karena Sean tidak ingin dikatakan seperti memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.Seharunya Sean senang mendengar
"Uncle! Astaga, kau datang kemari? Kak Sean pasti senang kau datang.""Dimana kakakmu Sean?" ucapnya sambil mengerutkan alisnya."Dia ada di dalam, Uncle masuk saja. Maaf, aku buru-buru untuk pergi. Permisi."Uncle? Siapa yang Natasya panggil dengan sebutan Uncle." Sean penasaran. Dia keluar dan ternyata ..."Daddy!""Anak'ku Sean Alexander." "Daddy kau datang kemari?" Tuan George memeluk putranya dengan sangat erat. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu, tuan George sengaja terbang dari New York Karena rindu dengan putra semata wayangnya.Hancurnya rumah tangga orang tuanya membuat Sean lebih memilih untuk tinggal sendiri di kota ini dan membangun bisnis yang kini sedang dalam masalah."Dad, kau tidak bilang padaku kalau kau bakal datang kemari? Dengan begitu aku bisa menjemputmu.""Aku sengaja memberi kejutan untukmu. Em, istanamu besar sekali, kau pasti sukses di sini." Mereka tertawa-tawa melepas
"Memangnya kenapa jika aku suka dengan wanita yang itu, Dadd?" Sengaja Sean memancing, ingin tau bagaimana reaksi Daddy-nya andai dia bersama Naura, tapi pria paruh baya itu hanya berdecak sambil berlalu pergi.* * * "Nau, kau makan yah? Dari pagi kau belum makan. Ayok buka mulutmu." Natasya membawa sepiring nasi untuk Naura, tapi wanita tak mau membuka mulutnya."Nggak, Sya. Aku nggak lapar.""Kau tidak boleh seperti itu. Itu sama saja kau menyiksa diri sendiri." Bu Ningrum dan pak Danu memandang prihatin pada putrinya yang lebih banyak melamun."Bener apa kata Natasya, Nak. Kau harus makan. Relakan yang sudah tidak ada, biar Adnan tenang di alam sana." Mendengar nama Adnan air mata Naura luluh lantak kembali."Aku nggak menyangka semuanya akan jadi seperti ini, Bu. Adnan ..." Dia tak kuat meneruskan kata-katanya."Itu artinya Allah lebih sayang Adnan, kamu harus ikhlas! Ibu yakin Adnan pasti sedih melihat kamu yang se
Naura membuka kan pintu saat orang mengetuknya dari depan. "Jhoni, kamu ...""Saya mau menjemput Nona Natasya, Nona.""Siapa, Nau?" Teriak Natasya dari dalam. Dia keluar dan mendapati Jhoni yang tengah berdiri di depan pintu. "Jhoni, untuk apa kau datang kemari?""Aku suruh Tuan besar untuk menjemput Nona.""Ya sudah, kita pulang sekarang. Nau, aku pulang yah." Natasya berjalan lebih dulu di depan Jhoni. Jhoni segera berlari untuk membukakan pintu untuknya.Di sepanjang jalan Natasya hanya diam merasa akan terjadi sesuatu kepadanya, dan ketika sampai di rumah, tuan George sudah menunggu berdiri di depan pintu."Ma_malam, Uncle." Natasya berjalan menunduk tanpa berani memandang wajah serius di hadapannya."Dari mana saja kau?""Dari rumah teman, Uncle. Aku ..., aku masuk dulu. Permisi.""Tunggu!" Panggilan itu spontan membuat Natasya menghentikan langkahnya."Duduk." dia menurut untuk duduk.