Dekorasi bernuansa putih dengan bunga warna warni indah menghiasi kediaman pak Danu kala hari pernikahan itu datang. Banyak orang berlalu lalang turut menyaksikan acara tersebut.
Canda tawa menggema dari setiap sudut ruangan kecil di rumah yang sederhana itu.Naura terlihat cantik terbalut gaun putih menjuntai lengkap dengan cadar putih berbahan brokat, wanita muslimah itu duduk di depan cermin di dalam kamarnya bersama kedua perias."Cantik sekali pengantin wanitanya," ujar sang perias memuji. "Mbak Naura pasti cemas yah, menunggu mempelai laki-laki datang?""Iya nih, aku deg degan banget." Naura menjawabnya."Wajar, Mbak. Aku juga dulu begitu," sarkas si perias yang sudah lama menikah."Bagaimana kalau kita menunggu di depan?" Naura mengangguk mau. Si perias membawakan buntut dari bajunya yang menjuntai ke belakang.Mereka menunggu kedatangan Adnan di depan rumah."Sudah, kau pasti kuat." Natasya menepuk pundSemua orang berteriak kala melihat mobil yang Adnan tumpangi mengalami oleng. Jalannya tak tentu arah bahkan hampir menabrak pengendara lain. Sopir berusaha mancal pedal rem tapi sepertinya rem itu tidak berfungsi."Pak, Pak! Awas mobil di depan." Adnan berteriak. Pak sopir membanting setir dan menabrak sebuah jembatan besar. Guprak!"Astaghfirullah hal adzim." Semuanya sontak berteriak. Jembatan remuk sebagian sementara kap mobil terlihat membuka mengeluarkan kepulangan asap dari dalam mesin.Semua orang berbondong-bondong mendekat untuk menolongnya. Bu Mima kembali histeris kala melihat Adnan memejamkan matanya dengan banyak darah merah kontras dengan bajunya yang putih."Adnan! Adnan bangun, Nak. Tolong!" Beberapa warga mendekat dan membawanya ke rumah sakit.* * *"Begitulah ceritanya, Nak. Ibu tidak tau kalau akhirnya bakal seperti ini." Naura menangis mendengar cerita dari bu Mima.Natasya mendekat dan m
"Kau sudah pulang?""Hem," jawab Natasya singkat. Dia duduk di samping Sean yang pulang lebih dulu dari rumah Naura."Kak, kau tau tidak. Calon suami Naura meninggal.""Meninggal dunia?" Sean terkejut."Iya, meninggal, Kak. Aku tak bisa membayangkan bagaimana Naura saat ini, dia pasti sangat sedih kehilangan orang yang di sayang.""Ehem." Ludah Sean serasa menyangkut di tenggorokan kala Natasya mengatakan kehilangan orang yang tersayang. Apa dia tidak memikirkan perasaannya terhadap gadis itu? "Lalu apa dia sudah dimakamkan?" "Aku baru saja pulang dari pemakaman. Malam ini aku minta izin untuk menginap di sana, Kak. Naura sedang membutuhkanku saat ini."Sean pun tau kalau Naura sedang hancur saat ini, ingin rasanya dia meluncur ke sana untuk menenangkan, akan tetapi hal itu tidak mungkin karena Sean tidak ingin dikatakan seperti memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.Seharunya Sean senang mendengar
"Uncle! Astaga, kau datang kemari? Kak Sean pasti senang kau datang.""Dimana kakakmu Sean?" ucapnya sambil mengerutkan alisnya."Dia ada di dalam, Uncle masuk saja. Maaf, aku buru-buru untuk pergi. Permisi."Uncle? Siapa yang Natasya panggil dengan sebutan Uncle." Sean penasaran. Dia keluar dan ternyata ..."Daddy!""Anak'ku Sean Alexander." "Daddy kau datang kemari?" Tuan George memeluk putranya dengan sangat erat. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu, tuan George sengaja terbang dari New York Karena rindu dengan putra semata wayangnya.Hancurnya rumah tangga orang tuanya membuat Sean lebih memilih untuk tinggal sendiri di kota ini dan membangun bisnis yang kini sedang dalam masalah."Dad, kau tidak bilang padaku kalau kau bakal datang kemari? Dengan begitu aku bisa menjemputmu.""Aku sengaja memberi kejutan untukmu. Em, istanamu besar sekali, kau pasti sukses di sini." Mereka tertawa-tawa melepas
"Memangnya kenapa jika aku suka dengan wanita yang itu, Dadd?" Sengaja Sean memancing, ingin tau bagaimana reaksi Daddy-nya andai dia bersama Naura, tapi pria paruh baya itu hanya berdecak sambil berlalu pergi.* * * "Nau, kau makan yah? Dari pagi kau belum makan. Ayok buka mulutmu." Natasya membawa sepiring nasi untuk Naura, tapi wanita tak mau membuka mulutnya."Nggak, Sya. Aku nggak lapar.""Kau tidak boleh seperti itu. Itu sama saja kau menyiksa diri sendiri." Bu Ningrum dan pak Danu memandang prihatin pada putrinya yang lebih banyak melamun."Bener apa kata Natasya, Nak. Kau harus makan. Relakan yang sudah tidak ada, biar Adnan tenang di alam sana." Mendengar nama Adnan air mata Naura luluh lantak kembali."Aku nggak menyangka semuanya akan jadi seperti ini, Bu. Adnan ..." Dia tak kuat meneruskan kata-katanya."Itu artinya Allah lebih sayang Adnan, kamu harus ikhlas! Ibu yakin Adnan pasti sedih melihat kamu yang se
Naura membuka kan pintu saat orang mengetuknya dari depan. "Jhoni, kamu ...""Saya mau menjemput Nona Natasya, Nona.""Siapa, Nau?" Teriak Natasya dari dalam. Dia keluar dan mendapati Jhoni yang tengah berdiri di depan pintu. "Jhoni, untuk apa kau datang kemari?""Aku suruh Tuan besar untuk menjemput Nona.""Ya sudah, kita pulang sekarang. Nau, aku pulang yah." Natasya berjalan lebih dulu di depan Jhoni. Jhoni segera berlari untuk membukakan pintu untuknya.Di sepanjang jalan Natasya hanya diam merasa akan terjadi sesuatu kepadanya, dan ketika sampai di rumah, tuan George sudah menunggu berdiri di depan pintu."Ma_malam, Uncle." Natasya berjalan menunduk tanpa berani memandang wajah serius di hadapannya."Dari mana saja kau?""Dari rumah teman, Uncle. Aku ..., aku masuk dulu. Permisi.""Tunggu!" Panggilan itu spontan membuat Natasya menghentikan langkahnya."Duduk." dia menurut untuk duduk.
"Kau bereskan bajumu cepat!" Dora bangun terduduk sambil membenarkan pakaian yang sempat berantakan. Rambut tak lupa dia rapikan agar seolah-olah tidak ada apa-apa di antara mereka."Masuk." "Permisi, Tuan." Bertha masuk membawa setumpuk kertas berwarna putih. "Ini laporan kekurangan material untuk pembangunan proyek di luar kota, Tuan." Sean menerimanya."Permisi, Tuan."Bertha terdiam sejenak membelakangi Sean saat melihat kain segitiga berwarna merah menyangkut di handel pintu. Dia menyerkitkan bibirnya jijik. Sean menepuk jidatnya kala mengetahui hal itu, bisa-bisanya dia lupa dengan kain itu, kain yang dia buang ke sembarang tempat."Sial!" Dora yang duduk terlihat salah tingkah. Susah payah ia berusaha bersikap biasa agar tidak ada orang yang curiga tapi ternyata Bertha mengetahui kalau mereka usai melakukan itu.Sekretaris itu melanjutkan langkahnya kembali, dia menggunakan dua jarinya untuk menarik ha
Tap!Bugh!"Argh!" Naura berteriak. Melawan preman jalanan seperti mereka bukanlah hal yang sulit untuk Sean. Walau kedua preman itu menyerang dengan tenaga dalam, tapi Sean dengan santainya membalas serangan mereka.Banyak orang yang lebih menakutkan dari mereka yang sudah Bernah berurusan dengannya. Salah satu contohnya tuan Erdo yang menyerangnya dengan senjata api, tapi Sean tidak pernah takut."Brengsek, siapa kamu?"hhiiiaaatt!Tap!Kreaet!Aarrgghh!" Satu preman itu berteriak saat Sean menggenggam tangannya dan memutarkan sampai terpelintir. Sementara kakinya yang panjang menendang satu dari mereka sampai terpental jauh.Preman tersebut berusaha bangkit sambil memegangi bagian tubuhnya yang sakit, tapi ternyata mereka sadar kalau lawan mereka kali ini bukanlah orang sembarangan."Kabur! Kabur!" Dua preman itu berlari tunggang lantung tak tentu arah bahkan hampir saja
"Sean, Sean!" Lucas berteriak memanggil nama Sean. Dia pulang dengan penampilan yang sangat lusuh dan urakan. Lucas terpaksa pulang menaiki mobil pic up warga yang lewat membawa sayuran."Heh, ada apa kau berteriak?" tanya Natasya keluar dari dalam kamarnya."Mana Kakakmu itu? Mana? Sial!"Natasya kembali bicara. "Kenapa kau ini, tiba-tiba pulang marah-marah. Kak Sean belum pulang! Bukankah dia di kantor denganmu?"Mendengar kebisingan dari ruang tengah membuat tuan besar George turun dari tempat tidurnya. "Ada apa ini? Kenapa kalian berisik sekali!""Uncle, kau lihat sahabat putramu ini. Dia pulang dan mencari Kak Sean. Padahal Uncle tau sendiri kalau mereka bekerja dalam satu kantor."Tapi Lucas justru membentak Natasya. "Heh, diam kau! Kalau aku tau mana mungkin aku bertanya!" Di antara mereka memang tidak ada kecocokan. Keduanya seperti tikus dan kucing yang selalu saja berantem."Lucas, benar apa kata Natasya. Sean
"Atau jangan-jangan kau belum bisa move one darinya?" Naura dibuat salah tingkah oleh ucapan Sean. "Apa maksud kamu? Aku bukan berniat untuk mengingat Adnan lagi tapi ..., tapi wanita itu_" ucapannya itu seperti tercekat di tenggorokan. Sean semakin penasaran. "Wanita? Siapa yang kau maksudkan?" Sambil menahan sebak di dada Naura berusaha mengatakan semuanya pada Sean. "Tadi ada seorang wanita datang ke sini dan mengatakan kalau kamu ada hubungannya dengan foto Adnan dan seorang wanita di hotel waktu itu. Tapi aku tidak tau siapa namanya." Sean menyerkitkan bibirnya. Rupanya masih ada yang ingin bermain-main dengannya. Dia berusaha mendekati Naura dengan halus, berharap tidak ada perlawanan lagi darinya. "Baby kau dengar. Banyak sekali orang di luaran sana yang berusaha menjatuhkan kita. Jadi aku harap kau jangan mudah percaya dengannya." Naura sadar kalau masa l
"Mencari aku? Untuk apa kamu mencari aku?"Kate kembali menyunggingkan senyumnya. "Kau memang bodoh! Bisa-bisanya kau tertipu oleh suamimu sendiri."Degh!"Apa maksud kamu?" Perasaan Naura semakin tidak enak. Wajahnya seketika memucat dengan nafas memburu karena merasa wanita ini tau banyak tentang Sean."Asal kau tau! Demi mendapatkan-mu Sean rela melakukan apa saja, termasuk menuduh kekasihmu itu.""Kekasihku?" Pikiran Naura mengingat kembali kekasih siapa yang Kate maksudkan. Sedang dia hanya punya satu mantan kekasih yaitu Adnan."Iya, kekasihmu yang sudah mati itu!"Tidak salah lagi, yang Kate maksudkan adalah si Adnan. "Adnan, me_memang apa yang sudah Sean lakukan pada Adnan?" Suara Naura bergetar. "Kau ini benar-benar bodoh! Coba kau pikir secara logika apa mungkin kekasihmu itu melakukan itu dengan wanita lain?" Jauh dari lubuk hati Naura memang dia menolak kenyataan itu karena dia tau bagaimana sifat A
Pagi hari Sean yang masih menutup matanya sambil tengkurap menggerayangi tempat tidur mencari istrinya, tapi Naura tidak ada di sampingnya.Penasaran apa yang sedang dilakukan oleh istrinya Sean pun membuka matanya dan segera beranjak turun.Dia mengendus, menghirup bau masakan yang tidak pernah terhirup di pagi harim"Hem, wangi sekali masakan ini."Dalam hatinya sudah menebak-nebak kalau yang masak di dapur adalah Naura. Walau Sean suka dengan aroma masakan itu tetapi dia mengerutkan keningnya.Dia tidak pernah mengizinkan orang yang disayang terjun langsung ke dapur dan mempercayakan pada kedua asisten rumah tangganya yakni Hilda dan Yusa.Sean turun. "Pagi, Honey," sapa Naura sambil tangannya tak berhenti memegang pekerjaan dapur."Sedang apa kau di sini?""Bikin nasi goreng! Kamu pasti suka nasi goreng buatanku.""Nasi goreng?" Rasanya nama itu tidak asing bagi Sean tapi dia belum pernah memakannya
"Kalian berdua sudah siap?""Tunggu sebentar, Honey." Naura berdiri sesaat melihat bangunan tua rumahnya. Rumah sederhana itu penuh dengan kenangan bersama sang ayah yang telah lama tiada. Hari ini dia harus ikut Sean ke kota untuk tinggal di istananya.Naura tak mungkin meninggalkan ibunya sendirian oleh karena itu dia mengajak bu Ningrum juga ikut ikut tinggal di sana.Sementara Jhoni sudah menunggu di dalam mobil. Sean mendekatinya dan memeluk Naura dari samping. "Aku tau ini tidak mudah untukmu, tapi aku yakin kalau Ayah pasti setuju dengan keputusanku." Naura menunduk sambil menahan air mata yang akan terjatuh."Kita berangkat sekarang." Karena Sean merasa dia akan lebih mudah untuk mengawasi dan melindungi keluarga barunya ini. Naura dan ibunya akan aman tinggal bersamanya.Mereka lalu berangkat ke istana Alexander dalam satu mobil yang dikendarai oleh Jhoni.Sekitar 15 menit mereka sampai di sana. Bu Ningrum membelalakkan matanya saat melintasi sebuah istana yang begitu besar
"Kau serius?" Tuan besar George mengangguk. "Iya, aku serius! Maafkan Daddy-mu ini, Nak." Sambil menahan rasa haru mereka mendekat satu sama lain dan berpelukan.Saat itu juga Naura keluar. "Hon, aku ..." Ucapannya terhenti saat melihat dua pria itu berpelukan. Dirinya yang baru saja selesai mandi kehilangan suaminya yang tidak ada di kamar, oleh karena itu Naura keluar untuk memastikan dimana Sean berada.Mendengar suara Naura datang mereka segera melepas pelukannya. Keduanya terlihat malu."Em, Babby. Kau sudah selesai mandi?" Naura menggeleng heran kenapa tuan George ada di sini. Kenapa mereka berpelukan, apakah mereka sudah baikan? Lalu apa tuan George mau menerima dirinya?Banyak sekali pertanyaan yang menaungi pikiran Naura saat ini."Kalian sedang apa di sini?""Kemari." Sean menyuruh Naura mendekat, tapi sepertinya dia masih ragu."Babby kemari." Wanita itu tidak melangkahkan kakinya sama sekali.
"Uncle, kau di sini?" Lucas terlihat gelagapan memandang wajah tuan besar George yang terlihat tak bersahabat. Sepertinya dia tau kalau hari ini putranya menikah padahal Sean sengaja tidak memberitahukannya."Dimana Sean?" Lucas hanya diam. Dia menoleh sesaat pada Natasya yang juga bingung harus berbuat apa. Terpaksa tuan George mengulang pertanyaannya kembali sambil menunjuk ke wajah Lucas."Aku bilang dimana Sean? Kau jangan coba-coba menyembunyikan dia dariku. Aku tau sekarang dia ada dimana." Pria tua itu bergegas untuk pergi, Lucas dan Natasya berusaha mencegah, berusaha bicara baik-baik dengannya tapi tuan George sama sekali tidak menghiraukan panggilan itu.Mereka hanya takut kalau tuan besar George berbuat semena-mena di sana dan mengganggu kebahagiaan pengantin baru."Eh, Uncle. Tunggu! Kau mau kemana?""Uncle dengarkan aku dulu!""Kalian dan Sean sama saja! Aku benci pada kalian. Aku yakin kalian pasti tau dimana Sean.
"Sssttt! Hei, kenapa kau berteriak?" Sean menyunggingkan senyumnya. Wajah Naura tampak memucat saat Sean mendekatkan wajahnya untuk mencium. Dia begitu grogi dihadapkan dengan seorang laki-laki dalam satu kamar.Secepat mungkin dia mencari alasan untuk menutupi kegugupannya itu. "Aku tadi ..., aku anu ..., em aku ..., aku mau ke toilet dulu. Iya, ke toilet dulu." Tanpa permisi wanita itu beranjak dari hadapan Sean dan masuk ke dalam kamar mandi. Sean tertawa sambil menggeleng karena tau kalau istrinya itu sedang salah tingkah.Dengan nafas yang memburu Naura berdiri di depan cermin sambil melihat pantulan dirinya sendiri. Menahan senyumnya saat merasakan sentuhan jari kokoh di lengan tangannya."Ya Allah, bagimana ini. Apa aku harus ..." Padahal dia tau kalau itu kewajiban istri terhadap suaminya. Naura merapikan dirinya sebelum keluar menemui suaminya."Hufh! Bismillah, aku pasti bisa!"Dengan malu-malu dia keluar kamar mandi, tapi yang
"Saya terima nikah dan kawinnya, Naura binti Bapak Danu Atmaja dengan mas kawin tersebut dibayar. Tunai." "Bagaimana saksi. Sah?" Hanya sekali tarikan nafas Sean berhasil mengucapkan ijab qobul dengan suara lantang terdengar sampai ke dalam kamar. Naura menghela nafas lega dengan mata yang berkaca-kaca. "Alhamdulillah ya Allah. Alhamdulillah engkau mudahkan semua urusan kita. Semua yang terjadi atas kehendak mu, ya Allah." Selalu saja wanita itu melibatkan Tuhannya dalam segala urusan dia. Perias masuk dan meminta Naura untuk keluar, dia mengikuti di belakang sambil membawakan buntut gaun yang menjuntai. "Shit!" ucap Sean sambil menyerkitkan bibirnya melihat istrinya datang bak bidadari yang turun dari syurga. Gaun putih dengan cadar transparan berwarna senada membuat dia terlihat begitu cantik sampai membuat Sean mengeluarkan keringat dingin. Wanita itu duduk di samping sang ma
"Kalau begitu Aunty tentukan saja tanggal pernikahannya, aku pasti setuju.""Izinkan Ibu untuk bicara dengan Pak Kyai Hanif terlebih dahulu untuk menentukan tanggal kalian menikah." Sean mengangguk, tak sabar rasanya menunggu hari itu datang.Pak Kyai Hanif mengatakan, lebih cepat lebih baik, bukankah Sean sudah punya segalanya? Lalu untuk apa mereka mengulur waktu yang hanya akan membuat fitnah untuk Sean dan Naura.Maka pesta pernikahan itu akan di laksanakan dua hari lagi. Sean dan Naura begitu bersemangat mempersiapkan segala sesuatunya."Kau tau Babby? Kalau aku sudah tidak sabar menunggu dua hari lagi," ucap Sean pada sambungan telepon."Serius?""Apa kau masih tak percaya denganku?" Mereka terdengar begitu romantis."Setelah kau resmi menjadi istriku, aku akan membawamu dan mertuaku pulang ke rumahku."Tiba saat itu datang dimana di kediaman pak Danu sudah dihiasi dengan dekorasi pernikahan bernuansa puti