"Kau bereskan bajumu cepat!" Dora bangun terduduk sambil membenarkan pakaian yang sempat berantakan. Rambut tak lupa dia rapikan agar seolah-olah tidak ada apa-apa di antara mereka.
"Masuk.""Permisi, Tuan." Bertha masuk membawa setumpuk kertas berwarna putih. "Ini laporan kekurangan material untuk pembangunan proyek di luar kota, Tuan." Sean menerimanya."Permisi, Tuan."Bertha terdiam sejenak membelakangi Sean saat melihat kain segitiga berwarna merah menyangkut di handel pintu. Dia menyerkitkan bibirnya jijik.Sean menepuk jidatnya kala mengetahui hal itu, bisa-bisanya dia lupa dengan kain itu, kain yang dia buang ke sembarang tempat."Sial!"Dora yang duduk terlihat salah tingkah. Susah payah ia berusaha bersikap biasa agar tidak ada orang yang curiga tapi ternyata Bertha mengetahui kalau mereka usai melakukan itu.Sekretaris itu melanjutkan langkahnya kembali, dia menggunakan dua jarinya untuk menarik haTap!Bugh!"Argh!" Naura berteriak. Melawan preman jalanan seperti mereka bukanlah hal yang sulit untuk Sean. Walau kedua preman itu menyerang dengan tenaga dalam, tapi Sean dengan santainya membalas serangan mereka.Banyak orang yang lebih menakutkan dari mereka yang sudah Bernah berurusan dengannya. Salah satu contohnya tuan Erdo yang menyerangnya dengan senjata api, tapi Sean tidak pernah takut."Brengsek, siapa kamu?"hhiiiaaatt!Tap!Kreaet!Aarrgghh!" Satu preman itu berteriak saat Sean menggenggam tangannya dan memutarkan sampai terpelintir. Sementara kakinya yang panjang menendang satu dari mereka sampai terpental jauh.Preman tersebut berusaha bangkit sambil memegangi bagian tubuhnya yang sakit, tapi ternyata mereka sadar kalau lawan mereka kali ini bukanlah orang sembarangan."Kabur! Kabur!" Dua preman itu berlari tunggang lantung tak tentu arah bahkan hampir saja
"Sean, Sean!" Lucas berteriak memanggil nama Sean. Dia pulang dengan penampilan yang sangat lusuh dan urakan. Lucas terpaksa pulang menaiki mobil pic up warga yang lewat membawa sayuran."Heh, ada apa kau berteriak?" tanya Natasya keluar dari dalam kamarnya."Mana Kakakmu itu? Mana? Sial!"Natasya kembali bicara. "Kenapa kau ini, tiba-tiba pulang marah-marah. Kak Sean belum pulang! Bukankah dia di kantor denganmu?"Mendengar kebisingan dari ruang tengah membuat tuan besar George turun dari tempat tidurnya. "Ada apa ini? Kenapa kalian berisik sekali!""Uncle, kau lihat sahabat putramu ini. Dia pulang dan mencari Kak Sean. Padahal Uncle tau sendiri kalau mereka bekerja dalam satu kantor."Tapi Lucas justru membentak Natasya. "Heh, diam kau! Kalau aku tau mana mungkin aku bertanya!" Di antara mereka memang tidak ada kecocokan. Keduanya seperti tikus dan kucing yang selalu saja berantem."Lucas, benar apa kata Natasya. Sean
Foto kebersamaanya dengan Adnan saat mereka pacaran dulu. Saat di pantai Adnan memintanya untuk foto bersama sebagai kenang-kenangan. Naura tidak menyangka kalau itu keinginan terakhirnya dan foto itu benar-benar menjadi kenang-kenangan yang abadi."Maafkan aku, Nan. Tapi aku nggak mau terus terbayang-bayang masa lalu kita! Aku tau kamu pasti kecewa tapi aku harus bangkit! Aku harus melanjutkan hidup! Semoga kamu bahagia di alam sana." Foto itu Naura sobek dengan tatapan kosong.Sisa sobekan itu dia genggam dan remas dengan kuat.Dengan semangat baru pagi harinya Naura melakukan aktifitasnya seperti biasa, menaiki sebuah taksi tak akan mengantarkan dia ke kampus. Dan ketika sampai di sana, Naura turun untuk membayar tapi pandangannya tak sengaja pada Jhoni yang berjalan dari halaman kampus.Anak buah bertubuh kekar itu menunduk sambil melihat tangannya ke dada memberi salam."Kamu, kamu yang mengantar Natasya berangkat? Bukan dia?"
"Mau pesan apa, Tuan?" Pelayan siap mencatat pesanan meraka."Kau mau pesan makanan apa?" Sean bertanya pada Natasya."Aku mau steak dan jus lemon. Tapi aku juga mau ice cream." "Dan kau?" Pandanganya Sean teralih pada Naura yang terlibat bingung. Baru pertama kalinya dia menginjakkan kaki di tempat mewah seperti itu."Samakan saja dengan kalian.""Ok, aku pesan tiga steak dan tiga jus lemon.""Baik, Tuan. Ditunggu pesanannya." Tapi ketika pelayan itu beranjak pergi, Sean bangun lalu mengejarnya."Pelayan tunggu!" Dia bicara lirih dengannya yang dipanggil oleh si pelayan."Baik, Tuan."Memesan tiga porsi steak dan tiga jus lemon Sean duduk santai sambil memainkan ponselnya sembari menunggu pesanan itu datang.Tak lama setelah itu dia orang pelayan mengenakan baju berwarna hitam putih datang membawa pesanan itu. "Permisi pesanan anda sudah siap, Tuan."Kini makanan itu siap tersaji di
"Sebenarnya aku ingin Sean segera menikah, mengingat usia dia yang sudah cukup!""Kau benar, Uncle. Mungkin dengan menikah Sean lebih bisa menata hidupnya."Saat itu juga Sean pulang bersama Natasya, mereka keluar dari dalam mobil sambil tertawa-tawa. Tuan George dan Lucas baru pernah melihat Sean sebahagia itu.Namun tawa Sean terhenti saat melihat Daddy dan sahabatnya itu memandangnya di depan rumah."Sore, Dadd.""Dari mana saja kalian?"Tak mau sepupunya itu disalahkan, Natasya justru yang menjawab. "Kak Sean habis mengantar aku beli buku, Uncle.""Permisi." Usai mengucapkan itu Natasya menyelinap masuk. Kini tinggal Sean yang berdiri kikuk di hadapan tuan George."Aku ..., aku mandi dulu, Dadd.""Setelah itu Daddy ingin bicara denganmu!" Sean mengangguk.Di dalam kamar perasaanya mendadak tidak enak melihat wajah Daddy-nya yang terlihat serius tanpa senyum.Sean merebahkan tubuhny
"Kemana Natasya! Tumben jam segini belum datang." Sesekali Naura melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia yang kini duduk di taman kampus merasa ada sesuatu yang terjadi dengan tamannya itu. "Lebih baik aku telepon dia sekarang." "Halo." Natasya menjawab panggilan itu dengan suara serak. Rupanya gadis bermata biru itu sakit setelah merasakan udara dingin akibat hujan kemaren. "Ya Allah, kamu sakit? Pantas aku cari kamu nggak ada di kampus." "Iya, Nau. Tubuhku sakit sekali! Kau semangat belajar, Ok." Naura mendengkus kesal. Pasalnya dia tidak ada teman yang lebih dekat dengannya. "Ya udah deh, kamu cepat sembuh yah, aku kesepian nggak ada kamu." "Doakan aku cepat sembuh, Nau. See you." Panggilan ditutup. Sepi rasanya Naura duduk sendirian, tiba-tiba seorang pemuda duduk di sampingnya sambil makan makan jeruk. Naura sempat melirik dan dilihat oleh pemuda itu. "Kenap
"Kemana Natasya! Tumben jam segini belum datang." Sesekali Naura melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia yang kini duduk di taman kampus merasa ada sesuatu yang terjadi dengan tamannya itu. "Lebih baik aku telepon dia sekarang." "Halo." Natasya menjawab panggilan itu dengan suara serak. Rupanya gadis bermata biru itu sakit setelah merasakan udara dingin akibat hujan kemaren. "Ya Allah, kamu sakit? Pantas aku cari kamu nggak ada di kampus." "Iya, Nau. Tubuhku sakit sekali! Kau semangat belajar, Ok." Naura mendengkus kesal. Pasalnya dia tidak ada teman yang lebih dekat dengannya. "Ya udah deh, kamu cepat sembuh yah, aku kesepian nggak ada kamu." "Doakan aku cepat sembuh, Nau. See you." Panggilan ditutup. Sepi rasanya Naura duduk sendirian, tiba-tiba seorang pemuda duduk di sampingnya sambil makan makan jeruk. Naura sempat melirik dan dilihat oleh pemuda itu. "Kenap
Ternyata sampai pagi memang Naura belum pulang. Bu Ningrum mendatangi kampus untuk menanyakan keberadaan putrinya.Pak Dosen yang mengajar mengatakan kalau dari kemaren gadis itu tidak mengikuti pelajaran kuliah. Pernyataan itu membuat bu Ningrum semakin cemas."Ya Allah, terus Naura sekarang di mana, yah?""Saya sendiri tidak tau, Bu. Saya mengira kalau Naura memang tidak berangkat kuliah karena ada urusan ? Apa mungkin dia pergi dengan Natasya? Pasalnya dari kemaren dia juga tidak berangkat ke kampus.""Natasya, oh jadi Natasya juga tidak berangkat?" Secercah harapan kala dosen mengatakan teman yang biasa dengan putrinya pun tidak masuk kuliah, bu Ningrum berfikir kemungkinan besar putrinya ada bersama Natasya."Betul, Bu. Dari kemaren Natasya tidak masuk kuliah. Coba ibu tanyakan saja padanya.""Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi."Sambil berjalan pulang bu Ningrum berusaha menghubungi teman putrinya itu, tapi seper