Foto kebersamaanya dengan Adnan saat mereka pacaran dulu. Saat di pantai Adnan memintanya untuk foto bersama sebagai kenang-kenangan. Naura tidak menyangka kalau itu keinginan terakhirnya dan foto itu benar-benar menjadi kenang-kenangan yang abadi.
"Maafkan aku, Nan. Tapi aku nggak mau terus terbayang-bayang masa lalu kita! Aku tau kamu pasti kecewa tapi aku harus bangkit! Aku harus melanjutkan hidup! Semoga kamu bahagia di alam sana." Foto itu Naura sobek dengan tatapan kosong.Sisa sobekan itu dia genggam dan remas dengan kuat.Dengan semangat baru pagi harinya Naura melakukan aktifitasnya seperti biasa, menaiki sebuah taksi tak akan mengantarkan dia ke kampus. Dan ketika sampai di sana, Naura turun untuk membayar tapi pandangannya tak sengaja pada Jhoni yang berjalan dari halaman kampus.Anak buah bertubuh kekar itu menunduk sambil melihat tangannya ke dada memberi salam."Kamu, kamu yang mengantar Natasya berangkat? Bukan dia?""Mau pesan apa, Tuan?" Pelayan siap mencatat pesanan meraka."Kau mau pesan makanan apa?" Sean bertanya pada Natasya."Aku mau steak dan jus lemon. Tapi aku juga mau ice cream." "Dan kau?" Pandanganya Sean teralih pada Naura yang terlibat bingung. Baru pertama kalinya dia menginjakkan kaki di tempat mewah seperti itu."Samakan saja dengan kalian.""Ok, aku pesan tiga steak dan tiga jus lemon.""Baik, Tuan. Ditunggu pesanannya." Tapi ketika pelayan itu beranjak pergi, Sean bangun lalu mengejarnya."Pelayan tunggu!" Dia bicara lirih dengannya yang dipanggil oleh si pelayan."Baik, Tuan."Memesan tiga porsi steak dan tiga jus lemon Sean duduk santai sambil memainkan ponselnya sembari menunggu pesanan itu datang.Tak lama setelah itu dia orang pelayan mengenakan baju berwarna hitam putih datang membawa pesanan itu. "Permisi pesanan anda sudah siap, Tuan."Kini makanan itu siap tersaji di
"Sebenarnya aku ingin Sean segera menikah, mengingat usia dia yang sudah cukup!""Kau benar, Uncle. Mungkin dengan menikah Sean lebih bisa menata hidupnya."Saat itu juga Sean pulang bersama Natasya, mereka keluar dari dalam mobil sambil tertawa-tawa. Tuan George dan Lucas baru pernah melihat Sean sebahagia itu.Namun tawa Sean terhenti saat melihat Daddy dan sahabatnya itu memandangnya di depan rumah."Sore, Dadd.""Dari mana saja kalian?"Tak mau sepupunya itu disalahkan, Natasya justru yang menjawab. "Kak Sean habis mengantar aku beli buku, Uncle.""Permisi." Usai mengucapkan itu Natasya menyelinap masuk. Kini tinggal Sean yang berdiri kikuk di hadapan tuan George."Aku ..., aku mandi dulu, Dadd.""Setelah itu Daddy ingin bicara denganmu!" Sean mengangguk.Di dalam kamar perasaanya mendadak tidak enak melihat wajah Daddy-nya yang terlihat serius tanpa senyum.Sean merebahkan tubuhny
"Kemana Natasya! Tumben jam segini belum datang." Sesekali Naura melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia yang kini duduk di taman kampus merasa ada sesuatu yang terjadi dengan tamannya itu. "Lebih baik aku telepon dia sekarang." "Halo." Natasya menjawab panggilan itu dengan suara serak. Rupanya gadis bermata biru itu sakit setelah merasakan udara dingin akibat hujan kemaren. "Ya Allah, kamu sakit? Pantas aku cari kamu nggak ada di kampus." "Iya, Nau. Tubuhku sakit sekali! Kau semangat belajar, Ok." Naura mendengkus kesal. Pasalnya dia tidak ada teman yang lebih dekat dengannya. "Ya udah deh, kamu cepat sembuh yah, aku kesepian nggak ada kamu." "Doakan aku cepat sembuh, Nau. See you." Panggilan ditutup. Sepi rasanya Naura duduk sendirian, tiba-tiba seorang pemuda duduk di sampingnya sambil makan makan jeruk. Naura sempat melirik dan dilihat oleh pemuda itu. "Kenap
"Kemana Natasya! Tumben jam segini belum datang." Sesekali Naura melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia yang kini duduk di taman kampus merasa ada sesuatu yang terjadi dengan tamannya itu. "Lebih baik aku telepon dia sekarang." "Halo." Natasya menjawab panggilan itu dengan suara serak. Rupanya gadis bermata biru itu sakit setelah merasakan udara dingin akibat hujan kemaren. "Ya Allah, kamu sakit? Pantas aku cari kamu nggak ada di kampus." "Iya, Nau. Tubuhku sakit sekali! Kau semangat belajar, Ok." Naura mendengkus kesal. Pasalnya dia tidak ada teman yang lebih dekat dengannya. "Ya udah deh, kamu cepat sembuh yah, aku kesepian nggak ada kamu." "Doakan aku cepat sembuh, Nau. See you." Panggilan ditutup. Sepi rasanya Naura duduk sendirian, tiba-tiba seorang pemuda duduk di sampingnya sambil makan makan jeruk. Naura sempat melirik dan dilihat oleh pemuda itu. "Kenap
Ternyata sampai pagi memang Naura belum pulang. Bu Ningrum mendatangi kampus untuk menanyakan keberadaan putrinya.Pak Dosen yang mengajar mengatakan kalau dari kemaren gadis itu tidak mengikuti pelajaran kuliah. Pernyataan itu membuat bu Ningrum semakin cemas."Ya Allah, terus Naura sekarang di mana, yah?""Saya sendiri tidak tau, Bu. Saya mengira kalau Naura memang tidak berangkat kuliah karena ada urusan ? Apa mungkin dia pergi dengan Natasya? Pasalnya dari kemaren dia juga tidak berangkat ke kampus.""Natasya, oh jadi Natasya juga tidak berangkat?" Secercah harapan kala dosen mengatakan teman yang biasa dengan putrinya pun tidak masuk kuliah, bu Ningrum berfikir kemungkinan besar putrinya ada bersama Natasya."Betul, Bu. Dari kemaren Natasya tidak masuk kuliah. Coba ibu tanyakan saja padanya.""Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi."Sambil berjalan pulang bu Ningrum berusaha menghubungi teman putrinya itu, tapi seper
"Si brengsek siapa yang kau maksudkan?" Tapi Sean hanya diam. Mengatakan pada Lucas pun percuma karena dia tak mengenal Jonas.Justru dia membahas masalah lain untuk mengalihkan pembicaraan mereka. "Kita harus mencari donor darah sekarang." Pria tampan itu menjauh dari Lucas dan menelepon seseorang."Kalian cari golongan darah B di seluruh rumah sakit!""Baik, Tuan."* * * Kehilangan putri semata wayangnya membuat kesehatan pak Danu menurun. Jantungnya kembali bermasalah, dia mendatangi rumah sakit bersama bu Ningrum sambil memegangi dadanya yang terasa nyeri.Bu Ningrum yang memapah suaminya tak sengaja memandang ke depan dan melihat pria yang tidak asing untuknya. "Nak Sean." Begitu juga dengan Sean yang tak sengaja menoleh, memicingkan mata saat melihat dua orang paruh baya berjalan ke arahnya."Aunty, Uncle." Sean menghampiri mereka.Lucas mengulurkan tangannya seolah mengatakan mau kemana sahabatnya itu.
"Bawa aku ke sana, Kak! Bawa aku menemui Jonas, dia harus bertanggung jawab!""Apa kau sudah gila! Untuk apa kau datang ke sana? Lebih baik kau urus sendiri bayi ini!"Tapi Natasya kekeh ingin mendatangi Jonas. "Aku tidak perduli! Aku harus ke sana sekarang!" Bahkan gadis itu meloncat dari tempat tidurnya yang membuat Sean akhirnya menyerah."Ok, Fine. Aku antar kau ke sana, tapi kau harus janji kau tidak boleh lemah di hadapannya!" Natasya mengangguk cepat. "Iya, aku janji! Sekarang bawa aku ke sana." Terpaksa Sean membawa Natasya yang masih mengenakan baju rumah sakit ke kediaman Jonas. Mobil itu berhenti sejenak di depan rumahnya sambil meyakinkan Natasya apakah dia benar-benar akan turun? Ataukah mengurungkan niatnya untuk menghampiri dia."Aku harus turun sekarang!"Brak!Baru saja Natasya membuka pintu mobil dia dikejutkan dengan Jonas yang keluar dari rumah bersama Misca. Dan yang paling mengejutkan lagi kalau pr
Sejak mengetahui Jonas lumpuh Natasya lebih banyak diam sambil menangis. Matanya selalu basah membayangkan bayi itu lahir tanpa seorang ayah. Lagi dia merasa jijik pada dirinya sendiri yang kini telah memakai hijab tetapi pernah melakukan Zina. Walau kesalahan itu dia lakukan sebelum hijrah. "Aku bawakan susu hangat untukmu." Lucas menemuinya yang tengah duduk di depan rumah. Tapi Natasya tidak menjawab, bahkan tidak menoleh padanya sama sekali. Lucas lalu duduk di samping wanita itu. "Aku akan menggugurkan kandungan ini," ucapnya tanpa bergerak. Pandang matanya kosong menghadap ke depan dengan matanya yang basah. Lucas spontan menoleh padanya. "Jangan bodoh kau! Apa kau tidak kasihan dengan bayi itu?" "Tapi aku malu!" Tangisnya mulai pecah. "Aku benci dengan bayi ini!" Bugh! Bugh! Bugh! "Natasya!" Lucas membentak saat wanita itu terus memukuli perutnya.