"Si brengsek siapa yang kau maksudkan?" Tapi Sean hanya diam. Mengatakan pada Lucas pun percuma karena dia tak mengenal Jonas.
Justru dia membahas masalah lain untuk mengalihkan pembicaraan mereka. "Kita harus mencari donor darah sekarang." Pria tampan itu menjauh dari Lucas dan menelepon seseorang."Kalian cari golongan darah B di seluruh rumah sakit!""Baik, Tuan."* * *Kehilangan putri semata wayangnya membuat kesehatan pak Danu menurun. Jantungnya kembali bermasalah, dia mendatangi rumah sakit bersama bu Ningrum sambil memegangi dadanya yang terasa nyeri.Bu Ningrum yang memapah suaminya tak sengaja memandang ke depan dan melihat pria yang tidak asing untuknya. "Nak Sean." Begitu juga dengan Sean yang tak sengaja menoleh, memicingkan mata saat melihat dua orang paruh baya berjalan ke arahnya."Aunty, Uncle." Sean menghampiri mereka.Lucas mengulurkan tangannya seolah mengatakan mau kemana sahabatnya itu."Bawa aku ke sana, Kak! Bawa aku menemui Jonas, dia harus bertanggung jawab!""Apa kau sudah gila! Untuk apa kau datang ke sana? Lebih baik kau urus sendiri bayi ini!"Tapi Natasya kekeh ingin mendatangi Jonas. "Aku tidak perduli! Aku harus ke sana sekarang!" Bahkan gadis itu meloncat dari tempat tidurnya yang membuat Sean akhirnya menyerah."Ok, Fine. Aku antar kau ke sana, tapi kau harus janji kau tidak boleh lemah di hadapannya!" Natasya mengangguk cepat. "Iya, aku janji! Sekarang bawa aku ke sana." Terpaksa Sean membawa Natasya yang masih mengenakan baju rumah sakit ke kediaman Jonas. Mobil itu berhenti sejenak di depan rumahnya sambil meyakinkan Natasya apakah dia benar-benar akan turun? Ataukah mengurungkan niatnya untuk menghampiri dia."Aku harus turun sekarang!"Brak!Baru saja Natasya membuka pintu mobil dia dikejutkan dengan Jonas yang keluar dari rumah bersama Misca. Dan yang paling mengejutkan lagi kalau pr
Sejak mengetahui Jonas lumpuh Natasya lebih banyak diam sambil menangis. Matanya selalu basah membayangkan bayi itu lahir tanpa seorang ayah. Lagi dia merasa jijik pada dirinya sendiri yang kini telah memakai hijab tetapi pernah melakukan Zina. Walau kesalahan itu dia lakukan sebelum hijrah. "Aku bawakan susu hangat untukmu." Lucas menemuinya yang tengah duduk di depan rumah. Tapi Natasya tidak menjawab, bahkan tidak menoleh padanya sama sekali. Lucas lalu duduk di samping wanita itu. "Aku akan menggugurkan kandungan ini," ucapnya tanpa bergerak. Pandang matanya kosong menghadap ke depan dengan matanya yang basah. Lucas spontan menoleh padanya. "Jangan bodoh kau! Apa kau tidak kasihan dengan bayi itu?" "Tapi aku malu!" Tangisnya mulai pecah. "Aku benci dengan bayi ini!" Bugh! Bugh! Bugh! "Natasya!" Lucas membentak saat wanita itu terus memukuli perutnya.
"Tidak, tidak masalah." Lucas dan Natasya memandang eneh pada Sean yang hanya menjawab itu lalu pergi.Keesokan harinya Misca menyuruh anak buahnya untuk bersiap dengan rencana yang sudah dia susun dengan keponakannya. Dengan penuh semangat Bily sang anak buah menjalankan perintah bosnya ini. "Bily, kau persiapkan gadis itu karena sebenar lagi Tuan Sean Alexander bakal memenuhi undangan kita.""Siap, Nyonya."Anak buah Misca bersiap untuk mengeluarkan Naura dari dalam kamar tapi bukan untuk dilepaskan, melainkan untuk menjadi penonton apa yang akan Haiden lakukan Sean Alexander.Tiba-tiba seseorang bersuara dari belakang. "Tunggu, aku ikut!"Dia dan anak buah mendatangi kamar itu dan membukanya, Naura tampak duduk di atas tempat tidur menunduk sambil memeluk lututnya sendiri. Gadis itu seketika menoleh saat seseorang membuka pintu.Brak!"Kaluar kau."Naura dibuat bingung oleh Bily yang tiba-tiba menyuruhnya un
"Kak Sean!""Ada apa, Sya!" Lucas ikut cemas saat Natasya menutup telepon dan beranjak mencari sepupunya."Kak Sean sedang dalam masalah," ujarnya sambil berjalan tanpa berhenti sedikit pun. Lucas menghentikan Natasya memblokirnya dari depan. "Maksudmu? Hai, katakan padaku apa yang terjadi dengan Sean?""Kau ingat kemaren Kak Sean menerima telepon yang mencurigakan? Dan sekarang Naura menghilang.""Aku yakin ini ada hubungannya dengan telepon itu.""Naura teman kampus itu? Lalu apa hubungannya dengan Sean?" Lucas terus saja bertanya yang membuat Natasya kesal. Karena pria ini hanya membuang-buang waktunya untuk bergerak."Ah, sudah lah! Kau banyak sekali bertanya. Jhoni!" Natasya berteriak tapi anak buah tidak tidak ada di sana. Justru anak buah penjaga gerbang yang menolak serentak."Hei kau, sini!" Salah satu dari mereka berlari mendekat."Ada apa, Nona.""Kau panggil Jhoni dan kedua temannya itu. Cep
"Tunggu, tunggu! Kita harus mengintai dari jauh." Ketiga anak buah itu turun pelan-pelan dan mengendap masuk ke dalam gudang. Mereka membelalakkan matanya saat melihat Sean yang terkapar di atas tanah."Tuan!""Ssssttt!" Gordon menyuruh Jhoni untuk diam. Jhoni tak tega melihat tuannya tergeletak tak berdaya."Kau lihat di sana?" Gordon menunjukan Jhoni pada Naura yang masih disekap anak buah Misca. "Kau cari jalan untuk meloloskan dia. Begitu kau sudah berhasil, aku dan Dolgo akan masuk menyerang." Jhoni menurut apa yang dikatakan pak tua Gordon.Dia berpencar dan mengendap mencari jalan agar tidak ketahuan. Menaiki pagar besi yang usang dan meloncat ke bawah. Masuk ke dalam pintu belakang, tanpa mereka sadari kini posisi Jhoni berada di belakang Misca.Tap!"Ah!"Hentakan tangan Jhoni pada lengan Misca berhasil menjatuhkan pisau yang dia pegang, namun semua orang spontan menoleh padanya. Jhoni menarik Naura ag
"Ibu.""Naura, Naura anak Ibu!" Bu Ningrum memeluk putrinya yang tengah kembali sambil mencium habis wajahnya sebagai rasa syukur kalau Naura baik-baik saja. "Kamu dari mana aja, Nak? Ibu cemas mencari kamu!""Aku baik-baik saja, Bu. Ayah, gimana kondisi Ayah, kenapa seperti ini lagi?""Ayah tidak apa-apa, Nak. Syukurlah kamu udah kembali.""Kamu dari mana aja? Katakan sama Ibu?" Kenapa baru pulang sekarang?""Aku ..." Tak mau menambah beban pikiran ayahnya maka Naura memilih untuk menyudahi pembahasan itu. "Ah, sudah lah, Yah. Nggak usah dibahas! Ceritanya panjang. Yang penting sekarang aku udah kembali dalam keadaan baik." Naura paksakan untuk tersenyum walau hatinya menangis.Melihat sakit ayahnya yang tak kunjung sembuh.Pak Danu memicingkan matanya. "Ini pasti ada hubungannya dengan mereka, kan?" Naura terdiam. Dia tau siapa yang dimaksud dengan mereka. "Lalu siapa yang membawa kamu pulang?" Suasana terlihat lenggan
"Tapi, Uncle. Bagaimana kalau Sean tau?""Aku tak perduli! Dia tidak akan tau jika kalian tidak memberi tau. Akan ku pastikan kalian pulang jika ada yang berani bicara."Ancaman itu cukup menakutkan bagi mereka, mana mungkin di meninggalkan Sean yang selama ini bersamanya. "Apa kalian mengerti?""Mengerti, Tuan besar!" jawab mereka serentak. Pria paruh baya itu lalu keluar dari ruang rawat Sean diikuti oleh Lucas di belakangnya.Lucas terus saja meyakinkan tuan George tapi sepertinya tuan George kekeh dengan ambisinya."Bagaimana ini? Apa kita harus menyembunyikannya dari, Tuan?" tanya Dolgo bingung."Aku juga tidak tau! Aku bingung mana yang harus kita dukung." Ketika Jhoni sedang berfikir, tak sengaja dia menoleh pada Sean dan melihat jari tangannya yang mulai bergerak. "Tuan sadar! Syukurlah, Tuan sadar!""Dokter!" Gordon berteriak keluar. Sementara dia temannya yakini Jhoni dan Dolgo mendekati Sean.
Pagi harinya dokter sudah memperbolehkan pak Danu untuk pulang dengan menjalani periksa jalan. Tak mau Benyak ketinggalan pelajaran maka Naura berniat untuk pergi ke kampus. Dia pergi ke kampus seperti biasanya, Naura bergidik ngeri saat melihat tempat yang dia duduki di taman pada saat Haiden mendekatinya. Sosok yang duduk di sampingnya sambil makan jeruk masih terbayang betapa pria itu yang membuat Sean jadi seperti sekarang ini. "Nau, Naura ...!" Dia disambut oleh Natasya yang berlari sambil merentangkan kedua tangannya. "Natasya!" Naura pun membalas pelukan teman baiknya itu. "Ya Allah, dari mana saja kamu! Lama sekali kita nggak bertemu!" "Kau sendiri dari mana aja? Baru kelihatan batang hidungnya." Natasya pura-pura tidak tau. "Oh iya, Nau. Aku punya berita bahagia untukmu!" "Berita bahagia? Berita bahagia apa?" Naura memicingkan matanya. "Satu Minggu lagi ak