"Kemana Natasya! Tumben jam segini belum datang." Sesekali Naura melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia yang kini duduk di taman kampus merasa ada sesuatu yang terjadi dengan tamannya itu.
"Lebih baik aku telepon dia sekarang." "Halo." Natasya menjawab panggilan itu dengan suara serak. Rupanya gadis bermata biru itu sakit setelah merasakan udara dingin akibat hujan kemaren. "Ya Allah, kamu sakit? Pantas aku cari kamu nggak ada di kampus." "Iya, Nau. Tubuhku sakit sekali! Kau semangat belajar, Ok." Naura mendengkus kesal. Pasalnya dia tidak ada teman yang lebih dekat dengannya. "Ya udah deh, kamu cepat sembuh yah, aku kesepian nggak ada kamu." "Doakan aku cepat sembuh, Nau. See you." Panggilan ditutup. Sepi rasanya Naura duduk sendirian, tiba-tiba seorang pemuda duduk di sampingnya sambil makan makan jeruk. Naura sempat melirik dan dilihat oleh pemuda itu. "KenapTernyata sampai pagi memang Naura belum pulang. Bu Ningrum mendatangi kampus untuk menanyakan keberadaan putrinya.Pak Dosen yang mengajar mengatakan kalau dari kemaren gadis itu tidak mengikuti pelajaran kuliah. Pernyataan itu membuat bu Ningrum semakin cemas."Ya Allah, terus Naura sekarang di mana, yah?""Saya sendiri tidak tau, Bu. Saya mengira kalau Naura memang tidak berangkat kuliah karena ada urusan ? Apa mungkin dia pergi dengan Natasya? Pasalnya dari kemaren dia juga tidak berangkat ke kampus.""Natasya, oh jadi Natasya juga tidak berangkat?" Secercah harapan kala dosen mengatakan teman yang biasa dengan putrinya pun tidak masuk kuliah, bu Ningrum berfikir kemungkinan besar putrinya ada bersama Natasya."Betul, Bu. Dari kemaren Natasya tidak masuk kuliah. Coba ibu tanyakan saja padanya.""Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi."Sambil berjalan pulang bu Ningrum berusaha menghubungi teman putrinya itu, tapi seper
"Si brengsek siapa yang kau maksudkan?" Tapi Sean hanya diam. Mengatakan pada Lucas pun percuma karena dia tak mengenal Jonas.Justru dia membahas masalah lain untuk mengalihkan pembicaraan mereka. "Kita harus mencari donor darah sekarang." Pria tampan itu menjauh dari Lucas dan menelepon seseorang."Kalian cari golongan darah B di seluruh rumah sakit!""Baik, Tuan."* * * Kehilangan putri semata wayangnya membuat kesehatan pak Danu menurun. Jantungnya kembali bermasalah, dia mendatangi rumah sakit bersama bu Ningrum sambil memegangi dadanya yang terasa nyeri.Bu Ningrum yang memapah suaminya tak sengaja memandang ke depan dan melihat pria yang tidak asing untuknya. "Nak Sean." Begitu juga dengan Sean yang tak sengaja menoleh, memicingkan mata saat melihat dua orang paruh baya berjalan ke arahnya."Aunty, Uncle." Sean menghampiri mereka.Lucas mengulurkan tangannya seolah mengatakan mau kemana sahabatnya itu.
"Bawa aku ke sana, Kak! Bawa aku menemui Jonas, dia harus bertanggung jawab!""Apa kau sudah gila! Untuk apa kau datang ke sana? Lebih baik kau urus sendiri bayi ini!"Tapi Natasya kekeh ingin mendatangi Jonas. "Aku tidak perduli! Aku harus ke sana sekarang!" Bahkan gadis itu meloncat dari tempat tidurnya yang membuat Sean akhirnya menyerah."Ok, Fine. Aku antar kau ke sana, tapi kau harus janji kau tidak boleh lemah di hadapannya!" Natasya mengangguk cepat. "Iya, aku janji! Sekarang bawa aku ke sana." Terpaksa Sean membawa Natasya yang masih mengenakan baju rumah sakit ke kediaman Jonas. Mobil itu berhenti sejenak di depan rumahnya sambil meyakinkan Natasya apakah dia benar-benar akan turun? Ataukah mengurungkan niatnya untuk menghampiri dia."Aku harus turun sekarang!"Brak!Baru saja Natasya membuka pintu mobil dia dikejutkan dengan Jonas yang keluar dari rumah bersama Misca. Dan yang paling mengejutkan lagi kalau pr
Sejak mengetahui Jonas lumpuh Natasya lebih banyak diam sambil menangis. Matanya selalu basah membayangkan bayi itu lahir tanpa seorang ayah. Lagi dia merasa jijik pada dirinya sendiri yang kini telah memakai hijab tetapi pernah melakukan Zina. Walau kesalahan itu dia lakukan sebelum hijrah. "Aku bawakan susu hangat untukmu." Lucas menemuinya yang tengah duduk di depan rumah. Tapi Natasya tidak menjawab, bahkan tidak menoleh padanya sama sekali. Lucas lalu duduk di samping wanita itu. "Aku akan menggugurkan kandungan ini," ucapnya tanpa bergerak. Pandang matanya kosong menghadap ke depan dengan matanya yang basah. Lucas spontan menoleh padanya. "Jangan bodoh kau! Apa kau tidak kasihan dengan bayi itu?" "Tapi aku malu!" Tangisnya mulai pecah. "Aku benci dengan bayi ini!" Bugh! Bugh! Bugh! "Natasya!" Lucas membentak saat wanita itu terus memukuli perutnya.
"Tidak, tidak masalah." Lucas dan Natasya memandang eneh pada Sean yang hanya menjawab itu lalu pergi.Keesokan harinya Misca menyuruh anak buahnya untuk bersiap dengan rencana yang sudah dia susun dengan keponakannya. Dengan penuh semangat Bily sang anak buah menjalankan perintah bosnya ini. "Bily, kau persiapkan gadis itu karena sebenar lagi Tuan Sean Alexander bakal memenuhi undangan kita.""Siap, Nyonya."Anak buah Misca bersiap untuk mengeluarkan Naura dari dalam kamar tapi bukan untuk dilepaskan, melainkan untuk menjadi penonton apa yang akan Haiden lakukan Sean Alexander.Tiba-tiba seseorang bersuara dari belakang. "Tunggu, aku ikut!"Dia dan anak buah mendatangi kamar itu dan membukanya, Naura tampak duduk di atas tempat tidur menunduk sambil memeluk lututnya sendiri. Gadis itu seketika menoleh saat seseorang membuka pintu.Brak!"Kaluar kau."Naura dibuat bingung oleh Bily yang tiba-tiba menyuruhnya un
"Kak Sean!""Ada apa, Sya!" Lucas ikut cemas saat Natasya menutup telepon dan beranjak mencari sepupunya."Kak Sean sedang dalam masalah," ujarnya sambil berjalan tanpa berhenti sedikit pun. Lucas menghentikan Natasya memblokirnya dari depan. "Maksudmu? Hai, katakan padaku apa yang terjadi dengan Sean?""Kau ingat kemaren Kak Sean menerima telepon yang mencurigakan? Dan sekarang Naura menghilang.""Aku yakin ini ada hubungannya dengan telepon itu.""Naura teman kampus itu? Lalu apa hubungannya dengan Sean?" Lucas terus saja bertanya yang membuat Natasya kesal. Karena pria ini hanya membuang-buang waktunya untuk bergerak."Ah, sudah lah! Kau banyak sekali bertanya. Jhoni!" Natasya berteriak tapi anak buah tidak tidak ada di sana. Justru anak buah penjaga gerbang yang menolak serentak."Hei kau, sini!" Salah satu dari mereka berlari mendekat."Ada apa, Nona.""Kau panggil Jhoni dan kedua temannya itu. Cep
"Tunggu, tunggu! Kita harus mengintai dari jauh." Ketiga anak buah itu turun pelan-pelan dan mengendap masuk ke dalam gudang. Mereka membelalakkan matanya saat melihat Sean yang terkapar di atas tanah."Tuan!""Ssssttt!" Gordon menyuruh Jhoni untuk diam. Jhoni tak tega melihat tuannya tergeletak tak berdaya."Kau lihat di sana?" Gordon menunjukan Jhoni pada Naura yang masih disekap anak buah Misca. "Kau cari jalan untuk meloloskan dia. Begitu kau sudah berhasil, aku dan Dolgo akan masuk menyerang." Jhoni menurut apa yang dikatakan pak tua Gordon.Dia berpencar dan mengendap mencari jalan agar tidak ketahuan. Menaiki pagar besi yang usang dan meloncat ke bawah. Masuk ke dalam pintu belakang, tanpa mereka sadari kini posisi Jhoni berada di belakang Misca.Tap!"Ah!"Hentakan tangan Jhoni pada lengan Misca berhasil menjatuhkan pisau yang dia pegang, namun semua orang spontan menoleh padanya. Jhoni menarik Naura ag
"Ibu.""Naura, Naura anak Ibu!" Bu Ningrum memeluk putrinya yang tengah kembali sambil mencium habis wajahnya sebagai rasa syukur kalau Naura baik-baik saja. "Kamu dari mana aja, Nak? Ibu cemas mencari kamu!""Aku baik-baik saja, Bu. Ayah, gimana kondisi Ayah, kenapa seperti ini lagi?""Ayah tidak apa-apa, Nak. Syukurlah kamu udah kembali.""Kamu dari mana aja? Katakan sama Ibu?" Kenapa baru pulang sekarang?""Aku ..." Tak mau menambah beban pikiran ayahnya maka Naura memilih untuk menyudahi pembahasan itu. "Ah, sudah lah, Yah. Nggak usah dibahas! Ceritanya panjang. Yang penting sekarang aku udah kembali dalam keadaan baik." Naura paksakan untuk tersenyum walau hatinya menangis.Melihat sakit ayahnya yang tak kunjung sembuh.Pak Danu memicingkan matanya. "Ini pasti ada hubungannya dengan mereka, kan?" Naura terdiam. Dia tau siapa yang dimaksud dengan mereka. "Lalu siapa yang membawa kamu pulang?" Suasana terlihat lenggan
Tuan Gultaf mengambil ponsel milik Sean yang tersimpan di saku celananya. "Bawa dia masuk ke dalam. Helena, kau bersiaplah." Dua memerintah kedua anak buahnya untuk mengangkat Sean yang sudah tidak berdaya membawanya ke dalam kamar.Sementara Helena masuk ke dalam kamar mandi dan mengganti baju yang dia kenakan menjadi baju tidur berbahan satin tipis berwarna hitam.Tuan George bertanya-tanya apa yang akan dilakukan oleh tuan Gultaf dengan ponsel milik putranya yang kini sedang dimainkan olehnya sambil menjauh."Apa yang sedang anda lakukan dengan ponsel anakku?" Dia memberanikan diri untuk bertanya.Tuan Gultaf justru menyerkitkan bibirnya. "Menyuruh Nyonya Alexander untuk datang kemari.""Apa?""Kenapa? Kau keberatan?""Tapi itu tidak ada dalam kesepakatan kita."Semula memang tuan George ingin memisahkan Sean dari Naura tapi entah mengapa sekarang hatinya berkata lain. Dia seperti tidak rela jika tuan Gultaf menyakiti Naura.Namun semua itu sia-sia, Naura bergegas kemari setelah t
"Atau jangan-jangan kau belum bisa move one darinya?" Naura dibuat salah tingkah oleh ucapan Sean. "Apa maksud kamu? Aku bukan berniat untuk mengingat Adnan lagi tapi ..., tapi wanita itu_" ucapannya itu seperti tercekat di tenggorokan. Sean semakin penasaran. "Wanita? Siapa yang kau maksudkan?" Sambil menahan sebak di dada Naura berusaha mengatakan semuanya pada Sean. "Tadi ada seorang wanita datang ke sini dan mengatakan kalau kamu ada hubungannya dengan foto Adnan dan seorang wanita di hotel waktu itu. Tapi aku tidak tau siapa namanya." Sean menyerkitkan bibirnya. Rupanya masih ada yang ingin bermain-main dengannya. Dia berusaha mendekati Naura dengan halus, berharap tidak ada perlawanan lagi darinya. "Baby kau dengar. Banyak sekali orang di luaran sana yang berusaha menjatuhkan kita. Jadi aku harap kau jangan mudah percaya dengannya." Naura sadar kalau masa l
"Mencari aku? Untuk apa kamu mencari aku?"Kate kembali menyunggingkan senyumnya. "Kau memang bodoh! Bisa-bisanya kau tertipu oleh suamimu sendiri."Degh!"Apa maksud kamu?" Perasaan Naura semakin tidak enak. Wajahnya seketika memucat dengan nafas memburu karena merasa wanita ini tau banyak tentang Sean."Asal kau tau! Demi mendapatkan-mu Sean rela melakukan apa saja, termasuk menuduh kekasihmu itu.""Kekasihku?" Pikiran Naura mengingat kembali kekasih siapa yang Kate maksudkan. Sedang dia hanya punya satu mantan kekasih yaitu Adnan."Iya, kekasihmu yang sudah mati itu!"Tidak salah lagi, yang Kate maksudkan adalah si Adnan. "Adnan, me_memang apa yang sudah Sean lakukan pada Adnan?" Suara Naura bergetar. "Kau ini benar-benar bodoh! Coba kau pikir secara logika apa mungkin kekasihmu itu melakukan itu dengan wanita lain?" Jauh dari lubuk hati Naura memang dia menolak kenyataan itu karena dia tau bagaimana sifat A
Pagi hari Sean yang masih menutup matanya sambil tengkurap menggerayangi tempat tidur mencari istrinya, tapi Naura tidak ada di sampingnya.Penasaran apa yang sedang dilakukan oleh istrinya Sean pun membuka matanya dan segera beranjak turun.Dia mengendus, menghirup bau masakan yang tidak pernah terhirup di pagi harim"Hem, wangi sekali masakan ini."Dalam hatinya sudah menebak-nebak kalau yang masak di dapur adalah Naura. Walau Sean suka dengan aroma masakan itu tetapi dia mengerutkan keningnya.Dia tidak pernah mengizinkan orang yang disayang terjun langsung ke dapur dan mempercayakan pada kedua asisten rumah tangganya yakni Hilda dan Yusa.Sean turun. "Pagi, Honey," sapa Naura sambil tangannya tak berhenti memegang pekerjaan dapur."Sedang apa kau di sini?""Bikin nasi goreng! Kamu pasti suka nasi goreng buatanku.""Nasi goreng?" Rasanya nama itu tidak asing bagi Sean tapi dia belum pernah memakannya
"Kalian berdua sudah siap?""Tunggu sebentar, Honey." Naura berdiri sesaat melihat bangunan tua rumahnya. Rumah sederhana itu penuh dengan kenangan bersama sang ayah yang telah lama tiada. Hari ini dia harus ikut Sean ke kota untuk tinggal di istananya.Naura tak mungkin meninggalkan ibunya sendirian oleh karena itu dia mengajak bu Ningrum juga ikut ikut tinggal di sana.Sementara Jhoni sudah menunggu di dalam mobil. Sean mendekatinya dan memeluk Naura dari samping. "Aku tau ini tidak mudah untukmu, tapi aku yakin kalau Ayah pasti setuju dengan keputusanku." Naura menunduk sambil menahan air mata yang akan terjatuh."Kita berangkat sekarang." Karena Sean merasa dia akan lebih mudah untuk mengawasi dan melindungi keluarga barunya ini. Naura dan ibunya akan aman tinggal bersamanya.Mereka lalu berangkat ke istana Alexander dalam satu mobil yang dikendarai oleh Jhoni.Sekitar 15 menit mereka sampai di sana. Bu Ningrum membelalakkan matanya saat melintasi sebuah istana yang begitu besar
"Kau serius?" Tuan besar George mengangguk. "Iya, aku serius! Maafkan Daddy-mu ini, Nak." Sambil menahan rasa haru mereka mendekat satu sama lain dan berpelukan.Saat itu juga Naura keluar. "Hon, aku ..." Ucapannya terhenti saat melihat dua pria itu berpelukan. Dirinya yang baru saja selesai mandi kehilangan suaminya yang tidak ada di kamar, oleh karena itu Naura keluar untuk memastikan dimana Sean berada.Mendengar suara Naura datang mereka segera melepas pelukannya. Keduanya terlihat malu."Em, Babby. Kau sudah selesai mandi?" Naura menggeleng heran kenapa tuan George ada di sini. Kenapa mereka berpelukan, apakah mereka sudah baikan? Lalu apa tuan George mau menerima dirinya?Banyak sekali pertanyaan yang menaungi pikiran Naura saat ini."Kalian sedang apa di sini?""Kemari." Sean menyuruh Naura mendekat, tapi sepertinya dia masih ragu."Babby kemari." Wanita itu tidak melangkahkan kakinya sama sekali.
"Uncle, kau di sini?" Lucas terlihat gelagapan memandang wajah tuan besar George yang terlihat tak bersahabat. Sepertinya dia tau kalau hari ini putranya menikah padahal Sean sengaja tidak memberitahukannya."Dimana Sean?" Lucas hanya diam. Dia menoleh sesaat pada Natasya yang juga bingung harus berbuat apa. Terpaksa tuan George mengulang pertanyaannya kembali sambil menunjuk ke wajah Lucas."Aku bilang dimana Sean? Kau jangan coba-coba menyembunyikan dia dariku. Aku tau sekarang dia ada dimana." Pria tua itu bergegas untuk pergi, Lucas dan Natasya berusaha mencegah, berusaha bicara baik-baik dengannya tapi tuan George sama sekali tidak menghiraukan panggilan itu.Mereka hanya takut kalau tuan besar George berbuat semena-mena di sana dan mengganggu kebahagiaan pengantin baru."Eh, Uncle. Tunggu! Kau mau kemana?""Uncle dengarkan aku dulu!""Kalian dan Sean sama saja! Aku benci pada kalian. Aku yakin kalian pasti tau dimana Sean.
"Sssttt! Hei, kenapa kau berteriak?" Sean menyunggingkan senyumnya. Wajah Naura tampak memucat saat Sean mendekatkan wajahnya untuk mencium. Dia begitu grogi dihadapkan dengan seorang laki-laki dalam satu kamar.Secepat mungkin dia mencari alasan untuk menutupi kegugupannya itu. "Aku tadi ..., aku anu ..., em aku ..., aku mau ke toilet dulu. Iya, ke toilet dulu." Tanpa permisi wanita itu beranjak dari hadapan Sean dan masuk ke dalam kamar mandi. Sean tertawa sambil menggeleng karena tau kalau istrinya itu sedang salah tingkah.Dengan nafas yang memburu Naura berdiri di depan cermin sambil melihat pantulan dirinya sendiri. Menahan senyumnya saat merasakan sentuhan jari kokoh di lengan tangannya."Ya Allah, bagimana ini. Apa aku harus ..." Padahal dia tau kalau itu kewajiban istri terhadap suaminya. Naura merapikan dirinya sebelum keluar menemui suaminya."Hufh! Bismillah, aku pasti bisa!"Dengan malu-malu dia keluar kamar mandi, tapi yang
"Saya terima nikah dan kawinnya, Naura binti Bapak Danu Atmaja dengan mas kawin tersebut dibayar. Tunai." "Bagaimana saksi. Sah?" Hanya sekali tarikan nafas Sean berhasil mengucapkan ijab qobul dengan suara lantang terdengar sampai ke dalam kamar. Naura menghela nafas lega dengan mata yang berkaca-kaca. "Alhamdulillah ya Allah. Alhamdulillah engkau mudahkan semua urusan kita. Semua yang terjadi atas kehendak mu, ya Allah." Selalu saja wanita itu melibatkan Tuhannya dalam segala urusan dia. Perias masuk dan meminta Naura untuk keluar, dia mengikuti di belakang sambil membawakan buntut gaun yang menjuntai. "Shit!" ucap Sean sambil menyerkitkan bibirnya melihat istrinya datang bak bidadari yang turun dari syurga. Gaun putih dengan cadar transparan berwarna senada membuat dia terlihat begitu cantik sampai membuat Sean mengeluarkan keringat dingin. Wanita itu duduk di samping sang ma