Dari kejauhan Adnan menggeleng tak percaya saat melihat Naura dan Sean berada di depan rumah. Dia yang semula hendak mendatangi kekasihnya itu seketika menghentikan langkah ketika melihat mereka.
"Nggak! Ini nggak bisa dibiarkan terjadi. Aku tidak bisa melihat Naura dengan laki-laki lain."Mendatanginya sekarang pun rasanya percuma, maka Adnan memilih untuk mundur dan mencari waktu yang tepat untuk bicara dengan Naura.Bib!Mobil yang dikendarai oleh Jhoni datang, Sean bersiap untuk pulang. "Terima kasih untuk makan malamnya." Usai mengatakan itu, bibir Sean rasanya ingin mengucapkan lebih banyak kata-kata. Tatapannya tak bisa lepas dari wanita yang kini menunduk di hadapannya, tapi dia bingung."Permisi."Secepat mungkin dia pergi dari hadapan Naura.Di dalam mobil Sean mengusap dadanya sendiri yang masih terasa akan sentuhan si gadis, dia tersenyum sendiri.Jhoni yang melihat dari kaca spion depan pun ikut te"Aku ..., aku em, ..." "Bukannya kamu sudah pulang? Tapi kenapa masih di sini?" Naura terus saja memberondong pertanyaan yang membuat Sean bingung harus menjawab apa. "Aku mengkhawatirkanmu! Iya semalam aku mengkhawatirkanmu." "Mengkhawatirkanku? Maksudnya?" "Ya, aku mengkhawatirkanmu! Aku tidak bisa jauh darimu!" Degh! Tanpa sadar ucapan itu membuat Naura terkejut, apa itu artinya Sean ... Tapi Naura tidak percaya. Kekecewaan terhadap Adnan membuat dia enggan untuk mendengar kata-kata manis dari seorang laki-laki. "Omong kosong!" Wanita itu justru beranjak pergi, tapi Sean kembali mengejarnya. "Naura, tunggu. Biar aku antar kau ke kampus!" "Nggak perlu! Aku bisa pergi sendiri." "Kenapa kau selalu keras kepala? Please, kali ini saja." Sean memohon. Naura menurut untuk di antar ke kampus. Di tengah perjalanan tidak banyak
"Tuan Erdo, jadi Sean selama ini bekerja sama dengan Tuan Erdo," gumam Lucas dalam hati tanpa dia tau kebenarannya. Lucas telah mengetahui siapa tuan Erdo itu."Baik, Tuan. Nanti saya buatkan.""Ok, hanya itu saja yang ingin aku sampaikan. Silahkan kembali bekerja." Satu persatu dari mereka keluar ruang meeting, termasuk Sean yang keluar setelah ruangan itu kosong."Aku baru tau kalau kau bekerja sama dengan Tuan Erdo." Sean hanya diam saat Lucas bicara."Aku punya ide, bagaimana kalau kita kembangkan sendiri bisnis itu?""Maksudmu?""Ya kita produksi sendiri produk seperti Tuan Erdo itu. Kita resmikan dan kita pasarkan! Aku yakin usaha kita jauh lebih rame dibanding dengan bisnisnya.""Tapi aku tidak tertarik. Asal kau tau kalau aku hanya terpaksa bekerja sama dengannya!""Loh, apa alasannya?" Haruskan Sean menceritakan asal muasal dia menerima kerja sama dengan pengusaha culas itu?"Kau cari sendiri k
"Tuan kenapa? Sepertinya ada yang sedang Tuan pikirkan?" Jhoni menghampiri Sean yang duduk termenung di depan rumah."Jujur aku khawatir dengan orang terdekatku. Siapa kira-kira yang menjadi sasaran dia." Sean menyeringai membayangkan andai saja dia tau siapa orangnya tentu akan dia beri pelajaran orang itu."Yang jelas kita harus melakukan keamanan ketat, Tuan. Mereka nunggu kita lengah!""Kau benar, Jhoni.""Saran saya sebaiknya Tuan katakan pada Nona Naura kalau Tuan mencintainya, dengan begitu Tuan bisa lebih leluasa untuk menjaganya." Sean seketika menoleh pada anak buahnya itu."Tapi aku sedikit ragu, apakah dia mau menerimaku?""Tentu saja, Tuan. Nona Naura pasti menerima, tidak ada salahnya untuk mencoba."Walau sedikit ragu tapi benar apa kata Jhoni, kita tidak akan tau kalau belum mencobanya."Baiklah kalau gitu, malam ini aku akan datang ke sana dan mengatakan pada Naura kalau aku cinta padanya." Jho
"Teman kuliahku, kenapa?""Lalu apa hubungannya dengan Sean?" Natasya memutar bola matanya malas, kenapa pria ini banyak sekali bertanya."Tidak ada! Memangnya kenapa kau menanyakan itu?" Lucas terlihat salah tingkah."Ya, aku cuma pengin tau aja, kenapa dia terus disebut sedari tadi." Malas rasanya Natasya meladeni laki-laki seperti Lucas ini. "Hufh, sudahlah! Kau tidak usah banyak tanya. Lagipula ini tidak ada hubungannya denganmu!" Ketus sekali Natasya menjawab sebelum pergi.Lucas menggeleng, kenapa wanita ini begitu benci kepadanya. Sampai malam hari Natasya terus memikirkan Sean, ada apa dengannya? Ada apa dengan Naura? Lalu apa hubungannya dengan kemarahan itu? Banyak sekali pertanyaan menari-nari di depan matanya.Sampai pagi menjelma rasanya dia ingin sekali bertemu dengan temannya, untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi."Nau, kau baru sampai?"Tapi justru Naura yang bicara dengan wajah bahagia.
"Aku tidak menyangka kalau Kakak seperti itu!" Natasya keluar meninggalkan Sean.Sampai pagi hari dimana Natasya keluar rumah untuk kuliah, Jhoni sudah berdiri di depan pintu. Anak buah itu menunduk memberi hormat padanya."Selamat pagi, Nona." Saat itu juga dia teringat semalam dia meninggalkan Sean di ruang belakang."Kakak, Kakak masih di dalam?" Jhoni mengikuti di belakang Natasya berjalan. "Kak, astaga. Kau masih di sini?" Sean menenggelamkan kepalanya di atas meja yang terbuat dari keramik. "Mari, Tuan. Biar saya bantu." Jhoni memapahnya masuk ke dalam.Sambil berjalan Sean terus saja bicara ngawur sambil memejamkan matanya. "Untuk apa kau membantuku! Aku sudah bosan hidup, lebih baik kau biarkan saja aku mati."Direbahkan lah tubuh lusuh itu di atas tempat tidur, Natasya menyelimuti Sean dengan selimut tebal.Hari-hari Sean habiskan untuk menyiksa dirinya sendiri, hanya minuman keras yang menjadi temannya saat i
Lucas membelalakkan matanya kala mendengar suara Jhoni yang terdengar cemas. "Tuan, tolong aku! Aku dan Nona Natasya di kejar oleh komplotan entah siapa ini, aku tidak tau!" Pasalnya Jhoni baru melihat komplotan yang mengejarnya kini. Decitan gas tangan dan rem mobil terdengar seperti sedang manufer di jalan raya, terlebih saat Lucas mendengar teriakan dari Natasya. Dor! Dor! "Argh!" Gadis itu menunduk saat komplotan itu menghujani dengan peluru, satu tangan Jhoni membalas tembakan serangan itu, sementara satu tangannya menyetir zig zag. Tapi banyaknya mereka membuat Jhoni tak bisa menangkis dari segala serangan. "Jhoni, kau katakan dimana sekarang?" Lucas pun ikut cemas. Namun Jhoni yang sedang fokus menembak saat itu tak membalas pertanyaan Lucas. "Ah, Shit!" "Gordon, Dolgo!" teriaknya dari dalam. Kedua anak buah itu berlari mendekat. "Ada apa, Tuan?"
"Teman anda mengalami koma." Gordon menyeringai menyayangkan itu.Andai saja dia tidak terlambat datang mungkin kondisi Jhoni tidak separah itu."Apa, Dok. Koma?" Natasya menggeleng tak percaya. Padahal dua jam yang lalu dia masih mengobrol dengan Jhoni di dalam mobil. Kala anak buah itu menjemputnya di kampus."Benar, Nona. Jhoni mengalami koma, kita berdoa saja semoga dia cepat sadar dari komanya.""Kalau begitu saya permisi dulu."Lucas datang tergesa-gesa, Dolgo yang memberi kabar saat mereka sampai di rumah sakit. "Bagaimana kondisi Jhoni, hah?" Tapi Gordon hanya diam yang membuat dia kembali bertanya. "Hei, kenapa kalian diam! Apa yang terjadi dengan Jhoni?" Terpaksa Lucas bicara cukup keras agar mereka menjawab."Jhoni ..., Jhoni mengalami koma, Tuan.""Astag!" Lucas mengusap wajahnya kasar. Kenapa semuanya terlihat kacau.Dia lalu masuk ke dalam dan mendapati Jhoni yang terbaring di atas berank
Naura hanya minta seperangkat alat sholat dan uang senilai tanggal, bulan dan tahun jadian mereka."Aku pergi dulu.""Kau mau kemana?" Tapi Sean tak menjawab pertanyaan Lucas. Pria gagah itu berlalu pergi.Saat dia masih di dalam mobil, dari kejauhan Sean memicingkan matanya melihat seseorang mengenakan jaket hitam dengan penutup kepala mengendap menaiki dinding dan masuk ke dalam halaman rumah.Perlahan Sean turun dari mobil dan berjalan pelan mengikutinya dari belakang. Orang tersebut terlihat memasang kuda-kuda hendak melemparkan sesuatu dan ternyata ...Hap!Guprak!Prang!Sean melihat dengan mata kepala sendiri saat orang tersebut melemparkan batu mengenai jendela kacanya yang kini pecah."Fuck Shit!"Orang tersebut seketika menoleh pada sumber yang bersuara di belakangnya. Tubuhnya gemetar kala melihat sang ketua berdiri dengan tatapan kesal."Brengsek kau!"Tap!