"Memangnya kenapa kalau aku memakai kerudung ini? Apa ada yang salah denganku?" Natasya menanggapi dengan santai ketika dua teman kampusnya mencibir penampilannya.
"Gue heran aja sama Lo! Lo kan non muslim, kenapa Lo pakai hijab." Hesti tertawa mengejek hingga banyak mahasiswa lain yang melihat perdebatan mereka, memandang sebelah mata bagi mahasiswa yang tidak suka pada Natasya."Hei, itu bukan urusanmu! Dan jaga bicaramu!"Melihat keributan di tengah kerumunan banyak orang membuat Naura yang baru sampai kampus penasaran. "Ada apa itu." Wanita yang kini membawa tumpukan buku menghampiri mereka untuk melihat apa yang terjadi."Permisi, permisi," ujarnya menerobos kerumunan banyak mahasiswa.Matanya membulat kala melihat temannya yang terlihat anggun."Masya Allah, Sya. Kamu ...""Nau, dia ..." tunjuk Natasya pada Hesti dan Sinta.Tapi justru Hesti kembali bicara. "Nah ini dia temannya yang sok alim! Bisa-bisanya"Nau, apa saja sih yang dilakukan dalam agamamu?" Mereka duduk di taman kampus.Naura tersenyum. "Kamu sungguh-sungguh dengan semua ini?" Natasya mengangguk."Iya, aku sungguh-sungguh ingin memperdalam ajaran agamamu, Nau.""Kalau begitu pulang nanti kamu ikut denganku!" Natasya mengangguk nurut.Sepulang kuliah Naura membawa Natasya ke rumahnya untuk membicarakan niat temannya yang ingin menjadi mualaf.Mereka menemui pak Danu yang masih dzikir di mushola rumah. "Kita tunggu Ayah sampai selesai dzikir yah.""Apa itu dzikir, Nau." Naura lalu memberitahu sedikit demi sedikit makna dan arti bacaan dalam ibadahnya."Jadi aku harus melakukan sholat lima waktu, begitu?" Naura mengangguk."Benar, Sya. Sholat itu tiang agama. Wajib bagi kita kaum muslim, jika kita bisa menjaga sholat, maka kita akan senantiasa dijaga oleh Allah ta'alla.""Siapa itu Allah ta'alla?" Naura tertawa karena pertanyaan temannya itu t
"Hadiah untuk orang special, semoga kau menyukainya, Tuan Sean Alexander!"Hanya kalimat itu yang tertulis dalam selembar kertas putih berukuran kecil yang memerah akibat terkena darah bangkai ayam di dalam kotak.Tiada nama si pengirim bangkai tersebut, Bertha mendadak mual-mual. Dia berlari masuk ke toilet lalu muntah-muntah di dalamnya."Kalian bereskan semua ini.""Siap, Tuan," jawab Gordon dan Dolgo serentak.Sean masuk ke dalam ruang kerja dan berfikir, satu persatu nama musuhnya dia seleksi ternyata bukan hanya satu orang yang dia curigai."Kau lihat, Bily! Barang kita telah diproduksi banyak sekali, aku tinggal mengekspor ke luar negeri, dan konsumen pasti suka setelah tau siapa yang memproduksi senjata api ini." Tuan Erdo tertawa lepas dengan beberapa anak buah di belakanganya.Pengusaha yang kini berada di gudang miliknya, terdapat banyak senjata api dari berbagai jenis tertata rapi di dalam sebuah etalase besa
"Aunty dengar! Kau tidak perlu memikirkan soal itu. Yang terpenting sekarang kau baik-baik saja." Pandangan itu terasa sendu tapi bu Ningrum cuma bisa menunduk malu. Sampai di rumah Sean hanya mengantar bu Ningrum sampai di depan rumah. Dia harus meneruskan perjalanannya kembali untuk menemui tuan Erdo. "Selamat datang, Tuan Sean. Apa kabar?" Tuan Erdo basa basi. "Untuk apa kau memanggilku kemari?" "Ada yang mau aku tunjukan padamu, masuklah." Sean mengikuti tuan Erdo masuk. Dia memperlihatkan jejeran senjata api itu pada Sean, padahal dia tidak tertarik sama sekali. Dari awal Sean tidak berniat untuk itu kalau bukan karena jebakan tuan Erdo. "Anda lihat! Barang-barang milik kita sebagian sudah siap dijual, saya minta live anda untuk iklan promosi." "Apa-apaan ini? Live-ku?" "Iya, live anda, Tuan. Karena saya yakin produk ini akan laris manis jika disertai dengan live anda. Banyak konsumen yang akan membelinya." "Apa kau sudah gila! Itu sama saja kau merusak nama baik
"As_salamu_alaikum.""Waalaikumsalam, Sya. Alhamdulillah kamu bisa datang malam ini." Natasya memandang bawah yang terlihat lega tanpa jamuan makanan. Sayuran yang hendak bu Ningrum masak entah kemana dilempar oleh juragan Sastra.Sedang Bu Ningrum sendiri terlihat termenung bingung bagaimana cara dia memberi jamuan pada orang-orang nanti."Sya, kamu datang dengan siapa?" tanya Naura berusaha mengalihkan suasana."Jhoni yang mengantarku, dia menunggu di depan." Pak Danu keluar untuk menemani Jhoni."Ini, jadi seperti ini? Tidak ada makanan sama sekali?" Bu Ningrum hanya diam, tapi Naura yang bicara. "Semua belanjaan Ibu dibuang oleh juragan Sastra, Sya.""Apa, dibuang? Kenapa bisa?" Naura lalu menceritakannya pada Natasya.Bu Ningrum mulai bersuara. "Untung ada Kakakmu itu, siapa namanya? Dia yang sudah membantu Ibu.""Kak Sean maksud Ibu?""Iya itu, Sean. Dimana dia? Ibu belum sempat mengucapkan terima
"Lucas, kau Lucas? Hei, kapan kau datang?" Kedatangan sahabatnya itu merupakan kejutan untuknya.Lucas yang pernah tinggal bersamanya dulu memilih untuk pulang ke negeri asal dengan alasan orang tuanya yang sakit, dan kini dia kembali setelah orang tuanya meninggal dunia. Mereka berpelukan melepas rindu."Kenapa kau tidak mengatakan padaku, kalau kau akan datang hari ini?""Aku sengaja memberimu kejutan! Em, setelah ku pikir-pikir, sepertinya aku harus menemanimu di sini." Mereka tertawa bersama.Tanpa tau kini Sean tinggal dengan siapa. "Itu yang aku mau!" Lucas mengira Sean sendirian seperti dulu, oleh karena itu dia datang kemari."Toast untuk hari ini." Minuman pahit di gelas berkaki mereka tempelkan sebelum menenggaknya."Bagaimana dengan bisnismu kali ini, hah?" Lucas meringis menahan pahit di lidah.Sean menghela nafas kasar sebelum bicara. "Aku kehilangan kolega yang paling besar di perusahaanku.""Maksu
Pagi hari Natasya mengira Sean yang duduk di meja makan. Dia mendekat dan menutup matanya dari belakang."Morning, Kak.""Em," jawab Lucas gelagapan.Saat itu juga Sean keluar dari kamar, Natasya terkejut. Rupanya pria yang dia tutup matanya ini bukan Sean, dia segera melepaskan tangannya. "Kak Sean?"Lucas menoleh ke belakang yang membuat Natasya membulatkan matanya. "Ma_maaf. Aku kira kau, Kak Sean." Sean menggeleng melihat adiknya yang salah tingkah."Siapa kau?"Tapi Lucas ternyata kesal. "Hei, kau yang siapa? Tiba-tiba menutup mataku dadi belakang. Lihat! Roti Sandwich-ku jatuh!""Ya maaf, aku tidak sengaja!""Apa? Maaf kau bilang?" Sean mengusap keningnya yang terasa pusing, kenapa dia harus dihadapkan dengan perdebatan mereka di pagi hari.Lucas kembali bersuara. "Dengan entengnya kau minta maaf!""Lalu harus apalagi, hah?" Natasya tak mau kalah keras darinya.Perdebat
"Kenapa rumahnya terlihat sepi," gumam Sean dalam hati. "Kau pulanglah, sepulang nanti aku akan menghubungimu.""Baik, Tuan." Sean berjalan dari kejauhan ke rumah sederhana yang tampak sepi dari depan.Tok! Tok!"Permisi, aku datang."Pintu dibuka yang membuat jantungnya berdetak begitu kencang, Naura begitu cantik dengan busana panjang berbahan ceruti. Sean terkesima hingga bibirnya tak mampu bicara."Waalaikumsalam, kamu sudah datang? Ibu, Kak Sean sudah datang!" Sambil mengusap tangannya yang masih basah bu Ningrum keluar."Nak Sean, mari masuk, Nak. Ibu senang kamu datang.""Ada apa Aunty menyuruhku untuk datang kemari?" Naura dan bu Ningrum saling pandang dengan bicara Sean yang masih kaku."Oh, nggak! Ibu sengaja menyuruh Nak Sean kemari untuk makan malam bersama, sebagai rasa terima kasih Ibu, karena Nak Sean sudah menolong Ibu.""Makan malam? Dimana?" Karena yang Sean tau makan malam di restoran
Dari kejauhan Adnan menggeleng tak percaya saat melihat Naura dan Sean berada di depan rumah. Dia yang semula hendak mendatangi kekasihnya itu seketika menghentikan langkah ketika melihat mereka."Nggak! Ini nggak bisa dibiarkan terjadi. Aku tidak bisa melihat Naura dengan laki-laki lain."Mendatanginya sekarang pun rasanya percuma, maka Adnan memilih untuk mundur dan mencari waktu yang tepat untuk bicara dengan Naura.Bib!Mobil yang dikendarai oleh Jhoni datang, Sean bersiap untuk pulang. "Terima kasih untuk makan malamnya." Usai mengatakan itu, bibir Sean rasanya ingin mengucapkan lebih banyak kata-kata. Tatapannya tak bisa lepas dari wanita yang kini menunduk di hadapannya, tapi dia bingung."Permisi."Secepat mungkin dia pergi dari hadapan Naura.Di dalam mobil Sean mengusap dadanya sendiri yang masih terasa akan sentuhan si gadis, dia tersenyum sendiri. Jhoni yang melihat dari kaca spion depan pun ikut te