Hatiku sangat hancur, membaca pesan itu. Seorang Gerald, benar-benar marah padaku. Aku tidak tahu lagi, bagaimana nasibku ke depan. Entah salah langkah atau tidak, yang pasti aku melakukan semua ini demi kebaikan semuanya dan masa depannya.
Anakku. Aku mengelus perutku, aku akan bertahan hidup demi anakku. Karena berusaha bagaimana pun, aku dan Gerald tidak ditakdirkan bersama. Tidak apa, yang penting Gerald bisa bebas dan bisa melanjutkan kuliahnya. Semua ini, kulakukan demi kebahagiannya.
David, mengajak pulang ke rumahnya. Aku hanya mengikut, permainannya. Karena aku telah kalah. Dia begitu licik, dan pandai memanfaatkan situasi.
"Udah jangan nangis lagi, kita akan berbahagia." kata David lagi menghapus air mataku ketika aku turun dari motor miliknya. Aku tak menghiraukan dirinya, dia setan, dia iblis!
"Janji, jangan sedih lagi, ya?" ujar David lembut. Aku menatapnya, dan bisa merasakan ketulusannya. Akhirnya aku mengangguk.
Aku kembali lagi ke rumah ini, rumah David, rumah besar yang membawa sial dalam hidupku berganti-ganti tersebut. entah berbuat apa di sini, tapi aku hanya mengikuti semua permainan David.
"Miss, bisa menempati kamar yang kemarin."
"Terima kasih."
"Yaudah, saya mau mandi. Anggap saja rumah sendiri. Kalau, Miss, mau masak juga nggak papa." Masak? Aku mau masak apa? Memangnya David mengira aku seorang pemasak yang handal? Bahkan, menghidupkan kompor saja aku kepayahan.
Akhirnya, aku masuk kembali ke kamar yang mengingatkan betapa menyedihkan hidupku. Dan sekarang lebih menyedihkan. Aku bingung harus berbuat apa. Teringat kata David, masak. Tidak ada salahnya aku berkesperimen.
Aku melangkahkan kakiku ke dapur. Dan aku tidak melihat tanda-tanda pembantu David di dapur. Bingung, mulai melandaku. Kurasa goreng-goreng tidak masalah. Aku membuka kulkas besar milik David, dan sudah ada seekor ikan besar yang telah dibumbui. Dan banyak sekali persediaan makanan untuk satu bulan ke depan, benar-benar lengkap.
Tinggal menggoreng ini saja kurasa tidak susah. Aku menghidupkan kompor dan tidak mendapati minyak goreng di mana pun. Aku mencari-cari minyak goreng tersebut. Dan ketika aku menoleh kompor sudah terbakar. Betapa cerobohnya aku! Stupid Rara, yang berbuat apa-apa, selalu ceroboh.
Dengan cepat, aku mengambil air dan menyiramnya. Malah apinya makin merambat melahap air yang kusiram. Keadaan dapur juga sudah terasa sangat panas, api sudah membubung tinggi. Sebentar lagi, si jago merah melahap semua barang yang ada di dapur ini.
"David, tolong kebakaran!" Suaraku kalah dengan kobaran api.
"David, tolong!" teriakku lebih keras lagi. Aku panik! Api semakin besar, dan hampir melahap seluruh bagian kompor. Dan sebentar lagi, kompor ini meledak.
Kulihat David berlari ke dapur hanya dengan melilitkan handuk di pinggangnya, dan sudah dua kali aku melihatnya bertelanjang dada.
Aku makin panik dan menangis.
Dan yang membuatku terpaku, entah sadar atau tidak David membuka lilitan handuknya dan menutup api tersebut. Bukan aksi heroiknya mematikan api, tetapi aku terdiam karena dia telanjang bulat di depanku. Bagaimana mungkin dia tak sadar sama sekali? Apa memang panik, bisa membuat semua orang berlaku seperti ini?
God....
Air ludahku kering. Aku terpaku, ini kali kedua aku melihat lelaki telanjang. Bahkan, melihat Gerald telanjang saja, aku masih ngeri, apalagi orang asing seperti David. Jangan disebutkan 'miliknya' itu punya orang. Aku menggeleng dengan pikiran kotor yang menghampiri otakku. Bisa-bisanya, situasi genting otakku malah traveling. Ugh.. I hate my mind!
Setelah api itu mati, David dengan santai kembali melilitkan handuk di pinggang. Memangnya itu tak panas? Tapi, aku segan untuk bertanya.
"Kalau kebakaran gini, jangan pakai air. Malah tambah merambat apinya, pakai kain tutupin apinya." Aku masih merekam jelas telanjangnya tadi dan hanya diam. Tubuhku masih keringat dingin, bahkan hampir menggigil, mengingat David bugil tadi. Apa dia sengaja untuk menggodaku?
"Kamu... kamu... tadi telanjang." Lolos juga pertanyaan itu. Aku penasaran, bagaimana tanggapannya? David hanya tersenyum simpul.
"Nggak papa. Yang penting udah nggak kebakaran lagi." jawab David tanpa dosa.
Dengan suasana yang begitu canggung aku pun mengangguk. "kamu nggak malu telanjang?" Aku bertanya lagi. Bukan apa, dia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Aku yang malah ingin kejang-kejang. Mengingat tadi.
"Nggak lah. Ini milik, Miss. Nanti ngerasain juga, ngapain malu. Anggap aja perkenalan." Aku memalingkan wajahku yang sudah memerah. Aku malu, dia sama seperti Gerald and I have no words to say.
"Maaf, ya, menyusah kamu lagi. Dan terima kasih sudah menyelamatkanku lagi." ujarku pada David.
"Sudah menjadi tugasku." David merapatkan tubuhnya ke arahku.
Aku mundur, badanku menabrak counter. Dan David mengurung diriku, di tubuhnya yang besar."Atau, Miss, mau lihat lagi?" David mencoba menggodaku. Dengan menahan keseimbangan tubuhku, aku menggeleng.
"Nggak papa, Miss. Kita sudah dewasa, apalagi yang akan dilakukan dua orang dewasa berbeda jenis kelamin di rumah berduan?" Gawat! Bunyi sirine dalam otakku berbunyi keras. Ini tak boleh terjadi!
Masih dengan menahan keseimbangan tubuhku, kurasa sebentar lagi aku akan jatuh dan mencium lantai. Dada David semakin menempel, aku mencium aroma sabun yang menggoda imanku. Apalagi dia sedang bertelanjang dada. Secara keseluruhan badannya lebih bagus dari Gerald. Ya Tuhan, kuatkan imanku. Aku menahan ludah, menahan suaraku, terutama menahan berat tubuhku, jangan sampai berguling ke bawah lantai.
"Kamu... kamu ganti baju." Aku mendorong dada David. Akhirnya ia bangun, dan tersenyum.
"Ya, Miss benar. Saya harus ganti baju." Aku bernapas dengan lega, akhirnya. Dan aku merubah posisiku.
Sebelum menjauhkan badannya, David sempat mencuri mencium bibirku cepat. Aku hanya terpaku. Kenapa dia suka melakukan hal yang tiba-tiba?Setelah David pergi. Aku hanya menggeleng, mencoba menjernihkan pikiran gilaku. Ada yang tidak beres dalam otakku.
Ingat, udah punya suami! Udah hamil!
Itu yang selalu kurapalkan. Aku ingin mencari udara segar, dan mencoba menjernihkan pikiranku. Rumah David, besar dan luas sekali. Sayang sekali, kenapa orang tuanya tidak pernah mendiami rumah ini. Aku juga tak pernah tahu, di mana orang tuanya. Dan juga segan untuk bertannya, karena masing-masing sudah sepakat untuk menjaga privasi masing-masing, walau privasiku sudah menjadi konsumsi publik sekarang.
Akhirnya, aku hanya mengelilingi rumah besar. Meski aku pernah berada disini sebelumnya, tapi aku tidak terlalu meneliti interior di dalamnya. Dan hari ini, aku akan menjelajahnya. Terdapat banyak barang mahal di mana-mana. Guci besar, dan mahal, terdapat di setiap sudut rumah. Apa itu sebagai, pawang pengusir hantu? Ok, yang terakhir abaikan. Puas aku mengagumi interior dan funiture mewah. Aku hanya duduk di sofa panjang, di ruang tamu yang luas.
Bagaimana nasibku? Kenapa harus begini? Trus buat apa aku ke sini? Aku baru sadar, aku telah melakukan kesalahan. Kenapa seorang Rara, baru menyadari kebodohannya yang lain, setelah berkali-kali ia melakukan kesalahan?
Meski, Gerald tidak menginginkan aku lagi. Tapi, aku harus pulang ke rumahku. Jika bunda mendapatiku di sini lagi, aku yakin bunda pasti langsung membunuhku. Walau aku menyayangi Gerald, tapi aku tidak menapikan kalau aku nyaman berada di dekat David. Rasa aman dan terlindungi selalu kurasakan jika berada di dekatnya. Tapi aku takut, semua yang dia lakukan ini tidak tulus. Aku belum siap untuk dikecewakan lagi untuk kesekian kalinya. Terkadang David terlihat seperti manusia brengsek yang licik, terkadang ia begitu tulus seperti malaikat. Sebenarnya, bagaimana David ini?
Jika memang Gerald sudah tidak mengiginkan aku lagi, dan memang David tulus kurasa tidak ada salahnya aku membuka hati. Tapi aku tidak mau membuka hatiku secepat ini. Semoga saja, semua yang dilakukannya tulus.
"Wes... melamun terus, Nona? Masih penasaran yang tadi? Mau saya tunjukin lagi?" Mulutku terbuka sangat lebar. Kenapa dia jadi suka menggodaku? Ini sebelas dua belas aja sama Gerald. Atau apa memang begitu, semua pikiran laki-laki?
"Kamu menggodaku?" tuduku pada David.
Ia mengedihkan bahunya. "Tidak juga, saya hanya ingin menjawab semua rasa penasaran Miss."
"Tapi aku nggak penasaran hal itu." Aku membantah David.
"Jadi, penasaran ingin merasakan langsung?"
What the fuck! Gila nih anak!
"Tidak!" jawabku cepat.
David duduk di sampingku. "Saya bercanda, saya hanya ingin menghibur, Miss, dan membuat, Miss, tidak sedih lagi." Aku selalu terharu mendengar ketulusan David. Benar, dia malaikat.
"David." panggilku. Dia menoleh ke arahku, dengan raut wajah yang serius begitu melihat intonasi suaraku yang serius juga.
"Iya?"
"Aku ingin mengetahui semua motifmu dari semua ini. Dan jujur, jika kamu serius dan tulus kurasa tidak ada salahnya aku membuka hati."
David tidak berekasi.
1 detik.
2 detik.
5 detik.
10 detik.
"Itu yang saya tunggu dari kemarin. Terima kasih, David akan membuktikan kalau semua ini tulus."
Aku pun tersenyum ke arahnya. Wajahnya makin mendekat ke arahku. and tension between us began to.... hot."Jangan sedih lagi, saya akan selalu menjaga kamu. Anak kitaβ" kata David memegang wajahku, dan memeriksanya.
"Kenapa kamu selalu menyebutnya anak kita?"
"Karena aku merasa itu anakku." Aku menggeleng.
"Bagaimana kamu mengakui, tapi darah yang mengalir di dalam tubuhnya tidak menapikan siapa orang tua kandungnya."
"Aku tidak peduli itu. Yang aku mau, aku akan melindungi, Miss, dan menyayangi anak kita." Aku merasa begitu disayang. Aku telah terlena dengan perhatian orang lain. Semua ini, karena Gerald tak pernah perhatian padaku. Bahkan, ia tahu aku hamil, ia tak pernah peduli pada keadaanku.
"Terima kasih." kataku sambil terharu, dan bulir-bulir bening mulai membasahi pipiku.
"Yah, nangis. Jangan dong, kan David mau bikin senang bukan sedih." Aku mulai mendekap tubuh David, dan mulai merasakan kenyamanan dan kehangatan.
"Aku itu terharu."
"Bentar, ya." Aku menunggu, David yang sedang ke belakang. Berselang tujuh menit ia kembali dengan membawa susu di tangannya.
"Itu susu ibu hamil?" tebakku.
"Benar." Air mataku, merembes lagi. Gerald tidak seantusias ini. Dia seperti tidak peduli dengan kehadiran anaknya. Yang ia tahu, bagaimana menyalurkan semua nafsu binatang miliknya, itu saja!
David mengulurkannya gelas itu padaku, aku ingin mengambilnya. Tapi malah disembunyikan di belakangnya.
"Eits, ada timbal baliknya tapi." David masih menyembunyikan gelas itu do belakang.c
"Apa?" Aku telah berdiri, karena ingin merebut susu itu.
David menyodorkan pipinya.
Cup!
Aku mencium pipinya, dan tersenyum ke arahnya.
"Nih." Aku mengambil susu itu, dan tidak sampai satu menit susu itu telah habis. Karena, susu itu tidak panas tapi hangat. Sepertinya David tahu, kadar suhu untuk membuat susu. Aku saja, susu untuk anakku sendiri tidak pernah kubuat. Betapa tak bergunannya aku mejadi orang tua. Apalagi Gerald, sangat tidak pantas menyandang gelar orang tua.
"Terima kasih." kataku, sambil mengembalikan susu itu ke David.
David mendekat lagi ke arahku, aku mundur dan terjatuh lagi di atas sofa. Tanpa sadar, aku terbaring. Dia menindihku."Karena, Miss sudah berani mengembalikan gelas itu. Sekarang bayaran untuk mengembalikan gelas itu."
Suasana sepertinya panas. Dan kami sangat intim.
"Itu ada sisa susu di bibir Miss." Tunjuk David ke bibirku, aku ingin menyeka sisa susu di bibirku.
"Biar David bersihkan." Dengan cepat, David mencium bibirku, dia menjilat bibirku. Aku merasakan napasnya dan lidahnya yang hangat di atas bibirku.
"Buka bibirnya." Aku membuka bibirku, dengan cepat David memasukan lidahnya dan mulai menciumku dengan lapar. Aku mulai membalasnya dengan tak kalah rakus. Kami saling berebut ingin menyecap bibir satu sama lain.
David membantuku bangun, aku pun bangun dengan lidah kami yang masih menyatu. Tangannya mulai menjalar di leherku berulang-ulang. Aku menutup mataku, agar tidak mendesah.
"Peluk David." perintah David. Aku pun merapatkan tubuhku ke arahnya dan memeluk belakangnya. Tangannya masih bermain di leherku, mengelus-elus, berusaha menggodaku. David berusaha, membuka bajuku. Aku sudah bertekad memasrahkan selurunya kepada lelaki ini.
Dengan perlahan David membuka kancing dressku. Tangannya naik lagi ke leherku, karena tidak kuat aku mulai meremas-remas rambutnya dan mulai membuka bajunya.
David membaringkan tubuhku di sofa. David menindihku tubuhku di atas sofa. Ciumannya makin brutal. Aku hanya bisa bergerak-gerak ke kiri kanan. Menyemibangi ciuman di siang hari yang begitu panas dan liar.
"Miss bangun, dan lepaskan bajunya." David melepaskan ciumannya, dan bangun. Aku juga bangun, dan berdiri. Zipper telah terbuka, jadi aku hanya tinggal mengeluarkan diriku dari pakaian ini.
Aku membuka dari sisi kiri David duduk di sofa dan memperhatikanku dengan penuh gairah dan serius. Matanya mulai gelap.
Ting... ting.... ting....
Pintu rumah David berbunyi. Sepertinya ada tamu.
"Miss disini aja." Aku hanya mengangguk. Dengan napas yang masih memburu. Aku pun duduk, dan menyadari kebodohanku untuk beribu kalinya.
David pun melangkah keluar, tanpa memakai kembali bajunya.
Aku menetralkan kembali napasku. Kurasakan bajuku kusut dan rambutku juga berantakan. Orang yang melihatnya pasti akan merasakan bahwa kami baru saja melakukan hal yang panas. Aku merapikan rambutku.
Dan, kurasa David lama sekali balik. Aku pun menyusul David. David berdiri menghalangi pintu.
Aku mencari celah untuk melihat siapa tamu misterius yang telah membuat David lama kembali.David menatap lawannya dengan serius begitu begitu juga lawannya."Gerald?"
***
Makin seru, makin panas.
Dua singit-dua singit.Jeng-jeng, saksikan apa yg terjadi selanjutnya ππππ
Warning!!!! Ada banyak kata kasar, dan tidak pantas. Bagi, yang tidak suka kata kasar boleh diskip aja. _______________ "You son of a bitch!" "WHAT THE HELL. YOU TWO ARE DOING!" teriak Gerald begitu melihatku muncul. Mungkin melihat penampilan kami yang sama-sama berantakan apalagi David yang bertelanjang dada. "WHO THE HELL, YOU THINKING YOU'RE!" Gerald sangat marah. Wajahnya sudah sangat merah menahan amarahnya. David dengan santai melihat Gerald yang sedang emosi. Dengan gaya bersedekap dada, David menatap Gerald mencemooh. Aku hanya bersembunyi, ngeri melihat Gerald yang murka. Aku takut-takut melihat menatap Gerald, ia langsung menatapku tajam, kilatan marah di netra hijau itu terlihat jelas. Aku tak berani menatap Gerald.
Aku benar-benar dianggap pelacur murahan. Dengan laknatnya, Gerald memperkosaku di dalam mobil tersebut. Dan memperlakukanku dengan sangat kasar, aku seperti binatang di matanya. Ketika aku berontak, dia menarik rambutku dengan kasar sampai-sampai dia ingin meludahi aku. Sudah begitu, ia tetap saja menggagahiku. Gerald benar-benar kejam! Hatiku sangat hancur. Aku hanya bisa menangis, dan menangis. Sebaiknya aku mati saja, daripada diperlakukan seperti ini. Seluruh tubuhku dikasih tanda merah. Aku lebih baik diiris-iris menggunakan pisau kulitku daripada dikasarin. Gerald memperkosaku dengan brutal, seperti binatang yang datang musim kawin. Ia bahkan, tak mendengarkan teriakanku. Padahal, aku sudah memohon padanya agar berhenti, tapi laki-laki sial itu terus saja, melakukan nafsu bejatnya. Ia melakukan dengan sangat kasar. Beberapa kali aku menendangnya. Bodo a
Warning!!! vulgar!! Kalau tidak suka, bisa diskip aja ππ________________________________ Hari ini, aku ingin bermanja-manja dengan suamiku setelah pendeklarasian kami. Sudah lama aku tidak bermanja-manja dengannya, karena setiap hari hanya diisi dengan pertengkaran, dan tangisan. Aku juga tak tahu, kapan Gerald pulang lagi ke Jerman. Tapi, aku benar ingin mengikutinya kesana. "Gerald kapan kamu pulang Jerman?" Aku sedang duduk bersandar di kepala ranjang Gerald yang luas. Gerald berbaring di pahaku, aku meremas-remas rambut tebalnya. "Bareng kamu?" "Pasport aku itu belum pasti, ngurus visa juga belum."
Warningg!!! Adult Content!! Gerald's POV Flashback ___________ Ok Rara, let's play the game. You with your guy. I'm with many girls here. Malamnya, aku benar-benar pergi ke pesta temannya Eloy. Aku ingin merasakan kebebasan juga. Eloy sering sekali mengajakku pergi pesta, tapi aku malas untuk bermasalah, ditambah aku tak bisa menjadi manusia normal, aku selalu mabuk jika mencicipi sedikit alkohol. Daripada berakhir memalukan, lebih baik aku tak pergi. Tentu aku bisa diejek, seorang lelaki tampan dan gagah membahan sepertiku, tak bisa menjadi manusia normal karena pusing mencium bau alkohol. Payah! Padahal orang Jerman itu mayoritas minum anggur, mereka jarang sekali minum air putih.
Jerman I'm coming. Akhirnya aku akan melihat dunia luar seperti impianku. Semua dokumen yang dibutuhkan untuk berpergian ke luar negri telah beres dalam waktu tiga hari. Semua Gerald yang mengurus, aku hanya duduk manis dan difoto. Bundaku tetap tidak mengizinkan pergi, tapi aku tetap keras kepala, dan ngotot untuk pergi. Aku benar-benar tidak ingin berniat untuk tinggal di lingkungan tempat tinggalku. Aku merasa sudah tidak nyaman. Bunda marah, dan tetap tidak mau untuk mengantarkanku ke bandara. Padahal, Bunda tahu bagaimana penderitaanku saat Gerald pergi. Harusnya Bunda bisa legowo melepaskanku. Terkadang, aku tak mengerti dengan jalan pikiran Bunda. Akhirnya adikku yang mengantar. Air mataku turun, aku akan merindukan Bunda, keluarga kecilku.
"Bundaβ" "Iya, Nak?" Air mataku tumpah ruah. "I miss you." "Bunda juga rindu. Jaga diri baik-baik. Jaga kesehatan, jaga anaknya." Air mataku semakin deras. Aku merindukan Bundaku. Dan selalu saja, pesan ini yang Bunda sampaikan. Ya, Bunda perhatian. Tapi aku merasa Bunda seperti tak yakin padaku, aku bisa mengurus diri. Padahal, aku sudah dewasa, sudah menjadi istri orang, dan mom to be. Kenapa, Bunda harus takut? Aku bisa bertanggung jawab terhadap diriku sendiri. "Iya, Bunda. Bunda jangan sedih, ya. Rara bisa menjaga diri di sini." kataku meyakinkan bunda. "Iya, nggak, bunda nggak sedih. Bunda khawatir, kamu di tempat orang jauh." Meski Bunda bilang tidak, tapi aku tahu
Gerald's girlfriend. How I missing something here? I glance kill for Gerald to confirm this. "I'm sorry Alle. Rara is my wife." Gerald mencoba menenangkan, dari keadaan yang sudah memanas. Ini tak bisa dibiarkan. Bagaimana mungkin lelaki sial ini, bermain-main di belajangku? Ditambah, cewek sial ini, dengan percaya diri mengaku dia pacar Gerald. "Wife? Really? Are you fucking kidding me again?" pekik si pirang. "Yeah, I just want you to introduce with my beatiful woman in the world." "Bullshit!" I scream and throw remote to Gerald. Remot itu tepat mengenai wajah Gerald, dan ia berhasil menangkap remot tersebut, sebelum semuanya berderai.
"Kamu kenal Alicia itu siapa?" Gerald menengang. "Nggak!" Jawabnya gelapan, dan salah tingkah. Berarti semua hanya mimpi burukku saja. "Yaudah tidur, yuk." Ajak Gerald. "Hei, makanan kamu belum habis. Habiskan biar Rara kemas semuanya dan cuci." Kulihat Gerald sudah tidak berselera lagi. Aku mengemas semuanya, dan mencuci piring-piring yang kotor, dan peralatan buat masak tadi. Setelah selesai, kulihat Gerald masih melamun. Makanannya masih sama seperti tadi kutinggalkan. Dia bertingkah aneh. Apa Gerald sakit perut, karena aku memasak yang tidak steril? "Jadi, masih mau makan nggak?" tanyaku lagi, melihat Gerald yang masih melamun. "Eh?"
Kuperhatikan wajah kedua putriku. Wajahnya mirip, orang tidak akan salah menduga mereka saudara kandung. Kelsea manis, Verena juga. Tapi, rambut Verena diambil dari mana, rambutnya sedikit bergelombang dan coklat tembaga. Padahal rambutku dan rambut Gerald lurus. Ah, mana saja yang penting anak-anakku sehat.Dari rambutnya yang bergelombang sudah bisa dipastikan bulu mata Verena lentik. Verena dan Asher mempunyai bulu mata yang cantik. Yang paling kusuka dari Kelsea, senyumannya. Walau, dia cemberut saja, masih terlihat manis. Anakku, yang satu itu tidak bosan dipandang. Wajahnya cantik, begitu cantik. Terkadang aku tak percaya punya anak secantik ini, walau kelakuannya bikin geleng-geleng.Apalagi Kelsea, orang yang suka merenggut masam.Kelsea lebih dominant, gen milikku. Namun, masih terlihat blasteran. Verena, lebih banyak bulenya. Asher, tidak terlihat genku sama seka
Aku melihat anak gembulku, yang sedang sibuk bermain. Jika, dia sudah bermain tidak akan mempedulikan sekeliling, dan suka bicara sendiri sambil menunjuk mainannya. Seolah mainan itu lawan bicara.Aku hanya duduk memperhatikan, sambil menvideo. Sebagai dokumentasi ketika dia sudah dewasa. Kalau kecilnya, begitu menggemaskan."Asher.." Aku menegurnya. dia menoleh, dan tetap bermain. Aku ingin kesana, dan merengkuh tubuhnya. Aku tidak menyangka, mempunyai anak yang begitu menggemaskan. Dengan mendekat, aku masih merekam, dan melihat mata tajam Asher. Matanya persis seperti ayahnya. Oh iya, aku sudah sering bilang jika Asher dan Gerald seperti pinang dibelah sepuluh hasilnya tetap sama. Senyum mereka, tertawa, mata, hidung, pipi, rambut, bahkan jari-jarinya sama."Boleh peluk mommy?" Asher bangun, dan memelukku. Aku begitu geram terhadapnya, aku memeluk tubuh kecilnya. Rasanya tak permah puas untuk mencium atau
"Anak mommy yang cantik." Verena berlari ke arahku, dan langsung mau manja-manja sama aku. Asher kalau lihat, pasti ngamuk. Aku mengelus, kepala Verena dengan sayang. Anakku, hadirnya ia yang menyatukan aku dan daddy-nya. Verena penyelamat buat semuanya."Kenapa sayang?" Verena hanya menatapku, dengan mata beningnya. Cantik sekali. Ya, aku sangat bersyukur semua anakku, cantik-cantik. Ia tersenyum, aku juga ikut tersenyum. Ini anak kenapa? Tingkahnya aneh sekali. Verene masih menatapku dan tersenyum, aku hanya terbengong sambil tersenyum, tingkahnya sangat aneh. Apa dia mau minta sesuatu? Padahal tinggal mereka sebutkan dan memang tidak bertentangan, aku langsung memenuhi keinginan mereka."Mommy.""Apa nak?""Love you mommy." Hatiku meleleh. Aku tersenyum lebar, sambil mengelus rambut Verena."Love you more baby.""Mommy cantik.""Iya."
Entah, kenapa rasanya aku ingin bermanja-manja sama suamiku. Anak-anakku, belum bangun. Hari minggu, aku membiarkan mereka untuk beristirahat. Dan hari ini juga, magernya luar biasa. Aku ingin seharian di kasur. Dilayani, atau dimanja dan diberi pelayanan terbaik dari suami dan mungkin anak-anak. Karena biasanya aku yang selalu memanjakan mereka."Daddy, jangan beranjak dari kasur. Mommy mau peluk." Kataku pelan dan masih menutup mata.Gerald merapatkan lagi tubuhnya dan semakin memelukku erat. "Bolekah, hari ini kita berduaan aja?" pintaku lagi."Yaudah, nanti anak-anak aku suruh oma jemput."Aku mengangguk. Sesekali tidak apa-apa. Biasanya, aku yang melarang anak-anak dibawa oma karena, akan merepotkan. Aku juga tidak bisa berjauhan lama-lama dengan anak-anakku. Semenit rasanya sudah rindu sekali. Tapi, hari ini aku ingin kesendirian dan juga memanjak
"Ya Allah nak!" Aku sudah berteriak. Bayangkan saja, Verena dan Asher baru selesai mandi. Dan mereka memakai satu handuk. Tarik-tarikan, sambil tertawa. Badan mereka basah, bisa lantai licin dan mereka terjatuh. Aku heran anak-anak Gerald mau mandi, selesai mandi pasti heboh dan teriak-teriak. Setelah selesai, pasti mereka akan berlarian sepanjang rumah dengan tubuh telanjang."Gerald, anaknya!" Aku berteriak lagi. Verena itu perempuan, harusnya tidak seperti ini. Walau mereka masih kecil, aku takutnya akan menjadi kebiasaan sampai besar, bagaimana jika Verena dan Asher telanjang saat besar. Walau pasti mereka akan sadar, tapi aku tak ingin mereka terbiasa.Gerald datang, dengan membawa handuk Asher. Anak-anak, sudah mengelilingi rumah. Kejar-kejaran."Jangan lari nak, nanti kalian jatuh!" teriakku lagi. Sekarang, tiada hari tanpa teriak.Aku mengangkat Asher. Dia malah tidak mau. Menendang-nendang di udar
Dua hari, suamiku tidak pulang. Rasa tak karuan menyergap dalam dadaku. Aku trauma sejujurnya, aku takut—.Baiklah, tolong hilangkan rasa takut ini dalam dadaku. Nyatanya, kejadian beberapa tahun silam, sangat membekas. Semuanya tidak bisa dilupakan begitu saja dengan mudah.Air mataku turun, dan berdoa tidak mengalami kejadian buruk lagi. Cukup sudah jiwaku terguncang, aku tidak kuat untuk mendapatkan masalah berat lagi. Aku menutup mataku sambil terisak, kenapa harus seperti ini lagi? Selama ini, aku selalu menghibur diriku dan menutup semua lukaku, dengan menyibukkan diri dan mengurus anak. Anak adalah satu-satunya alasanku bertahan. Tapi, jika aku sendirian, aku akan ketakutan sendirian, di luar dia—, dia akan—, banyak pikiran buruk menyerang diriku. Dan biasanya aku selalu berusaha postifi, tapi kali ini tidak.Dengan semua perasaan, yang berkecamuk dalam dadaku, aku terduduk di tempat tidur yang luas ini.
Air mataku sudah turun. Gerald tega memang.Tiba-tiba Gerald keluar dari restoran tersebut. Dia memakai kacamata dan topi. Huwah.... suamiku makin tampan. Kenapa aku baru sadar? Bukan, aku sadar maksudnya kenapa hari ini meningkat drastis? Apa ini salam perpisahan, dan membuatku tak bisa melupakan dirinya.Aku berlari ke arahnya, tidak peduli mau dijual. Aku hanya ingin, memeluknya sebentar."Gerald, Rara sayang sama Gerald. Mommy sayang sama daddy selamanya." Aku memeluknya. Badannya semakin kekar Gerald menunduk melihatku, mungkin dia heram melihatku. Jangan-jangan aku kesurupan."Rara, nggak kesurupan. Rara beneran tulus dan cinta mati sama Gerald. Kamu jangan jual aku ya? Nanti, anak kita sama siapa? Anak kita banyak, kamu pasti nggak sanggup ngurus sendirian." Gerald masih diam, memperhatikan aku yang curhat kepadanya. Dia membalas pelukanku, ah... sangat nyaman sekali.
Hari ini, sengaja Gerald izin kerja. Karena mau berduaan saja. Gila memang. Tapi, aku suka bersamanya jika hanya berduaan. Karena, waktunya buatku memanja-manjakan diri.Hari ini, vater dan Aunty Meiland datang dan mereka ingin mengajak anak-anak jalan-jalan. Gerald dengan senang hati, mengizinkan. Aku, setengah berat. Karena, akan merepotkan. Apalagi, anak lelakiku yang kecil dan anak perempuanku yabg kecil, mereka suka risih kalau jalan-jalan. Banyak permintaan, banyak bertanya, jadi kadang kita yang capek sendiri melayani. Aunty dan vater begitu sayang anak, kurang bersyukur apa hidupku jika mendapat orang-orang baik dan support seperti mereka. Aku bahagia dengan keluargaku.Sebenarnya, aunty Meiland sering minta. Agar, anak-anakku tinggal sama mereka. Aku tidak mungkin, mengizinkan anak-anakku tinggal dengan orang lain. Walau itu, kakek dan nenek mereka sendiri. Aku tidak mau merepotkan orang, dan aku senang
Flashback Rara hamil Asher. Bagaimana dia sudah hamil lagi, disaat usia baby Verena masih 4 bulan. _________________________"Says, mommy's pregnant!" "Mommy's pregnant." Orang-orang yang kusayang, sedang berdiri di depan, seolah, aku mau foto mereka padahal aku sedang memvideo mereka. Gerald sedang mengendong Kelsea dan Skye. Baby Verena sedang tidur, di kamar bayi. Wajahnya lucu-lucu, dan membuat kenangan tersendiri buatku yang takkan pernah kulupakan hingga nanti. Mereka sangat mengemaskan."Mommy's pregnant." ulang Gerald menggeleng. Aku tersenyum."Are you?" Aku mengangguk. "Yes daddy." "No way! You kidding." "No. I'm serious." Gerald menurunkan Kelsea dan Skye. Ia menuju ke arahku, air mataku tidak berhenti menetes dari awal. Aku senang dan sedih. Aku senang, karena akan menambah a