Warning!!!
vulgar!!
Kalau tidak suka, bisa diskip aja ππ
________________________________Hari ini, aku ingin bermanja-manja dengan suamiku setelah pendeklarasian kami. Sudah lama aku tidak bermanja-manja dengannya, karena setiap hari hanya diisi dengan pertengkaran, dan tangisan. Aku juga tak tahu, kapan Gerald pulang lagi ke Jerman. Tapi, aku benar ingin mengikutinya kesana.
"Gerald kapan kamu pulang Jerman?" Aku sedang duduk bersandar di kepala ranjang Gerald yang luas. Gerald berbaring di pahaku, aku meremas-remas rambut tebalnya.
"Bareng kamu?"
"Pasport aku itu belum pasti, ngurus visa juga belum."
"Udah beres, tinggal foto aja. Kamu juga nggak perlu lagi interview lagi."
"Jadi kapan fotonya?" Aku terus mengelus-elus rambut Gerald yang tebal, sesekali menariknya hingga ia meringis kesakitan.
"Nanti dikabarin."
"Lama bangat sih." sungutku kesal. Sudah tak sabar, aku mau pergi ke luar negri. Apalagi, negara tercinta, ditemani oleh suami tercinta, semuanya terasa lengkap sekarang.
"Sabar lah."
"Kamu duluan nggak papa. Kalau sudah selesai aku bisa nyusul. Kuliah kamu pasti banyak ketinggalan." Walau aku senang Gerald berada di sini, aku khawatir perkuliahan Gerald. Nanti dia banyak ketinggalan. Apalagi menurut Gerald, IPK di Jerman ditentukan oleh ujian akhir. Jika ujian gagal, maka gagalah perjuangan selama ini. Aku yang mendengar saja sudah merasa horor, seperti ketakutan ketika menghadapi Ujian Nasional. Bahkan, ada yang sebulan sebelum ujian, mereka sudah mempersiapkan semuanya dengan matang.
"Hah! Kamu semangat gini pasti biar bisa bebas dengan si binatang itu 'kan?"
Dengan geram aku menarik rambut Gerald. "Ngomong lagi, rambutnya kutarik sampai botak." Aku sampai menggeretakan gigiku.
"Aku beneran tidak suka kamu dekat dengan siapapun. Apalagi si bangsat itu. Ya ampun, sadarlah dia itu kriminal aslinya. Dia pengguna narkoba, mabuk-mabukan, merokok, main perempuan juga. Dia itu berbahaya."
"Tapi dia baik tahu."
"Bela aja terus!"
"Aku bicara kenyataan. Tapi, pas aku nginap di rumah David, memang mereka minum-minum."
Dengan refleks Gerald langsung bangun. "Dan kamu minum juga?" Dia memegang bahuku, sambil menguncangnya. Seperti orang yang sedang menagih hutang.
"Ish! Jahat bangat otakmu, kalau mikir aku berbuat seperti itu." Aku mendorong Gerald. Ia berbaring lagi."Siapa tahu. Kamu itu mudah terpengaruh, aku nggak mau sesuatu yang buruk terjadi sama kamu." Gerald menghadapkan wajahnya ke perutku. Aku bisa merasakan, napas hangatnya diembuskan ke perutku. Aku suka, setiap perlakuan kecil Gerald padaku, apalagi pada anakku. Anakku sangat ingin dimanja daddy-nya.
"Seperti ada yang lupa sesuatu. Kurasa, kamu yang selalu membuat hari-hariku buruk." sindirku.
"I don't think so. For me, I give my best to you."
"Kononlah best. Anda lupa, Tuan? Semua hari sial yang kulalui karena sikap kamu ke aku." balasku sengit.
"Kok aku merasa dari tadi. Bahasa kamu udah sama bangat, ya, sama si bangsat itu? Udah sejiwa bangat, ya."
"Gerald, rambut kamu panjang sekarang. Jangan sampai lima menit ke depan, rambutmu sudah botak." Aku memperingatkan. Si bule sialan itu hanya terkekeh. Kadar ketampannany makin meningkat. Membuatku semakin gemas terhadapnya.
"But wait! Are you jealous?" selidikku.
"Of course I'm. I deserve to be jealous. You're my everything. Then, I found you with someone who I hated with all my heart."
"Ouch... how pity. I'm so sorry Mr. Husband I'll try my best to keep away from them."
"Promise me?" Aku mengangguk cepat.
"With one condition."
"What's that?"
"I... nothing." Aku hanya ingin menggodanya. Aku tertawa keras. Gerald memelukku, sangat erat dia menekan perutku. Bagaimana kalau anaknya keluar?
"Kau mau bunuh anakmu? Gerald, jangan tekan perut aku. Anaknya kesakitan." teriakku.
"Kamu selalu membuatku gemas." Gerald mencium-cium perutku. Aku jadi terharu, rasanya perutku dialiri listrik, disengat lagi. Aku hanya menahan kepala Gerald, agar terus menciumku.
"Kayaknya aku prediksi, ini anaknya tiga bulan kayaknya."
"Sok tahu!" Aku menepis tangan Gerald.
"Itu anaknya, yang bilang sendiri. Tuh-tuh dengar, dia bilang, hi, daddy." Gerald menempelkan telinganya di perutku. Aku terharu, air mataku turun. Walau menjengkelkan, manusia tampan ini, selalu memenangkan hatiku di atas segalanya.
Aku mengelus perutku. "Aku nggak sabar, anakku lahir."
Gerald mendongak melihatku, aku tersenyum ke arahnya. Lelaki ini, sangat tampan, dan aku begitu menyayangi sepenuh hatiku.
"Gerald, Rara minta maaf udah khianatin kamu. Tapi, percayalah di hati aku itu cuman kamu." Cairan bening mulai membanjiri pipiku. Bahkan, aku sempat menjilati rasa asin yang mengalir dari pipiku. Aku merasa tak berguna, ketika mengingat aku beberapa kali berciuman dengan David. Hufh... sangat tak berguna.
"Bucin." sergah Gerald. Baru juga aku ingin serius, dan membicarakan dari hati ke hati, tapi jawaban Gerald membuatku ingin memotong usus dua belas jari miliknya.
"Awh..." aku menarik rambut Gerald kuat dan ia meringis kesakitan.
"Dasar, suami jelek! mesum! Nggak romantis!" sungutku kelewat kesal.
"Kan aku bilang. Aku bukan pasangan romantisβ"
"Kamu pasangan mesum!" potongku cepat.
"That's it."
"Gerald kita masak, yuk?"
"Hah? Kesambet apa, mau masak?" Gerald mengangkat kepalanya, dan menatap ke arahku.
"Aku mau belajar, nanti anakku lahir. Mau masak sendiri buat anak kita." Aku tersenyum lebar, dan sudah membayangkan akan menjadi seorang mommy yang begitu dibanggakan oleh anakku.
"Jadi buat anak aja? Buat suami tidak? Lebih utama itu suami."
"Bagiku, tidak ada yang utama. Kalian semua tujuan hidupku sekarang." kataku menerawang kosong. Keluarga kecilku, segalanya bagiku.
"Bijak sekali istriku. Peluk dulu."
Gerald bangun, dan memelukku. Aku membalas pelukannya dengan erat dan mencium aroma tubuhnya. Ya Tuhan, jangan pisahkan kami lagi. Lelaki ini segalanya bagiku. Aku sangat menyayanginya, bahagiaku adalah Dia.
***
Baiklah, aku sedang berada di dapur. Dengan pemaksaan, akhirnya Gerald mau menemaniku di dapur. Aku tidak mau, kejadian yang sama kompornya kebakaran. Sedikit trauma jika mengingat api, dan masih terekam jelas di otakku David yang telanjang bulat di depanku.
"Jadi mau masak apa, Nona chef?" tanya Gerald.
"Bentar aku searching dulu." Aku langsung menyambar ponsel. Sebenarnya tak ada tujuan mau memasak apa, tujuan utamaku kebersamaan, karena aku tahu, makanan yang kubuat pasti berakhir dibuang.
"Hah! Mana ada chef masak pakai googling. Mereka masak, pakai resep sendiri."
"Bawel! Diam aja."
Akhirnya aku googling, dan mencari: resep sederhana memasak kue.
Setelah menghabiskan hampir satu jam untuk mencari resep yang pas, pilihanku jatuh pada: Oreo strawberry chiffon cake.
Pilihanku terjatuh pada cake tersebut, karena ada strawberry-nya. Gerald sibuk makan, semua jajanan yang ada di dapat. Dia sampai naik ke atas kompor sambil berjongkok, membongkar barang apa saja yang bisa ia masukan dalam mulutnya.
Tahukah kalian, tepung yang kupakai merupakan tepung beberapa bulan silam. Saat aku membohongi Gerald bahwa aku berulang tahun, dan berakhir skandal sampai sekarang. Aku dan Gerald teringat di dalam mobil tersebut dan tertawa bersama dengan kekonyolan kami, dan mengambil bahan-bahan tersebut.
Dengan membaca instruksi di layarku, aku berteriak ke Gerald untuk mengeluarkan semua bahan-bahan.
1. Kocok kuning telur, dan gula sebentar sampai gula larut. Masukkan susu dan minyak lalu kocok lagi hingga merata. Lalu masukkan tepung terigu, baking powder dan strawberry essence. Aduk sampai rata.
Semua bahan tersebut aku campurkan menjadi satu. Tinggal menunggu lagi merata.
"Gerald, kamu kocok ini ya."
"Kamu aja, kan biasanya kamu ngocok punya aku." Aku gerah mendengar ujaran mesum Gerald. Aku memandang ke arahnya. Tepung yang masih tinggal setengah, dengan sekali ayun langsung mendarat di wajah Gerald, dan rambutnya.
"Hahaha." Aku tertawa melihat wajah, dan rambutnya putih semua. Bajunya juga putih. Gerald menghampiriku, tiba-tiba dia sudah menumpahkan lagi tepung terigu di atas kepalaku.
Dia tertawa, melihatku. Aku juga tertawa melihatnya. Rambutnya yang kecoklatan pirang itu, tidak nampak lagi. Putih semua. Tapi, yang paling lucu, melihat bulu matanya yang putih semua. Aku mendekat ke arahnya, dan meniup tepung dari bulu matanya. Malah tepungnya, masuk ke mata Gerald. Aku tertawa lagi. Benar-benar pengelaman memasak yang takkan kulupakan. Kami seperti anak kecil.
Gerald mencuci wajahnya, kulihat matanya jadi merah. Aku jadi tak tega melihatnya. Aku memeluknya, "Gerald, maafin Rara. Mata kamu jadi merah. Tapi setelah ini, kamu akan masak makanan pertamaku." Gerald mengibas-ngibaskan rambutku, untuk membersihkan tepung di rambutku.
"Enak aja, kamu udah buat aku menderita ni. Bayar dulu." kata Gerald tak terima.
"Apa?"
"Kasih dulu blowjob." jawabnya santai dan tanpa dosa.
"Boleh juga, setelah itu. Boleh dong, sama kayak tepung dipangang." kataku tersenyum licik.
"Nggak. Ini, seriusan."
"Ya udah sini." Aku hanya ingin menggodanya saja. Gerald mendekat ke arahku, Kulihat kilatan matanya yang sudah bergairah.
Aku berlutut dan membuka celananya, dan boxer Gerald sekaligus. Megancunglah, benda yang sudah menegang sedari tadi.
"Biar adil. Kamu ngocok bahannya, aku ngocok punya kamu." tawarku, dengan semangat Gerald mengangguk.
"Tapi, Gerald aja dulu yang buat bahannya."
Dia dengan semangat mengocok bahan untuk kue tersebut. Yang kufokuskan adalah ke milik Gerald yang telah megancung keras, dan ikut berayun. Aku ingin tertawa keras lagi, melihat itu. Ya ampun sangat lucu, aku ingin tertawa keras, tapi takut Gerald marah. Betapa absurdnya kami, dan berbuat tak senonoh di saat lagi masak. Mungkin saking bersemangatnya Gerald karena mau diberi kenikmatan, adonan itu telah tercampur rata dan lembut. Dengan warna pink.
"Giliran Rara." ujarku, Gerald hanya diam, membiarkanku mengeksekusi miliknya. Dengan adonan tadi, aku mengambilnya sengenggam, dan membalurkan adonan pink ke milik Gerald. Aku ingin tertawa tapi kutahan, karena aku ingin menggodanya. Demi apa, milik Gerald yang perkasa sudah berubah jadi pink rangers, sangat mengemaskan.
"Arh.... enak bangat, dingin." guman Gerald, sambil menutup matanya. Aku mengambil lagi adonan tadi, sampai tebal, dan kulihat milik Gerald telah tertutup semua, miliknya jadi berwarna pink, dan sangat tebal. Milik Gerald telah tertutup semuanya. Harusnya aku fotoin, karena ini sangat lucu, dan juga mengemaskan. Dan bisa menjadi senjata, untuk mengejek Gerald.
"Ini udah jadi adonan utama. Mau dipanggang, atau digoreng?"
"Cepat Rara, berat ini rasanya." ujar Gerald memelas. Aku terkikik geli. Rasain! Siapa suruh, otaknya mesum terus.
Karena adonan tadi tebal, tidak susah untuk melepaskan, adonan yang telah mengering tersebut. Setelah terlepas semua aku mengenggam milik Gerald, rasanya dingin. Aku menempelkan di pipiku. Perpaduan keras, dan dingin. Setelah menggengam beberap saat, tanpa dosa, aku memakaikan lagi boxer dan celana Gerald.
"What?" teriaknya frustasi. Karena aku tidak memberinya blowjob.
Dengan tidak memperhatikan Gerald yang frustasi, aku melanjutkan bahan yang kedua. Yang penting bahan pertama sudah berhasil dikocoknya. Hahaha, rasanya menyenagkan sekali, berhasil mengerjai Gerald.
4. Masukkan Oreo yang sudah dihancurkan, aduk rata, dan jangan terlalu lama.
Aku mengambil oreo untuk dihancurkan. Gerald merampas, oreo tersebut.
"Sini."
Dia sengaja, mengangkatnya tinggi. Aku meloncat-loncat, dan tindak bisa mengapai. Karena Gerald terlalu tinggi.
"Sini, nggak?" Aku sudah mengambil ancang-ancang, ingin menendangnya.
Gerald memasukan oreo itu dalam mulutnya. Dan membuka sambil mengambil satu keping dimasukan sedikit ke mulutnya, dan dengan menggodaku untuk mendekat ke arahnya. Aku ingin mengambil oreo itu dalam mulutnya.
"Pakai mulut juga."
"Gila!"
Aku berjinjit, untuk mengambil menggunakan mulutku juga. Saat bibirku sudah mencapai mulut Gerald, dengan cepat dia mengunyah oreo itu dan jadi hancur. Gerald mengerjaiku balik. Aish!
"Ambil dalam mulutku." Aku membuka mulutku, Gerald mentansfer oreo yang sudah hancur dalam mulutku.
"Jangan ditelan, tumpahkan ke adonan." perintah Gerald.
Aku melotot ke arahnya. "Jorok kali!"
"Kita juga yang makan, kamu juga udah biasa merasakan ludahku." Aku berusaha, agar oreo itu tetap kering di dalam mulut, karena akan sangat menjijikan jika terkena air liurku. Walau hanya kami berdua yang makan, aku tetal merasa jijik.
Aku menumpahkan oroe itu di ...
Di tong sampah. Aku sampai tidak segila itu, untuk makan jigongku sendiri. Sangat menjijikan tentu saja.
Dengan cepat aku merampas lagi oreo itu dari tangan Gerald, dan menghancurkan dengan tanganku.
Rambutku masih putih berlumuran tepung.
Aku memasukan adonan dalam loyang, dan memasukan ke dalam oven dan siap dipanggang. Sambil, menunggu. Aku membereskan kekacuan yang kami buat tadi, dan kurasakan sesuatu yang dingin mengenai dadaku. Gerald menumpahkan sisa susu strawberry ke dadaku.
Dia membuka bajuku, kulihat braku sebagian basah. Dibukanya braku, dan telanjanglah bagian atas tubuhku. Dengan tangannya, Gerald menangkup kedua payudaraku dan menumpahkan lagi susu tersebut. Susu tersebut, tidak sampai turun ke perutku. Karena Gerald menahan dengan tangannya. Setelah menumpahkan, Gerald meminum susu dari payudaraku. Anggap saja itu adalah ASI-ku. Dia ingin menggodaku juga. Gerald masih menyedot payudaraku, sambil sesekali meremasnya. Aku menahan diri, jangan sampai lengah dan mendesah. Aku tak boleh terlena.
Aku ingin mengerjai Gerald, aku melihat bahan apa yang bisa kugunakan. Pandangan mataku langsung tertuju pada telur. Dengan mengambil diam-diam telur itu, karena Gerald sedang berfokus ke payudaraku. Gerald memiringkan kepalanya kiri, dan kanan, kadang sampai bermanuver untuk melahap seluruh isi payudaraku.
Clak!!!
Telur itu kupecahkan di kepalanya, dan naasnya, itu telur busuk. Aku langsung ingin muntah mencium aroma yang menyengat itu.
"Gila!" teriak Gerald.
Aku berlari keluar dari dapur, dan baru kusadari dari tadi atasanku polos.
***
Bagaimana part ini? Semoga terhibur ya.
Have a nice day ππ
Pasangan absurd, kelakuan harus absurd juga. Hahaha.
See youβ¨β¨
Warningg!!! Adult Content!! Gerald's POV Flashback ___________ Ok Rara, let's play the game. You with your guy. I'm with many girls here. Malamnya, aku benar-benar pergi ke pesta temannya Eloy. Aku ingin merasakan kebebasan juga. Eloy sering sekali mengajakku pergi pesta, tapi aku malas untuk bermasalah, ditambah aku tak bisa menjadi manusia normal, aku selalu mabuk jika mencicipi sedikit alkohol. Daripada berakhir memalukan, lebih baik aku tak pergi. Tentu aku bisa diejek, seorang lelaki tampan dan gagah membahan sepertiku, tak bisa menjadi manusia normal karena pusing mencium bau alkohol. Payah! Padahal orang Jerman itu mayoritas minum anggur, mereka jarang sekali minum air putih.
Jerman I'm coming. Akhirnya aku akan melihat dunia luar seperti impianku. Semua dokumen yang dibutuhkan untuk berpergian ke luar negri telah beres dalam waktu tiga hari. Semua Gerald yang mengurus, aku hanya duduk manis dan difoto. Bundaku tetap tidak mengizinkan pergi, tapi aku tetap keras kepala, dan ngotot untuk pergi. Aku benar-benar tidak ingin berniat untuk tinggal di lingkungan tempat tinggalku. Aku merasa sudah tidak nyaman. Bunda marah, dan tetap tidak mau untuk mengantarkanku ke bandara. Padahal, Bunda tahu bagaimana penderitaanku saat Gerald pergi. Harusnya Bunda bisa legowo melepaskanku. Terkadang, aku tak mengerti dengan jalan pikiran Bunda. Akhirnya adikku yang mengantar. Air mataku turun, aku akan merindukan Bunda, keluarga kecilku.
"Bundaβ" "Iya, Nak?" Air mataku tumpah ruah. "I miss you." "Bunda juga rindu. Jaga diri baik-baik. Jaga kesehatan, jaga anaknya." Air mataku semakin deras. Aku merindukan Bundaku. Dan selalu saja, pesan ini yang Bunda sampaikan. Ya, Bunda perhatian. Tapi aku merasa Bunda seperti tak yakin padaku, aku bisa mengurus diri. Padahal, aku sudah dewasa, sudah menjadi istri orang, dan mom to be. Kenapa, Bunda harus takut? Aku bisa bertanggung jawab terhadap diriku sendiri. "Iya, Bunda. Bunda jangan sedih, ya. Rara bisa menjaga diri di sini." kataku meyakinkan bunda. "Iya, nggak, bunda nggak sedih. Bunda khawatir, kamu di tempat orang jauh." Meski Bunda bilang tidak, tapi aku tahu
Gerald's girlfriend. How I missing something here? I glance kill for Gerald to confirm this. "I'm sorry Alle. Rara is my wife." Gerald mencoba menenangkan, dari keadaan yang sudah memanas. Ini tak bisa dibiarkan. Bagaimana mungkin lelaki sial ini, bermain-main di belajangku? Ditambah, cewek sial ini, dengan percaya diri mengaku dia pacar Gerald. "Wife? Really? Are you fucking kidding me again?" pekik si pirang. "Yeah, I just want you to introduce with my beatiful woman in the world." "Bullshit!" I scream and throw remote to Gerald. Remot itu tepat mengenai wajah Gerald, dan ia berhasil menangkap remot tersebut, sebelum semuanya berderai.
"Kamu kenal Alicia itu siapa?" Gerald menengang. "Nggak!" Jawabnya gelapan, dan salah tingkah. Berarti semua hanya mimpi burukku saja. "Yaudah tidur, yuk." Ajak Gerald. "Hei, makanan kamu belum habis. Habiskan biar Rara kemas semuanya dan cuci." Kulihat Gerald sudah tidak berselera lagi. Aku mengemas semuanya, dan mencuci piring-piring yang kotor, dan peralatan buat masak tadi. Setelah selesai, kulihat Gerald masih melamun. Makanannya masih sama seperti tadi kutinggalkan. Dia bertingkah aneh. Apa Gerald sakit perut, karena aku memasak yang tidak steril? "Jadi, masih mau makan nggak?" tanyaku lagi, melihat Gerald yang masih melamun. "Eh?"
Aku ingin mengerjai Gerald. Aku tidak sakit perut. Tapi aku hanya capek, sedang tidak berselera untuk melayaninya sekarang. Tapi, aku tiba-tiba merasa berdosa setelah melihat dia panik. Selalu saja, bertingkah bodoh yang membuat kami sama-sama terluka. "Sakit? Kenapa? Keram?" tanya Gerald panik. Aku menggeleng. "Nggak tahu, sakit aja. Biarkan aku istirahat, kamu boleh pergi kuliah." kataku dengan suara lemah, agar meyakinkan. Tapi rasa bersalah, terus menghantamku. "Aku nggak bisa, nanti kamu kenapa-kenapa. Kayak semalam." Gerald menyugar rambutnya, dan wajahnya begitu ketakutan. "Nggak papa, nanti kalau sakit atau apa aku telpon aja. Tapi kamu harus gerak cepat ya." Aku memegangi perutku. "Iya, maaf telah membuat kamu sa
Tubuhku kaku semua. Sial! Aku tertidur di atas meja. Meski hanya kepalaku saja. Semoga anakku tidak merasa kesakitan. Dari malam sampai lagi, posisi tidurku hanya duduk di atas kursi, dengan kepala di atas meja. Benar-benar posisi tidur yang aneh dan tak sadar sama sekali, padahal aku tertidur dengan posisi duduk. Aku juga tak tahu jam berapa sekarang. Leher kaku, tangan dan kakiku keram. Dengan mengembalikan sistem tubuhku. Aku menuju kamar, dan pemandangan paling indah menyambutku. Aku mencari handphone dan baru ingat, semalaman aku tidak mencabut handphone-ku. Untung saja tidak meledak. Dengan menguap terasa belakang dan leherku sakit semua. Untuk digerakan sedikit saja, sangat sakit. Aku terduduk di pinggir ranjang melihat keadaan sekitar, demi apa tidurku begitu pulas dan tak sadar sama sekali? Kuperhatikan jam di layar ponsel.
Seluruh badanku remuk, setelah aksi pelukan ala (bukan) Telletubies malah berakhir aku ditelanjangi. "Kamu tetap yang terbaik." Bisik Gerald. Badanku terlalu lemah. Jadi aku hanya memeluk dada telanjang favoritku, dan membiarkan keringat kami melebur. Eh bentar, dari tadi anak ini tidak ada tanda-tanda pergi ke kampus. "Kamu nggak ke kampus?" aku mengangkat kepalaku dan menatap Gerald yang menutup matanya, ia juga kelelahan. "Nggak!" "Kenapa?" "Kenapa?" tanya Gerald balik. Dia selalu mengesalkan. "Ish-- diperhatiin juga." Aku mencubit perutnya. Dasar manusia menyebalkan. "Aku lebih s
Kuperhatikan wajah kedua putriku. Wajahnya mirip, orang tidak akan salah menduga mereka saudara kandung. Kelsea manis, Verena juga. Tapi, rambut Verena diambil dari mana, rambutnya sedikit bergelombang dan coklat tembaga. Padahal rambutku dan rambut Gerald lurus. Ah, mana saja yang penting anak-anakku sehat.Dari rambutnya yang bergelombang sudah bisa dipastikan bulu mata Verena lentik. Verena dan Asher mempunyai bulu mata yang cantik. Yang paling kusuka dari Kelsea, senyumannya. Walau, dia cemberut saja, masih terlihat manis. Anakku, yang satu itu tidak bosan dipandang. Wajahnya cantik, begitu cantik. Terkadang aku tak percaya punya anak secantik ini, walau kelakuannya bikin geleng-geleng.Apalagi Kelsea, orang yang suka merenggut masam.Kelsea lebih dominant, gen milikku. Namun, masih terlihat blasteran. Verena, lebih banyak bulenya. Asher, tidak terlihat genku sama seka
Aku melihat anak gembulku, yang sedang sibuk bermain. Jika, dia sudah bermain tidak akan mempedulikan sekeliling, dan suka bicara sendiri sambil menunjuk mainannya. Seolah mainan itu lawan bicara.Aku hanya duduk memperhatikan, sambil menvideo. Sebagai dokumentasi ketika dia sudah dewasa. Kalau kecilnya, begitu menggemaskan."Asher.." Aku menegurnya. dia menoleh, dan tetap bermain. Aku ingin kesana, dan merengkuh tubuhnya. Aku tidak menyangka, mempunyai anak yang begitu menggemaskan. Dengan mendekat, aku masih merekam, dan melihat mata tajam Asher. Matanya persis seperti ayahnya. Oh iya, aku sudah sering bilang jika Asher dan Gerald seperti pinang dibelah sepuluh hasilnya tetap sama. Senyum mereka, tertawa, mata, hidung, pipi, rambut, bahkan jari-jarinya sama."Boleh peluk mommy?" Asher bangun, dan memelukku. Aku begitu geram terhadapnya, aku memeluk tubuh kecilnya. Rasanya tak permah puas untuk mencium atau
"Anak mommy yang cantik." Verena berlari ke arahku, dan langsung mau manja-manja sama aku. Asher kalau lihat, pasti ngamuk. Aku mengelus, kepala Verena dengan sayang. Anakku, hadirnya ia yang menyatukan aku dan daddy-nya. Verena penyelamat buat semuanya."Kenapa sayang?" Verena hanya menatapku, dengan mata beningnya. Cantik sekali. Ya, aku sangat bersyukur semua anakku, cantik-cantik. Ia tersenyum, aku juga ikut tersenyum. Ini anak kenapa? Tingkahnya aneh sekali. Verene masih menatapku dan tersenyum, aku hanya terbengong sambil tersenyum, tingkahnya sangat aneh. Apa dia mau minta sesuatu? Padahal tinggal mereka sebutkan dan memang tidak bertentangan, aku langsung memenuhi keinginan mereka."Mommy.""Apa nak?""Love you mommy." Hatiku meleleh. Aku tersenyum lebar, sambil mengelus rambut Verena."Love you more baby.""Mommy cantik.""Iya."
Entah, kenapa rasanya aku ingin bermanja-manja sama suamiku. Anak-anakku, belum bangun. Hari minggu, aku membiarkan mereka untuk beristirahat. Dan hari ini juga, magernya luar biasa. Aku ingin seharian di kasur. Dilayani, atau dimanja dan diberi pelayanan terbaik dari suami dan mungkin anak-anak. Karena biasanya aku yang selalu memanjakan mereka."Daddy, jangan beranjak dari kasur. Mommy mau peluk." Kataku pelan dan masih menutup mata.Gerald merapatkan lagi tubuhnya dan semakin memelukku erat. "Bolekah, hari ini kita berduaan aja?" pintaku lagi."Yaudah, nanti anak-anak aku suruh oma jemput."Aku mengangguk. Sesekali tidak apa-apa. Biasanya, aku yang melarang anak-anak dibawa oma karena, akan merepotkan. Aku juga tidak bisa berjauhan lama-lama dengan anak-anakku. Semenit rasanya sudah rindu sekali. Tapi, hari ini aku ingin kesendirian dan juga memanjak
"Ya Allah nak!" Aku sudah berteriak. Bayangkan saja, Verena dan Asher baru selesai mandi. Dan mereka memakai satu handuk. Tarik-tarikan, sambil tertawa. Badan mereka basah, bisa lantai licin dan mereka terjatuh. Aku heran anak-anak Gerald mau mandi, selesai mandi pasti heboh dan teriak-teriak. Setelah selesai, pasti mereka akan berlarian sepanjang rumah dengan tubuh telanjang."Gerald, anaknya!" Aku berteriak lagi. Verena itu perempuan, harusnya tidak seperti ini. Walau mereka masih kecil, aku takutnya akan menjadi kebiasaan sampai besar, bagaimana jika Verena dan Asher telanjang saat besar. Walau pasti mereka akan sadar, tapi aku tak ingin mereka terbiasa.Gerald datang, dengan membawa handuk Asher. Anak-anak, sudah mengelilingi rumah. Kejar-kejaran."Jangan lari nak, nanti kalian jatuh!" teriakku lagi. Sekarang, tiada hari tanpa teriak.Aku mengangkat Asher. Dia malah tidak mau. Menendang-nendang di udar
Dua hari, suamiku tidak pulang. Rasa tak karuan menyergap dalam dadaku. Aku trauma sejujurnya, aku takut—.Baiklah, tolong hilangkan rasa takut ini dalam dadaku. Nyatanya, kejadian beberapa tahun silam, sangat membekas. Semuanya tidak bisa dilupakan begitu saja dengan mudah.Air mataku turun, dan berdoa tidak mengalami kejadian buruk lagi. Cukup sudah jiwaku terguncang, aku tidak kuat untuk mendapatkan masalah berat lagi. Aku menutup mataku sambil terisak, kenapa harus seperti ini lagi? Selama ini, aku selalu menghibur diriku dan menutup semua lukaku, dengan menyibukkan diri dan mengurus anak. Anak adalah satu-satunya alasanku bertahan. Tapi, jika aku sendirian, aku akan ketakutan sendirian, di luar dia—, dia akan—, banyak pikiran buruk menyerang diriku. Dan biasanya aku selalu berusaha postifi, tapi kali ini tidak.Dengan semua perasaan, yang berkecamuk dalam dadaku, aku terduduk di tempat tidur yang luas ini.
Air mataku sudah turun. Gerald tega memang.Tiba-tiba Gerald keluar dari restoran tersebut. Dia memakai kacamata dan topi. Huwah.... suamiku makin tampan. Kenapa aku baru sadar? Bukan, aku sadar maksudnya kenapa hari ini meningkat drastis? Apa ini salam perpisahan, dan membuatku tak bisa melupakan dirinya.Aku berlari ke arahnya, tidak peduli mau dijual. Aku hanya ingin, memeluknya sebentar."Gerald, Rara sayang sama Gerald. Mommy sayang sama daddy selamanya." Aku memeluknya. Badannya semakin kekar Gerald menunduk melihatku, mungkin dia heram melihatku. Jangan-jangan aku kesurupan."Rara, nggak kesurupan. Rara beneran tulus dan cinta mati sama Gerald. Kamu jangan jual aku ya? Nanti, anak kita sama siapa? Anak kita banyak, kamu pasti nggak sanggup ngurus sendirian." Gerald masih diam, memperhatikan aku yang curhat kepadanya. Dia membalas pelukanku, ah... sangat nyaman sekali.
Hari ini, sengaja Gerald izin kerja. Karena mau berduaan saja. Gila memang. Tapi, aku suka bersamanya jika hanya berduaan. Karena, waktunya buatku memanja-manjakan diri.Hari ini, vater dan Aunty Meiland datang dan mereka ingin mengajak anak-anak jalan-jalan. Gerald dengan senang hati, mengizinkan. Aku, setengah berat. Karena, akan merepotkan. Apalagi, anak lelakiku yang kecil dan anak perempuanku yabg kecil, mereka suka risih kalau jalan-jalan. Banyak permintaan, banyak bertanya, jadi kadang kita yang capek sendiri melayani. Aunty dan vater begitu sayang anak, kurang bersyukur apa hidupku jika mendapat orang-orang baik dan support seperti mereka. Aku bahagia dengan keluargaku.Sebenarnya, aunty Meiland sering minta. Agar, anak-anakku tinggal sama mereka. Aku tidak mungkin, mengizinkan anak-anakku tinggal dengan orang lain. Walau itu, kakek dan nenek mereka sendiri. Aku tidak mau merepotkan orang, dan aku senang
Flashback Rara hamil Asher. Bagaimana dia sudah hamil lagi, disaat usia baby Verena masih 4 bulan. _________________________"Says, mommy's pregnant!" "Mommy's pregnant." Orang-orang yang kusayang, sedang berdiri di depan, seolah, aku mau foto mereka padahal aku sedang memvideo mereka. Gerald sedang mengendong Kelsea dan Skye. Baby Verena sedang tidur, di kamar bayi. Wajahnya lucu-lucu, dan membuat kenangan tersendiri buatku yang takkan pernah kulupakan hingga nanti. Mereka sangat mengemaskan."Mommy's pregnant." ulang Gerald menggeleng. Aku tersenyum."Are you?" Aku mengangguk. "Yes daddy." "No way! You kidding." "No. I'm serious." Gerald menurunkan Kelsea dan Skye. Ia menuju ke arahku, air mataku tidak berhenti menetes dari awal. Aku senang dan sedih. Aku senang, karena akan menambah a